Anda di halaman 1dari 13

SOCRATES

Socrates lahir di Athena pada tahun 470 sebelum Masehi. Bapaknya


tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada permulaannya Socrates
mau menuruti jejak bapaknya, menjadi tukang pembuat patung pula.
Tetapi akhirnya ia berganti haluan. Dari membentuk batu jadi patung
ia membentuk watak manusia.

Masa hidupnya hampir sejalan dengan perkembangan sufisme di


Athena. Pada hari tuanya Socrates melihat kota tumpah darahnya
mulai mundur, setelah mencapai puncak kebesaran yang gilang-
gemilang.

Socrates bergaul dengan semua orang, tua dan muda, kaya dan
miskin. Ia seorang filosof dengan coraknya sendiri. Ajaran filosofinya
tak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya dengan
perbuatan, dengan cara hidup. Menurut kata teman-temannya:
Socrates demikian adilnya, sehingga ia tak pernah berlaku zalim. Ia
begitu pandai menguasai dirinya, sehingga ia tak pernah memuaskan
hawa nafsu dengan merugikan kepentingan umum. Ia demikian
cerdiknya, sehingga ia tak pernah khilaf dalam menimbang buruk
baik.

1) Metode Socrates

Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar,


ia malahan tidak mengajarkan filosofi, melainkan hidup berfilosofi.
Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan ajaran yang
berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup. Filosofinya
mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak
mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir.

Dalam mencari kebenaran, ia tidak memikir sendiri, melainkan setiap


kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Orang yang
kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai
kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran
harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak
mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang
tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut
maieutik, menguraikan, seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya
sebagai dukun beranak.

Socrates mencari pengertian, yaitu bentuk yang tetap daripada


sesuatunya. Sebab itu ia selalu bertanya: apa itu? Apa yang dikatakan
berani, apa yang disebut indah, apa yang bernama adil? Pertanyaan
tentang “apa itu” harus lebih dahulu daripada “apa sebab”. Ini biasa
bagi manusia dalam hidup sehari-hari. Anak kecil pun mulai bertanya
dengan “apa itu”. Oleh karena jawab tentang “apa itu” harus dicari
dengan tanya jawab yang mungkin meningkat dan mendalam, maka
Socrates diakui pula—sejak keterangan Aristoteles—sebagai
pembangun dialektik pengetahuan. Tanya jawab, yang dilakukan
secara meningkat dan mendalam, melahirkan pikiran yang kritis.
Dalam berjuang mencari kebenaran yang umum lakunya, yaitu
mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya, terletak seluruh
filosofinya.

Oleh karena Socrates mencari kebenaran yang tetap dengan tanya


jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan dengan pengertian,
maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi.
Kedua-duanya itu bersangkutpaut. Induksi menjadi dasar definisi.

Induksi di sini berlainan artinya arti induksi sekarang. Menurut


induksi paham yang sekarang penyelidikan dimulai dengan
memperhatikan yang satu-satunya dan dari situ—dengan
mengumpulkan—dibentuk pengertian umum lakunya. Induksi yang
menjadi metode Socrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia
tidak berusaha mencapai dengan contoh dan persamaan, dan diuji
pula dengan saksi dan lawan saksi. Seperti disebut di atas, dari
lawannya bersoal jawab, yang masing-masing terkenal sebagai ahli
dalam vaknya sendiri-sendiri, dikehendakinya definisi tentang
“berani” “indah” dan lain sebagainya. Pengertian yang diperoleh itu
diujikan kepada beberapa keadaan atau kejadian yang nyata. Apabila
dalam pasangan itu pengertian tidak mencukupi, maka dari ujian itu
pengertian dicari perbaikan definisi. Definisi yang tercapai dengan
cara begitu diuji pula sekali lagi untuk mencapai perbaikan yang lebih
sempurna. Demikianlah seterusnya. Contoh Socrates bekerja itu
dapat diketahui dari dialog-dialog Plato yang mula-mula, di mana
caranya berfilosofi masih dekat sekali kepada Socrates.

