Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M KEHAMILAN EKTOPIK


TERGANGGU ( KET ) DI RUANG ASTER RSUD DR R SOEPRAPTO
CEPU

Disusun Oleh :
ANIES PUSPITANINGRUM
P1337420920059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021

0
ABSTRAK

Kehamilan ektopik adalah masalah kesehatan mayor pada


wanita usia reproduktif, dimana hasil konsepsi berimplantasi di luar
endometrium.
Diagnosis kehamilan abdominal bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan
ketelitian yang tinggi. Riwayat klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
tidak menunjukkan gejala yang khas. Pemeriksaan penunjang yang
menjadi pilihan adalah ultrasonography (USG) dan pemeriksaan Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) urin maupun serum. Saat ini terdapat
transvaginal ultrasonography yang lebih tinggi resolusinya dibanding
abdominal ultrasonography. Pemeriksaan histopatologi ditujukan untuk
memastikan diagnosis kehamilan abdominal. Begitu diagnosis kehamilan
abdominal ditegakkan, dianjurkan untuk segera dilakukan operasi,
mengingat tingginya risiko yang dapat dialami penderita dan kecilnya
kemungkinan janin dapat bertahan hidup secara normal. Penanganan
terhadap plasenta masih menjadi perdebatan, apakah plasenta
ditinggalkan secara utuh, dikeluarkan sebagian atau dikeluarkan secara
utuh. Kewaspadaan terhadap kehamilan abdomen sangatlah penting,
mengingat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada perempuan
yang mengalami hal tersebut.

Kata kunci: kehamilan ektopik, kehamilan abdominal, transvaginal


ultrasonography, abdominal ultrasonography.

1
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Anak dengan Judul : Asuhan Keperawatan Post Op dengan


Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET ) di Ruang Aster RSUD Dr. R. Soeprapto
Cepu, karya :
Nama : Anies Puspitaningrum
NIM : P1337420920059
Program Studi : Profesi Ners
Telah disetujui tanggal 27 April 2021 oleh pembimbing :

Pembimbing Akademik
Tutik Setyowati, S.Kep, Ners, M.Kes
NIP. 197012131998032001

Pembimbing Klinik Ririn Arisatiti, Amd, Keb


NIP.196904251991032005

BAB I

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran
hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini
berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari
negara berkembang.1
Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat
AKI sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000
kelahiran hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand,
380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di
Indonesia.1
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada
tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas
lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus
dengan proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang
berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah.
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.

3
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu pada negara-negara berkembang. Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan
data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik
di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan
pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan.
Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik
meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama
periode 1970-1974 sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000
kehamilan.1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di anatara senter pelayanan
kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan. 3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14
pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41
kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498
kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode 1999-2006 terdapat 103 kasus
kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth Medan. Sekurangnya 95 %
implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling
sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika,
infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi
yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik menuntut
para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang mutakhir.
Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan
pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-
obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup aman
sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan ektopik.

4
Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat terapi
medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus memperhatikan
dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari terapi medisinalis.

1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebh lanjut mengenai kehamilan
ektopik terkait alur diagnosis hingga penatalaksanannya

5
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi
penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin
pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu,
maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

2.2 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu.12 Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga
meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi

6
di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. Kehamilan ektopik
banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang
rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada
masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di Negara maju dan
pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari
241 kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada
golongan pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan
berobat kurang.

2.3 Faktor resiko


Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang
kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah terhadap peningkatan risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas
kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi
oral, keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.

Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:

7
 Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah
kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah
mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk
terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik
menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai
konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan
mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa.
 Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat
penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan
ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan
gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat
fisiologis.
 Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik.
Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio
kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian
kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik
per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang
tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi
akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa.
Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan
tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.

8
 Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal
maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor
resiko terjadinya kehamilan ektopik.
 Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba.

