Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ISOLASI SOSIAL

Dosen Pembimbing:Ns.Jek Amidos Pardede,M.Kep,Sp.Kep.J


Mata Kuliah: Keperawatan Jiwa

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:
MONIKA GINTING
180207005

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIAMEDAN
2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karuniaNyalah sehingga penulisan makalah ini yang berjudul “Makalah Tentang Isolasi
Sosial”dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaannya.Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Medan, November 2020

Monika Ginting
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gagasan


interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku
maladaptive da mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagai rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara
spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian,
dan tidak sanggup berbagai pengalaman.

Isolasi sosial adalah salah satu gangguan jiwa yang banyak terjadi di masyarakat yang
disebabkan oleh beberapa faktor. Maka dari itu perlu kita ketahui lebih dalam tentang apa itu
gangguan jiwa pada isolasi sosial, dan bagaimana penanganannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Definisi isolasi sosial

2. Apa etiologi isolasi sosial

3. Apa itu faktor predisposisi isolasi sosial

4. Apa itu faktor presipitasi

5. Apa itu tanda dan gejala isolasi sosial

6. Bagaimana rentang respon isolasi sosial


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gagasan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptive
da mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagai rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara
spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian,
dan tidak sanggup berbagai pengalaman.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian
yang tidak fleksibel, tingkat maladaptive, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan
sosialnya.

Menurut Townsend (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien
yang mengalamai kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan
orang lain salah satunya mengarah pada menarik diri.

Menurut Rawlins, 1993 dikutip Keliat (2001), menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.

2.2 Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh factor presdiposisi diantaranya perkembangan dan
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar diri dari orang lain,
dan kegiatan sehari-hari terabaikan.

2.3 Proses Terjadinya Isolasi Sosial


terjadinya Isolasi sosial pada pasienakan dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi
Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.

a. Faktor predisposisi

Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:

1) Faktor Biologis

Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter dimana ada riwayata
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit
atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi
patologis otak, yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan
CT Scan dan hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak (Thomb,
2000).

2) Faktor Psikologis

Pasiendengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang berulang dalam
mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada
akhirnya akan berdampak dalam membina hubungan dengan orang lain.Koping individual yang
digunakan pada pasiendengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya maladaptif.
Koping yang biasa digunakan meliputi: represi, supresi, sublimasi dan proyeksi. Perilaku isolasi
sosial timbul akibat adanya perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan, sehingga
pasienmerasa tidak pantas berada diantara orang lain dilingkungannya. Kurangnya kemampuan
komunikasi, merupakan data pengkajian keterampilan verbal pada pasien dengan masalah solasi
sosial, hal ini disebabkan karena pola asuh yang keluarga yang kurang memberikan kesempatan
pada pasien untuk menyampaikan perasaan maupun pendapatnya.Kepribadian
introvertmerupakan tipe kepribadian yang sering dimiliki pasien dengan masalah isolasi sosial.
Ciri-ciri pasiendengan kepribadian ini adalah menutup diri dari orang sekitarnya. Selain itu
pembelajaran moral yang tidak adekuat dari keluarga merupakan faktor lain yang dapat
menyebabkan pasien tidak mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibatnya
pasienmerasa tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya. Faktor psikologis lain yang dapat
menyebabkan isolasi sosial adalah kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan.
Kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan akan mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan,
dan merasa tertekan. Kondisi diatas, dapat menyebabkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan
sehari-hari terabaikan (Stuart & Laraia, 2005).
3) Faktor Sosial Budaya

Faktor predisposisi sosial budaya pada pasiendengan isolasi sosial, sesringkali diakibatkan
karena pasienberasal dari golongan sosial ekonomi rendah hal ini mengakibatkan
ketidakmampuan pasiendalam memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres
yang terus menerus, sehingga fokus pasienhanya pada pemenuhan kebutuhannya dan
mengabaikan hubungan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Stuart & Laraia (2005) dan
Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor usia merupakan salah satu penyebab isolasi sosial
hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan pasiendalam memecahkan masalah dan kurangnya
kematangan pola berfikir. Pasiendengan masalah isolasi sosial umumnya memiliki riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, sehingga tidak mampu menyelesaikan
masalah tugas perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain. Pengalaman tersebut
menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam memulai hubungan, akibat rasa takut terhadap
penolakan dari lingkungan. Lebih lanjut Stuart & Laraia (2005) mengatakan bahwa, tingkat
pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemampuan pasien berinteraksi secara efektif.
Karena faktor pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Pasiendengan masalah isolasi sosial biasanya memiliki riwayat kurang mampu
melakukan interaksi dan menyelesaikan masalah, hal ini dikarenakan rendahnya tingkat
pendidikan pasien.

b. Faktor Presipitasi

Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak.Faktor
lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan atau tuntutan dikeluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien dan konflik antar masyarakat.Selain itu Pada
pasienyang mengalami isolasi sosial, dapat ditemukan adanya pengalaman negatif pasienyang
tidak menyenangkan terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang
dimiliki serta mengalami krisis identitas.Pengalaman kegagalan yang berulang dalam mencapai
harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan.
Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, yang
pada akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.

Faktor Presipitasi

Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat di timbulkan oleh faktor internal dan eksternal
seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat di kelompokan sebagai berikut:

1. Faktor Eksternal

Contohnya adalah stressor soaial budaya, yaitu stree yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya
seperti keluarga.
2. Faktor Internal

Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu sress terjadi akibat anxietas atau kecemasan yang
berkepanjangan dan terjadinya bersama dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Anxietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

2.4 Tanda dan gejala

a. Menyendiri dalam ruangan

b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata

c. Sedih, afek datar

d. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna

e. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya

f. Mengekpresikan penolakan atau kesepian terhadap orang lain

g. Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan lainnya

h. Menggunakan kata-kata simbolik

i. Menggunakan kata yang tidak berarti

j. Kontak mata kurang

k. Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun dan berdiam diri

2.5 Rentang respon

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas
normal ketika menyelesaikan masalah. Sikap yang termasuk dalam respon adaptif antara lain :
menyendiri/respon dalam merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya,
otonomi/kemampuan dalam menentukan dan menyampaikan ide dan pikiran serta perasaan,
bekerja sama/kemampuan saling membutuhkan, dan interdependen/saling ketergantungan dalam
hubungan interpersonal.

b. Respon maladaptif

Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di
suatu tempat. Yang termasuk perilaku respon maladaptif antara lain : Menarik diri (mengalami
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain), ketergantungan (gagal
mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain), manipulasi

(mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam), dan curiga (gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak,
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain.

3.2 Saran

Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal adalah :

Diharapkan pada keluarga klien agar dapat membantu proses penyembuhan Klien .
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A .2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha medika : Yogyakarta

Kusumawati, farida, 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta

Yosep, iyus. 2009. Keperawatan jiwa , Refrika Aditama : Bandung

Dalami,Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cv.Trans info
Media: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai