Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Konsep Persalinan
2. 1.1 Definisi
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah

cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalanlain dengan

bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi

persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan

kelahiran plasenta, (Sulistyawati, 2013).

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.

Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37

minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai sejak uterus berkontraksi dan

menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya

plasenta secara lengkap, (Sondakh, 2015).

2. 1.2 Penyebab

Selama kehamilan, didalam tubuh perempuan terdapat dua hormon yang dominan yaitu

esterogen dan progesteron. Hormon esterogen berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot

rahim serta memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,

prostaglandin, danmekanis. Sedangkan, hormon progesteron berfungsi untuk menurunkan

sensitivitas otot rahim, menghambat rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,

prostaglandin dan mekanis serta menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi (Sulistyawati,

dkk, 2013).

Beberapa teori yang dapat menyebabkan persalinan menurut Rohani (2013) sebagai

berikut :
1) Teori Keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah batas

waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai. Keadaan uterus

terus membesar dan menjadi tegang yang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus.

2) Teori Penurunan Progesteron

Proses penuaan plasenta terjadimulaiumur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi

penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan dan

buntu. Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebihsensitive

terhadap oksitosin. Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat

penurunan progesteron tertentu.

3) Teori Oksitosin Internal

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior. Perubahan keseimbangan

esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim sehingga sering

terjadi kontraksi Braxton Hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya

usia kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan aktifitas sehingga persalinan

dimulai.

4) Teori Prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang

dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan

kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan. Prostaglandin

dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.

2. 1.3 Tanda Persalinan

Menjelang minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uterus karena

kepala bayi sudah masuk ke dalam pintu atas paggul (PAP). Berikut adalah tanda-tanda

dimulainya persalinan menurut Sondakh (2013) :


1) Terjadinya his persalinan. Saat terjadi his ini pinggang terasa sakit dan menjalar ke

depan, sifatnya teratur, interval lebih pedek, dan kekuatan makin besar, serta

semakinberaktivitas (jalan) kekuatan akan makin bertambah.

2) Pengeluaran lendir dengan darah. Terjadinya his persalinan mengakibatkan terjadinya

perubahan pada serviks yang akan menimbulkan pendataran dan pembukaan. Hal

tersebut menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas dan pembuluh

darah pecah sehingga terjadi perdarahan.

3) Pada beberapa kasus persalinan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian besar, keadaan ini

terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban, diharapkan proses

persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.

4) Hasil-hasil yang didapatkan dari pemeriksaan dalam yakni pelunakan serviks, pendataran

seviks, dan pembukaan serviks.

Tabel 2.1 Karakteristik persalinan sesungguhnya dan persalinan semu

Persalinan sesungguhnya Persalinan semu


Serviks menipis dan membuka Tidak ada perubahan pada serviks
Rasa nyeri dan interval teratur Rasa nyeri tidak teratur
Interval antara rasa nyeri yang secara perlahan Tidak ada perubahan interval antara rasa nyeri
semakin pendek yang satu dengan yang lain
Waktu dan kekuatan kontraksi semakin Tidak ada perubahan pada waktu dan kekuatan
bertambah kontraksi
Rasa nyeri terasa dibagian belakang dan Kebanyakan rasa nyeri di bagian depan
menyebar ke depan
Dengan berjalan bertambah intensitas Tidak ada perubahan rasa nyeri dengan
berjalan
Ada hubungan antara tingkat kekuatan Tidak ada hubungan antara tingkat kekuatan
kontraksi dengan intensitas nyeri kontraksi uterus dengan intensitas nyeri
Lendir darah sering tampak Tidak ada lendir darah
Ada penurunan bagian kepala janin Tidak ada kemajuan penurunan bagian
terendah janin
Kepala janin sudah terfiksasi di PAP diantara Kepala belum masuk PAP walau ada kontraksi
kontraksi
Pemberian obat penenang tidak menghentikan Pemberian obat penenang yang efisien
proses persalinansesungguhnya menghentikan rasa nyeri pada persalinan semu
Sumber: Sumarah,2011
2. 1.4 Tahapan Persalinan

Persalinan dibagi menjadi 4 tahap sebagai berikut:

1) Kala I

Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm atau

pembukaan lengkap. Proses ini terjadi dua fase yakni fase laten selama 8 jam dimana

serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif selama 7 jam dimana serviks membuka

dari 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering terjadi salama fase aktif. Pada permulaan

his kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturientatau ibu yang

sedang bersalin masih dapat berjalam-jalan (Sulistyawati, 2013 ).

