Anda di halaman 1dari 2

ARCHAEA DAN EUBACTERIA

Logo uinjkt Foto Nama : Annisa Febrianti


NIM/kelas : 11190161000059/4B

Archaea (Archaebacteria) berasal dari bahasa Yunani archaio-, dari kata archaios
yang berarti kuno dan bacteria. Archaebacteria adalah kelompok bakteri yang dinding selnya
tidak mengandung peptidokglikan, namun membrane plasmanya mengandung lipid.
Archaebacteria ini hidup di lingkungan yang ekstrim. Archaebacteria terdiri dari bakteri-
bakteri yang hidup di tempat-tempat kritis atau ekstrim, misalnya bakteri yang hidup di air
panas, bakteri yang hidup di tempat berkadar garam tinggi, dan bakteri yang hidup di tempat
yang panas atau asam, di kawah gunung berapi, dan di lahan gambut. Sedangkan Eubacteria
berasal dari kata Eu- yang berarti sejati atau asli, sehingga Eubacteria berarti bakteri sejati.
Eubacteria adalah organisme bersel tunggal mikroskopis membedakannya dari
Archaeobacteria.
Archaebacteria dan Eubacteria dibedakan berdasarkan perbedaan genetiknya.
Sementara persamaan ciri Archaebacteria dan Eubacteria dalam hal keduanya tidak memiliki
membran inti sel sehingga disebut organime prokariotik. Archaebacteria mempunyai peran
yaitu Enzim archaebacteria dapat ditambahkan ke sabun cuci (deterjen) dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan sabun cuci terhadap suhu dan pH yang tinggi, Dapat digunakan
untuk mengatasi pencemaran tumpahan minyak di laut. Dan Digunakan industri untuk
mengubah amilum menjadi dekstrin. Membran Archaea berbeda dengan membran
bakteripada umumnya karena mengandung ether yang berangkai dengan lipid dan terikat
pada gliserol.
Dieter-gliserol dan tetraeter-digliseriol merupakan tipe lipid utama yang dijumpai
pada membran sel Archaea. Membran Archaea mengandung lipid-lipid non-polar, adapun
dinding selnya tidak mengandung murei. Archaea memiliki kemampuan dalam mengatur
ketebalan membran selnya. Dinding sel Archaea mengandung asam muramat dan D-asam
amino, dan peptidoglikan. Beberapa spesies yang lain mungkin mengandung
pseudopeptidoglikan, polisakarida, glikoprotein atau protein.Metabolisme Archaea bervariasi,
ada yang khemoorganotrof dan adapula yang ototrof . Sedangkan Kelompok bakteri tersebut
mampu membentuk metana melalui reduksi karbondioksida, bersifat anaerobobligat yang
menggunakan elektron dari oksidasi hidrogen atau senyawa organik sederhana seperti asetat
dan metanol. Bakteri metanogenik mampu mengkonversi substrat berupa CO2, senyawa-
senyawa metil, atau asetat menjadi gas metana.
Eubacteria yang selanjutnya disebut bakteridi alam dijumpai dengan tingkat
keragaman yang tinggi baik secara morfologi, ekologi. Dengan sifatnya tersebut beberapa
bakteri dapat berperan dalam daur unsur dan berinteraksi dengan organisme lain, serta
mempunyai peran lain yang sangat penting. Secara umum bakteriberkembang biak dengan
pembelahan transversal atau biner. Beberapa sifat genetis yang relatif sering berubah pada
bakteri, yaitu: bentuk sel, aerobiosis, kemampuan menggunakan berbagai donor dan akseptor
elektron, kemampuan fotosintetis yang didasarkan pada keberadaan khlorofil, motilitas,
kandungan G+C. Adapun beberapa sifat genetis yang dikategorikan jarang berubah, yaitu:
struktur dinding sel, lipid membran, fotosintetis oksigenik, dan metanogenesis.
Philic berasal dari bahasa Yunani “philos” yang berarti “pencinta” atau dalam bahasa
Inggirs diistilahkan dengan “to love”. Contohnya, suatu archaea atau bakteri dapat hidup di
wilayah ekstrem dimana hanya organisme tertentu yang dapat bertahan hidup di wilayah
tersebu dikenal dengan istilah ekstremofil atau ekstremofilik. Arti ekstrremofil atau
ekstremofilik disini adalah organisme tersebut “mencintai” wilayah yang ditempatinya.
Bakteri halofilik merupakan bakteri yang membutuhkan lingkungan beberapa kali
lebih asin daripada air laut. Apabila bakteri halofilik ini tidak berada di lingkungan yang
kadar salinitasnya tidak begitu tinggi, ada saja bakteri yang tidak mampu bertahan hidup.
Contohnya, protein-protein dan dinding sel Halobacterium memiliki ciri-ciri yang tak biasa
yang meningkatkan fungsi dalam lingkungan yang sangat asin, namun apabila organisme ini
ditempatkan di lingkungan yang memiliki kadar salinitas turun di bawah 9%, maka
organisme tersebut tidak akan mampu bertahan hidup.
Kebalikan dari bakteri x-philic, bakteri x-tolerant lebih menunjukkan bahwa suatu
bakteri dapat menoleransi lingkungan hidup yang cukup ekstrem. Tidak seperti bakteri
halofilik yang membutuhkan lingkungan dengan kadar salinitas lebih tinggi, bakteri
halotoleran hanya dapat menoleransi lingkungan dengan salinitas yang tinggi namun tidak
terlalu membutuhkannya untuk bertahan hidup.

Anda mungkin juga menyukai