Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK DOSEN PEMBIMBING

KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN RENA REVITA,S.Pd,M.Pd.

ISU ISU SEKOLAH NEGERI DAN SEKOLAH SWASTA DARI PEMBELAJARAN

EKSELERASI DAN KONTRUKTIVISME

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9 :

ANNISA ARIANI :11910523017

SARIVATUL WITRI :11910524246

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKAN BARU
2019/2020
KATA PENGANTAR

‫الرحِيم‬ َّ ِ ‫بِ ْس ِم هَّللا‬


َّ ‫الر ْح َم ِن‬
Assalamu’alakum warahmatullahi wabarakaatuh

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa Allah Subhanahu

wata’ala, karena dengan nikmat dan rahmat-Nyalah semata, kami dapat menyelesaikan dan

menyusun makalah ini yang berjudul “ISU ISU SEKOLAH NEGERI DAN SEKOLAH

SWASTA DARI PEMBELAJARAN EKSELERASI DAN KONTRUKTIVISME” ini tepat pada

waktu yang telah ditetapkan. Guna memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah KAPITA

SELEKTA PENDIDIKAN.

Shalawat serta salam atas junjungan kita Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa salam,

uswatun khasanah kita, karena dengan perjuangan dan pengorbanan dan pengorbanan beliaulah

kita dapat merasakan ketenangan dan kebebasan menikmati hidup. Dari masa yang penuh

dengan kemusyrikan, kejahilan, kebodohan dan kegelapan menjadi masa yang penuh ketahidan,

penuh dengan ilmu dan pengetahuan. Semoga rahmat dan maghfirah tetap tercurahkan kepada

beliau, keluarga, sahabat dan juga percikan rahmat-Nya akan sampai pula kepada kita yang

masih konsisten mengikuti ajaran beliau.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah sedikit ilmu dan pengetahuan

kepada pembaca terutama pada kami sebagai penyusun, tentang Agama islam yang mulia ini

dinnul khaq, sehingga keimanandan ketaqwaan kita kepada Allah SWT teris bertambah Aamiin.

Juga di makalah ini jika di temukan kesalahan dalam penulisan apalagi dalam pengambilan dalil,

maka saya minta pada para pembaca dan saran sehingga kedepan bisa lebih teliti lagi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Program Akselerasi


A. Pengertian Program Akselerasi

Pengertian“Akselerasi”Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)1 berarti:

1. Percepatan
2. Peningkatan Kecepatan
3. Laju Perubahan Kecepatan
Depdiknas mendefinisikan program percepatan belajar (akselerasi) adalah sebuah
pemberian layanan pendidikan sesuai potensi siswa berbakat, dengan memberi
kesempatan mereka untuk menyesuaikan program reguler dalam jangka waktuyang lebih
cepat dibandingkan teman-temannya.2

Sedangkan menurut Prof. Dr. Oemar Hamalik (2004:186) akselerasi berarti


memberi kesempatan kepada siswa yang bersangkutan untuk naik ke tingkat kelas
berikutnya lebih cepat satu atau dua sekaligus.3
Menurut Mimin Haryati (2006:95), akselerasi berarti percepatan belajarsebagai
implikasi dari sistem belajar tuntas (master learning) juga menunjukan adanya siswa yang
memiliki kecerdasan luar biasa dan mampu mencapai kompetensi yang telah di tetapkan
jauh lebih cepat dan mempunyai nilai yang amat baik (>95) siswa yang memiliki
kecerdasan yang luar biasa ini memiliki karakteristik khusus yaitu tidak banyak
memerlukan waktu dan bantuan dalam menyelesaikan percepatan kompetensi yang telah
ditetapkan, misalnya program remidial dan pengayaan dapat mengganggu optimalisasi
belajarnya.4
Dari beberapa pengertian tentang akselerasi diatas, maka dapat didimpilkan bahwa kelas
akselerasi adalah kelas yang diperuntukan bagi siswa yang belajarnya dipercepat sesuai