2) Kala II

Kala II merupakan kala pengeluaran bayi dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi

lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran akan mendorong

bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam

pada multigravida. Diagnosis persalinan ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di

vulva dengan diameter 5-6 cm (Sulistyawati, 2013 ). Gejala utama kala II menurut

Sondakh (2013) yakni :

a. His semakian kuat dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50 sampai 100

detik.

b. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yangditandai dengan pengeluaran cairan

secara mendadak.

c. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan untuk

mengejan akibat tertekannya pleksus frankenhauser.

d. Kedua kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala

membuka pintu, subocciput bertindak sebagai hipoglobin kemudian secara


berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, serta kepala

seluruhnya.

e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian kepala

pada punggung.

f. Setelah putar paksi luar berlangsung maka persalinan bayi ditolong dengan dengan

cara memegang kepala pada os occiput dan di bawah dagu, kemudian ditarik

dengan mengunakan cunam ke bawah untuk melahirkan bahu depan dan ke atas

untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak dikait untuk

melahirkan sisa badan bayi, kemudian bayilahir diikuti oleh sisa air ketuban.

3) Kala III

Kala III adalah waktu untuk pelepasan plasenta dan pengeluaran plasenta. Setelah kala

II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit, kontraksi uterus berhenti sekitar 5

sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi dan proses retraksi uterus, maka plasenta lepas

dari lapisan nitabusch. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan

memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut :

a. Uterus menjadi berbentuk bundar

b. Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim

c. Tali pusat bertambah panjang

d. Terjadi perdarahan : Plasenta dan selaput ketuban harus diperiksa secara teliti

setelah dilahirkan, bagian plasenta lengkap atau tidak. Bagian permukaan maternal

yang normal memiliki 6 sampai 20 kotiledon. Jika plasenta tidak lengkap maka

disebut ada sisa plasenta serta dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak dan

infeksi (Sondakh, 2013).


4) Kala IV

Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta selama 1 sampai 2 jam. Pada kala IV dilakukan

observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, palingsering terjadi pada 2jam pertama.

Observasi yang dilakukan menurut Sulistyawati (2013) adalah sebagai berikut :

a. Tingkat kesadaranpasien.

b. Pemeriksaan tanda-tanda vital yakni tekanan darah, nadi, dan pernafasan.

c. Kontraksi uterus.

d. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak

melebihi 400 sampai 500 cc.

2. 1.5 Faktor yang mempengaruhi Persalinan

Menurut Sulistyawati (2013) faktor yang mempengaruhi persalinan adalah sebagai

berikut:

a. Power (Kekuatan Ibu)

Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-otot perut,

kontraksi diafragma, dan aksidari ligamen. Kekuatan primer yang diperlukan dalam

persalinan adalah his, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga meneran

ibu.His atau kontraksi uterus adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan.His

dibedakan menjadi dua yakni his pendahuluan dan his persalinan. His pendahuluan

atau his palsu (false labor pains), yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari

kontraksi braxton hicks.His ini bersifat tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut

bagian bawah dan lipat paha, tidak menyebabkan nyeri yang memancar daripinggang

ke perut bagian bawah. His pendahuluan tidak mempunyai pengaruh terhadap serviks.

His persalinanmerupakan suatukontraksi dari otot-otot rahim yang fisiologis, akan

tetapi bertentangan dengan kontraksi fisiologis lainnya danbersifat nyeri.Kontraksi

rahim bersifat otonom yang artinya tidak dipengaruhi oleh kemauan,namun dapat

dipengarui dari luar misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan (Rohani, 2013).
Tenaga meneran ini serupa dengan tenaga meneran saat buang air besar, tetapi jauh

lebih kuat lagi. Ketika kepala sampai pada dasar panggul, timbul suatu reflek yang

mengakibatkan pasien menekan diafragmanya kebawah. Tenaga meneran pasien akan

menambah kekuatan kontraksi uterus. Pada saat pasien meneran, diafragma dan otot-

otot dinding abdomen akan berkontraksi. Kombinasi antara his dan tenaga meneran

pasien akan meningkatkan tekanan intrauterus sehingga janinakan semakin terdorong

keluar.

b. Passage(Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,

vagina, dan introitus (lubang vagina). Janin harus berhasil menyesuikan dirinya dengan

jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus

ditentukan sebelum persalinan dimulai. Tulang panggul dibentuk oleh gabungan tulang

ilium, tulang iskium, tulang pubis, dan tulang-tulang sakrum. Bidang hodge berfungsi

untuk menentukan sampai dimana bagian terendah janin turun ke panggul pada proses

persalinan.Bidang hodge tersebut antara lain:

