Disusun Oleh :
ANIES PUSPITANINGRUM
P1337420920059
0
ABSTRAK
1
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Akademik
Tutik Setyowati, S.Kep, Ners, M.Kes
NIP. 197012131998032001
BAB I
2
PENDAHULUAN
3
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu pada negara-negara berkembang. Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan
data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik
di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan
pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan.
Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik
meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama
periode 1970-1974 sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000
kehamilan.1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di anatara senter pelayanan
kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan. 3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14
pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41
kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498
kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode 1999-2006 terdapat 103 kasus
kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth Medan. Sekurangnya 95 %
implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling
sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika,
infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi
yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik menuntut
para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang mutakhir.
Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan
pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-
obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup aman
sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan ektopik.
4
Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat terapi
medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus memperhatikan
dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari terapi medisinalis.
1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebh lanjut mengenai kehamilan
ektopik terkait alur diagnosis hingga penatalaksanannya
5
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga
meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi
6
di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. Kehamilan ektopik
banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang
rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada
masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di Negara maju dan
pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari
241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.
7
Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah
mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk
terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik
menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai
konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan
mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa.
Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat
penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan
ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan
gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat
fisiologis.
Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik.
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio
kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian
kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik
per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang
tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi
akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa.
Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan
tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.
8
Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal
maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor
resiko terjadinya kehamilan ektopik.
Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba.
9
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
2.4 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
10
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.
11
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus
dapat terjadi kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh
janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi
tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada
tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih
kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila besar dapat diubah menjadi
litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder.
12
Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba
13
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan
dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik
ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara
15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh
14
karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.3
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.
15
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda
yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian
janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya
sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5
sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.
16
2.7 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang
Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus
dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.
Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.
17
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.
Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik.
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
18
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
2.7 Penalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
19
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua
kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier,
atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian
diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen
dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada
sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-
hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah
yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran
produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan
menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan
bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen
dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
20
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang
diikuti dengan terjadinya perlengketan.
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba
yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe
magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan
harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari
terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler
dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable
6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan.
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum.
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
21
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi
B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi
kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi
trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung
dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis
hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi
hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada
dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar,
supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat
yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan
mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut.
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal
22
mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada
tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan
dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau
kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
• Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan
risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
• Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
•Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
• hemodinamik stabil
• Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
• Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
•Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
• Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
• + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL
BAB III
23
LAPORAN KASUS
3.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny.M
No Register : 00537221
Usia : 43 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sambong RT 05/ RW 01 Kec. Cepu
MRS : Selasa, 27 April 2021 pukul 12.00 WIB
Identitas Suami
Nama : Tn.A
Usia : 47 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sambong RT 05/ RW 01 Kec. Cepu
24
Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah
Riwayat menstruasi
menarche usia 12 tahun
lama haid 7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
HPHT : 14 - 1 - 2021
TP : 21 – 10 - 2021
Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 27 tahun, dan lama menikah 16 tahun
Riwayat obstetrik
1. 2000. Aterm. Spontan. Bidan. perempuan. BB 2900 gr. Hidup
25
2. 2005. Aterm. Spontan. Bidan . Laki-laki. BB 3100 gr. Hidup
3. 2009. Aterm. Spontan. Bidan. Perempuan. BB 3000 gr. Hidup
4. Hamil ini
Kontrasepsi
Suami pasien menggunakan kondom.
Status Generalis
Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (+/+), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor
(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
26
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris.
Perkusi :
D S
Sonor Sonor
Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
Sonor Sonor (-/-), Suara Nafas (+)
Jantung Sonor Sonor
Status obstetri
Inspeksi : datar
Palpasi : tinggi fundus uteri (TFU) sulit dievaluasi
Leopold I : tidak teraba
Leopold II: tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba
27
DJJ :-
Status Ginekologi
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement
Palpasi : fundus uteri sulit dievaluasi, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri
goyang portio (+), forniks posterior agak menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+) berwarna merah kehitaman.
Inspekulo : tidak dilakukan
28
Creatinin 1,0
HbsAg Negatif
112 Non reaktif
URIN LENGKAP
Tanggal 26-04-2021
Berat Jenis 1,010
Hemoglobin/ darah +4
Leukosit 4-6
Eritrosit 10-15
Warna Kuning
Kejernihan agak keruh
pH 6
Protein -
Test kehamilan +
WAKTU OBSERVASI
Tanda vital :
TD : 120/70 mmhg, N: 78x/menit, RR : 26x/menit, T:
36,5oC
Anemis (+/+)
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : perut distensi
Palpasi :
fundus uteri & ballottement sulit dievaluasi, nyeri tekan +
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada
pembukaan, nyeri goyang portio (+), forniks posterior agak
menonjol, nyeri tekan forniks posterior (+), pengeluaran
darah (+) berwarna merah kehitaman.
