Penyusun :
Dokter Pendamping :
dr. Herawati
i
BORANG PORTOFOLIO
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Kejang Demam Kompleks
Oleh:
dr. Nur Ilmi Sofiah
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internship Dokter Indonesia di RS Bhayangkara Mayang Mangurai Jambi periode
I 18 Februari 2021-18 Juni 2021.
dr. Herawati
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya laporan kasus yang berjudul “Kejang Demam Kompleks” ini
dapat diselesaikan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah
satu syarat mengikuti Program Internship Dokter Indonesia di RS Bhayangkara
Mayang Mangurai Jambi.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
dr. Herawati selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama penulisan laporan kasus ini sehingga menjadi lebih baik. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan dalam penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa
yang akan datang.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
BORANG PORTODOLIO…………………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….……. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………….……. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………….… v
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1
BAB 2 STATUS PASIEN..............................................................................2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................14
BAB 4 ANALISIS KASUS.............................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
v
BAB I
PENDAHULUAN
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-
hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus.
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat
dikatakan demam adalah suhu rektal ≥ 38,0°C atau suhu oral ≥ 37,5°C atau suhu
aksila ≥ 37,2°C.1
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun
parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak
antara lain pneumonia, bronkitis, osteomielitis, apendisitis, tuberkulosis,
bakteremia, sepsis, gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain. 2
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38⁰C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5
tahun.3 Kejang demam merupakan penyebab kejang paling umum pada anak dan
sering pula menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran pada orangtua. Diagnosis
kejang demam pada umumnya dibuat berdasarkan temuan klinis dan deskripsi
orang tua. Meskipun sebagian besar kejang demam adalah ringan, sangat penting
agar anak segera dievaluasi untuk mengurangi kecemasan orangtua dan
mengidentifikasi penyebab demam.4
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Identitas Pasien
a. Nama : An. AFS
b. Umur : 6 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki- laki
d. Alamat : Desa Ma. Kumpeh No. 05 Kumpeh Ulu
e. Agama : Islam
f. No RM : 074051
g. MRS Tanggal : 2/3/2021
Identitas Ayah Pasien
a. Nama : Tn. F
b. Usia : 25 tahun
c. Pendidikan : Tamat SMA
d. Pekerjaan : Pegawai swasta
Identitas Ibu Pasien
a. Nama : Ny. H
b. Usia : 20 tahun
c. Pendidikan : Tamat SMP
d. Pekerjaan : IRT
2
SMRS namun sekarang sudah tidak BAB normal kembali,
kesakitan saat BAK (-).
Sejak 1 jam SMRS, pasien masih demam, tiba tiba kejang pada
seluruh tubuh, kedua tangan mengepal, kaki kaku, mata mendelik
ke atas. Kejang berlangsung kurang lebih 10 menit. Setelah kejang
pasien sadar, dan menangis, terlihat lemas kemudian pasien di
bawa ibu pasien ke IGD RS Bhayangkara. Pasien belum diberikan
obat apapun saat kejang.
Di IGD RS pasien kejang kembali, pasien diberikan diazepam
rektal 5 mg pasien masih kejang, diberikan diazepam rektal 5
mg kembali (interval pemberian 5 menit dari diazepam rektal
pertama) kejang berhenti.
3
PB : 51 cm
Riwayat ibu demam saat hamil (-), riwayat KPD (-), riwayat
ketuban hijau dan berbau (-), riwayat penyakit lain pada ibu saat
hamil (-).
G. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
BCG 1 bulan
POLIO 4 4 bulan
I. Riwayat Pertumbuhan
Status pertumbuhan berdasarkan grafik Nellhaus (LK) dan
berdasarkan kurva WHO (BB dan PB)
BB: 8 kg (-2 SD < BB/U < 0 SD) normal
PB: 67 cm (-2 SD < PB/U < 0 SD) normal
Lingkar kepala: 44 cm (-2 SD < LK/U < 0 SD) Normocephali
4
5
6
Kurva lingkar kepala
J. Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 3,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia
7
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 8 kg
TB : 67 cm
LK : 44 cm
Tanda vital :
HR : 122x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 24x/menit
Suhu : 39,0oC
Status gizi : baik
BB : 8 kg
TB : 67 cm
B. Pemeriksaan Khusus
Kepala : normocephalic, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata, UUB belum menutupp, LK= 44 cm (-2 SD < LK
< 0 SD)
Mata : Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-), edema palpebra (-), pupil isokor 3 mm, refleks
cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret (-),
perdarahan (-).
Telinga : CAE dekstra et sinistra lapang, sekret (-), serumen (+),
MT sulit dinilai.
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral (-), mukosa
mulut dan bibir kering (-), fisura (-), cheilitis (-).
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (+), tonsil T1-T1,
tonsil tidak hiperemis.
Kulit : tidak ada kelainan
8
LEHER
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
THORAX
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal, subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
A. PARU
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-)
B. JANTUNG
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi
Bunyi jantung I
Mitral : Normal
Trikuspid : Normal
Bunyi jantung II
Pulmonal : Normal
Aorta : Normal
Bising jantung : -
ABDOMEN
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Lemas, cubitan kulit kembali cepat, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
9
EKSTREMITAS
Inspeksi
Bentuk : Normal
Deformitas : (-)
Edema : (-)
Trofi : (-)
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Akral : Hangat
Lain-lain : (-)
INGUINAL
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB
Lain-lain :-
GENITALIA
LAKI-LAKI :
Phimosis : tidak ada kelainan
Testis : tidak ada kelainan
Scrotum : tidak ada kelainan
C. STATUS NEUROLOGIS
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Fungsi motoric
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflex fisiologis Normal Normal Normal Normal
Reflex patologis - - - -
Gejala rangsang meningeal Tidak ada
10
1. Kejang demam kompleks
2. Infeksi intrakranial
3. Perdarahan intrakranial
V. DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks + ISPA
VII. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
11
2021 batuk (+), pilek (+), muntah (-), BAB IVFD NaCl 0,9% 20 tpm mikro (dari IGD)
cair (-) ganti IVFD RL 20 tpm mikro
Pasien Injeksi PCT fls 80 mg IV jika suhu
masuk O: KU : Tampak sakit sedang, >38,5oC
rawat Nadi 115x/m, RR 25x/m, T 38,7 C. Injeksi Fenitoin 3x50 mg IV pelan (1 cc
inap Keadaan Spesifik : diencerkan dengan aquadest 10 cc)
pukul Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera Injeksi Dexametason 3x2 mg IV
20.30 ikterik (-) Injeksi Ceftriaxone 1x500 mg IV
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-). Injeksi Vit K 1x1 mg
Abdomen: tidak ada kelainan.
PCT drop 3x0,8 ml
Extremitas: akral hangat.
Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
Status neurologis: dalam batas normal.
ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
Rhinos syr 3x1/4 cth PO
A: Kejang demam kompleks + ISPA
Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
Zink syr 1x1 cth PO
12
Diff Count Shift to the
Basofil 0.4% 0–1% right
Eosinofil 0.7% 0.5 – 5.0 %
Neutrofil 40.0% 50 – 70 %
Limfosit 51.9% 20 – 40 %
Monosit 7.0% 3.0 – 12.0 %
CT 3.5 menit 2-6 menit Normal
BT 2.0 menit 1-3 menit Normal
4 Maret S : Demam(+) berkurang, kejang (-), P:
2021 batuk pilek berkurang IVFD RL 20 tpm mikro
Injeksi PCT fls 80 mg IV jika suhu
Pukul >38,5oC
O: KU : Tampak sakit sedang, Nadi
08.00 Injeksi Fenitoin 3x50 mg IV pelan (1 cc
WIB 122x/m, RR 25x/m, T 37,7⁰C. Keadaan
diencerkan dengan aquadest 10 cc)
Spesifik :
STOP
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera
Injeksi Dexametason 3x2 mg IV
ikterik (-) Injeksi Ceftriaxone 1x500 mg IV
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-). Injeksi Vit K 1x1 mg
Abdomen: tidak ada kelainan. PCT drop 3x0,8 ml
Extremitas: akral hangat. Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
Status neurologis: dalam batas normal. ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
Rhinos syr 3x1/4 cth PO
A: Kejang demam kompleks + ISPA Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
Zink syr 1x1 cth PO
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
Hb 10,6 g/dl 16– 24 g/dl Menurun
WBC 16.730/ mm3 9000 – 30.000/ mm3 Normal
Hematokrit 30.8% 35 – 58 % Menurun
Trombosit 95.000/ mm3 100 – 350 x 103/ mm3 Menurun
RBC 4.05 x 106/mm3 3.50-7.00 x 106/mm3 Normal
Diff Count Shift to the
Basofil 0.2% 0–1% right
Eosinofil 0.4% 0.5 – 5.0 %
Neutrofil 48.9% 50 – 70 %
Limfosit 43.7% 20 – 40 %
Monosit 6.8% 3.0 – 12.0 %
5 Maret S : Demam(-), kejang (-), batuk pilek (-) P:
2021 Observasi tanpa infus
O: KU : Tampak sakit sedang, Nadi PCT drop 3x0,8 ml
122x/m, RR 25x/m, T 37,0⁰C. Keadaan Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
Spesifik : ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
Pukul Rhinos syr 3x1/4 cth PO
08.00 Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera
Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
WIB ikterik (-)
Zink syr 1x1 cth PO
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-).
