Anda di halaman 1dari 31

Tugas Terstruktur Dosen Pembimbing

Kapita Selekta Pendidikan Rena Revita, S. Pd,. M.Pd

MAKALAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN

ISU-ISU MENGENAI PENDIDIKAN FORMAL,


INFORMAL, DAN NONFORMAL
(HOMESCHOOLING DAN E-LEARNING)

Disusun Oleh Kelompok 8:


1. Aprilia Anggraini (11910524178)
2. Meutya Fonna Reschy (11910520507)
3. Sya’adah Alnur (11910523069)

Kelas D

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2020
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT.Yang telah memberikan kita nikmat syukur,
nikmat iman, nikmat taqwa, nikmat sehat, dan juga yang telah melimpahkan
keberkahannya kepada kita semua.Kami dapat bersyukur karna-Nya lah makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan tanpa ada kendala
yang berarti.

Kami sangat berterima kasih atas dukungan dari pihak-pihak yang sudah
mau terlibat dalam membantu proses penyelesaian makalah ini. Terutama kami
sangat berterima kasih kepada ibuk Rena Revita yang telah membimbing kami
dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini tidak akan bisa terselesaikan tanpa ada
bantuan dari teman-teman sekalian,.

Kami sebagai penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di
dalamnya.Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini agar kedepannya menjadi lebih baik.Harapan kami semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang Isu-isu
mengenai pendidikan formal, informal, dan nonforma (Homeschooling dan E-

Learning. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para


pembaca.Terima kasih.

Pekanbaru, 2 Mei 2020

Tim Penyusun

i
Daftar isi

Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar isi.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Pengertian Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal.....................................3
2.2 Isu-isu Mengenai Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal dari Berbagai
Aspek....................................................................................................................5
A. Homeschooling......................................................................................................5
a) Pengertian Home Schooling...............................................................................5
b) Posisi Homeschooling dalam Sistem Pendidikan Nasional................................8
c) Permasalahan dalam Pusaran Regulasi.............................................................10
d) Strategi dan Solusi............................................................................................14
B. Pembelajaran E-Learning....................................................................................20
a) E-learning Sebagai Media Pembelajaran..........................................................20
b) Keunggulan dan Kekurangan E-Learning........................................................25
BAB III PENUTUPAN....................................................................................................27
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai pendidikan nasional
(menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003).
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia dikenal dengan sistem pendidikan
nasional yang di laksanakan melalui tiga jalur pendidikan,yaitu: pendidikan
formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Hingga saat ini, pendidikan selalu dihadapakan dengan tantangan
penigkatan layanan dan mutu pendidikan.Tantangan inilah yang akhirnya
memunculkan masalah isu-isu aktual dalam masyarakat. Tuntutan akan
peningkatan layanan atau mutu pendidikan adalah meruapakan dampak
keberhasilan pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain meningkatkan
apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.
Untuk itu, mengingat banyaknya isu-isu yang bertebaran di sekitar kita,
terkait dengan isu pendidikan nasional, kami pemakalah akan merangkum
beberapa pembahasan mengenai isu pendidikan yang fokus pada
Homeschooling dan E-Learning.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan pendidikan formal, informal, dan nonformal?
2) Apayang di maksud dengan Homeschooling?
3) Bagaimana posisi Homeschooling dalam pendidikan Nasional?
4) Bagaimana permasalahan dan pusaran regulasi Homeschooling?
5) Bagaimana solusi dan strategi dalam menghadapi permasalahan
Homeschooling?
6) Apa yang dimaksud dengan pembelajaran E-Learning?
7) Apasaja kelebihan dan kekurangan E-Learning?

1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1) Untuk mengetahui pendidikan formal, informal, dan nonformal
2) Untuk mengetahui pengertian Homeschooling
3) Untuk mengetahui posisi Homeschooling dalam pendidikan Nasional
4) Untuk mengetahui permasalahan dan pusaran regulasi Homeschooling
5) Untuk mengetahui solusi dan strategi dalam menghadapi permasalahan
Homeschooling
6) Untuk mengetahui pengertian pembelajaran E-Learning
7) Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan E-Learning

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal


Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1
dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal
dan informal.1
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya.Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang
pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,
sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan
bertanggung jawab. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan
nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar,
adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di
Masjid. Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik,
bimbingan belajar dan sebagainya.

1
Anonim, 2016, “Pendidikan Formal, Informal dan Nonformal”,
http://blog.unnes.ac.id/idaprobosari/2016/11/01/pendidikan-formal-informal-dan-
nonformal/, Diakses pada 4 Mei 2020, Pukul 22:08 WIB.

3
Perbedaannya sebagai berikut:

Pendidikan Formal Pendidikan Nonformal Pendidikan Informal


– Tempat pembelajaran –Tempat – Tempat pembelajaran
di gedung sekolah. pembelajarannya bisa di bisa di mana saja.
luar gedung

– Ada persyaratan – Kadang tidak ada – Tidak ada persyaratan


khusus untuk menjadi persyaratan khusus.
peserta didik.

– Ada ujian formal – Terkadang ada ujian – Tidak ada ujian.

– Penyelenggara – Dapat dilakukan oleh – Tidak ada lembaga


pendidikan adalah pemerintah atau swasta sebagai penyelenggara.
pemerintah atau swasta.

– Umumnya tidak
– Kurikulumnya jelas. memiliki jenjang yang – Tidak berjenjang
jelas.