1 Wjs.Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesis, (Jakarta: Halai Pustaka, 2006), hal.22


2Depdiknas, Program Penyelenggaran Program Percepatan Belajar SD, SLTP, SMU (Jakarta : 2001), 13
3Iif Khoiru Ahmadi,M.Pd.dkk. Pembelajaran Akselerasi,(Jakarta:Prestasi Pustaka,2011),hal.1
4Ibid.,hal.2
dengan tingkat pemahaman materi sehingga ia dapat menempuh waktu studinya lebih
cepat dari waktu yang ditentukan pada kelas biasa.5
B. Tujuan Penyelenggaraan Program Akselerasi (Percepatan)
Ada 2 (dua) tujuan yang mendasari dikembangkannya program percepatan belajar
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa:6
a.Tujuan Umum
 Memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik spesifik dari segi
perkembangan kognitif dan afektifnya.
 Memenuhi Hak Azasi manusia peserta didik yag sesuai dengan kebutuhan
pendidikan bagi dirinya sendiri.
 Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.
 Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri peserta didik.
 Menimbang peran serta peserta didik sebagai aset masyarakat dan kebutuhan
masyarakat untuk pengisian peran.
 Menyiapkan peserta didik sebagai pemimpin masa depan.
b.Tujuan Khusus
 Memberikan penghargaan untuk dapat menyelesaikan program pendidikan secara
lebih cepat.
 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pembelajaran peserta didik.
 Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung
berkembangnya potensi keunggulan peserta didik secara optimal.
 Memacu mutu siswa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, intelektual, dan
emosionalnya secara seimbang.
C. Bentuk Penyelenggaraan Program Akselerasi
Program akselerasi belajar dapat diselenggarakan dalam 3 (tiga) bentuk pilihan
seperti kelas reguler, dimana siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
belajar bersama-sama dengan siswa lainnya dikelas reguler (model terpadu/inklusif).
Bentuk penyelenggaraan pada kelas reguler dapat dilakukan dengan model sebagai
berikut:7
5Ibid.,hal.3
6Ibid.,hal. 220
7. Drs, Hendro Ari Setyono.dkk. Pembelajaran Akselerasi,(Jakarta:Prestasi Pustaka,2011),hal.221
a. Kelas reguler dengan kelompok (cluster)
Siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama
siswa lain (normal) dikelas reguler dengan kelompok khusus.
b. Kelas reguler dengan pull out
Siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar bersama
siswa lain(normal) dikelas reguler, namun dalam waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber (ruang khusus) untuk belajar mandiri, belajar kelompok,
dan/atau belajar dengan guru pembimbing khusus.
1. Kelas Khusus, dimana siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa belajar dalam kelas khusus.
2. Sekolah khusus, dimana siswa yang belajar di sekolah ini adalah siswa yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
D. Kurikulum Program Akselerasi
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyeleggaraa
kegiatan belajar-mengajar. Sedang menurut (Tyler 1949, dalam Siskandar)
pengertian kurikulum mencakup empat pertanyaan yang mendasar yang harus
dijawab dalam mengembangkan kurikulum dan rencana pengajaran yaitu (a) apa
tujuan yang harus dicapai oleh sekolah, (b) pengalaman-pengalaman belajar
seperti apa yang dapat dilaksanakan guna mencapai tujuan yang dimaksud, (c)
bagaimana pengalaman tersebut diorganisasikan secara efektif, dan (d) bagaimana
cara menentukan bahwa tujuan pendidikan telah tercapai.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan kurikulum memiliki empat
unsur, yaitu: (1) tujuan yang ingin dicapai, (2) struktur dan isi kurikulum yang
berupa mata pelajaran dan kegiatan serta pembagian waktu yang dugunakan
dalam kegiatan belajar-mengajar, (3) pengorganisasian kegiatan belajar-mengajar,
dan (4) penilaian utuk mengetahui apakah tujuan telah tercapai atau belum.
Muatan materi kurikulum untuk program akselerasi tidak berbeda dengan
kurikulum standar yang digunakan untuk program regular. Perbedaannya terletak
pada penyusunan kembali struktur program pengajaran dalam alokasi waktu yang
lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum standar yang
biasanya ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi hanya dua tahun. Pada
tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas satu ditambah
dengan setengah materi kelas dua. Di tahun kedua, mereka akan mempelajari
materi kelas 2 yang tersisa dan seluruh materi kelas 3.
Pengaturan kembali program pembelajaran pada kurikulum standar yang
