Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal

9 Ayat 1

1. Sejarah Lahirnya Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun

2002

Masalah seputar kehidupan anak merupakan persoalan yang harus

mendapatkan perhatian secara khusus. Akibat kegagalan pranata sosial

disinyalir sebagai penyebab ketidakmampuan pemerintah untuk mewujudkan

kondisi ideal dalam melindungi hak-hak anak Indonesia.  Walaupun banyak

naskah akademik, seminar-seminar, lokakarya yang mengusung tentang tema

perlindungan anak namun belum dapat memberikan kontribusi yang besar

terhadap perlindungan anak dalam arti menyeluruh (komprehensif).

Jika mengacu kepada sejarah lahirnya Undang-undang Perlindungan

Anak Nomor 23 tahun 2002 maka keberadaan UU merupakan bentuk

kepedulian dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memperjuangkan

terlaksananya draf pertama Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan

Anak.  Draf pertama ini tersusun pata tahun 1998 dalam kondisi politik dan

keamanan Indonesia yang kurang menguntungkan serta krisis ekonomi yang

begitu menghawatirkan – masa pergantian pemerintahan dari Soeharto ke


Habibie, kemudian dilanjutkan pada masa Abdurrahman Wahid -  yang

menyebabkan draf Rancangan Undang-undang ini tertunda.1

Situasi yang tidak kondusif seperti ini mendorong UNICEF untuk

memfasilitasi penyusunan suatu Rancangan Undang-undang tentang

Perlindungan Anak melalui suatu tim yang dikenal dengan Tim-7, yang

anggota-anggotanya terdiri dari wakil Departemen Kehakiman, Departemen

Sosial, Kantor Menteri Kesejahteraan Rakyat, Lembaga Bantuan Hukum,

Perguruan Tinggi, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, dan Komisi

Nasional Lembaga Perlindungan Anak. Sejumlah masukan dari masyarakat,

pakar, pejabat pemerintah, dan penegak hukum, diterima oleh Tim-7, diolah,

dan diintegrasikan ke dalam naskah RUU tentang Perlindungan Anak.

Singkatnya RUU tersebut disampaikan kepada DPR-RI, kemudian oleh

DPR-RI disampaikan kepada Presiden RI dengan surat Nomor RU-

02/1090/DPR-RI/2002 tanggal 20 Februari 2002 dengan permintaan untuk

dibicarakan dengan pemerintah guna mendapatkan persetujuan. Akhirnya

Presiden mengutus Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Menteri

Sosial guna mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut dengan

DPR-RI. Untuk menyongsong pembahaan RUU tentang Perlindungan Anak

di DPR-RI, sebagian anggota Tim-7 membentuk tim baru dengan nama Tim-5

yang difasilitasi oleh UNICEF dengan maksud dapat memberikan masukan

1 Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Perlindungan Anak berdasarkan UU No. 23 tahun 2002


tentang Perlindungan Anak (Jakarta : KPAI), h. 1
sebagai bahan penyempurnaan atau pertimbangan Komisi VII DPR-RI yang

membahas RUU tentang Perlindungan Anak.  Tim-5 bertindak  sebagai Tim

Asistensi dari Komisi VII DPR-RI.  Selanjutnya RUU tersebut disahkan pada

tanggal 22 Oktober 2002. 2

2. Pengertian Hak Anak 

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan

negara. 

3. Hak-hak Yang Dimiliki Anak 

Sebagai manusia, anak-anak juga mempunyai hak asasi yang harus

dihormati oleh orang dewasa. Hak-hak yang dimiliki anak tersebut di

antaranya:

a) Hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

b) Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan

c) Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekspresi

sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya, dalam bimbingan

orang tua

2 Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Perlindungan Anak berdasarkan UU No. 23 tahun 2002


tentang Perlindungan Anak, h. 2.
d) Hak mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang

tuanya sendiri. Dalam hal ini karena orang tuanya tidak mendapat

menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar,

maka anak tersebut diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak

angkat oleh orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

e) Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai

dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial. 

f) Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan kepribadian dan bakat. Secara khusus pengembangan

kepribadian terkait dengan pendidikan agama, pendidikan moral atau

pendidikan kewarganegaraan. Namun kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah masih memiliki

kelemahan yang amat mendasar. Anak-anak lebih banyak memperoleh

pembelajaran dalam ranah kognitif tentang agama, moral dan

kewarganegaraan dengan cara menghafalkan, ketimbang dengan

memperoleh pengalaman efektif tentang nilai-nilai yang membentuk

kepribadian anak.

g) Hak anak untuk dapat bermain dan bersantai, serta berperan serta

dalam kegiatan budaya dan seni. Pakar psikologi menyatakan bahwa

sebagian terbesar dari kehidupan anak adalah bermain. Itulah sebabnya

taman kanak-kanak dirancang untuk memberikan sebanyak mungkin


kegiatan belajar sambil bermain (learning by playing). Bahkan

kesempatan untuk bermain bagi anak-anak diberikan dalam kelompok

bermain (play group). Semakin dewasa, semakin banyak kegiatan

belajar yang diberikan dalam proses sambil bekerja (learning by

doing). 