– Materi pembelajaran – Tidak ada materi


bersifat akademis. tertentu yang harus
– Pendidikannya tersaji secara formal.
– Proses pendidikannya berlangsung singkat
memakan waktu yang
lama
– Adanya program
– Tenaga pengajar tertentu yang khusus – Tidak ada program
memiliki klasifikasi hendak ditangani. yang direncanakan
tertentu. secara formal
– Bersifat praktis dan
– Diselenggarakan khusus.
dengan administrasi
yang seragam

4
2.2 Isu-isu Mengenai Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal dari
Berbagai Aspek
A. Homeschooling
a) Pengertian Home Schooling
Homeschooling merupakan bahasa Inggris yang terdiri dari kata
home dan school. Menurut kamus bahasa Inggris homeschooling
merupakan bentuk kata kerja, homeschoolingis to instruct (a pupil, for
example) in an educational program outside of established
schools,especially in the home. Homeschooling berarti membimbing
(misalnya: seorang murid) dalam program pendidikan di luar sekolah
umum, khususnya dilaksanakan di rumah.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebutkan
homeschooling. Ada home education dan home-based learning/home-
based education.Home education is the education of children at home,
typically by parents or guardians, rather than in a public or private
school. (Pendidikan rumah adalah pendidikan bagi anak yang
dilaksanakan di rumah, tidak seperti sekolah umum baik negeri/swasta,
jenis pendidikan ini biasanya dilaksanakan dengan menitikberatkan peran
orang tua atau pembimbing).
Selanjutnya pengertian home-based education dapat digambarkan
dengan makna :
a) sebuah komitmen bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya
sendiri,
b) pendidikan berbasis keluarga dan biasanya orang tua sebagai
pemimpinnya (tetapi kadang siswa juga sebagai pemimpin),
c) suasana yang kondusif untuk mencapai kemandirian,
d) secara umum tidak berada dalam kelas konvensional dan tidak
disetting dalam suatu institusi.

Istilah yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan adalah sekolah rumah.Istilah ini juga digunakan oleh asosiasi
homeschooling yang bernama ASAH PENA (Asosiasi Sekolah Rumah

5
dan Pendidikan Alternatif Indonesia). Penggunaan terminologi sekolah
rumah kelihatannya merupakan usaha penerjemahan dari homeschooling
dengan memberi nama sekolah rumah. Persepsi yang paling umum
terbentuk di masyarakat ketika mendengar istilah ini adalah bersekolah di
rumah.Persepsi selanjutnya yang biasanya terbentuk adalah orang tua
menjadi guru bagi anak-anaknya sendiri.Memang tidak salah dengan
persepsi tersebut karena merupakan salah satu pengertian
homeschooling.Pada hakekatnya homeschooling jauh lebih luas dari pada
sekadar sekolah di rumah atau orang tua yang mendidik anaknya sendiri.2

Salah satu pengertian umum homeschooling adalah sebuah


keluarga yang memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan
anak-anaknya dengan berbasis rumah.Pada homeschooling, orang tua
bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara
pada sekolah reguler tanggung jawab itu didelegasikan kepada guru dan
sistem sekolah. Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama,
akan tetapi pendidikan homeschooling tidak hanya dan tidak harus
dilakukan orang tua sendiri. Selain dilakukan sendiri, orang tua juga bisa
mengundang guru privat, mendaftarkan pada kursus, melibatkan anak-
anak pada proses magang, dan sebagainya. Sesuai namanya
homeschooling memang berpusat di rumah, tetapi proses homeschooling
tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling
dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan
homeschooling anaknya

Pemerintah Republik Indonesia telah secara resmi memberikan ijin


bagi diselenggarakannya pendidikan sekolah rumah atau homeschooling
bagi masyarakat Indonesia yang menginginkannya.Dan legalitas kegiatan

2
Ismail, M. I. (2016). HOMESCHOOLING: Sebuah Pendidikan Alternatif. Lentera
Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/lentera_pendidikan/article/view/2073/1998 19(1), 100-111.

6
pendidikan ini ada di bawah payung Derektorat Jendral Non-Formal dan
Informal.3

Penyelenggara pendidikan sekolah rumah adalah keluarga-keluarga


yang tersebar di seluruh Indonesia. Salah satu sisi kelebihan dari sekolah
rumah adalah pada fleksibilitas waktu belajar, dimana guru (yang adalah
orangtua siswa) dan siswa dapat mengambil waktu belajar sesuai dengan
situasi mereka, dan proses belajar-mengajarnya dapat dilakukan berulang-
ulang sesuai kebutuhan siswa, sampai siswa dapat menguasai materi yang
dipelajarinya.

Berikut ini merupakan persamaan dan perbedaan homeschooling


dengan sekolah regular, di antaranya:

Persamaan :
1. Sekolah dan homeschooling merupakan model pendidikan anak.
2. Sekolah dan homeschooling bertujuan untuk mencari kebaikan bagi
anak-anak.
3. Sama-sama dapat mengantarkan anak-anak pada tujuan pendidikan

Perbedaan :

1. Sistem di sekolah terstandarisasi, sistem homeschooling customized


sesuai dengan kebutuhan anak dan kondisi orang tua.
2. Pengelolaan di sekolah terpusat (kurikulumnya diatur), pengelolaan
homeschooling tergantung pada orang tua (orang tua memilih sendiri
kurikulum dan materi ajar untuk anak).
3. Jadwal belajar di sekolah telah tertentu, jadwal belajar homeschooling
tergantung kesepakatan orang tua dan anak.
4. Tanggung jawab pendidikan di sekolah didelegasikan orang tua
kepada guru dan sekolah, pada homeschooling tanggung jawab
sepenuhnya ada pada orang tua.
3
Winarno, W., & Setiawan, J. (2013).Penerapan Sistem E-Learning pada Komunitas
Pendidikan Sekolah Rumah (Home Schooling). Ultima InfoSys : Jurnal Ilmu Sistem
Informasi, 4(1), 45-51. https://doi.org/https://doi.org/10.31937/si.v4i1.241

7
5. Peran orang tua di sekolah relatif minimal karena pendidikan
dijalankan oleh sistem dan guru; pada homeschooling peran orang tua
sangat vital dalam menentukan keberhasilan pendidikan anak.
6. Pada model belajar di sekolah, sistem sudah mapan dan orang tua
tinggal memilih/mengikuti ; pada homeschooling membutuhkan
komitmen dan kreativitas orang tua untuk mendesain dan
melaksanakan homeschooling sesuai kebutuhan anak.