biasanya diberikan dengan alokasi waktu sembilan cawu menjadi enam
cawu dilakukan tanpa mengurangi isi kurikulum. Kuncinya terletak pada analisis
materi kurikulum dengan kalender akademis yang dibuat khusus. Seperti
diketahui, untuk siswa berbakat intelektual dengan keberbakatan tinggi, tidak
semua materi kurikulum standar perlu disampaikan dalam bentuk tatap muka dan
atau dengan irama belajar yang sama dengan siswa regular.
Oleh karena itu, setiap guru yang mengajar di kelas akselerasi perlu
terlebih dahulu melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat
materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial
bila memenuhi kriteria berikut ini: (1) konsep dasar; (2) konsep yang menjadi
dasar untuk konsep berikut; (3) konsep yang berguna untuk aplikasi; (4) konsep
yang sering muncul pada Ebtanas; (5) konsep yang sering muncul pada UMPTN
untuk SMA. Materi pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang
esensial diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-
materi yang non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam
bentuk kegiatan mandiri.
Dijelaskan juga oleh Conny R Semiawan, sesuai dengan karakter anak
yang berkemampuan kecerdasan di atas rata-rata ini, kurikulum atau Garis-Garis
Besar Program Pengajaran (GBPP) atau materi pelajaran telah didiskusikan dan
disusun oleh pusat pengembangan kurikulum sejak 1981. Sebelum uji coba
pelaksanaan Program Anak Berbakat dilaksanakan tahun 1984 kurikulum
berdeferensiasi dibuat. Dikaitkan dengan hal di atas kemampuan gurulah yang
selalu harus ditingkatkan, misalnya kecekatan dalam hal menganalisis kurikulum
sesuai perkembangan anak dan kebutuhan penanjakan kemampuan fikir atau
mental anak dan membuat anak senang belajar.
Kurikulum yang digunakan pada program akselerasi adalah kurikulum
Nasional dan muatan lokal, yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi
yang esensi dan dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu
dan mewadahi integrasi pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta
mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik, linier, dan
konvergen utuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan.
Dengan demikian kurikulum program akselerasi adalah kurikulum yang
diberlakukan untuk satuan pendidikan yang bersangkutan, sehingga lulusan
program akselerasi memiliki kualitas dan standar kompetensi yang sama dengan
lulusan program reguler. Perbedaannya hanya terletak pada waktu keseluruhan
yang ditempuh dalam menyelesaikan pendidikannya lebih cepat bila dibanding
dengan program reguler.
Kurikulum akselerasi ini dikembangkan secara diferensiatif. Artinya
kurikulum yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh
siswa. Diferensiasi dalam kurikulum akselerasi menurut Cledening & Davies,
1983 (dalam Hawadi Dkk) adalah isi pelajaran yang menunjuk pada konsep dan
proses kognitif tingkat tinggi, strategi intruksional yang akomodatif dengan gaya
belajar anak berbakat dan rencana yang memfasilitasi kinerja siswa.
Kurikulum ini mencakup empat dimensi dan satu sama lainnya tidak dapat
dipisahkan. Dimensi itu adalah:
1.        Dimensi Umum
Merupakan kurikulum inti yang memberikan keterampilan dasar
pengetahuan, pemahaman, nilai, dan sikap yang memungkinkan siswa dapat
berfungsi sesuai dengan tuntutan di masyarakat ataupun tantangan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Dimensi umum ini merupakan kurikulum inti yang
juga diberikan kepada siswa lain dalam jenjang pendidikan yang sama.
2.    Dimensi Diferensiasi
Dimensi ini berkaitan dengan ciri khas perkembangan peserta didik yang
mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa, yang merupakan program
khusus dan pilihan terhadap bidang studi tertentu. Siswa dapat memilih bidang
studi yang diminatinya untuk dapat diketahui lebih luas dan mendalam.
3.       Dimensi Non Akademis
Dimensi ini memberikan kesempatan peserta didik utuk belajar di luar
kegiatan sekolah formal melalui media lain seperti radio, televisi, internet, CD-
Rom, wawancara pakar,kunjungan ke museum dan sebagainya.
4.        Dimensi Suasana Belajar
Pengalaman belajar yang dijabarkan dari lingkugan keluarga dan sekolah. Iklim
akademis, sistem ganjaran dan hukuman, hubugan antar siswa, hubungan siswa
dengan guru, antara guru dengan orang tua siswa, hubungan siswa dengan orang tua
merupakan unsur yang menentukan lingkungan belajar.

