Anda di halaman 1dari 24

LEMBAR KERJA

TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR


===========================================
NAMA / NIM : Nur Roudlotul Laila
KELAS /KELOMPOK :A/6
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Praktikum Ke- :V
Tanggal : 31 / 03 / 2021
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Materi Praktikum : Bab Fisiologi Sirkulasi Ikan

Tujuan Praktikum :
1. Untuk mengetahui hasil pengamatan sel darah Ikan Lele (Clarias batrachus) pada
setiap perlakuan (control, aquades, larutan gula, dan larutan garam)
2. Untuk mengetahui hasil pengamatan jantung Ikan Lele (Clarias batrachus) pada
perlakuan (kontrol, aquades, larutan NaCl fisiologis, dan larutan ringer)
3. Untuk mengetahui mekanisme peredaran darah ikan secara detail menurut referensi.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem peredaran darah.
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja komponen buffer dalam darah sehingga darah
bertahan dalam kondisi homeostatis.
6. Untuk mengetahui perbedaan sel darah ikan normal dengan sel darah ikan yang
mengalami lisis dan krenasi

Alat dan Bahan


 Alat :
1. 3 cawan petri
2. Nampan
3. Gunting
4. Scapel
5. Pinset
6. Pisau
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
7. Objek glass
8. Spuit
9. Stanning jar horizontal dan vertical
10. Mikroskop
 Bahan :
1. Ikan lele
2. Larutan aquades
3. Larutan NaCl
4. Larutan Ringer
5. Gimsa
6. Methanol
7. Darah ikan lele

Cara Kerja Pengambilan Darah Ikan:


1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mensterilkan injeksi dengan alkohol 70% dan bagain tubuh ikan yang akan di
injeksi (injeksi sudah dibilas dengan larutan EDTA)
3. Mengambil darah dengan jalan menyuntik tepat pada LINEA LATERALIS ikan
4. Menyentuhkan jarum suntik kearah vertebrae
5. Menarik spet injeksi secara perlahan-lahan sehingga akan didapatkan darah
6. Sebelum digunakan darah yang ada didalam injeksi dikeluarkan saja, kemudian siap
untuk digunakan

Cara Kerja Pembuatan Film Darah:


1. Meneteskan darah pada sisi kanan obyek glass
2. Mengambil cover glass (obyek glass lainnya) dan meletakkan hampir menyentuh
tetes darah
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
3. Menarik cover glass ke belakang sehingga menyentuh tetesan darah pada obyek
glass sehingga muncul kapilaritas
4. Setelah timbul kapilaritas, mendorong cover glass kearah berlawanan sehingga akan
menjadi film darah yang baik.
5. Setelah preparat kering rendam dalam methanol selama 3 menit dan keringkan
6. Rendam dalam giemsa 3% selama 25 menit
7. Bilas dengan air mengalir dan keringkan
8. Melakukan pengamatan mikroskop 1000x
9. Mengamati bentuk sel darah ikan

Cara Kerja Pengamatan Jantung Ikan:


1. Melakukan pembedahan ikan dan mencari jantung ikan
2. Mengamati gerak dan warna jantung pada ikan sebelum diberi perlakuan
3. Mengambil jantung secara hati-hati kemudian dimasukkan kedalam larutan ringer,
larutan NaCl fisiologis dan aquades
4. Mengamati perubahan warna, bentuk, dan adaptasi pada jantung dalam larutan
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Hasil :
1. Data Hasil Praktikum
Tabel 1. Hasil pengamatan sel darah ikan lele

Perlakua Hasil Pengamatan Gambar Keterangan


n
Kontrol Sel darah
normal dan
terlihat tersebar
dan rapi

Aquades Sel darah


mengalami
pembengkakan
atau membesar
dan jarak antar
sel darah
berjauhan atau
pecah sel
darahnya.
Larutan Sel darah
gula mengkerut dan
jarak antar sel
menjadi rapat.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Larutan Sel darah
garam mengalami
mengembang
atau membesar
dan jarak antar
sel darah
berjauhan

NB:
 Tunjukan sel darah ikan (eritrosit)
 Tunjukan sel darah ikan yang mengalami kerusakan
(lisis/krenasi)

Tabel 2. Hasil pengamatan jantung ikan lele

Warna Waktu Tekstur


Perlakuan denyut Gambar
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
jantung
Kontrol Merah Merah 00.09.00 Lunak Lunak
tua tua
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Aquades Merah Merah 00.10.15 Lunak Lebih
tua pucat lunak