Konsep homeschooling adalah mengembalikan suatu hal mendasar


yaitu mengembalikan peran orang tua dan keluarga ke tempat yang
semestinya karena di sanalah peran utama keluarga, khususnya seorang
ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.Dilihat dari
ajaran Islam, anak merupakan karunia dan amanah Allah yang harus
dijaga, dibina, dan dibimbing.Amanah wajib di pertangung-
jawabkan.Tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil.Secara
umum inti tanggung jawab itu ialah penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak dalam keluarga.

b) Posisi Homeschooling dalam Sistem Pendidikan Nasional


Kebijakan mengenai homeschooling didasarkan pada Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), yang memberikan jaminan khusus untuk eksistensi dan
legalitas pendidikan informal sebagai bagian integral didalamnya. Hal
tersebut tercantum dalam Pasal 27 yang menyebutkan bahwa kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, dan hasil pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan.
Pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan
pendidikan informal. Tetapi, hasil pendidikan informal tersebut diakui
sama dengan pendidikan formal dan nonformal jika keluarga

8
menginginkan penilaian kesetaraan (pasal 27 ayat 2). Sampai saat ini,
belum ada Peraturan Pemerintah yang membuat penjabaran mengenai
pendidikan informal.Maka untuk memperoleh kesetaraan dengan
pendidikan formal, penyelenggaraan pendidikan informal (dalam hal ini
homeschooling) harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang mengatur
pendidikan formal dan nonformal yang telah dibuat.
Salah satu prinsip dalam Sistem Pendidikan Nasional yang
bermanfaat bagi keluarga homeschooling adalah penyelenggaraan
pendidikan dengan sistem terbuka (pasal 4). Sistem ini memungkinkan
mobilitas/perpindahan dari satu jalur ke jalur lain; baik jalur informal,
nonformal, maupun formal. Jika keluarga homeschooling (pendidikan
informal) ingin beralih ke sekolah (jalur pendidikan formal), secara prinsip
UU No. 20/2003 menjamin hak untuk berpindah jalur. Bahkan, secara
eksplisit UU No. 20/2003 pasal 12 ayat 1 butir e, menyatakan bahwa:
“setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak pindah ke
program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara."
Pada tahun 2014 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 129
tahun 2014 tentang sekolah rumah. Hal tersebut merupakan wujud
penegasan eksistensi sekolah rumah secara legal, dan menjadi
nomenklatur/istilah tersebut sudah dikenal secara legal dan statusnya
semakin jelas.Peraturan tersebut juga mewujudkan keterlibatan negara
dalam penyelenggaraan sekolah rumah. Hal ini sangat bermakna positif
jika pemerintah mampu memfasilitasi proses homeschooling dan
meningkatkan kualitas pendidikan secara umum. Namun hal tersebut juga
bisa bermakna negatif jika pemerintah memiliki aspirasi yang berbeda
dengan para praktisi sekolah rumah.4
c) Permasalahan dalam Pusaran Regulasi

4
Purnamasari, I. (2017). Homeschooling dalam Potret Politik Pendidikan: Studi Etnografi
pada Pelaku Homeschooling di
Yogyakarta. https://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/view/15082Journal of
Nonformal Education, 3(1), 28-39.

9
Masalah pengertian dan kategori sekolah rumah/homeschooling
dalam Permendiknas No. 129 Tahun 2014 yang masih banyak dinilai
rancu di kalangan praktisi.Merupakan salah satu masalah agak mendasar
karena dinilai kurang tepat, mengingat definisi homeschooling sebagai
model pendidikan dimana orangtua tidak menyekolahkan anak dan
memilih bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya.
Masalah selanjutnya adalah, banyak lembaga sekolah dan
bimbingan belajar yang kemudian melabeli dirinya sebagai homeshooling
terutama dengan sebutan komunitas, yang dilihat sebagai lembaga sekolah
namun memiliki fleksibilitas yang lebih. Hal ini dipandang sebagai
diferensiasi makna terutama para praktisi homeschooling tunggal, karena
akan berimplikasi pada aspek legal dan pengelolaannya. Secara legal
homeschooling adalah jalur informal dan sekolah komunitas adalah jalur
pendidikan nonformal.
Pada perspektif persekolahan, diperlukan adanya kebijaksanaan
khusus dalam memberikan kesempatan kepada pelaku homeschooling
untuk menempuh jalur pendidikannya. Sebagaimana telah diatur dalam
Permen No. 129 Tahun 2014 yang disampaikan di atas maka sekolah
payung yang dimaksudkan dalam peraturan harus segera direalisasikan
apabila terdapat aturan bahwa homeschooler harus terdaftar dan memiliki
Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). Hal ini sangat membutuhkan
kerjasama dengan sekolah dan pihak-pihak lain yang terkait, meskipun
tidak harus mengubah homeschooling menjadi bagian dari pendidikan
formal.Sebagaimana pemikiran Holt & Farenga (2003: 83) yang
menjelaskan bahwa sekolah seharusnya bijaksana untuk memberikan
dukungan penuh kepada keluarga homeschooling dan mempercayai bahwa
homeschooling di suatu saat dapat membantu penyelesaian masalah
sekolah.Kesadaran bahwa homeschooling dapat menjadi alternatif dan ikut
memberikan ruang pendidikan bagi anak yang tidak dapat ditampung dan
diselesaikan oleh sekolah, tergambar dalam beberapa kasus seperti yang
dialami oleh beberapa anak.

