Di susun oleh ;
KELOMPOK 4
2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
mata kuliah “Pemilu dan Otonomi Daerah”, dalam penulisan ini kami
membahas mengenai “Otonomi Khusus Papua Dan Kendala-Kendalanya”
dengan tujuan intruksional khusus mata kuliah Pemilu dan Otonomi Daerah.
2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………….1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………4
BAB II
3.1………………………………………………………………………….
3.2 ……………………………………………………………………........
3.3………………………………………………………………………….
3.4 ………………………………………………………………………….
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………..
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….......
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18B ayat (1) disebutkan
bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”. Artinya sudah jelas
bahwa hal ini diatur dalam UUD 1945 yang telah mendukung eksistensi pemerintah daerah
yang bersifat khusus atau istimewa (baik provinsi, kabupaten kota, maupun desa).
Kebijakan otonomi daerah khusus Papua pada dasarnya merupakan pemberian
kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur
dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Republik Indonesia (NKRI).
Kewenangan yang berarti sebuah peran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam
mengatur rumah tangganya, menyelenggarakan pemerintah dan mengatur pemanfaatan
kekayaan alam di Papua bagi kemakmuran masyarakat Papua. Dan diharapkan dengan
adanya kebijakan ini dapat mengurangi kesenjangan di Papua dan Papua Barat sebagai
subjek utama dalam pembangunan.
4
Sebagaimana tertuang dalam penjelasan UU Nomor 21 tahun 2001, hal-hal yang
mendasar yang menjadi isi undang- undang otonomi khusus ini adalah, pertama,
pengaturan kewenangan antara pemerintah dengan provinsi Papua yang dilakukan dengan
ke khususan; kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta
pemberdayaannya secara strategis dan mendasar, ketiga , mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik berciri :
Agenda utama yang ingin dicapai melalui kebijakan otonomi khusus Papua ini
meliputi beberapa hal :
Meningkatkan taraf hidup masyarakat asli Papua melalui pengelolaan dan pemanfaatan
hasil kekeayaan alam papua dan papua barat yang sebelumnya dinilai belum digunakan
secara optimal dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Papua paralel dengan
agenda tersebut adalah pengurangan kesenjangan antara provinsi Papua dengan Papua
Barat dengan provinsi lainnya.
5
mewujudkan keadilan dalam konteks kebijakan khusus adalah keadilan ekonomi dalam
hal penerimaan hasil- hasil sumber daya alam Papua.Keadilan tersebut ditrjemahkan dalam
aspek dana perimbangan keuangan pusat dan provinsi papua serta provinsi papua barat,
sementara dalam konteks pembangunan secara lebih luas akan tampak dari capaian agenda
pertama.
Penegakan Hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, serta pengakuan dan
penghormatan hak- hak dasar orang asli Papua.serta pemberdayaannya secara strategis dan
mendasar.
Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik melalui pembagian wewenang , tugas dan
tanggung jawab yang tegas dan jelas, serta dukungan kelembagaan dan kebijakan yang
memungkinkan tercapainya ketiga agenda sebelumnya.
Rumusan masalah adalah sebuah subtansi masalah yang akan diteliti dalam sebuah
penelitian. Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
6
1.3 Tujuan Masalah
7
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Abdullah, dkk. (2016) Dana otonomi khusus merupakan tranfer pemerintah pusat
kepada pemerintah papua dalam rangka perwujudan pelaksanaan otonomi khusus serta
sebagai salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat guna
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pemberian dana otonomi khusus bertujuan untuk
memacu daerah dengan status otonomi khusus untuk dapat mengejar ketertinggalannya
dibandingkan daerah lainnya. Dana otonomi khusus yang merupakan tranfer dari
pemerintah pusat tentunya dapat mempengaruhi besarnya anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) suatu daerah.
Dalam pasal angka 1 UU No.21 Tahun 2001 Tentang otonomi khusus bagi provinsi
Papua mengatakan bahwa otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepda provinsi papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar antara provinsi
papua dan provinsi-provinsi lain di indonesia, meningkatkan taraf hidup masyarakat di
provinssi papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli papua. Selain itu,
otonomi khusus yang pada dasarnya bertujuan untuk membantu papua keluar dari
ketertinggalan ekonomi, memiliki banyak kelemahan dari segi implementasi.
Dana otonomi khusus papua dialokasikan untuk membiayai kegiatan provinsi dan
dialokasikan kepada kabupaten/kota. Otonomi khusus papua terletak pada provinsi,
kemudian provinsi melakukan pendistribusian pada setiap kabupaten/kota ( Trijono,2013:
137) adapun dana tambahan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang
besarnya ditetapkan berdasarkan usulan provinsi, terutama ditujukan untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur. Dana tersebut dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25
8
tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya
terhubungkan dengan transportasi darat,laut atau udara.
Pemerintah pusat 2020 menganggarkan dana otsus untuk provinsi di papua sebesar
Rp 5,86 Triliun dan provinsi papua Barat Rp 2,51 Triliun. Dihitung sejak awal undang-
undang otonomi khusus papua berlaku di 2022, total yang dicairkan pemerintah untuk
papua dan papua barat sebesar Rp 126,99 Triliun. Penyaluran dana otonomi khusus dari
pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dilakukan atas dasar nota
kesepakatan antara gubernur dan bupati/walikota. Pencairan dana otonomi khusus dari
pemerintah pusat.
Para pemimpin atau elit papua tidak hanya terbelah secara vertikal, yakni antara
mereka yang meningmati kebijakan otsus (mulai gubernur, para bupati, pejabat dan
birokrasi daerah) dan kalangan yang tidak turut menikmatinya (rakyat pada umumnya),
melainkan juga secara horizontal, yakni di antara sesama tokoh papua yang berada diluar
pemerintahan. Kepemimpinan lokal papua yang sangat frakmentatif merupakan persoalan
tersendiri yang menjadi kendala dari berbagai upaya. Realitas papua seperti inilah yang
membedakannya dengan kenyataan di Aceh kepemimpinan lokalnya relatif terkonsolidasi
di bandingkan papua.
9
padahal sudah di atur dalam UU No.21 Tahun 2001, serta memperlakukan” litsus”
bagi tokoh-tokoh yang tidak disukai pemerintah.
10