2.4 Klasifikasi kehamilan ektopik


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan :
a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi. Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan,
dan 35% kasus pada tuba uterina kiri. Lokasi-lokasi tuba yang bisa terjadi
kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder

9
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

2.4 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba

10
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.

gambar 2 Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke

11
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus
dapat terjadi kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh
janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi
tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada
tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih
kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila besar dapat diubah menjadi
litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder.

12
Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

2.5 Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan
tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi
akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak
segera dioperasi akan menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan
isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup
sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada
kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada.

13
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan
dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik
ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara
15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.

3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.

4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh

14
karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.3
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.

5. Kehamilan ektopik kronik


Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya
janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen
dari plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila
janin cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan
ini merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas
janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila
kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan
sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.

2.6 Gambaran Klinik


Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.

15
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada
kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda
yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian
janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya
sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5
sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.

16
2.7 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang

Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus
dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.

Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.

Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.

Dilatasi dan kerokan

17
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.

Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.

Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.

Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik.
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.

18
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

Gambar 5 teknik Kuldosintesis

3.1 Diagnosis Deferensial


Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum.

2.7 Penalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan

19
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua
kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier,
atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan
sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.

1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian
diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen
dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada
sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-
hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah
yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran
produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan
menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan
bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen
dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,

20
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang
diikuti dengan terjadinya perlengketan.
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba
yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe
magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan
harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari
terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler
dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable
6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan.
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum.

4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar

21
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi

B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi
kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi
trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung
dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis
hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi
hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada
dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar,
supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat
yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan
mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut.
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal

MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu


kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7
setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG
berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka

22
mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap

minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada
tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan
dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau
kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
• Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan
risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
• Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
•Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
• hemodinamik stabil
• Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
• Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
•Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
• Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
• + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL

BAB III

23
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hariSelasa,


27 April 2021 pukul 12.00 WIB di ruang Aster RSUD dr R Soeprapto Cepu.

3.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny.M
No Register : 00537221
Usia : 43 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sambong RT 05/ RW 01 Kec. Cepu
MRS : Selasa, 27 April 2021 pukul 12.00 WIB
Identitas Suami
Nama : Tn.A
Usia : 47 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sambong RT 05/ RW 01 Kec. Cepu

24
Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah

Riwayat penyakit sekarang


Pasien mengeluhkan perut bagian kanannya sakit sejak 1 minggu yang
lalu, nyeri menjalar hingga ke pinggang dan paha sebelah kanan. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan
adanya perdarahan pervaginam yang dirasakan pasien sejak 2 minggu
terakhir. Awalnya perdarahan banyak, namun sekarang hanya berupa flek-
flek, dan berwarna kehitaman. Pasien juga mengeluh mual muntah. Pasien
mengaku melakukan test kehamilan dan hasilnya positif.

Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya dan pasien menyangkal
memiliki penyakit-penyakit lain.

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa serta tidak memiliki
penyakit-penyakit lain.

Riwayat menstruasi
 menarche usia 12 tahun
 lama haid 7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut
 HPHT : 14 - 1 - 2021
 TP : 21 – 10 - 2021

Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 27 tahun, dan lama menikah 16 tahun

Riwayat obstetrik
1. 2000. Aterm. Spontan. Bidan. perempuan. BB 2900 gr. Hidup

25
2. 2005. Aterm. Spontan. Bidan . Laki-laki. BB 3100 gr. Hidup
3. 2009. Aterm. Spontan. Bidan. Perempuan. BB 3000 gr. Hidup
4. Hamil ini

Ante Natal Care


Pasien hanya sekali memeriksakan kehamilan di praktek bidan di wilayah
pasien. Pasien tidak pernah USG.

Kontrasepsi
Suami pasien menggunakan kondom.

