Di susun oleh ;
KELOMPOK 4
2. Ziaurrahman (1910103010081)
2021
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini untuk memenuhi mata
kuliah “Pemilu dan Otonomi Daerah”, dalam penulisan ini kami membahas mengenai
Dengan menyelesaikan makalah ini, tidak jarang kami mengalami kesulitan, namun
kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca
dengan tujuan untuk dijadikan bahan masukan guna penulisan makalah yang akan datang
sehingga menjadi lebih baik lagi. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................................4
I. Latar Belakang.......................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................................7
LANDASAN TEORI........................................................................................................................7
B. Kendala...................................................................................................................................9
BAB III............................................................................................................................................10
PEMBAHASAN.............................................................................................................................10
BAB IV............................................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
otonomi khusus beserta kendala dalam implementasi kebijakan otonomi khusus Papua,
Otonomi khusus ini juga bagian dari desentralisasi dan otonomi daerah sejak tahun 1999
yang lahir dari salah satu bentuk protes dan tuntutan pada saat terjadinya reformasi.
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18B ayat (1) disebutkan
bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”. Artinya sudah jelas
bahwa hal ini diatur dalam UUD 1945 yang telah mendukung eksistensi pemerintah daerah
yang bersifat khusus atau istimewa baik di tingkat provinsi, kabupaten kota, maupun desa
kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur
dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Republik Indonesia (NKRI).
Kewenangan yang berarti sebuah peran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam
kekayaan alam di Papua bagi kemakmuran masyarakat Papua. Dan diharapkan dengan
adanya kebijakan ini dapat mengurangi kesenjangan di Papua dan Papua Barat sebagai
4
Otonomi khusus Papua dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun
2001 Tentang otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Peraturan ini disahkan di Jakarta pada
kewenangan lebih bagi Papua dibanding daerah lain yang diperoleh dari otonomi daerah
biasa. yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2002, sedangkan otonomi khusus untuk
Provinsi Papua Barat dilaksanakan berdasarkan undang- undang Nomor 45 tahun 1999
tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten
Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong, Inpers nomor 1
tahun 2003 tentang percepatan pelaksanaan UU Nomor 45 tahun 1999 dan terakhir UU
Nomor 35 tahun 2008 tentang penetapan perpu Nomor 1 tahun 2008 tentang penetapan
perubahan Atas UU nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua
menjadi Undang-Undang.
daripada tahun sebelumnya, akan tetapi dari pembangunan tersebut belum bisa
menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip oleh tirto.id bahwa, Papua menjadi
Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia yaitu mencapai 26,8%, diikuti
Provinsi Papua Barat kedua sebesar 21,7%, data tersebut justru membuat banyak orang
yang mempertanyakan terkait dengan pengelolaan dana otonomi khusus yang telah di
5
II. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah sebuah subtansi masalah yang akan diteliti dalam sebuah
penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
khusus Papua.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Istilah otonomi secara etimologis berasal dari kata yunani “autos” yang berarti
sendiri dan “nomos” yang berarti hukum atau peraturan. Otonomi bukan sekedar
makna kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan yang terbatas atau kemandirian
Keberadaan otonomi daerah merupakan salah satu bagian proses politik dalam
penyelenggaraan negara yang semula bersifat sentralistis menuju kepada desentralisasi dan
menjunjung tinggi kepada keberagaman. Hal ini selaras dengan demokratisasi yang
Abdullah, dkk. (2016) Dana otonomi khusus merupakan tranfer pemerintah pusat
kepada pemerintah papua dalam rangka perwujudan pelaksanaan otonomi khusus serta
sebagai salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat guna
memacu daerah dengan status otonomi khusus untuk dapat mengejar ketertinggalannya
dibandingkan daerah lainnya. Dana otonomi khusus yang merupakan tranfer dari
7
pemerintah pusat tentunya dapat mempengaruhi besarnya anggaran pendapatan dan belanja
Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2008
tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua Menjadi UU tidak lahir begitu saja, tapi lahir sebagai suatu produk yang melewati
suatu proses sejarah panjang dalam konteks dinamika sosial politik dan keamanan. UU ini
lahir sebagai jalan keluar untuk menciptakan win-win situation antara rakyat Papua yang
ingin merdeka dan melepaskan diri dari NKRI dan pemerintah RI yang tetap kokoh teguh
dalam pembagian hasil SDA prioritas pendidikan kesehatan dan pemberdayaan ekonomi
orang asli Papua, tidak hanya pendekatan sosial ekonomi UU Otsus juga memberikan
kesempatan politik dan HAM yang sangat luas. Salah satu yang paling spesial adalah
Majelis Rakyat Papua MRP yang diharapkan berfungsi sebagai lembaga perwakilan orang
asli Papua, selanjutnya masih ada peluang untuk mendirikan partai politik lokal, pengakuan
hak adat pengadilan HAM dan bahkan komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Dengan
penetapan UU 21 2001 maka Otsus Papua menjadi harapan baru penyelesaian konflik di
8
Walaupun, pelaksanaan UU Otsus ini berhadapan dengan beraneka ragam
tantangan terutama kurangnya kepercayaan pemerintah pusat dan juga masyarakat Papua
secara utuh. Dalam pelaksanaannya selama ini UU Otsus hanya menimbulkan rasa saling
curiga dan beda pendapat antara pemerintah pusat dengan rakyat Papua.
