Anda di halaman 1dari 10

OTONOMI KHUSUS PAPUA BESERTA KENDALANYA

( MATA KULIAH PEMILU & OTONOMI DAERAH )

Di susun oleh ;

KELOMPOK 4

1. Muhammad Irfan Fadila (1910103010058)


2. Ziaurrahman (1910103010081)
3. Herdiansyah Fitra Joy (1910103010005)
4. Lestari Handayani Aulia (1910103010037)
5. Mega Utami (1910103010015)
6. Feni Prima Khasturi (1910103010103)

PRODI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAN SYIAH KUALA

2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
mata kuliah “Pemilu dan Otonomi Daerah”, dalam penulisan ini kami
membahas mengenai “Otonomi Khusus Papua Dan Kendala-Kendalanya”
dengan tujuan intruksional khusus mata kuliah Pemilu dan Otonomi Daerah.

Dengan menyelesaikan makalah ini, tidak jarang kami mengalami kesulitan,


namun kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca dengan tujuan untuk dijadikan bahan masukan
guna penulisan makalah yang akan datang sehingga menjadi lebih baik lagi.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.

2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………….1

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………4

1.1 Latar Belakang………………………………………………………...4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..6

1.3 Tujuan Masalah………………………………………………………..7

BAB II

2.1 Landasan Teori………………………………………………………..

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………...

3.1………………………………………………………………………….
3.2 ……………………………………………………………………........
3.3………………………………………………………………………….
3.4 ………………………………………………………………………….
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………..
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….......

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18B ayat (1) disebutkan
bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”. Artinya sudah jelas
bahwa hal ini diatur dalam UUD 1945 yang telah mendukung eksistensi pemerintah daerah
yang bersifat khusus atau istimewa (baik provinsi, kabupaten kota, maupun desa).
Kebijakan otonomi daerah khusus Papua pada dasarnya merupakan pemberian
kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur
dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Republik Indonesia (NKRI).
Kewenangan yang berarti sebuah peran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam
mengatur rumah tangganya, menyelenggarakan pemerintah dan mengatur pemanfaatan
kekayaan alam di Papua bagi kemakmuran masyarakat Papua. Dan diharapkan dengan
adanya kebijakan ini dapat mengurangi kesenjangan di Papua dan Papua Barat sebagai
subjek utama dalam pembangunan.

Otonomi khusus Papua dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun


2001 Tentang otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang berlaku sejak tanggal 1 Januari
2002, sedangkan otonomi khusus untuk Provinsi Papua Barat dilaksanakan berdasarkan
undang- undang Nomor 45 tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah,
Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya
dan Kota Sorong, Inpers nomor 1 tahun 2003 tentang percepatan pelaksanaan UU Nomor
45 tahun 1999 dan terakhir UU Nomor 35 tahun 2008 tentang penetapan perpu Nomor 1
tahun 2008 tentang penetapan perubahan Atas UU nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi
khusus bagi provinsi Papua menjadi Undang-Undang.

4
Sebagaimana tertuang dalam penjelasan UU Nomor 21 tahun 2001, hal-hal yang
mendasar yang menjadi isi undang- undang otonomi khusus ini adalah, pertama,
pengaturan kewenangan antara pemerintah dengan provinsi Papua yang dilakukan dengan
ke khususan; kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta
pemberdayaannya secara strategis dan mendasar, ketiga , mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik berciri :

 Partisipasi rakyat sebesar- besarnya dalam perencanaan , pelaksanaan dan pengawasan


dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui
keikutsertaan para wakil adat, agama, dan perempuan.

 Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan


dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk provinsi papua pada umumnya
dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan,pembangunan
berkelanjutan berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat.

 Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang trasparan dan


bertanggung jawab kepada masyarakat, serta keempat pembagian wewenang, tugas dan
tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta
majelis Rakyat Papua sebagai representative klutural orang asli papua yang diberikan
kewenangan tertentu.

Agenda utama yang ingin dicapai melalui kebijakan otonomi khusus Papua ini
meliputi beberapa hal :

 Meningkatkan taraf hidup masyarakat asli Papua melalui pengelolaan dan pemanfaatan
hasil kekeayaan alam papua dan papua barat yang sebelumnya dinilai belum digunakan
secara optimal dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Papua paralel dengan
agenda tersebut adalah pengurangan kesenjangan antara provinsi Papua dengan Papua
Barat dengan provinsi lainnya.

5
 mewujudkan keadilan dalam konteks kebijakan khusus adalah keadilan ekonomi dalam
hal penerimaan hasil- hasil sumber daya alam Papua.Keadilan tersebut ditrjemahkan dalam
aspek dana perimbangan keuangan pusat dan provinsi papua serta provinsi papua barat,
sementara dalam konteks pembangunan secara lebih luas akan tampak dari capaian agenda
pertama.

 Penegakan Hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, serta pengakuan dan
penghormatan hak- hak dasar orang asli Papua.serta pemberdayaannya secara strategis dan
mendasar.

 Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik melalui pembagian wewenang , tugas dan
tanggung jawab yang tegas dan jelas, serta dukungan kelembagaan dan kebijakan yang
memungkinkan tercapainya ketiga agenda sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah sebuah subtansi masalah yang akan diteliti dalam sebuah
penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi kebijakan otonomi khusus Papua sebagaimana diatur dalam


UU No. 21 Tahun 2001?

2. Apa saja kendala-kendala Otonomi khusus Papua?

3. Bagaimana solusi untuk memecahkan masalah implementasi Otonomi Khusus Papua?

6
1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengevaluasi implementasi


kebijakan otonomi khusus di Papua dan mengidentifikasi pemecahan masalah atas berbagai
permasalahan yang dihadapi, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun
masyarakat Papua itu sendiri. Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
kepada tentang implementasi kebijakan otonomi khusus yang ideal sesuai dengan Undang-
Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001.

1. Mengetahui implementasi kebijakan otonomi khusus Papua sebagaimana diatur dalam


UU No. 21 Tahun 2001.

2. Mengetahui kendala-kendala yang ada pada Otonomi khusus Papua.

3. Mengetahui alternative solusi untuk memecahkan masalah implementasi Otonomi


khusus Papua.

7
BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Landasan teori

Abdullah, dkk. (2016) Dana otonomi khusus merupakan tranfer pemerintah pusat
kepada pemerintah papua dalam rangka perwujudan pelaksanaan otonomi khusus serta
sebagai salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat guna
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pemberian dana otonomi khusus bertujuan untuk
memacu daerah dengan status otonomi khusus untuk dapat mengejar ketertinggalannya
dibandingkan daerah lainnya. Dana otonomi khusus yang merupakan tranfer dari
pemerintah pusat tentunya dapat mempengaruhi besarnya anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) suatu daerah.

Dalam pasal angka 1 UU No.21 Tahun 2001 Tentang otonomi khusus bagi provinsi
Papua mengatakan bahwa otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepda provinsi papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar antara provinsi
papua dan provinsi-provinsi lain di indonesia, meningkatkan taraf hidup masyarakat di
provinssi papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli papua. Selain itu,
otonomi khusus yang pada dasarnya bertujuan untuk membantu papua keluar dari
ketertinggalan ekonomi, memiliki banyak kelemahan dari segi implementasi.

Dana otonomi khusus papua dialokasikan untuk membiayai kegiatan provinsi dan
dialokasikan kepada kabupaten/kota. Otonomi khusus papua terletak pada provinsi,
kemudian provinsi melakukan pendistribusian pada setiap kabupaten/kota ( Trijono,2013:
137) adapun dana tambahan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang
besarnya ditetapkan berdasarkan usulan provinsi, terutama ditujukan untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur. Dana tersebut dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25

8
tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya
terhubungkan dengan transportasi darat,laut atau udara.

Pemerintah pusat 2020 menganggarkan dana otsus untuk provinsi di papua sebesar
Rp 5,86 Triliun dan provinsi papua Barat Rp 2,51 Triliun. Dihitung sejak awal undang-
undang otonomi khusus papua berlaku di 2022, total yang dicairkan pemerintah untuk
papua dan papua barat sebesar Rp 126,99 Triliun. Penyaluran dana otonomi khusus dari
pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dilakukan atas dasar nota
kesepakatan antara gubernur dan bupati/walikota. Pencairan dana otonomi khusus dari
pemerintah pusat.

Para pemimpin atau elit papua tidak hanya terbelah secara vertikal, yakni antara
mereka yang meningmati kebijakan otsus (mulai gubernur, para bupati, pejabat dan
birokrasi daerah) dan kalangan yang tidak turut menikmatinya (rakyat pada umumnya),
melainkan juga secara horizontal, yakni di antara sesama tokoh papua yang berada diluar
pemerintahan. Kepemimpinan lokal papua yang sangat frakmentatif merupakan persoalan
tersendiri yang menjadi kendala dari berbagai upaya. Realitas papua seperti inilah yang
membedakannya dengan kenyataan di Aceh kepemimpinan lokalnya relatif terkonsolidasi
di bandingkan papua.

Banyak faktor yang mendasari dalam mengindikasikan impelementasi otsus


setengah hati di papua, di antaranya adalah :

1. Tak lama setelah kebijakan otsus papua disetujui pemerintahan Abdurrahman


Wahid dan DPR melalui UU No.21 Tahun 2001 pemerintah berikutnya megawati
soekarno putri mengeluarkan istruksi percepatan pemekaran papua(inpres No.1
Tahun 2003), yang akhirnya menjadi papua dan papua barat. Padahal sebelumnya
DPRD Irian Jaya pada pertengahan oktober 1999 telah menolak pemekaran provinsi
tersebut.
2. Penundaan tarik-ulur pembentukan majelis rakyat papua (MRP) akibat kuatnya
interfensi pemerintahan pusat termasuk pembatasan wewenang MRP yang besar,

9
padahal sudah di atur dalam UU No.21 Tahun 2001, serta memperlakukan” litsus”
bagi tokoh-tokoh yang tidak disukai pemerintah.

10

Anda mungkin juga menyukai