3.2 Pemeriksaan Fisik


Berat badan : 50 kg, tinggi badan : 147 cm
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 82x/menit, regular isi cukup, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 22x/menit, regular
Suhu : 36,9oC, aksiler

Status Generalis
Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (+/+), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor
(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)

26
Thoraks
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
 Palpasi : Gerakan dada simetris.
 Perkusi :
D S
Sonor Sonor
 Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
Sonor Sonor (-/-), Suara Nafas (+)
Jantung Sonor Sonor

 Inspeksi : Ictus cordis tampak


 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : datar
 Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan perut kanan bawah (+)
 Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
 Superior : Hangat (+), edema (-)
 Inferior : Hangat (+), edema (-)

Status obstetri
Inspeksi : datar
Palpasi : tinggi fundus uteri (TFU) sulit dievaluasi
Leopold I : tidak teraba
Leopold II: tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba

27
DJJ :-
Status Ginekologi
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement
Palpasi : fundus uteri sulit dievaluasi, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri
goyang portio (+), forniks posterior agak menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+) berwarna merah kehitaman.
Inspekulo : tidak dilakukan

3.3 Diagnosis kerja sementara di ruangan


G4P3A0 gravid 9-10 minggu + kehamilan ektopik terganggu

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


DARAH LENGKAP
Tanggal 26-04-2021 27-04-2021
Hb 6,0 5,4
Hct 30,2% 31 %
Leukosit 9.400 21.400
Trombosit 315.000 268.000
BT 3’
CT 10’

KIMIA DARAH LENGKAP


Tanggal 27-04-2021
GDS 104
SGOT 30
SGPT 15
Bilirubin total 0,9
Bilirubin direct 0,5
Bilirubin indirect 0,4
Protein total 0,6
Albumin 2,5
Globulin 4,1
Cholesterol 265
Asam Urat 14,6
Ureum 21,9

28
Creatinin 1,0
HbsAg Negatif
112 Non reaktif

URIN LENGKAP
Tanggal 26-04-2021
Berat Jenis 1,010
Hemoglobin/ darah +4
Leukosit 4-6
Eritrosit 10-15
Warna Kuning
Kejernihan agak keruh
pH 6
Protein -
Test kehamilan +

3.5 Observasi di ruangan

WAKTU OBSERVASI

26-04-2021 Menerima pasien baru dari IGD dengan diagnosa KET,


Nyeri perut bawah sebelah kanan, nyeri menjalar hingga
ke pinggang dan paha sebelah kanan sejak 1 minggu yang
lalu. Test kehamilan positif.

Tanda vital :
TD : 120/70 mmhg, N: 78x/menit, RR : 26x/menit, T:
36,5oC
Anemis (+/+)

Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : perut distensi
Palpasi :
fundus uteri & ballottement sulit dievaluasi, nyeri tekan +
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada
pembukaan, nyeri goyang portio (+), forniks posterior agak
menonjol, nyeri tekan forniks posterior (+), pengeluaran
darah (+) berwarna merah kehitaman.

29
13.00 WIB Lapor dr. Sp. OG, advis :
- Cek Hb, jika < 8, laparotomi cito
- Profenid supp II per rectal
- Kalnex inj. 3 x 500 mg
Hasil lab DL
Hb : 6,0 HCT : 30,2% , leukosit : 9.400, Trombo : 315.000
HBSAg : (-), 112 : Non Reaktif, BT: 6’, CT: 3’
14.00 WIB Lapor dr. Sp.OG: laparotomi cito
Saipkan darah PRC 3 kolf
16.00 WIB Dilakukan laparotomi cito

3.6 Laporan operasi

Laporan Operasi

Nama Ahli Bedah: Dr.Andriansyah, Sp.OG

Diagnosis Pre operasi G4P3A0 gravid 9-10 minggu + KET


Diagnosis Post operasi Kehamilan Abdominal
Tanggal Jam operasi dimulai Jam operasi selesai
26-04-2021 16.30 17.50
Tindakan /macam operasi Salpingooforektomi dekstra + tubektomi sinistra