B. Kendala
Kendala merupakan suatu kondisi dimana gejala atau hambatan dan kesulitan menjadi
penghalang tercapainya suatu keinginan. Dalam kata lain, kendala ialah suatu keadaan yang
menghalangi untuk melakukan sesuatu baik perjalanan maupun pekerjaan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008: 667) mendefinisikan pengertian dari kendala adalah halangan
sasaran yang dituju dan juga dapat disebut suatu kekuatan yang dapat membatalkan suatu
pelaksanaan.
9
BAB III
PEMBAHASAN
pembangunan kesejateraan di Papua, akan tetapi praktiknya seolah tidak dapat memberikan
kemajuan yang relatif meningkat untuk melaksanakan proses perkembangan daerah menuju
kondisi yang lebih baik. Ada beberapa faktor yang menjadi kendala Otsus Papua belum
efektif distribusinya.
Pertama, tidak ada master plan yang dapat menjelaskan tahap pembangunan di
dalam kerangka Otsus Papua, target capaian apa yang akan diraih setelah 5 tahun 10 tahun
hingga 25 tahun. Pemerintah daerah khususnya Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat
tidak menyusunnya sejak awal sehingga para elite lokal memiliki kecenderungan untuk
pembangunan yang ada di Papua menjadi tumpang tindih dan tidak saling mendukung
antara satu program dengan program lainnya. Dengan begitu program pembangunan
melakukan mekanisme yang sudah diberikan oleh pemda yaitu Musyawarah Rencana
dapat menjadi media penentuan agenda kebijakan pembangunan. Dengan adanya Otsus
10
seharusnya partisipasi lebih tinggi dan aspirasi lebih diakomodasi oleh pemerintah Setiap
tahunnya biaya yang cukup besar telah dialokasikan untuk anggaran Musrenbang. namun
substansi aspirasi dari bawah tersebut tidak diakomodasi secara layak dalam program
pembangunan di Papua dan Papua Barat. Hasilnya terlalu formalistik dan gagal mendorong
partisipasi masyarakat dari tingkat kampung hingga kabupaten. Pada akhirnya kebanyakan
program yang dijalankan oleh pemerintah justru bertumpu dari rencana pemerintah dan
Ketiga, Dualisme peran yang dimainkan oleh elit local di Papua Barat dalam ranah
penerapan otonomi khusus Papua ditunjukkan oleh bagaimana para elit local yang adalah
orang asli Papua sendiri mengalami dan berkompromi dengan penyimpangan terhadap
semangat Otsus yang diembannya. Para elit lokal menerapkan sikap diskriminatif,
nepotisme dan kolusi dalam manajemen sumber daya pemerintahan. Tak dapat dimungkiri
bahwa citra buruk ini juga dilekatkan orang asli Papua yang berbeda marga dan asal serta
rumpun suku yang berbeda dari para elit lokal, apalagi oleh masyarakat etnis lainnya. Para
elit lokal menunjukkan sikap tidak loyal terhadap perannya sebagai pejabat publik yang
menyelenggarakan pelayanan publik kepada seluruh masyarakat Papua Barat tanpa kecuali
karena melalui kewenangan dan kuasa otonomi khususnya mereka cenderung berperan
sebagai pelayan bagi diri dan kroni-kroninya, dan menunjukkan korosi tanggung jawab
sebagai pimpinan adat yang gagal memastikan keberlanjutan hidup masyarakat adatnya.
11
BAB IV
PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/18/papua-provinsi-dengan-tingkat-
Muridan, S. W. & Aisah, P. B. (2012). “UU Otonomi Khusus Bagi Papua: Masalah
Rochendi, S. & Kausar A. S. (2017). “Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam
13