Pengembangan kurikulum berdiferensiasi untuk program percepatan belajar dapat


dilakukan dengan melakukan modifikasi kurikulum nasional dan muatan lokal
dengan cara sebagai berikut:
1.  Modifikasi alokasi waktu, yang disesuaikan kecepatan belajar bagi siswa yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa ;
2.      Modifikasi isi atau materi, dipilih yang esensial;
3.  Modifikasi sarana-prasarana, yang disesuaikan dengan karakteristik siswa yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yakni senang menemukan sendiri
pengetahuan baru;
4.   Modifikasi lingkungan belajar yang memungkinkan siswa memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa dapat memenuhi kehausan akan pengetahuan;
5.    Modifikasi pengelolaan kelas, yang memungkinkan siswa dapat bekerja di kelas,
baik secara mandiri, berpasangan, maupun kelompok.
E. Permasalahan pada Program Akselerasi
Sejak tahun ajaran 1998/1999 Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
mengadakan uji coba program akselerasi untuk anak berbakat intelektual. Dengan
program ini, lama belajar siswa dapat dipercepat selama satu tahun pada setiap satuan
pendidikan. Sekolah Dasar (SD) dari enam tahun dipercepat menjadi lima tahun, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) dari tiga tahun
menjadi masing-masing dua tahun. Peserta program ini adalah siswa yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata, kreatif, dan tanggung jawab terhadap tugas.
Dalam pelaksanaannya, ternyata ditemukan berbagai masalah. Seorang wakil kepala
sekolah salah satu penyelenggara program ini pernah mengisahkan pengalamannya. Dia
berujar, ''Selama pelaksanaan akselerasi di sekolah ini, saya menemukan beberapa hal
yang aneh. Antara lain siswa terlihat kurang komunikasi, mengalami ketegangan, kurang
bergaul dan tidak suka pada pelajaran olah raga. Mereka tegang seperti robot. Kami juga
dapat laporan dari orang tua bahwa kini mereka sulit berkomunikasi dengan anaknya”.
Hal itu, antara lain yang mendorong Nuraida untuk melakukan penelitian. Tim Peneliti
Pusbangsitek Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini lebih
menitikberatkan pada kecerdasan emosional siswa peserta akselerasi pada tingkat SMU.
Dugaannya, kala itu, masalah ini terjadi karena tidak tercapainya salah satu tujuan
program akselerasi, yaitu meningkatkan kecerdasan emosional.
Nuraida menuturkan, akselerasi yang dilaksanakan di Indonesia adalah akselerasi yang
berbasis kurikulum nasional. Tingkat SMU, misalnya, ada 13 mata pelajaran: Agama,
IPS, PPKN, Bahasa dan Sastra Indonesia, sejarah nasional dan sejarah umum, bahasa
Inggris, pendidikan jasmani dan kesehatan, matematika, fisika, kimia, biologi, geografi,
olah raga dan seni rupa, ditambah dengan sejumlah ekstra kurikuler. Oleh karena itu,
Indonesia memakai jenis akselerasi Telescoping curriculum dan Compacting curriculum.
Alasan pemilihan jenis ini agar siswa tidak meninggalkan salah satu pelajaran tersebut.
Jadi siswa mendapatkan semua pelajaran dalam sistem pendidikan nasional. Tekniknya,
dengan mengambil pelajaran yang esensial saja sedangkan materi-materi yang tidak
esensial bisa dipelajari sendiri oleh siswa. Tidak perlu tatap muka. Dengan cara seperti
ini, siswa dapat menyelesaikan pendidikannya dalam waktu lebih cepat.
Kenyataannya, terdapat kesulitan karena sistem pendidikan yang sentralistik. Jumlah
pelajaran sangat banyak, namum belum ada layanan individual sesuai dengan bakat dan
minat. Karena itu, harus mengakselerasikan 13 mata pelajaran yang terdapat dalam