10
Meskipun proses pembelajaran yang dijalankan sangat fleksibel
dan menyesuaikan dengan kebutuhan anak, namun ketuntasan materi harus
mengikuti standar kurikulum sekolah formal. Maka dapat diketahui bahwa
bagi anak homeschooling tetap diberlakukan standar sebagai aturan
persyaratan ujian, dimana semua syah/legal setelah mengikuti proses
penilaian oleh lembaga yang ditunjuk dan mengikuti standar nasional. Hal
tersebut hingga saat ini masih menjadi polemik bagi sebagian praktisi
homeschooling karena merasa tidak memiliki kebebasan dalam
menjalankan proses pendidikan anak.
Kementerian Pendidikan Nasional telah memprogramkan ujian
nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan, maka sudah saatnya
homeschooling harus jelas untuk memiliki induk/payung pada sebuah
lembaga agar saat membutuhkan ijazah yang harus ditempuh melalui ujian
kesetaraan sebagaimana telah diatur dalam Permen 129 tahun 2014.
Homeschooling bisa menginduk kepada sekolah yang ditunjuk oleh
pemerintah sebagai penyelenggara UN, atau lembaga nonformal
penyelenggara ujian paket kesetaraan baik A, B, maupun C, seperti
Sanggar Kegiatan Belajar/SKB, Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat/PKBM atau yang lain. Namun selama ini masih terdapat
persoalan di lapangan seperti banyak sekolah sebagai pendidikan formal
yang ditunjuk sebagai penyelenggara UN belum mau menerima bahkan
dengan tegas menolak pengindukan tersebut, bahkan justru menimbulkan
kecemburuan sosial dan pro kontra yang jelas.
Hal ini merupakan permasalahan yang selama ini dihadapi oleh
para praktisi homeschooling terutama tunggal/PBK. Pada masalah UNPK
(Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan), yang selama ini memberikan
istilah mahir 1, mahir 2, dan mahir 3 bukan kelas 1, kelas 2 dan kelas 3.
Kedua hal tersebut di atas menunjukkan inkonsistensi pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 129 Tahun 2014, yang
menyebutkan bahwa diharapkan terdapat sekolah payung yang mau dan
bersedia melaksanakan proses penilaian bagi homeschooling. Ujian

11
Nasional dan kesetaraan hanya dapat diikuti jika anak memiliki laporan
hasil belajar, maka pemerintah mengharapkan agar semua varian
homeschooling tetap memperhatikan kebutuhan administratif yang
memang dibutuhkan, dan hal tersebut juga merupakan wujud dari
pemenuhan kebutuhan belajar anak sesuai regulasi yang berlaku.Selain itu,
masih terdapat banyak perbedaan prinsip yang menjadi filosofi pendidikan
homeschooling yang harus berbenturan dengan peraturan-peraturan
pemerintah.
Permasalahan di atas masih menjadi persoalan utama yang belum
terselesaikan.Namun tidak dapat dipungkiri telah menjadi bagian dari
dinamika pendidikan Indonesia.Menjadi sangat perlu untuk dilakukan
kategorisasi jenis pendidikan agar terdapat kebebasan bagi masyarakat
dalam menentukan jalur pendidikan yang dapat ditempuh sesuai dengan
kebutuhan anak. Hal tersebut sejalan dengan pandangan (Illich, 2013: 46)
yang memandang perlu adanya pengkategorian dalam penggantian sistem
baru dalam persekolahan yaitu, reformasi ruang kelas dalam sistem
persekolahan, pembiakan sekolah bebas diseluruh masyarakat, dan
transformasi seluruh masyarakat menjadi satu ruang kelas raksasa. Ketiga
pendekatan ini mewakili tiga tahap dalam usulan mengubah pendidikan,
dimana setiap langkah mengancam kontrol sosial yang lebih mendalam
dan lebih luas daripada yang mendahului (yang sudah mapan sebelumnya
sebagaimana terdapat dalam sistem sekolah).
Meskipun, peneliti disini tetap memandang kategorisasi pendidikan
lebih tepat dilakukan bukan sebagai upaya mengubah pendidikan, namun
lebih kepada upaya mewujudkan pendidikan yang berbasis pada kebutuhan
anak dari sisi psikologi belajar dan faktor sosiokultural yang
mempengaruhi kehidupan anak tersebut yaitu keterlibatan
keluarga.Homeschooling menjadi salah satu solusi bagi anak yang
mengalami permasalahan di sekolah. Kondisi anak yang tidak mudah atau
bahkan tidak dapat diterima di sekolah karena gaya belajar yang berbeda,
dan kondisi psikis internal tertentu yang ada pada diri anak membutuhkan

12
pembelajaran yang fleksibel serta pelayanan individu yang lebih intens.
Hal tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan homeschooling.Dalam hal
ini, homeschooling terlihat memiliki posisi substitusi bagi sekolah dan
pendidikan pada umumnya.Peran sebagai pengganti atau substitusi bagi
sekolah karena fleksibilitas pembelajaran yang dijalankan juga sangat
dirasakan bagi anak-anak yang memiliki permasalahan krusial sehingga
mengakibatkan harus termarginalkan dari sekolah.
Homeschooling dengan pola pendidikan yang dimiliki, dapat
memberikan pelayanan sebagaimana menjadi kebutuhan anak (Basuki,
2014: 11).Pelayanan psikologis bahkan terapi kebutuhan belajar menjadi
sarana bagi anak-anak yang merasa memiliki permasalahan di sekolah,
atau tidak bisa diterima di sekolah karena
ketidakmampuan/ketidaksesuaian dengan nilai-nilai yang diterapkan,
membuat homeschooling saat ini menjadi salah satu pilihan masyarakat.
Namun hal tersebut bukan berarti homeschooling merupakan tempat
penampungan anak-anak bermasalah atau berkasus, dalam hal ini terdapat
hal penting yang selama ini tidak disadari oleh sebagian besar masyarakat
bahkan insan pendidikan terutama di sekolah, bahwa anak bermasalah
yang sering melanggar peraturan atau dinilai telah melakukan kesalahan
bukan berarti harus dirampas haknya untuk melanjutkan pendidikan dan
proses belajarnya. Sebagaimana disampaikan oleh salah satu informan
bahwa homeschooling selain memberikan keleluasaan proses belajar,
namun juga sekaligus menjadi “bengkel pendidikan” bagi anak dengan
berbagai dinamika hidup yang dimiliki. Berbagai kasus bullying yang
marak dialami oleh anak di sekolah, juga menjadi penilaian tersendiri bagi
sebagian masyarakat yang ingin menghindarkan anak dari bahaya
tersebut.Sekolah dinilai tidak aman bagi sebagian masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa homecshooling
bisa memberikan pelayanan pendidikan anak, yang tidak membebani,
menerima anak dalam berbagai kondisi baik fisik maupun psikisnya, serta
pelayanan individu maupun pembelajaran dalam kelas kecil dapat

13
memberikan efisiensi dan efektifitas bagi proses belajar anak yang
membutuhkan suasana tersebut. Hal tersebut merupakan ide yang penting
dan berharga bagi sekolah.Dapat disimpulkan bahwa homeschooling bisa
diposisikan sebagai pilihan atau alternatif pendidikan selain sekolah,
sehingga keberadaan homeschooling sudah selayaknya mendapatkan ruang
untuk berkembang.