1) Hodge I merupakan bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas

simfisis dan promontorium

2) Hodge II yakni bidang yang sejajar Hodge I setinggi bagian bawah simfisis

3) Hodge III yakni bidang yang sejajar Hodge I setinggi spina ischiadika

4) Hodge IV merupakan bidang yang sejajar Hodge I setinggi tulang koksigis

(Sulistyawati, 2013).

c. Passanger (Janin dan Plasenta)

Perubahan mengenai janin sebagai passenger sebagian besar dalah mengenai ukuran

kepala janin, karena kepala merupakan bagian terbesar dari janin dan paling sulit untuk

dilahirkan. Adanya celah antara bagian-bagian tulang kepala janin memungkinkan


adanya penyisipan antara bagian tulang sehingga kepala janin dapat mengalami

perubahan bentuk dan ukuran, proses ini disebut molase (Sulistyawati, 2013).

Tabel 2.2 Ukuran diameter penting kepala janin dan presentasi

Diameter Panjang (cm) Presentase


Suboksipito bregmatika 10 Suboksiput (fleksi maksimal)
Suboksipito frontalis 11 Oksiput (fleksi tak maksimal)
Oksipito frontalis 12 Puncak dahi
Mento vertikalis 13 Dahi
Submento bregmatika 10 Muka (defleksi maksimal)
Sumber : Sulistyawati, 2013

Menurut Sulistyawati (2013), Plasenta dan tali pusat memiliki struktur berbentuk bundar

atau hampir bundar dengan diameter 15 cm sampai 20 cm dan tebal 2 cm sampai 2 sampai 2,5

cm, berat rata-rata 500 gram, terletak di depan atau di belakang dinding uterus ke atas arah

fundus. isebut pers maternal, dan dibagian ini tempat terjadinya pertukaran darah ibu dan janin.

Tali pusat merupakan bagian yang sangat penting untuk kelangsungan hidup janin meskipun

tidak menutup kemungkinan bahwa tali pusatjuga menyebabkan penyulit persalinan misalnya

pada kasus lilitan tali pusat (Sulistyawati, 2013).

d. Psikologis

Faktor psikologis menurut Rohani (2013) yakni :

1) Melibatan psikologis ibu, emosi, dan persiapan intelektual

2) Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya

3) Kebiasaan adat

4) Dukungan orang terdekat pada kehidupan ibu

e. Penolong

Peran dari penolong peralinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang

mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam hal ini tergantungdari kemampuan dan

kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan (Rohani, 2013).

2. 2 Konsep Sectio Caesarea


2. 2.1 Definisi

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding

uterus melalui dinding depan perut, (Sofian,2012). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan

janin dengan membuat sayatann pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina

(Mochtar, 1998 dalam Siti, dkk 2013).

2. 2.2 Penyebab

a. Penyebab yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak

ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan

persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada

primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yang disertai

penyakit (jantung, DM). Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri,

dan sebagainya).

b. Penyebab yang berasal dari janin

Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus

tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forceps

ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).

2. 2.3 Klasifikasi Sectio Caesarea

Klasifikasi Sectio Caesareamenurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2010).

1. Segmen bawah : Insisi melintang

Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun

dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada

saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang

segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.

2. Segmen bawah : Insisi membujur


Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang,

insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk

menghindari cedera pada bayi.

3. Sectio Caesarea klasik

Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior

uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul.

Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong

dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis.

Pada masa modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan

Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah

kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmen bawah.

4. Sectio Caesarea Extraperitoneal

Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya histerektomi

pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh peritonitis

generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea

Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada prosedur

ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan

isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap

disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.

5. Histerektomi Caesarea

Pembedahan ini merupakan Sectio Caesareayang dilanjutkan denngan pengeluaran

uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi total).

Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih

cepat, maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan

hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-
sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan adalah

menyelesaikannya secepat mungkin.

2. 2.4 Patofisiologi

Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal tidak

memungkinkan dan akhirnya harus diilakukan tindakan Sectiocaesarea, bahkan sekarang

Sectiocaesareamenjadi salah satu pilihan persalinan (Sugeng, 2010).

Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yyang menyebabkan bayi tidak dapat

dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis, panggul

sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksia service dan mall presentasi

janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu

Sectiocaesarea(SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan menyebabkan

pasien mengalami mobilisasii sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya

kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan

aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi

akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan

dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan,

pembuluh darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin

dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses pembedahan

berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasii, yang bila tidak dirawat

dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.