kurikulum nasional. Akibatnya siswa sangat merasa berat karena harus mempelajari
semua mata pelajaran dalam waktu yang sangat cepat.
Ini berbeda dengan di Amerika. Di Negeri Paman Sam tersebut, peserta didik yang
mengikuti program akselerasi tidak diberikan semua mata pelajaran. Anak berbakat
matematika memiliki kurikulum khusus di bidang matematika. Jumlah pelajaran pun tak
banyak. Antara lain; computer science, Humanities, Math, science course dan writing
course. Namun mereka mempelajarinya secara luas dan mendalam sekali.
Bagi siswa yang telah menguasai sejumlah pelajaran matematika pada satu tingkatan
maka dia perbolehkan mempelajari matematika pada tingkat yang lebih lanjut. Misalnya
loncat ke kelas yang lebih tinggi, belajar matematika pada tingkat universitas, kelas
gabungan, telescoping kurikulum, dan sebagainya.
Begitulah pelaksanaan program akselerasi di negeri itu. Tujuannya, meningkatkan
efisiensi, efektivitas, memberikan penghargaan, kesempatan untuk berkarir lebih cepat
dan meningkatkan produktivitas. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena sistem
pendidikan mereka sangat fleksibel. Artinya dalam sistem pendidikan mereka,
pemerintah memberikan kebebasan kepada tiap negara bagian untuk mengelola
pendidikan sesuai bakat dan minat. Pemerintah hanya memberikan rambu-rambu secara
garis besar yang harus dimiliki oleh warga setelah lulus.
Jadi, bisa dipahami mengapa akselerasi yang dilaksanakan di Amerika berhasil dengan
baik dan dalam waktu yang relatif cepat mampu menghasilkan sejumlah saintis.
Kurikulum yang mereka kembangkan sangat fokus, tergantung pada bakat yang dimiliki
oleh seorang anak. Anak yang berbakat matematika hanya memperdalam matematika dan
pelajaran yang serumpun dengannya. Dengan cara ini akan memudahkan anak-anak
menguasai pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Inilah teknik mencetak orang ahli
dalam bidangnya.
Apakah tujuan pelaksanaan program akselerasi di Indonesia yang telah dirumuskan
akan berhasil dengan menggunakan kurikulum nasional bermuatan 13 mata pelajaran?
Penelitian Nuraida yang menitik beratkan pada aspek kecerdasan emosional tidak
menemukan pengaruh yang berarti. Itu diketahui setelah melakukan tes kecerdasan
emosional pada kelas akselerasi dan dibandingkan dengan siswa kelas reguler pada
sekolah yang sama dan umur yang sama.
Hasil tes pengukuran kecerdasan emosional menunjukan bahwa skor kecerdasan
emosional siswa akselerasi lebih rendah dari pada siswa reguler. Namun rendahnya tidak
signifikan. ''Jadi bisa dikatakan sama dengan siswa kelas reguler,'' tuturnya.
Ini dapat disimpulkan bahwa program akselerasi Indonesia yang berbasis kurikulum
nasional belum mencapai tujuan yang telah dirumuskan, seperti meningkatkan
kecerdasan emosional. Siswa banyak yang stres, tegang, dan jarang komunikasi. Pada hal
menurut hasil penelitian yang dihimpun oleh Barbara Clark (1982) tentang anak berbakat
Matematika usia 12-13 tahun pada Universitas John Hopkins Amerika, jelas Nuraida.,
skor penyesuaian emosional dan sosial peserta program akselerasi di atas rata-rata,
menurut penulis program akselerasi hanya belum tepat atau belum siap diterapkan di
Indonesia jika ditinjau dari aspek sosiologis masyarakat siswa khususnya di Negara kita,
masih perlu kesiapan setiap siswa tersebut yang matang dengan lebih mengerucut kepada
bakat dan keahlian sebagaiaman mengerucutnya ke-linier-an yang dituntut pada tataran
Perguruan Tinggi, sebagaimana yang telah lama diterapkan di negara-negara maju pula.8