Laporan operasi
Asepsis dan antisepsis lapangan operasi

30
 Incisi mediana, tampak darah dan bekuan darah sekitar 1000 cc
 Tampak massa konsepsi yang terbungkus dalam omentum dari fimbriae
saluran tuba uterine dextra dan sebagian kecil melekat pada colon
 Diputuskan untuk mengeluarkan massa konsepsi dengan melakukan
jahitan hemostasis pada omentum yang menyelubunginya.
 Dilakukan salpingooforektomi dekstra
 Dilakukan ligasi tuba sinistra cara Pomeroy
 Setelah diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan
NaCl 750 cc
 Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
 Perdarahan selama operasi 200 cc
Terapi post-Operasi
Injeksi Cefotaxim 3x1 gram iv
Injeksi Remopain 3x 1 ampul iv
Drip Tramadol 1 ampul dalam RL/8jam
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv
Infus RL:D5 1:1 28 tpm.
Mobilisasi bertahap
Cek Hb post op

FOLLOW UP RUANGAN

Tanggal 27-04-2021 (Hari ke-1 post operasi)


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital:
TD = 120/80 mmHG RR : 20 x/I
N = 80 x/i T : 36,8 oC
Conjunctiva tampak pucat
Luka tampak masih basah
Bising Usus (+) kesan normal)
Perdarahan lewat jalan lahir sedikit
BAK : per kateter 1000 cc /14 jam

31
BAB : (-)
Keluhan: nyeri luka operasi
Hasil lab : Hb: 5,4 gr/dl

Terapi : - Injeksi Cefotaxim 3x1 gram iv


- Injeksi remopain 3x 1 ampul iv
- Drip Tramadol 1 ampul dalam RL/8jam
- Injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv
- Infus RL:D5 1:1 28 tpm
- Transfusi PRC 2 kolf

Tanggal 27-04-2021 (Hari ke-2 post operasi)


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital:
TD = 120/70 mmHG RR : 20 x/I
N = 84 x/i T : 36,8 oC
Conjunctiva tampak pucat
Luka masih basah
BAK : per kateter 1900 cc / 24 jam
BAB : (-)
Keluhan: nyeri luka operasi
Hasil lab : Hb: 7,4 gr/dl

Terapi : - Injeksi Cefotaxim 3x1 gram iv


- Injeksi remopain 3x 1 ampul iv
- Drip Tramadol 1 ampul dalam RL/8jam
- Injeksi Ranitidin 2 x 1 ampul iv
- Infus RL:D5 1:1 28 tpm
- Transfusi PRC 1 kolf
- Ganti perban

Tanggal 28-04-2021 (Hari ke-3 post operasi)


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis

32
Tanda-tanda vital:
TD = 120/70 mmHG RR : 20 x/mnt
N = 82 x/mnt T : 36,7 oC
Conjunctiva tidak tampak pucat
Luka kering
BAK : per kateter 2000 cc / 24 jam
BAB : (-)
Keluhan: nyeri luka operasi berkurang
Hasil lab : Hb: 9,4 gr/dl

Terapi : - Injeksi Cefotaxim 3x1 gram iv


- Injeksi remopain 3x 1 ampul iv
- Venflon
- Aff DC
- mobilisasi

Tanggal 29-04-2021 (Hari ke-4 post operasi)


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital:
TD = 120/80 mmHG RR : 20 x/mnt
N = 76 x/mnt T : 36,8 oC
Conjunctiva tidak tampak pucat
Luka kering
BAK : normal
BAB : (+)
Keluhan : tidak ada

Terapi : - Aff venflon


- Ganti perban
- Boleh pulang
- Obat pulang: - Cefadroxyl tablet 3 x 500 mg
- Paracetamol tab 3 x 500 mg
- Vit K 3 x 1