Begitulah cara Socrates mencapai pengertian. Dengan melalui


induksi sampai kepada definisi. Definisi yaitu pembentukan
pengertian yang umum lakunya. Pengertian menurut paham
Socrates sama dengan apa yang disebut Kant: prinsip regulative,
dasar menyusun. Dengan jalan begitu, hasil yang dicapai tidak lagi
takluk kepada paham subyektif, seperti yang diajarkan oleh kaum
sofis, melainkan umum sifatnya, berlaku untuk selama-lamanya.
Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang berdasarkan
pengertian.

Dengan caranya itu Socrates membangunkan dalam jiwa lawannya


bersoal jawab keyakinan, bahwa kebenaran tidak diperoleh begitu
saja sebagai ayam panggang terlompat ke dalam mulut yang
ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh
segala barang yang tertinggi nilainya. Dengan cara mencari
kebenaran seperti itu terlaksana pula tujuan yang lain, yaitu
membentuk karakter. Sebab itu tepat sekali Socrates mengatakan:
budi ialah tahu. Maksudnya, budi baik timbul dengan pengetahuan.
Manusia yang dirusak oleh ajaran sufisme mau dibentuk kembali.
Salah satu catatan Plato yang terkenal adalah Dialogue, yang isinya
berupa percakapan antara dua orang pria tentang berbagai topik
filsafat. Socrates percaya bahwa manusia ada untuk suatu tujuan,
dan bahwa salah dan benar"Kenalilah dirimu". memainkan peranan
yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan
lingkungan dan sesamanya. Sebagai seorang pengajar, Socrates
dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian
pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari
pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur,
dan bahwa kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah
pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang
terkenal:

Socrates percaya bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan


orang-orang yang bijak, yang dipersiapkan dengan baik, dan
mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. Ia juga dikenang
karena menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai
keseimbangan alami lingkungan, yang kemudian akan mengarah
pada perkembangan metode ilmu pengetahuan.

2) Etik Socrates

Budi ialah tahu, kata Socrates. Inilah inti sari daripada etiknya. Orang
yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Paham
etiknya itu kelanjutan daripada metodenya. Induksi dan definisi
menuju kepada pengetahuan yang berdasarkan pengertian. Dari
mengetahui beserta keinsafan moril tidak boleh tidak mesti timbul
budi.

Dari ucapan itu nyatalah, bahwa ajaran etik Socrates intelektual


sifatnya. Selain dari itu juga rasionil. Apabila budi adalah tahu, maka
tak ada orang yang sengaja, atas maunya sendiri, berbuat jahat.
Kedua-duanya, budi dan tahu, bersangkut-paut. Apabila budi adalah
tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka “jahat” hanya
datang dari orang yang tidak mengetahui, orang yang tidak
mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar. Orang yang
kesasar adalah kurban daripada kekhilafananya sendiri. Kesasar
bukanlah perbuatan yang disengaja. Tidak ada orang yang khilaf atas
maunya sendiri.

Apa itu “kesenangan hidup”? Ini tak pernah dipersoalkan oleh


Socrates, sehingga murid-muridnya kemudian memberikan pendapat
mereka sendiri-sendiri, yang satu bertentangan dengan yang lain.

Menurut Socrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti dengan


segala barang yang ada itu ada tujuannya, begitu juga hidup
manusia. Apa misalnya tujuan meja? Kekuatannya, kebaikannya.
Begitu juga dengan manusia. Keadaan dan tujuan manusia ialah
kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya.