d) Strategi dan Solusi


Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan startegi dalam
mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi para homeschooler.
Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mengatasi persoalan
tersebut, antara lain bahwa diperlukan kebijakan pendidikan
homeschooling yang benar-benar mewadahi kepentingan semua varian
homeschooling yaitu tunggal, mejemuk dan komunitas. Selanjutnya bagi
para pelaku pendidikan homeschooling dalam semua varian yang
membutuhkan pengakuan dan kesetaraan harus mengacu pada kebijakan
yang telah dibuat.Dengan demikian mobilitas terbuka untuk berpindah
jalur pada saat anak membutuhkan dapat dilaksanakan dan diterima oleh
semua pihak.
Praktisi homeschooling yang masih merasa belum terwadahi dalam
kebijakan yang seharusnya, harus berupaya memperjuangkan dan
memberikan masukan-masukan kepada para stakeholder dan pengambil
kebijakan, secara bersama-sama dengan para homeschooler yang lain. Hal
tersebut untuk mewujudkan penguatan bagi homeschooler secara umum
yang sebenarnya memiliki kepentingan dasar yang sama, sehingga relasi
sinergis antar homeschooler dalam berbagai varian dengan para pengambil
kebijakan dapat menghasilkan regulasi yang berpihak bagi semua
homeschooler.
Pemerintah dalam hal ini sebagai pengambil kebijakan, harus
benar-benar mengembalikan hakikat pendidikan formal, nonformal dan
informal berdasarkan core pada masing-masing jalur tersebut.Hal ini

14
berkaitan dengan filosofi, prinsip dan konsep yang memang berbeda-beda,
dan harus dihargai sebagai kebebasan menentukan pilihan hidup dan
mendapatkan hak pendidikan bagi para pelakunya.Termasuk pada
pendidikan homeschooling, yang tidak dapat dipungkiri saat ini
berkembang secara fenomenal karena dinilai memiliki peran dan fungsi
bagi pendidikan anak.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pilihan
terhadap homeschooling tunggal dapat dilakukan oleh keluarga tertentu
bagi anak-anaknya, dengan syarat antara lain: (1) dapat dimulai sejak usia
dini sebagai penanaman fondasi nilai-nilai keluarga sampai dengan usia
sekolah di tingkat menengah atas, (2) diperuntukkan bagi anak
membutuhkan waktu khusus dan lebih untuk pendalaman passion-nya, (3)
tepat diterapkan bagi ABK dengan tipe kecerdasan spesial yang butuh
pelayanan khusus, (4) orangtua memiliki pemahaman mendalam terhadap
hakikat pendidikan anak, orangtua memiliki banyak waktu bahkan full
time dalam mendampingi proses belajar anak, (5) orangtua memiliki
pemahaman lebih terhadap kelebihan, kelemahan dan passion anak, (6)
orangtua memiliki pemahaman lebih terhadap tipe kecerdasan, gaya
belajar dan keunikan anak. (7) orangtua dan anak bersama-sama
menentukan tujuan pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai
pemaksaan atas keinginan salah satu pihak, (8) keluarga homeschooler
konsisten terhadap pilihan untuk belajar mandiri namun tetap membuka
diri untuk belajar secara terbuka dengan memanfaatkan lingkungan baik
alam maupun sosial, sehingga tetap memiliki jaringan diskusi dalam
komunitas-komunitas belajar, (9) keluarga homeschooler tidak menutup
diri dari regulasi yang diberlakukan.
Sedangkan beberapa hal yang menjadi syarat pada pelaksanaan
homeschooling majemuk yaitu: (1) harus mampu menjadi wadah sharing
pengalaman dan pengetahuan antar homeschooler tunggal, (2) mampu
menjadi wadah sosialisasi bagi para homeschooler tunggal untuk

15
menemukan teman bermain, (3) mampu menjadi wadah pemecahan
masalah yang dihadapi homeschooler.
Beberapa syarat pelaksanaan homeschooling komunitas, antara
lain: (1) memiliki pemahaman terhadap hak pendidikan anak yang
sistematis sebagaimana berlaku dalam sistem sekolah, (2) mengacu pada
kurikulum nasional dan atau internasional sebagai dasar proses
pembelajaran, (3) memiliki pemahaman kelembagaan karena mengadopsi
sistem sekolah, (4) mengikuti standar pendidikan formal yang meliputi
standar kelulusan, isi, proses, tenaga pendidik dan kependidikan,
keuangan, dan penilaian, (5) mampu mewadahi homeschooling tunggal
dan majemuk, (6) melayani pendidikan ABK, (7) mewadahi anak-anak
yang termarjinalkan dari sekolah, (8) fleksibilitas penyaluran minat dan
bakat pada pencapaian prestasi dalam segala jenjang.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, dapat diklasifikasikan
lebih lanjut mengenai syarat-syarat dalam menjalankan homeschooling
secara umum.Persyaratan tersebut disajikan berdasarkan uraian syarat-
syarat pada masing-masing varian sebagaimana telah dipaparkan
sebelumnya.Profil homeschoolingtunggal, majemuk dan komunitas, serta
syarat-syarat menjalankan homeschooling pada setiap varian, menjadi
dasar dalam merumuskan syarat-syarat tersebut dan harus dipahami saat
memutuskan memilih pendidikan homeschooling.
Syarat-syarat tersebut antara lain: (1) kenali model-model praktik
pendidikan homeschooling, yang sesuai dengan kebutuhan belajar anak
antara tunggal, majemuk atau komunitas, (2) alasan dan keputusan
pemilihan homeschooling karena berpihak pada kebutuhan belajar anak,
bukan karena kemauan orangtua semata, (3) anak memiliki kebutuhan
khusus dalam belajar (tidak bisa belajar dalam kelompok besar dan
penyeragaman gaya belajar-kebutuhan khusus positif/negatif), (4)
orangtua memiliki pemahaman mendalam tentang tipe kecerdasan, gaya
belajar, dan passion anak, (5) orangtua memiliki kesiapan dalam
menetapkan manajemen pembelajaran, kurikulum, metode, dan