29
13.00 WIB Lapor dr. Sp. OG, advis :
- Cek Hb, jika < 8, laparotomi cito
- Profenid supp II per rectal
- Kalnex inj. 3 x 500 mg
Hasil lab DL
Hb : 6,0 HCT : 30,2% , leukosit : 9.400, Trombo : 315.000
HBSAg : (-), 112 : Non Reaktif, BT: 6’, CT: 3’
14.00 WIB Lapor dr. Sp.OG: laparotomi cito
Saipkan darah PRC 3 kolf
16.00 WIB Dilakukan laparotomi cito
Laporan Operasi
Laporan operasi
Asepsis dan antisepsis lapangan operasi
30
Incisi mediana, tampak darah dan bekuan darah sekitar 1000 cc
Tampak massa konsepsi yang terbungkus dalam omentum dari fimbriae
saluran tuba uterine dextra dan sebagian kecil melekat pada colon
Diputuskan untuk mengeluarkan massa konsepsi dengan melakukan
jahitan hemostasis pada omentum yang menyelubunginya.
Dilakukan salpingooforektomi dekstra
Dilakukan ligasi tuba sinistra cara Pomeroy
Setelah diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan
NaCl 750 cc
Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
Perdarahan selama operasi 200 cc
Terapi post-Operasi
Injeksi Cefotaxim 3x1 gram iv
Injeksi Remopain 3x 1 ampul iv
Drip Tramadol 1 ampul dalam RL/8jam
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv
Infus RL:D5 1:1 28 tpm.
Mobilisasi bertahap
Cek Hb post op
FOLLOW UP RUANGAN
31
BAB : (-)
Keluhan: nyeri luka operasi
Hasil lab : Hb: 5,4 gr/dl
32
Tanda-tanda vital:
TD = 120/70 mmHG RR : 20 x/mnt
N = 82 x/mnt T : 36,7 oC
Conjunctiva tidak tampak pucat
Luka kering
BAK : per kateter 2000 cc / 24 jam
BAB : (-)
Keluhan: nyeri luka operasi berkurang
Hasil lab : Hb: 9,4 gr/dl
33
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Teori Kasus
34
Definisi Terjadi implantasi pada omentum yang
Kehamilan ektopik terganggu : berasal dari fimbriae tuba uterina
Suatu keadaan dimana implantasi hasil dekstra
konsepsi terjadi diluar cavum
endometrium Faktor resiko :
Trisemester pertama - Usia 43 tahun
Faktor Resiko :
- kerusakan dan disfungsi tuba,
riwayat operasi, riwayat
sterilisasi, riwayat infeksi,
riwayat penggunaan hormon
progesterone dan AKDR.
- Riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya
- Umur tua
- perokok
Dari anamnesa, faktor resiko pada kasus ini kurang begitu jelas. Hanya
ditemukan faktor resiko berupa usia pasien pada saat hamil merupakan usia tua
yaitu 43 tahun.
Teori Kasus
Keluhan : Keluhan :
Amenorea Amenorea
Nyeri perut bawah bersifat tajam, Perdarahan pervaginam 2 minggu
hampir diseluruh regio. Nyeri perut bawah kanan, menjalar
Perdarahan pervaginam ke pinggang dan paha
35
Darah berwarna coklat/kehitaman Darah berwarna kehitaman
Keluhan gastrointestinal Mual-muntah
Nyeri saat menarik nafas dan sesak
Pusing
Teori Kasus
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik :
Anemis Anemis (+), Hb : 6,0
Nyeri tekan abdomen Nyeri tekan abdomen sebelah kanan
Uterus membesar Tinggi fundus sulit dievaluasi
VT : nyeri goyang porsio (+), VT : vulvovagina normal, tidak ada
forniks posterior menonjol dan pembukaan, nyeri goyang portio
nyeri pada penekanan. (+), forniks posterior agak
menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+)
berwarna merah kehitaman.
Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik
yang dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya kehamilan ektopik
terganggu.
36
HCG- 315.000
USG Test kehamilan : (+)
Dilatasi /kerokan
Kuldosintesis
Laparoskopi
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan
Laparotomi Dilakukan pembedahan yaitu
2) Medikamentosa laparotomi dengan pengeluaran massa
Methotrexate konsepsi pada omentum dan
membiarkan massa konsepsi pada colon
serta salpingooforektomi dekstra dan
tubektomi sinistra
37
BAB V
KESIMPULAN
38
tegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu, diputuskan untuk dilakukan
Laparotomi, dan ditemukan kehamilan abdominal. Massa konsepsi terselubung
dalam omentum dan sebagian pada colon. Diputuskan untuk membuang massa
kehamilan pada omentum dan membiarkan sisa konsepsi pada colon dan
dilakukan salpingooforektomi dekstra serta tubektomi sinistra. Pasien dipulangkan
dengan kondisi baik dan disarankan kontrol ke poliklinik kandungan. Secara
umum, alur penegakkan diagnosis dan penatalaksaan sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA
39
4. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 21
April 2013.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American
College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005
40