2. 2.5 Resiko kelahiran Sectio Caesarea

Melahirkan dengan cara Sectio caesarea sudah populer. Namun demikian, demikian,

secara obyektif kita perlu menimbang untung dan ruginya adapun resiko Sectio caesarea adalah :

1) Resiko jangka pendek

a. Terjadi infeksi
Infeksi luka akibat persalinan Sectiocaesareabeda dengan luka persalinan normal .

luka persalinan normal sedikit dan mudah terlihat, sedangkan luka Cesar lebih besar

dan berlapis-lapis. Ada sekitar 7 lapisan mulai dari kulit perut sampai dinding Rahim,

yang setelah operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri. Jadi bisa ada 3

sampai 5 lapis jahitan. Apabila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih

mudah menginfeksi sehingga luka menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin

dilakukan penjahitan ulang.

Kesterilan yang tidak terjaga akan mengundang bakteri penyebab infeksi. Apabila

infeksi ini tak tertangani, besar kemungkinan akan menjalar ke organ tubuh lain,

bahkan organ-organ penting seperti otak, hati dan sebagainya bisa terkena nfeksi

yang berakibat kematian. Disamping itu infeksi juga dapat terjadi pada Rahim.

Infeksi Rahim terjadijika ibu sudah kena infeksi sebelumnya, misalnya mengalami

pecah ketuban. Ketika dilakukan operasi, Rahim pun terinfeksi. Apa lagi juka

antibiotiik yang digunakan dalam operasi tidak cukup kuat.

b. Kemungkinan terjadi keloid

Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu karena pertumbuhan

berlebihan. Sel-sel pembentuk organ tersebut. Ukuran sel meningkat dan terjadilah

tonjolan jaringan parut. Perempuan yang punya kecenderungan keloid tiap

mengalami luka niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya. Keloid

hanya terjadi pada wanita yang memiliki jenis penyakit tertentu.Cara mengatasinya

adalah dengan memberikan informasi tentang segala penyakit yang iibu derita

sebelum kepastian tindakan Sectio caesarea dilakukan. Jika memang harus menjalani

Sectio caesarea padahal ibu punya potensi penyakit demikian tentu dokter akan

memiliki jalan keluar, misalnya diberikan obat-obatan tertentu melalui infus atau

langsung diminum sebelum atau sesudah Sectio caesarea.

c. Perdarahan berlebihan
Resiko lainnya adalah perdarahan. Memang perdarahan tak bisa dihindari dalam

proses persalinan. Misalnya plasenta lengket tak mau lepas. Bukan tak mungkin

setelah plasenta terlepas akan menyebabkan perdarahan. Darah yang hilang lewat

Sectio caesarea lebih sedikit dibandingkan lewat persalinan normal. Namun dengan

tekhnik pembedahan dewasa ini perdarahan bisa ditekan sedemikian rupa sehingga

sangat minim sekali. Darah yang keluar saat Sectiocaesareaadalah darah yang

memang semestinya keluar dalam persalinan normal. Keracunan darah pada Sectio

caesareadapat terjadi karena sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi.

2) Resiko jangka panjang

Resiko jangka panjang dari Sectio caesarea adalah pembatasan kehamilan. Dulu,

perempuan yang pernah menjalani Setiocaesareahanya boleh melahirkan 3 kali. Kini,

dengan tekhnik operasi yang lebih baik, ibu memang boleh melahirkan lebih dari itu,

bahkan smapai 4 kali. Akan tetapi tentu bagi keluarga zaman sekarang pembatasan itu

tidak terlalu bermasalah karena setiap keluarga memang dituntut membatasi jumlah

kelahiran sesuai progam KB nasional. (Indiarti dan Wahyudi, 2014).

2. 2.6 Jenis Operasi Sectio Caesarea

1) Jenis operasi Setio caesarea :

a. Setio caesarea abdomen

b. Setio caesareatransperitonealis

2) Setio caesarea vaginalis

Menurut arah sayatan pada Rahim,Setiocaesareadapat dilakukan sebagai berikut:

a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kronig

b. Sayatan melintanng (transversal) menurut kerrc.

c. Sayatan huruf T (T-Incision)

3) Sectio caesarea klasik (Corporal)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah Rahim (low

cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm tetapi saat ini tekhnik ini jarang

dilakukan karena memiliki bannyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi

berullang yang memiliki banyak perlenketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.

4) Setiocaesarea ismika (profunda )

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah Rahim (low

servical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.