Cefixime drop 2x0,6 cc PO
Abdomen: tidak ada kelainan.
Extremitas: akral hangat.
Status neurologis: dalam batas normal.
A: Kejang demam kompleks + ISPA
13
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interpretasi
Hb 10,8 g/dl 16– 24 g/dl Menurun
WBC 18.030/ mm3 9000 – 30.000/ mm3 Normal
Hematokrit 32.4% 35 – 58 % Menurun
Trombosit 112.000/ mm3 100 – 350 x 103/ mm3 Normal
RBC 3.91 x 106/mm3 3.50-7.00 x 106/mm3 Normal
Diff Count Shift to the
Basofil 0.3% 0–1% right
Eosinofil 0.4% 0.5 – 5.0 %
Neutrofil 31.2% 50 – 70 %
Limfosit 65.6% 20 – 40 %
Monosit 2.5% 3.0 – 12.0 %
6 Maret S : Demam(-), kejang (-), batuk pilek (-) P:
2021 Pasien diizinkan pulang dengan obat pulang:
O: KU : Tampak sakit sedang, Nadi PCT drop 3x0,8 ml
Pukul Obat racikan syr (salbutamol ¼ tab 4 mg +
122x/m, RR 25x/m, T 38,0⁰C. Keadaan
08.00 ambroxol ¼ tab 30 mg) 3x1 cth PO
WIB Spesifik :
Rhinos syr 3x1/4 cth PO
Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera
Nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO
ikterik (-)
Zink syr 1x1 cth PO
Thorax : simetris, retraksi intercostal (-). Cefixime drop 2x0,6 cc PO
Abdomen: tidak ada kelainan. Diazepam rektal 5 mg
Extremitas: akral hangat. Kontrol ke poli anak 1 minggu lagi (13
Status neurologis: dalam batas normal. Maret 2021)
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
Pengertian
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. 3
Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg membagi kejang demam menjadi kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di
antara seluruh kejang demam. 3
Kejang demam kompleks dengan salah satu ciri berikut ini 3:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Penjelasan
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di
antara anak yang mengalami kejang demam. 3
Patofisiologi
Kejang demam merupakan kejadian yang berhubungan dengan usia (age-
spesific). Demam sendiri merupakan salah satu respon alamiah tubuh terhadap
18
danya infeksi dan inflamasi, namun bagaimana demam dapat menyebabkan
kejang hingga sekarang masih belum dapat dimengerti dengan jelas. 4
Penelitian belakangan ini memperkirakan adanya keterlibatan sitokin
proinflamasi, faktor age-spesifik, dan etiologi yang mendasari terjadinya demam,
dengan terjadinya kejang selama periode demam. Sitokin proinflamasi dilepaskan
sebagai respon terhadap kerusakan selular dan infeksi. Sitokin tersebut antara lain
interleukin-1β (IL-1β). Interleukin-1β berperan sebagai pirogen yang
menyebabkan timbulnya demam, dan diperkirakan sitokin ini juga memiliki peran
dalam kejadian kejang pada periode demam. Sitokin proinflamasi juga diketahui
dapat mempengaruhi eksitasi neuron, sehingga berpengaruh terhadap transmisi
sinaptic pada kelainan kejang. 4
Pada manusia, ditemukan adanya peningkatan produksi sitokin IL-1β pada
cairan serebrospinal pasien anak dengan kejang demam dan pada pasien rawat
inap temporal lobe epilepsy with hippocampal sclerosis. Selain itu, IL-1β adalah
N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptor agonist, sehingga bersifat prokonvulsan.
Data tersebut mendukung adanya hubungan IL-1β pada mekanisme terjadinya
kejang demam.5
Adanya peningkatan temperatur akan mempengaruhi berbagai proses
seluler, termasuk eksitasi neuronal, dan perubahan fungsi berbagai channel ion
neuronal. Adanya peningkatan suhu pada otak akan mempengaruhi rate,
magnitude, dan pattern neuronal firing, sehingga akan menyebabkan kejang.
Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa kejang yang terjadi lebih dari 19
menit akan menyebabkan perubahan pada h-channel (saluran-h). h-channel adalah
channel pacemaker atau hyperpolarization-activated cation channel, yang dapat
bersifat eksitasi maupun inhibisi. Perubahan pada h-channel akan meningkatkan
kerentanan terhadap kejang, aktivitas channel ini akan menyebabkan
hyperpolarization-activated conductance pada CA1 sel piramidal, yang
merupakan faktor kunci terjadinya hipereksitasi hipokampus. 5
19
Diagnosis Banding
Kejang dengan demam yang disebabkan proses intrakranial seperti meningitis,
meningoensefalitis, dan ensefalitis.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan lab tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan lab yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah. 3
Pungsi lumbal: Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
Bayi antara 12 – 18 bulan
Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 3
Elektroensefalografi (EEG): Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidka direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya,
kejang demam kompleks oada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal. 3
Pencitraan: Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT scan atau MRI jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi seperti 3:
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis nervus VI
Papiledema
Terapi
20
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk 6:
• Mencegah kejang demam berulang
• Mencegah status epilepsi
• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
21
ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pemeriksaan laboratorium lain
dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin,
kadar gula darah dan elektrolit. 6
22
Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang.
Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara restrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. 3
23
1. Riwayat kejang, demam dan keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
tersebut adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama. 3
24
BAB IV
ANALISIS KASUS
25
Hypertensive encephalopathy
Eclampsia
Hyperthermia
years
Fig. Causes of seizures as a function of age at onset. Bars show the range
of ages at which seizures from a given cause typically begin.
Etiologi kejang pada usia awal kehidupan paling sering disebabkan oleh
demam, trauma lahir, metabolic dan infeksi.
Pada kejang demam, dari pemeriksaan fisik akan didapatkan suhu > 38⁰C
(suhu di IGD 39,0 ⁰C), fokus infeksi ekstrakranial yaitu ISPA (pasien ada
batuk dan pilek), dan tidak ada defisit neurologis.
Pada kasus kejang demam, tetap harus dipikirkan diagnosis banding yang
disebabkan oleh proses infeksi intrakranial seperti meningitis,
meningoensefalitis, atau ensefalitis. Dari anamnesis tidak ditemukan adanya
penurunan kesadaran dan dari pemeriksaan neurologis juga tidak dijumpai
adanya kelainan, yang biasanya kita jumpai pada pasien dengan infeksi
intrakranial.
Dasar diagnosis kejang demam pada kasus ini adalah bangkitan kejang
yang didahului dengan demam (>38⁰C) yang bukan disebabkan proses
intrakranial. Fokal infeksi yang dicurigai pada pasien ini adalah infeksi saluran
napas atas, karena pasien mengalami batuk dan pilek.
26
Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah terapi suportif yaitu
cairan intravena RL 20 tetes per menit dengan tetesan mikro.
Terapi intermiten jika anak demam berupa injeksi PCT flash 80 mg IV
jika suhu >38,5oC dan PCT drop 3x0,8 cc. Terapi pencegahan kejang berulang
yang diberikan di ruang perawatan berupa injeksi fenitoin 3x50 mg IV pelan.
Pada pasien dikarenakan terdapat fokal infeksi ekstrakranial yakni berupa
ISPA, pasien diberikan injeksi dexametason 3x2 mg IV, injeksi ceftriaxone
1x500 mg IV, dan nifuroxazide 250 mg/5ml syr 2x1 cth PO. Pasien juga
diberikan injeksi vit K 1x1 mg untuk mencegah terjadinya perdarahan dan
mencegah defisiensi vitamin K pada bayi. Pengobatan simtomatik pada pasien
ini diberikan dengan sirup racikan yang berisi salbutamol ¼ tab 4 mg +
ambroxol ¼ tab 30 mg yang diberikan 3x1 cth PO, rhinos syr 3x 1/4 cth PO,
zink syr 1x1 cth PO.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan pada pasien yaitu diet sesuai
kebutuhan dan tirah baring atau istirahat.
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien adalah monitoring
kesadaran dan tanda vital untuk menilai apakah terdapat kegawatan yang dapat
muncul sewaktu-waktu serta observasi timbulnya kejang ulangan. Monitoring
suhu juga perlu dilakukan untuk kepentingan pengobatan, seperti perlu
tidaknya pengobatan intermitten dan rumatan diberikan, serta untuk menilai
perjalanan infeksi, apakah terdapat perbaikan dengan pemberian antibiotik atau
tidak. Pada anak juga perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pemberian nutrisi. Parameter yang digunakan untuk penilaian adalah
acceptability (apakah anak menyukai dan dapat menghabiskan makanan),
tolerance (adakah efek samping pemberian makanan, seperti apakah terjadi
diare pada pemberian bubur susu), dan efficacy (monitoring pertumbuhan, BB,
TB, LK).
27
DAFTAR PUSTAKA
29