Dari pandangan etik yang rasionil itu Socrates sampai kepada sikap
hidup, yang penuh dengan rasa keagamaan. Menurut keyakinannya,
menderita kezaliman lebih baik dari berbuat zalim. Sikap itu
diperlihatkannya, dengan kata dan perbuatan, dalam pembelaannya
di muka hakim. Socrates adalah orang yang percaya kepada Tuhan.
Alam ini teratur susunannya menurut ujud yang tertentu. Itu,
katanya, adalah tanda perbuatan Tuhan. Kepada Tuhan
dipercayakannya segala-galanya yang tak dapat diduga oleh otak
manusia. Jiwa manusia itu dipandangnya bagian daripada Tuhan
yang menyusun alam. Sering pula dikemukakannya, bahwa Tuhan itu
dirasai sebagai suara dari dalam, yang menjadi bimbingan baginya
dalam segala perbuatannya. Itulah yang disebutnya daimonion.
Bukan dia saja yang begitu, katanya. Semua orang dapat
mendengarkan suara daimonion itu dari dalam jiwanya, apabila ia
mau.
Juga dalam segi pandangan Socrates yang berisi keagamaan,
terdapat pengaruh paham rasionalisme. Semuanya itu menunjukkan
kebulatan ajarannya, yang menjadikan ia seorang filosof yang
terutama seluruh masa.[2]

B. PLATO ( 427 – 347 SM)

Plato dilahirkan di Athena dari keluarga terkemuka, dari kalangan


politisi. Pada mulanya ia ingin bekerja sebagai seorang politikus,
namun ada kekacauan di negaranya, setelah kematian gurunya
Socrates hal itu telah memadamakan ambisinya untuk menjadi
seorang politikus, kemudian ia beralih ke filsafat sebagai jalan untuk
memperbaiki kehidupan bangsanya, ajaran socrates sangat
berpengaruh pada dirinya.

1) Ajaran-ajaran Plato tentang Idea

Ajaran tentang Idea – Idea merupakan inti dan dasar seluruh filsafat
Plato. Idea yang dimaksudkan Plato di sini bukanlah suatu gagasan
yang terdapat dalam pemikiran saja yang bersifat subyektif belaka.
Bagi Plato Idea merupakan sesuatu yang obyektif, ada idea-idea,
terlepas dari subyek yang berfikir, Idea-idea tidak diciptakan oleh
pemikiran kita, tidak tergantung pada pemikiran, tetapi sebaliknya
pemikiranlah yang tergantung pada idea-idea. Justru karena adanya
idea-idea yang berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan.
Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh perhatian kepada idea-
idea.

2) Etika Plato

Etik Plato bersifat intelektual dan rasional. Dasar ajarannya adalah


mencapai budi baik. Budi ialah tahu. Orang yang berpengetahuan
dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu sempurnakanlah
pengetahuan dengan pengertian.
Tujuan hidup ialah mencapai kesenganan hidup. Yang dimaksud
dengan kesenangan hidup itu bukanlah memuaskan hawa nafsu
didunia ini. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan. Yang
tepat tentang nilai barang-barang yang dituju.

Etik Plato bersendi pada ajarannya tentang idea. Dualisme dunia


dalam teori pengetahuan lalu di teruskan dalam praktik hidup. Oleh
karena kemauan seseorang bergantung pada pendapatnya, nilai
kemauannya itu ditentukan oleh pendapatnya. Dari pengetahuan
yang sebenarnya yang dicapai dengan dialektika timbul budi yang
lebih tinggi dari pada yang dibawakan oleh pengetahuan dari
pandangan. Menurut Plato ada dua macam budi.

Pertama, budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan


pengertian. Kedua, budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang
banyak. Sikap hidup yang dipakai tidak terbit dari keyakinan
disesuaikan kepada moral orang banyak dalam hidup sehari-hari.

3) Negara Ideal

Plato hidup dalam masa Athena menempuh jalan turun setelah


mencapai kedudukan yang gilang gemilang dalam segala lapangan,
pertentangan antara kaya dan miskin sangat menyolok mata. Karena
itu pertentangan politik juga hebat. Menurut Plato nasib Athena
hanya dapat tertolong dengan mengubah dasar sama sekali hidup
rakyat dan sistem pemerintahan. Itulah alasan baginya untuk
menciptakan bentuk suatu negara yang ideal.

Peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus kepertingan umum


kata Plato tidak boleh diputus oleh kemauan atau pendapat orang
seorang atau oleh rakyat seluruhnya, melainkan ditentukan oleh
suatu ajaran. Yang berdasarkan pengetahuan dengan pengertian.dari
ajaran itu datanglah keyakinan, bahwa pemerintah harus dipimpin
oleh idea tertinggi, yaitu idea kebaikan.kemauan untuk
melaksanakan itu tergantung kepada budi. Tujuan pemerintah yang
benar adalah mendidik warga warganya mempunyai budi. Plato
membagi kedudukan penduduk menajdi tiga golongan yakni :

Golongan yang dibawah ialah golongan rakyat jelata, yang berupakan


petani, pekerja, tukang dan saudagar. Kerja mereka adalah
menghasilkan keperluan sehari-hari bagi ketiga-tiga golongan.

Golongan yang tengah ialah golongan penjaga atau “pembantu”


dalam urusan negara. Terhadap keluar tugas mereka
mempertahankan negara dari serangan musuh. Tugas kedalam
menjamin supaya undang – undang dipatuhi rakyat.

Golongan atas ialah kelas perintah atau filosof. Mereka terpilih dari
paling cakap dan yang terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh
pendidikan dan pelatihan special untuk itu. Tugas mereka adalah
membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya. Mereka
memangku jabatan tertinggi.

C. ARISTOTELES ( 384 – 322 SM.)

Aristoteles lahir di stageira pada semenanjung kalkidike di Trasia


(Balkan) Bapaknya bernama Machaon adalah seorang dokter istana
pada raja Macedonia Amyntas II. Sejak kecil mendapat asuhan dari
bapaknya sendiri, ia mendapat pelajaran teknik membedah, karena
itu perhatiannya banyak tertumpu pada ilmu alam, terutama ilmu
biologi.

Setelah bapaknya meninggal ia pergi ke Athena belajar pada Plato di


Akademia. Selama 20 tahun menjadi murid Plato, pertama kali ia
menyusun buku Bibliotik yang pertama terdapat di Athena.

1) Karya-karya Aristoteles
Berbagai macam cabang ilmu pengetahuan yang menjadi karya
Aristoteles bila diperinci terdiri dari delapan cabang yang meliputi
Logika, Filsafat Alam, Psikologi, Biologi, Metafisika, Etika Politik,
Ekonomi, Retorika dan Poetika.

2) Ajaran – ajaran Aristoteles.

a. Logika

Aristoteles terkenal sebagai bapak logika, tapi tidaklah berarti bahwa


sebelumnya tidak ada logika. Aristoteles lah orang pertama yang
memberikan uraian secara sistematis tentang Logika.

Logika adalah ilmu yang menuntun manusia untuk berfikir yang


benar dan bermetode. Dengan kata lain logika adalah suatu cara
berfikir yang secara ilmiah yang membicarakan bentuk-bentuk fikiran
itu sendiri yang terdiri dari pengertian, pertimbangan dan penalaran
serta hukum-hukum yang menguasai fikiran tersebut.

Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga bagian;

• Ilmu pengetahuan praktis, yang meliputi etika dan politik

• Ilmu pengetahuan produktif, yaitu teknik dan seni.

• Ilmu pengetahuan teoritis yang meliputi phisika, matematika dan


filsafat.

Dalam hal ini Aristoteles tidak memasukkan Logika sebagai cabang


ilmu pengetahuan, melainkan hanya suatu alat agar kita dapat
mempraktekkan ilmu pengetahuan.

b. Metafisika

Dalam uraian ini Aristoteles mengkritik ajaran gurunya tentang idea-


idea. Menurut Aristoteles ; yang sungguh ada itu bukanlah yang
umum melainkan yang khusus, satu persatu. Bukanlah manusia pada
umumnya yang ada, melainkan manusia ini, itu, Anas, dan lain-lain.
Semuanya ada, jadi Aristoteles bertentangan dengan gurunya Plato
yang mengatakan “bahwa semua yang nampak hanyalah merupakan
bayangan semata”.