16
pendekatan yang sesuai bagi anak, (6) memanfaatkan lingkungan alam,
sosial dan teknologi sebagai sumber-sumber pembelajaran, (7)
mempertimbangkan kondisi keluarga sebagai kekhasan (kustomisasi)
dalam pendidikan anak, (8) orangtua dapat mulai menjalankan
homeschooling sejak anak usia dini, karena pada rentang tersebut segala
yang diserap sangat berpengaruh pada anak setelah besar. Dalam hal ini
juga dapat dilakukan penjajagan komitmen orangtua mengenai proses
pendidikan mandiri oleh keluarga, (9) anak usia persekolahan (6-18
tahun/usia SD-SMA), dengan berbagai kebutuhan belajarnya masih bisa
menempuh jenis pendidikan homeschooling, (10) mensosialisasikan
pilihan homeschoolingvkepada pihak-pihak terkait seperti keluarga besar,
sesama pelaku sebagai sarana bertukar informasi, bergabung bersama
kelompok diskusi, dan keberadaannya diketahui dinas pendidikan
setempat, (11) mendokumentasikan proses dan karya-karya yang muncul
selama pembelajaran seperti foto kegiatan, dokumentasi hasil karya anak,
jurnal aktifitas, (12) mempertimbangkan kebutuhan ijazah. Perencanaan
untuk menempuh jalur pendidikan formal di Perguruan Tinggi yang
mempersyaratkan ijazah perlu menjadi perhatian bagi homeschooler untuk
mengikuti regulasi yang diberlakukan pemerintah terkait kepemilikan
ijazah.Beberapa persyaratan di atas diakumulasikan berdasarkan syarat-
syarat dalam menjalankan homeschooling pada masing-masing varian
serta profil pendidikan homeschooling tunggal, majemuk dan komunitas di
Yogyakarta.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pengembangan homeschoolingbaik secara kelembagaan maupun
konseptual. Secara kelembagaan, Pembelajaran homeschooling yang lebih
costumized, fleksibel dan disesuaikan dengan minat, bakat dan kebutuhan
siswa memerlukan kurikulum yang dibuat berdasarkan kebutuhan dan
memang harus menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Penyelenggaraan
sekolah rumah/homeschoolingmemiliki kata kunci yang yang harus
diperhatikan yaitu: (1) anak harus terdaftar di Dinas Pendidikan, tentang

17
kegiatan belajar yang dilakukan sebagai proses pendidikan (dalam usia
sekolah-wajib belajar 6 tahun), (2) anak harus masuk Dapodik (daftar
pokok pendidikan), (3) ke depan peserta didik kesetaraan harus memiliki
NISN/Nomor Induk Sekolah Nasional (FEP dalam FGD Tanggal 16
Desember 2015, di Lounge Area Hotel UNY, Yogyakarta).
Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan bahwa
homeschooling tidak dapat dikomparasikan dengan sekolah, karena
keduanya merupakan dua bentuk/jenis pendidikan yang berbeda, maka
dari itu diperlukan regulasi dari pemerintah untuk membuat Undang-
undang khusus, yang memberikan kejelasan dan legalitas dalam
pelaksanaan pendidikan homeschooling yang tidak hanya bersifat general,
sehingga tidak mewadahi yang khusus. Namun demikian sangat
dimungkinkan untuk dilakukan pengembangan homeschooling ke depan.
Berdasarkan fenomena di lapangan dan kebutuhan masyarakat,
pemberdayaan homeschooling secara kelembagaan sebagai salah satu jenis
pendidikan di Indonesia dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu: (1) bagi praktisi homeschooling dari berbagai varian
untuk tetap memperhatikan regulasi yang berlaku, seperti pelaporan pada
dinas pendidikan setempat, di sisi lain regulasi hendaknya dibuat sesuai
dengan kondisi lapangan yang mewadahi berbagai varian. (2) metode dan
pendekatan belajar perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
anak. (3) perlu dilakukan diskusi, pendekatan bahkan kajian eksploratif
oleh pemerintah agar diperoleh data riil tentang kebutuhan dan harapan
para homeschooler. (4) perlu pemberlakuan standar mutu, yang
menyesuaikan dengan manajemen pembelajaran yang berbeda (pada
tunggal, majemuk dan komunitas). (5) perlu ada/diterapkan paket-paket
program khusus baik untuk proses maupun evaluasi pembelajaran seperti
penyederhanaan proses ujian dengan standar materi dan testing center
sesuai dengan bidang yang diujikan serta sertifikasi pada masing-masing
mata uji, (6) penggiat homeschoooling juga harus aktif (mengakses
informasi dari manapun), agar kebutuhannya tersentuh oleh kebijakan

18
pemerintah, (7) mendapatkan perlakuan yang sama bagi anak-anak pelaku
pendidikan homeschooling, dimana saat anak menghendaki melanjutkan
ke jalur pendidikan formal, dapat diterima dan mendapatkan kesempatan
tersebut.
Hal ini menunjukkan adanya keinginan dari para praktisi
homeschooling untuk mendapatkan pengakuan dan posisi yang sepadan
dengan sekolah.Homeschooling yang tidak disadari telah menjadi tren
pada sebagian masyarakat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pendidikan anak.Dengan demikian diperlukan adanya pengembangan dan
pemberdayaan homeschooling dari aspek kelembagaan sebagaimana
disampaikan.Selanjutnya, diharapkan pula adanya homeschooling yang
memiliki sisi ideal sebagai salah satu bentuk pendidikan di Indonesia.
Pengembangan homeschooling secara konseptual, dapat dilakukan
melalui beberapa cara yaitu: (1) polarisasi atau adanya beberapa varian
yaitu tunggal, majemuk dan komunitas tidak perlu dibenturkan, karena
perbedaan-perbedaan pola tersebut merupakan khasanah dan variasi
pendidikan di Indonesia, (2) perlu diingat jangan sampai tujuan mulia
yang hendak melindungi, memberikan servis/pelayanan yang baik untuk
anak, namun justru menyesatkan masa depan anak (misal: secara umum
anak dan orangtua homeschooling tunggal memandang bahwa ijasah
adalah formalitas, namun regulasi pemerintah mewajibkan adanya ijazah
untuk berbagai keperluan), (3) berikan kepercayaan pada anak (trust
childreen), terkait dengan potensi, kecerdaan, dan keunikan yang dimiliki.
(4) prinsip belajar dimana saja tetap dihargai dan dihormati, karena pada
hakikatnya belajar dilakukan dengan merdeka. Selanjutnya, (5) pendidikan
harus dikembalikan kepada pemahaman antara formal, nonformal, dan
informal dengan fokus perbedaan antara mengedepankan hasil dan proses,
(6) perlu melibatkan para praktisi/pelaku homeschooling dalam
menentukan kebijakan, (hal tersebut juga sebagai wujud pengakuan
terhadap keberadaannya), (7) terdapat badan khusus akreditasi yang akan
menjadi penilai kredibilitas homeschooling, berdasarkan indikator-

