Anda di halaman 1dari 3

Nama : Chassia Aurellin Ririhena

Nim : 042787343
Upbjj : Batam
Jurusan : Akutansi Keuangan Publik

Hujan asam adalah segala macam hujan dengan ph dibawah 5.6.Hujan secara alami
bersifat asam ph sedikit dibawah 6 karena karbondioksida di udara yang larut dengan air hujan
memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan tersebut sangat bermanfaat karena
membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan. Istilah
hujan asam ini tidak lah tepat yang benar adalah deposisi asam .
Deposisi asam dibagi menjadi dua yaitu deposisi kering dan deposisi basah.
Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam
udara. Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan.

Upaya pengendalian deposisi asam adalah sebagai berikut :

1.Bahan bakar dengan kandungan belerang rendah

Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia
sangat tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi merupakan
sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas
ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-
belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini
haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya
pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran
bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).
2.Mengurangi kandungan belerang sebelum pembakaran

Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu.
Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan
batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit
(belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90%

3.Pengendalian pencemaran selama pembakaran

Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah
dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan
teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan nox 50%.
Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran
diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk
gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox
baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau Ca(OH)2. Gas
buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam alat ini kemudian
disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas
buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O)
membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2
sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem
FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis
karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

4.Pengendalian setelah pembakaran

Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah
banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah
untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut
scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian
dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum
yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia
sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui
proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk
papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah
(ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding
(wall boards).
Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik
wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai
November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik
Tennessee Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.
Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan
yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan
wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih
baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini
memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak
mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

5.Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)

Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu
harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah
yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi
yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan
bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali
berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab
tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di
industri maupun transportasi

Anda mungkin juga menyukai