33
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesa
Teori Kasus

34
Definisi Terjadi implantasi pada omentum yang
Kehamilan ektopik terganggu : berasal dari fimbriae tuba uterina
Suatu keadaan dimana implantasi hasil dekstra
konsepsi terjadi diluar cavum
endometrium Faktor resiko :
Trisemester pertama - Usia 43 tahun
Faktor Resiko :
- kerusakan dan disfungsi tuba,
riwayat operasi, riwayat
sterilisasi, riwayat infeksi,
riwayat penggunaan hormon
progesterone dan AKDR.
- Riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya
- Umur tua
- perokok

Dari anamnesa, faktor resiko pada kasus ini kurang begitu jelas. Hanya
ditemukan faktor resiko berupa usia pasien pada saat hamil merupakan usia tua
yaitu 43 tahun.

Teori Kasus
Keluhan : Keluhan :
 Amenorea  Amenorea
 Nyeri perut bawah bersifat tajam,  Perdarahan pervaginam 2 minggu
hampir diseluruh regio.  Nyeri perut bawah kanan, menjalar
 Perdarahan pervaginam ke pinggang dan paha

35
 Darah berwarna coklat/kehitaman  Darah berwarna kehitaman
 Keluhan gastrointestinal  Mual-muntah
 Nyeri saat menarik nafas dan sesak
 Pusing

Pada anamnesis pasien ini amenorea, perdarahan pervaginam berwarna


kehitaman, dan nyeri perut bagian bawah yang menjalar hingga pinggang dan
paha. Serta keluhan gastrointestinal yaitu adanya mual dan muntah.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik :
 Anemis  Anemis (+), Hb : 6,0
 Nyeri tekan abdomen  Nyeri tekan abdomen sebelah kanan
 Uterus membesar  Tinggi fundus sulit dievaluasi
 VT : nyeri goyang porsio (+),  VT : vulvovagina normal, tidak ada
forniks posterior menonjol dan pembukaan, nyeri goyang portio
nyeri pada penekanan. (+), forniks posterior agak
menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+)
berwarna merah kehitaman.

Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik
yang dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya kehamilan ektopik
terganggu.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang :
 Darah Lengkap  Darah lengkap  Hb: 6.0, HCT :
 Test kehamilan 30,2 %, leukosit : 9.400, trombosit :

36
 HCG- 315.000
 USG  Test kehamilan : (+)
 Dilatasi /kerokan
 Kuldosintesis
 Laparoskopi

Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis kehamilan


ektopik pasien ini adalah adanya penurunan Hb dan tes kehamilan positif

4.4 Penatalaksanaan

Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan
Laparotomi Dilakukan pembedahan yaitu
2) Medikamentosa laparotomi dengan pengeluaran massa
 Methotrexate konsepsi pada omentum dan
membiarkan massa konsepsi pada colon
serta salpingooforektomi dekstra dan
tubektomi sinistra

Medikamentosa tidak dilakukan,


kondisi pasien tidak sesuai kriteria.

Berdasarkan indikasi yang diperoleh pada pasien, ditentukan terapi KET


yang sesuai yaitu pembedahan.

37
BAB V
KESIMPULAN

Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum


uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering
mengalami implantasi ekstrauterin adalah pada tuba Falopii (95%).
Pasien Ny.N, 30 tahun datang dengan kuhan perdarahan pervaginam, nyeri
perut bawah sebelah kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di

38
tegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu, diputuskan untuk dilakukan
Laparotomi, dan ditemukan kehamilan abdominal. Massa konsepsi terselubung
dalam omentum dan sebagian pada colon. Diputuskan untuk membuang massa
kehamilan pada omentum dan membiarkan sisa konsepsi pada colon dan
dilakukan salpingooforektomi dekstra serta tubektomi sinistra. Pasien dipulangkan
dengan kondisi baik dan disarankan kontrol ke poliklinik kandungan. Secara
umum, alur penegakkan diagnosis dan penatalaksaan sudah tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan


tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s
Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.

39
4. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 21
April 2013.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American
College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005

40

Anda mungkin juga menyukai