19
indikator yang disesuaikan dengan pola pendidikan homeschooling di
Indonesia, (8) pengembangan model pendidikan homeschooling berbasis
kultur yang meliputi nilai-nilai, aktifitas dan hasil karya anak selama
proses pembelajaran, (9) homeschooling perlu dipandang sebagai re-
edukasi orangtua untuk menyadari peran sebagai pendidik utama dan
bukan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak lain, (10) menjalankan
homeschooling adalah upaya mempersiapkan pembelajar mandiri yang
dapat menyesuaikan dengan tuntutan jaman.
Pandangan-pandangan di atas merupakan konsep yang dapat
dijadikan sebagai dasar pengembangan homeschooling ke depan.
Kebebasan menjalankan pendidikan homeschooling bagi semua anak
tanpa kecuali, tidak harus ABK sehingga homeschoolingmemiliki posisi
sebagai pendidikan alternatif selain sekolah yang bisa dipilih oleh anak
dan masyarakat.Dalam hal ini juga terdapat pandangan bahwa
homeschooling merupakan mitra bagi sekolah dalam pengembangan minat
dan bakat anak.Hal ini sejalan dengan posisi pendidikan alternatif sebagai
komplemen atau pelengkap bagi sekolah sebagai pendidikan
formal.Sebagaimana disampaikan dalam pernyataan IC pada FGD, tanggal
16 Desember 2015, di Lounge Area Hotel UNY.

B. Pembelajaran E-Learning
a) E-learning Sebagai Media Pembelajaran
Pembelajaran dengan menggunakan media elektronik.E-learning,
seperti juga namanya “Electronic Learning” disampaikan dengan
menggunakan media elektronik yang terhubung dengan Internet (World
Wide Web yang menghubungkan semua unit komputer di seluruh dunia
yang terkoneksi dengan Internet) dan Intranet (jaringan yang bisa
menghubungkan semua unit komputer dalam sebuah perusahaan).Jika
Anda memiliki komputer yang terkoneksi dengan Internet, Anda sudah
bisa berpartisipasi dalam e-learning. Dengan cara ini, jumlah pembelajar
yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh lebih besar dari pada cara belajar
secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak terbatas pada
besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian

20
pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran
di kelas yang tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur.
Dalam e-learning, modul-modul yang sama (informasi, penampilan, dan
kualitas pembelajaran) bisa diakses dalam bentuk yang sama oleh semua
siswa yang mengaksesnya, sedangkan dalam pembelajaran konvensional
di kelas, karena alasan kesehatan atau masalah pribadi, satu instruktur pun
bisa memberikan pelajaran di beberapa kelas dengan kualitas yang
berbeda. 5
Pembelajaran formal vs. informal.E-learning dalam arti luas bisa
mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik
secara formal maupun informal.E-learning secara formal, misalnya adalah
pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah
diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak
terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri).Pembelajaran seperti
ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan
pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh
universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahan konsultan)
yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.
E-learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih
sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website
pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa,
program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas
(biasanya tanpa memungut biaya).
Beberapa manfaat yang bisa dinikmati dari proses pembelajaran
dengan e-learning, diataranya :
1. Fleksibilitas.
Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa
untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini
bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan
fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses
pelajaran.Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat
pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang
memiliki akses ke Internet.Bahkan, dengan berkembangnya mobile
technology (dengan palmtop, bahkan telepon selular jenis tertentu),
semakin mudah mengakses e-learning.Berbagai tempat juga sudah
menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional
dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun
5
Elyas, A. H. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran E-Learning Dalam Meningkatkan
Kualitas
Pembelajaran.http://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/view/4 Warta
Dharmawangsa, (56).

21
atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan
disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses e-
learning.
2. Independent Learning
E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk
memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing, artinya
pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan mulai,
kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul
yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Ia bisa mulai dari topik-
topik ataupun halaman yang menarik minatnya terlebih dulu,
ataupun bisa melewati saja bagian yang ia anggap sudah ia kuasai.
Jika ia mengalami kesulitan untuk memahami suatu bagian, ia bisa
mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami.
Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami,
pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui
email atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Jika ia
tidak sempat mengikuti dialog interaktif, ia bisa membaca hasil
diskusi di message board yang tersedia di LMS (di Website
pengelola). Banyak orang yang merasa cara belajar independen
seperti ini lebih efektif daripada cara belajar lainnya yang
memaksakannya untuk belajar dengan urutan yang telah
ditetapkan.
3. Biaya
Banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-
learning. Biaya di sini tidak hanya dari segi finansial tetapi juga
dari segi non-finansial. Secara finansial, biaya yang bisa dihemat,
antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi
selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain dan
negara lain), biaya administrasi pengelolaan (misalnya: biaya gaji
dan tunjangan selama pelatihan, biaya instruktur dan tenaga
administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan),
penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya:
penyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD
player, OHP).

Pada dasarnya cara penyampaian atau cara pemberian (delivery


system) dari e-learning, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. Komunikasi atau interaksi
antara dosen dan mahasiswa memang sebaiknya melalui sistem dua arah.
Dalam e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan dua,
yaitu :

22
a. Dilaksanakan melalui cara langsung artinya pada saat instruktur
memberikan materi kuliah, peserta didik dapat langsung
mendengarkanya.
b. Dilaksanakan melalui cara tidak langsung misalnya pesan dari
instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.