2.2 Teori Belajar Konstruktivisme


A.Pengertian Program Konstruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat


membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia
berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von
Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3).

Konstruksi berarti bersifat membangaunn, dalam konteks filsafat pendidikan


konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir kontekstual. Teori belajar
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang
memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan
respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang
lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan
akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.

8https://catatankampus3.blogspot.com/2018/03/Makalah-Pengembangan-Program-Akselerasi-diMadrasah.html?
m=1
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan
pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang
melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil
belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan
skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa
”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui
dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.

Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan
tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil
”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang
dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna.
Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh
setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama
tersimpan atau diingat dalam setiap individu.

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:

1) Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara
lengkap.
4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5) Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. Salah satu teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah
teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan
intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan
kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari
lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap
sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru,
sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang
cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Jadi, secara umumpengertian dari teori belajar konstrutivisme merupakan suatu metode
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan
sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri. Ibarat botol air, siswa bukanlah botol botol kecil yang siap
menerima berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

B. Karakteristik Konstruktivisme

1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa


dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah dimiliki.
2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan
rekonstruksi.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu
proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru.
Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema
seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia
fisik dan lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui
siswa, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari.

C.Prinsip dari teori belajar konstruktivisme

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar


mengajar adalah:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.


b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
g. Mencari dan menilai pendapat siswa.
h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya
semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan
didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara
mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi
mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga
itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.9

9https://www.academia.edu/31928187/MAKALAH_KONSTRUKTIVISME
D.Proses belajar teori belajar konstruktivisme

Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai
perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan
sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui prosesnya asimilasi dan
akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya.Kegiatan belajar lebih
dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pangetahuan dari fakta-fakta yang
terlepas-lepas.

a. Peran Siswa
Menurut pandangan kontruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan
pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Siswa harus aktif
melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-
hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk
menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagian terjadinya belajar. Namun
yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa
sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendala belajar
sepenuhnya ada pada siswa. Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai
pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.
Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang
baru. Oleh karena itu meskipun kemamuan awal tersebut masih sangat sederhana atau
tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran
dan pembimbingan.
b. Peranan Guru
Dalam belajar kostruksi guru atau pendidik berperan membantu agar proses
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa untuk membentuk pengetahuaanya sendiri.
Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar.
Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan
sesuai dengan kemampuannya.
Peranan guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendali, yang meliputi;
1) Menumbuhkan kamandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil
keputusan dan bertindak.
2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa
mempunyai peluang optimal untuk latihan. Pendekatan konstruktivistik
menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan,
media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya.
c. Saranabelajar
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah
aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti
bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikiranya tentang sesuatu yang dihadapinya. Untuk menyampaikan pengalaman yaitu
menyajikan bahan kepada murid-murid yang sekiranya tidak mereka peroleh dari
pengalaman langsung. Ini dapat di lakukan dengan melalui film, TV, rekaman suara,
dan lain-lain. Hal ini merupakan pengganti pengalaman yang langsung.
d. Evaluasi Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat
mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi
pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.