2. 2.7 Indikasi Sectio Caesarea


1. Indikasi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, pramiparatua disertai ada kelainan letak,

disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul), sejarah kehamilan dan persalinan

yang buruk, terdapat kesempitan pannggul, plasenta previa terutama pada primigravida,

solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklamsia, atas

permintaan, kehhamilan yang disertai penyakit (jantung-DM), gangguan perjalanan

persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).

2. Indikasi yang berasal dari janinFetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi

kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan

vakum atau forceps ekstraksi (Jitowiyono, 2010)

2.2.8 Kontraindikasi Sectio Caesarea

Sectio sesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini :

1. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup

kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alas an untuk melakukan operasi berbahaya yang

tidakdiperlukan.

2. Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea

extraperitoneal tidak tersedia.

3. Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman. Kalau keadaannya tidak menguntungkan

bagi pembedahan, atau kalau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai
2.2.9 Resiko Bedah Sectio Caesarea

Resiko atau efek samping melahirkan Sectio Caesarea mencangkup :

1. Masalah yang muncul akibat bius yang digunakan dalam pembedahan dan obat-obatan

penghilang nyeri sesudah bedah Setiocaesarea.

2. Peningkatan insidensi infeksi dan kebutuhan akan antibiotic.

3. Perdarahan yang lebih berat dan peningkatan resiko perdarahan yang dapat menimbulkan

anemia atau mmemerlukan tranfusi darah.

4. Rawat inap yang lebih lama, yang meningkatkan biaya persalinan.

5. Nyeri pascabedah yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan

membuat sulit merawat diri sendiri, merawat bayi, ataupun kakak-kakaknya.

6. Resiko timbulnya masalah dari jaringan parut atau perlekatan diidalam perut.

7. Kemungkinan cederanya organ-organ lain (usus besar atau kandung kemih) dan resiko

pembentukan bekuan darah dikaki dan daerah panggul.

8. Peningkatan resiko masalah pernapasan dan temperatur untuk bayi baru lahir.

9. Tingkat kemandulan yang lebih tinggi disbanding pada wanita dengan melahirkan lewat

vagina.10.Peningkatan resiko plasenta previa atau plasenta yang tertahan pada kehamilan

berikutnya.11.Peningkatan kemungkinan harus dilakukannya bedahh Caesar pada

kehamilan berikut. (Penny, dkk 2008).

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesareaadalah komplikasi

pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus,

gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih,

pembuluh darah. Pada Sectio Caesareajuga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus

dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasi (Anggi,

2011).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca

Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri, adanya

penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis

akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised

misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang,

gisi buruk, termasuk anemia berat,sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi pada

materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap antibiotic. Akibat infeksi ini luka

bekas Sectio Caesareaakan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa

hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen.

Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman

tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi ituharus dirawat,

dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran luka tersebut. (Valleria, 2012).

2.2.11 Perawatan Post Operasi Sectio Caesarea

Ibu yang mengalami komplikasi obstetric atau medis memerlukan observasi ketat setelah

resiko Setiocaesarea. Bangsal persalinan adalah tempat untuk memulihkan dan perawatan.

Fasilitas perawatan intensif atau ketergantungan tinggi harus siap tersedia dirumah sakit yang

sama. Perawatan umum untuk semua ibu meliputi :

1. Kaji tanda-tanda vital dengan interval diats (15 menit). Pastikan kondisinya stabil.

2. Lihat tinggi fundus uteri (TFU), adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokea.

3. Pertahankan keseimbangan cairan.

4. Pastikan analgesa yang adekuat.

5. Penggunaan analgesa epidural secara kontinu sangat berguna

6. Tangani kebutuhan khusus dengan indikasi langsung untuk Sectio Caesarea, misalnya

kondisi medis deperti diabetes.

7. Anjurkan fisioterapi dada dan ambulasi dini jika tidak ada koontraindikasi.
8. Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan yang sesuai dengan keadaan dan

jawab pertanyaan-pertanyaan pasien.

9. Jadwalkan kesempatan untuk melakukan pengkajian ulang pasca melahirkan guna

memastikan penyembuhan total, mendiskusikan kehamilan berikutnya dan

memastikan tindak lanjut perawatan untuk kondisi medisnya. (Fraser, 2012)


BAB III

KERANGKA KONSEP

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Predisposisi

 Umur Ibu

 Paritas Ibu

Sectio Caesarae

Faktor Indikasi Medis

 Riwayat SC sebelumnya

 Partus Lama

 Pre-eklampsia/ eklampsia

 Post Date

 KDP

 Gawat Janin

Anda mungkin juga menyukai