Beberapa karakteristik e-learning yang dapat dijadikan media


pembelajaran di perguruan tinggi dan di sekolah antara lain :

a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dosen dan mahasiswa atau


guru dengan siswa, siswa dengan sesama siswa atau dosen/guru
dengan sesama dosen/guru dapat berkomunikasi dengan relatif
mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal yang bersifat protokoler.
b. Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer
networks).
c. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials)
disimpan dikomputer sehingga dapat diakses oleh dosen dan
mahasiswa kapan saja dan dimana saja bila yang bersangkutan
memerlukan.
d. Memanfaatkan jadual pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan
belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan
dapat dilihat setiap saat di komputer.

Pemanfaatan e-learning tidak terlepas dari jasa internet, karena teknik


pembelajaran yang tersedia di internet begitu lengkap, dan hal ini akan
mempengaruhi tugas dosen dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses
belajar mengajar dominasi oleh peran pendidik, karena itu disebut the era
of teacher. Kini, proses belajar dan mengajar, banyak didominsi oleh peran
pendidik dan buku (the era of teacher and book) dan pada masa mendatang
prose belajar mengajar akan didominasi oleh peran pendidik, buku dan
teknologi (the era of teacher, book and technology).

Dalam era global seperti sekarang ini, mau atau tidak mau, suka atau
tidak suka , kita harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi
informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi tersebut telah
mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari.Oleh karenya sebaiknya kita
tidak ‘gagap’ teknologi.Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa siapa
yang terlambat menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh
kesempatan untuk maju.

Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan materi


pelajaran secar online saja, namun harus komunikatif dan menarik.Materi

23
pembelajaran didesain seolah peserta didik belajar dihadapan pengajar
memalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet.

Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati


dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, ada tiga syarat hal yang wajib
dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu :

1. Sederhana, sistem yang sederhana akan memudahkan peserta


didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada,
dengan kemudahan pada panel yang disediakan, waktu belajar
peserta akan lebih efisien.
2. Personal, pengajar/dosen dapat berinteraksi dengan baik dengan
mahasiswanya, seperti layaknya berkomunikasi di depan kelas.
Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta
didik diperhatikan kemajuanya, serta dibantu segala persoalan
yang dihadapi.
3. Cepat, layanan yang ditunjang dengan kecepatan, respon yang
cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik, sehingga
perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh
pengajar atau pengelola.

Secara ringkas e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta


didik belajar secara onvensional, hanya saja dipindahkan kedalam
sistem digital melalui internet.Karena itu e-learning perlu
mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem
pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai darai perumusan tujuan
operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test,
membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif,
uraian materi yang jelas, contoh-contoh konkrit, problem solving,
tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan kegiatan tindak
lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-learning perlu melibatkan
pihak terkait, antara lain : pengajar, ahli materi, ahli komunikasi,
programmer, seniman dan lain-lain.
b) Keunggulan dan Kekurangan E-Learning
Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam
pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002;

24
Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas
e-moderating di mana dosen dan mahasiswa dapat berkomunikasi secara
mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan
berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan
waktu.Kedua, Dosen dan mahasiswa dapat menggunakan bahan ajar atau
petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga
keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar
dipelajari.Ketiga, Mahasiswa dapat belajar atau me-review bahan ajar
(mata kuliaha) setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat
bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila mahasiswa memerlukan
tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia
dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik doen
maupun mahasiswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat
diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.Keenam, Berubahnya peran
mahasiswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif.Ketujuh, Relatif lebih
efisien.Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau
sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau
e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik
(Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi
antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya
interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar
dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau
aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek
bisnis/komersial.Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke
arah pelatihan daripada pendidikan.Keempat, Berubahnya peran guru dari
yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga
dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT.Kelima,
Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung
gagal.Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.Ketujuh,

25
Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan
internet.Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

26
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1
dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal
dan informal.
Homeschooling merupakan bahasa Inggris yang terdiri dari kata home dan
school. Menurut kamus bahasa Inggris homeschooling merupakan bentuk
kata kerja, homeschoolingis to instruct (a pupil, for example) in an
educational program outside of established schools,especially in the home.
Homeschooling berarti membimbing (misalnya: seorang murid) dalam
program pendidikan di luar sekolah umum, khususnya dilaksanakan di
rumah.
Pembelajaran dengan menggunakan media elektronik.E-learning, seperti
juga namanya “Electronic Learning” disampaikan dengan menggunakan
media elektronik yang terhubung dengan Internet (World Wide Web yang
menghubungkan semua unit komputer di seluruh dunia yang terkoneksi
dengan Internet) dan Intranet (jaringan yang bisa menghubungkan semua unit
komputer dalam sebuah perusahaan).Jika Anda memiliki komputer yang
terkoneksi dengan Internet, Anda sudah bisa berpartisipasi dalam e-learning.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2016, “Pendidikan Formal, Informal dan Nonformal”,


http://blog.unnes.ac.id/idaprobosari/2016/11/01/pendidikan-formal-
informal-dan-nonformal/, Diakses pada 4 Mei 2020, Pukul 22:08 WIB.

Elyas, A. H. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran E-Learning Dalam


Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran.http://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/v
iew/4 Warta Dharmawangsa, (56).

Ismail, M. I. (2016). HOMESCHOOLING: Sebuah Pendidikan


Alternatif. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/lentera_pendidikan/article/view/2073/1998 19(1),
100-111.

Purnamasari, I. (2017). Homeschooling dalam Potret Politik Pendidikan: Studi


Etnografi pada Pelaku Homeschooling di Yogyakarta. 
https://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/view/15082Journal of
Nonformal Education, 3(1), 28-39.

Winarno, W., & Setiawan, J. (2013).Penerapan Sistem E-Learning pada


Komunitas Pendidikan Sekolah Rumah (Home Schooling). Ultima InfoSys
: Jurnal Ilmu Sistem Informasi, 4(1), 45-51.
https://doi.org/https://doi.org/10.31937/si.v4i1.241

28

Anda mungkin juga menyukai