E.Karakteristik perspektif teori belajar konstruktivisme

Beberapa karakteristik yang merupakan prinsip dasar prespektif kontruktivistik dalam


pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi.
2. Dimungkinkannya prespektif jamak dalam proses belajar.
3. Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengendalikan
proses berfikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
4. Peran pendidik atau guru lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor untuk mendukung
kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.
5. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.

F. Kelebihan dan Kekurangan teori belajar konstruktivisme

1) Kelebihan teori belajar konstruktivisme


a. Dalam aspek berfikir yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid berfikir
untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
b. Dalam aspek faham yakni seorang murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam
semua situasi.
c. Dalam aspek ingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. Melalui pendekatan ini seorang murid membina
sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan
masalah dalam situasi baru.
d. Dalam aspek kemahiran sosial yakni kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi
dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
e. Dalam aspek seronok yakni murid terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.

2. Kekurangan teori belajar konstruktivisme


a. Siswa menkostruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah ilmu penegtahuan
sehingga menyebabkan miskonsepsi;
b. Kostruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannnya sendiri, hal ini
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbedabeda;
c. Situasi dan kondisi sekolah tidak sama karena tidak setiap sekolah memiliki sarana
dan prasarana yang membantu keaktifan dan kreatifitas siswa
d. meskipun guru hanya menjadi pemotovasi dan memediasi jalannya proses belajar
tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus memiliki perilaku yang
elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang
sesungguhnya mengapresisi nilai-nilai kemanusiaan.10

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengertian“Akselerasi”Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI)berarti:Percepatan, Peningkatan Kecepatan, Laju Perubahan Kecepatan.
Depdiknas mendefinisikan program percepatan belajar (akselerasi) adalah sebuah
pemberian layanan pendidikan sesuai potensi siswa berbakat, dengan memberi

10https://www.google.com/amp/s/restudesriyanti.wordpress.com/2017/03/10/konstruktivisme-dalam-
pembelajaran/amp/
kesempatan mereka untuk menyesuaikan program reguler dalam jangka waktuyang lebih
cepat dibandingkan teman-temannya.Sedangkan menurut Prof. Dr. Oemar Hamalik
(2004:186) akselerasi berarti memberi kesempatan kepada siswa yang bersangkutan
untuk naik ke tingkat kelas berikutnya lebih cepat satu atau dua sekaligus. Ada 2 (dua)
tujuan yang mendasari dikembangkannya program percepatan belajar bagi peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa: tujuan umum dan tujuan khusus.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyeleggaraa kegiatan belajar-
mengajar.
Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun.
Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran.
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Karakteristik Konstruktivisme:
Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang dilihat,
dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah
dimiliki, Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.
prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan
pengetahuan kepada siswa.proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan
sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa,
melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui
prosesnya asimilasi dan akomodas

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak sekali terdapat kekurangan, baik segi tata
nahasa maupun pemberian contoh. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran
serta kritik dari pembaca untuk penyempurnaan dari makalah ini demi kemajuan dunia
pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Wjs.Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesis, (Jakarta: Halai Pustaka, 2006)


Depdiknas, Program Penyelenggaran Program Percepatan Belajar SD, SLTP, SMU (Jakarta :
2001)

Iif Khoiru Ahmadi,M.Pd.dkk. Pembelajaran Akselerasi,(Jakarta:Prestasi Pustaka,2011)

Drs, Hendro Ari Setyono.dkk. Pembelajaran Akselerasi,(Jakarta:Prestasi Pustaka,2011),

https://catatankampus3.blogspot.com/2018/03/Makalah-Pengembangan-Program-Akselerasi-
diMadrasah.html?m=1
https://www.academia.edu/31928187/MAKALAH_KONSTRUKTIVISME
https://www.google.com/amp/s/restudesriyanti.wordpress.com/2017/03/10/konstruktivisme-
dalam-pembelajaran/amp/

Anda mungkin juga menyukai