4. Hak Untuk Memperoleh Pendidikan Merupakan Bagian dari HAM

Pendidikan adalah suatu hal yang luar biasa pentingnya bagi sumber daya

manusia (SDM), demikian pula dengan perkembangan sosial ekonomi dari

suatu negara. Hak untuk memperoleh pendidikan telah dikenal sebagai salah

satu Hak Asasi Manusia (HAM), sebab HAM tidak lain adalah suatu hak

dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Hak memperoleh pendidikan

sangat berkaitan erat dengan HAM. Tanpa adanya pendidikan, kehidupan

tidak akan mempunyai arti dan nilai martabat dan inilah sebenarnya maksud

dari HAM itu sendiri, dimana setiap orang mempunyai hak untuk menjadi

seorang manusia seutuhnya. 3

John Stuart Mill dalam karyanya “Principles of Political Economy and

Liberty” mengemukakan bahwa pendidikan disadari sangat dibutuhkan oleh

setiap anak sebagai bekal kehidupannya kelak, maka orang tua mempunyai

kewajiban untuk menyiapkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan anaknya

tersebut. Oleh karena itu, memberikan pendidikan yang layak sudah

seharusnya menjadi suatu kewajiban yang berlipat ganda bagi sang orang tua,

3 http://zafa-fauziyah.blogspot.co.id/2009/12/hak-anak-untuk-memperoleh-pendidikan.html
baik itu terhadap anak-anaknya maupun terhadap masyarakat secara

keseluruhan. 

5. Pasal Yang Berkaitan Dengan Hak Anak Untuk Memperoleh

Pendidikan 

a) Undang-undang Hak Asasi Manusia (UU No. 39 Tahun 1999) pada

bagian Hak Anak salah satunya adalah sebagai berikut:

1) Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran

dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat,

bakat dan tingkat kecerdasannya.” 

b) Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 B ayat 2 UUD 1945

berbunyi :

2) “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”.

3) Pasal 28 B ini dengan jelas menyatakan bahwa setiap anak

mendapatkan hak asasinya sebagai generasi muda yang memiliki

kesempatan untuk hidup, tumbuh menjadi dewasa, dan

berkembang kemampuan fisik dan pemikirannya. 

Untuk menunjang diperolehnya semua hak anak tersebut,

pendidikan merupakan hak yang paling penting bagi seorang anak

untuk mengembangkan semua potensi kemampuan yang

dimilikinya. Mengingat bahwa anak-anak secara umur dan fisik


lebih muda dan lebih lemah daripada orang dewasa, mereka

berhak atas perlindungan dari adanya ancaman, kekerasan dan

diskriminasi. 

c) Pasal 31 ayat 1 dan 2 berbunyi :

1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan 

2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya.

Warga negara yang dimaksud dalam pasal ini lebih ditekankan pada anak-

anak karena umumnya mereka berusia pada posisi sedang sekolah di

tingkat dasar. Untuk menjamin terselenggaranya pendidikan dasar ini,

UUD 1945 juga mewajibkan pemerintah untuk membiayainya. Dalam

ayat 4, bahkan negara meminta memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD.

6. Pelaksanaan Hak Anak untuk Memperoleh Pendidikan di Indonesia 

Agar setiap anak bisa mendapatkan pendidikan dan pengajaran,

kesempatan belajar pun harus diperluas. Akan tetapi, pelaksanaan perluasan

kesempatan belajar ini dilakukan secara bertahap karena pemerintah pun

masih mempunyai kewajiban yang lain yang harus diperhatikan.

Secara bertahap pemerintah membangun gedung-gedung dan fasilitas sekolah

baru, penambahan jumlah buku pelajaran, penambahan dan peningkatan

kualitas guru dan menyediakan bantuan biaya pendidikan. Dalam penyediaan

sarana dan fasilitas pendidikan ini, pemerintah juga menyelenggarakan


pendidikan bagi para penyandang cacat dan sekolah khusus lainnya.

Penyelengaraan pendidikan di daerah-daerah terpencil juga mendapat

perhatian dari pemerintah agar anak-anak usia sekolah di seluruh Indonesia

mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar. 

Dengan adanya kewajiban mengikuti pendidikan dasar bagi semua anak usia

sekolah, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menyediakan dan

menyelenggarakan pendidikan lanjutannya. Dengan bertambahnya anak

lulusan SD, tentu harus tersedia pula sekolah menengah pertama atau SMP

yang mampu menampung semua lulusan SD. Kini sudah banyak

pembangunan dan pendirian SMP baru hingga ke pelosok-pelosok dengan

maksud untuk memenuhi kewajiban belajar sebagaimana diamanatkan oleh

UUD 1945.

Pendidikan dasar untuk setiap warga negara Indonesia adalah

menamatkan sekolah hingga sekolah menengah pertama atau SMP.

Kewajiban ini kemudian dikenal sebagai Wajar Dikdas 9 tahun atau

kewajiban pendidikan dasar 9 tahun yaitu tamat SD hingga SMP.

Pendidikan yang lengkap adalah pendidikan yang berkelanjutan. Artinya,

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, seseorang harus

menempuh pendidikan lanjutan tidak hanya sampai tingkat SMP tapi setelah

SMP melanjutkan ke tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) atau SMK


(Sekolah Menengah Kejuruan) dilanjutkan lagi ke perguruan tinggi mulai dari

jenjang Diploma (D3/Diploma 3), Sarjana (S1/Strata 1), hingga pasca sarjana

(S2 dan S3/ doktor).

Selain pemerintah, penyelenggara pendidikan ini juga bisa dilakukan oleh

pihak swasta yang berbadan hukum yayasan. Penyelenggaraan pendidikan

swasta memiliki kesempatan untuk menambahkan pendidikan khusus

sebagaimana misi dan tujuan yayasannya

Anda mungkin juga menyukai