Menurut Aristoteles, tidak ada idea-idea yang umum serta


merupakan realita yang sebenarnya. Dunia idea di ingkari oleh
Aristoteles sebagai dunia realitas, karena tidak dapat di buktikan.
Jadi Aristoteles berpangkal pada yang kongkrit saja, yang satu
persatu dan bermacam-macam, yang berubah, itulah yang
merupakan realitas sebenarnya.

c. Abstraksi

Bagaimana budi dapat mencapai pengetahuan yang umum itu


sedangkan hal-hal yang menjadi obyeknya tidak umum.

Menurut Aristoteles ; obyek yang diketahui itu memang kongkrit dan


satu persatu, jadi tidak umum. Yang demikian itu ditangkap oleh
indera dan indera mengenalnya. Pengetahuan indera yang macam-
macam itu dapat diolah oleh manusia (budi). Manusia itu
menanggalkan yang bermacam-macam dan tidak sama, walaupun
tidak di ingkari. Yang dipandang hanya yang sama saja dalam
permacaman itu. Pengetahuan yang satu dalam macamnya oleh
Aristoteles dinamai idea atau pengertian.

Jadi Aristoteles tidak mengingkari dunia pengalaman, sedangkan idea


juga dihargainya serta diterangkan bagaimana pula mencapainya
dengan berpangkal pada realitas yang bermacam-macam. Maka
selayaknya aliran Aristoteles disebut “Realisme”.

d. Politik

Tujuan negara.
Aristoteles dalam bukunya menyatakan “bahwa manusia menurut
kodratnya merupakan “Zoion Politikon”atau mahluk sosial yang
hidup dalam negara.

Tujuan negara adalah memungkinkan warga negaranya hidup denga


baik dalam arti sepenuhnya. Dengan kata lain lembaga-lembaga yang
ada di dalamnya, keluarga di dalam suatu negara, hubungan antar
negara tetangga semua baik.

Rumah Tangga.

Aristoteles mengkritik pendapat Plato, bahwa para penjaga tidak


boleh hidup berkeluarga, dan juga Aristoteles tidak setuju
dilarangnya mempunyai milik pribadi.

Menurut Aristoteles, untuk hidup menurut keutamaan manusia perlu


keluarga dan butuh milik pribadi. Tetapi kekayaan tidak boleh di
tambah dengan sembarang cara.

Susunan negara yang paling baik.

Negara yang paling baik ialah negara yang diarahkan buat


kepentingan umum. Susunan negara yang paling baik menurut
Aristoteles ialah “Politeia”. Poiteia adalah demokrasi moderat atau
demokrasi yang mempunyai undang-undang dasar.

e. E t i k a

Dalam karya Aristoteles “ Ethika Nicomachea” mengatakan ; dalam


segala perbuatannya manusia mengejar suatu tujuan. Ia selalu
mencari sesuatu yang baik baginya. Dari sekian banyak tujuan yang
ingin dicapai manusia, maka tujuan yang tertinggi dan terakhir dari
manusia adalah kebahagiaan. Tugas Etika ialah mengembangkan dan
mempertahankan kebahagiaan itu.
Menurut Aristoteles; manusia hanya disebut bahagia jika ia
menjalankan aktivitasnya dengan baik. Dengan kata lain agar
manusia berbahagia ia harus menjalankan aktivitasnya dengan baik.
[3]

III. KESIMPULAN

Socrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne)


dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog
seseorang diajak Sokrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan"
pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu.
Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan
deduktif. -- Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya.

Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya


idea-lah realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang
dari bentuknya (idea) yang kekal. Plato ada pada pendapat, bahwa
pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan,
dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah
diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk
dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman
(pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi,
maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu
memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang
kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.

Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif


sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati
yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam
penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada ("being") dan
mengada (menjadi, "becoming").
Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan
segalanya. Dia setuju dengan gurunya bahwa kuda tertentu
"berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa tidak ada
kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk nyata dari
kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk
manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda.
Idea-kuda tidak memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta
dari ciri-ciri yang ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi
Aristoteles, idea ada dalam benda-benda.

Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal.


Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan
akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang
kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal
bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan
bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh
pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang
merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-
makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia
mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia
tidak ada idea-bawaan.

Anda mungkin juga menyukai