NaCl Merah Merah 00.12.00 Lunak Sedikit


fisiologis tua tua mengera
s

Ringer Merah Merah 00.14.05 Lunak Sedikit


tua pucat mengera
s dan
mengem
bang
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Pembahasan :
1.1. Penjelasan hasil praktikum
Berdasarkan tabel hasil pengamatan, bahwa pada perlakuan kontrol sel darah ikan lele
didapatkan hasil bahwa sel darah tampak normal dan tersebar secara merata dan
tatanan setiap sel darah nampak tersusun rapi. Menurut (Alamanda dkk., 2007), Eritrosit
pada ikan berinti, berbentuk oval dengan kedua ujungnya membulat. Eritrosit yang sudah
matang berukuran panjang 13-16 mikron dan lebar 7-10 mikron. Eritrosit merupakan sel yang
paling banyak jumlahnya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma dan akan terlihat
jernih kebiruan dengan pewarnaan giemsa. Pada ikan lele dumbo sehat, jumlah normal
eritrosit eritrosit sebesar 3,18 x 106 sel/mm3.

Selanjutnya, pada hasil pengamatan sel darah ikan lele pada perlakuan yang telah di
beri aquades sebanyak 10% dan EDTA sebanyak 3% didapatkan hasil bahwa sel darah
tersebut mengalami pembengkakan atau membesar dan jarak antar sel darah berjauhan
dan mengakibatkan pecah pada sel darah tersebut. Artinya sel darah tersebut
mengalami lisis karena sel darah memiliki konsentrasi larutan yang lebih tinggi
daripada konsentrasi aquades yaitu hipotonik, sehingga sel darah akan mengalami lisis
dan kemungkinan mengakibatkan sel pecah. Menurut (Konrad, 2019), Jika sel terdapat
pada larutan yang hipotonik, maka sel tersebut akan mendapatkan banyak air, sehingga
bisa menyebabkan lisis (pada sel hewan), atau turgiditas tinggi (pada sel
tumbuhan).Oyewale (1993) berpendapat bahwa penyimpanan darah domba dalam refrigator
pada suhu 100C selama 24 jam dapat meningkatkan tekanan osmosis membran eritrosit, dan
penggunaan antikoagulan (EDTA = Ethyline Diamine Tetra Acetic) juga dapat meningkatkan
tekanan osmosis membran eritrosit. Dikatakan juga bahwa penggaruh EDTA lebih besar dari
pada heparin. Pada hasil pengamatan darah ikan lele tersebut, diperkuat dengan pendapat
(Khikmah, N. 2015), bahwa sifat-sifat suatu larutan sangat dipengaruhi oleh susunan
komposisinya. Untuk menyatakan komposisi larutan tersebut maka digunakan istilah
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
konsentrasi larutan yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut.
Konsentrasi larutan adalah komposisi yang menunjukkan dengan jelas perbandingan jumlah
zat terlarut terhadap pelarut. Kelarutan dapat kecil atau besar sekali, dan jika jumlah zat
terlarut melewati titik jenuh, zat itu akan keluar (mengendap di bawah larutan). Dalam
kondisi tertentu suatu larutan dapat mengandung lebih banyak zat terlarut dari pada dalam
keadaan jenuh (Adha, S. D. 2015) Air adalah suatu zat kimia yang penting bagi semua bentuk
kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air merupakan
bahan pelarut yang universal, sehingga air merupakan pelarut yang baik. Air mampu
melarutkan berbagai jenis senyawa kimia misalnya seperti garam-garam, gula, asam,
beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organic (Utomo, S. 2015).

Pada hasil pengamatan sel darah ikan lele dengan diberi perlakuan berupa glukosa/gula
sebanyak 10% dan EDTA sebanyak 3%, sel darah akan mengkerut atau mengalami
krenasi dengan posisi jarak antar sel berdekatan dan rapat. Hal ini dikarenakan
konsentrasi larutan pada sel darah lebih rendah daripada konsentrasi glukosa atau
disebut dengan hipertonik, sehingga mengakibatkan sel darah mengalami pengkerutan
atau krenasi. Menurut (Konrad, 2019), Jika sel berada pada larutan hipertonik, maka sel
banyak kehilangan molekul air, sehingga sel menjadi kecil dan dapat menyebabkan
kematian/pecah. Dalam proses osmosis, pada larutan hipertonik, sebagian
besar molekul air terikat (tertarik) ke molekul gula (terlarut), sehingga hanya sedikit
molekul air yang bebas dan bisa melewati membran. Seperti yang dinyatakan Senturk et.al.,
(2005), bahwa bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan
keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi).
Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium
luar eritrosit.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Berdasarkan tabel hasil pengamatan sel darah ikan lele pada perlakuan larutan garam/NaCl,
sel darah mengalami pengembangan dan membesar sehingga jarak antar sel darah
berjauhan. Hal ini dikarenakan bahwa sampel darah tersebut telah terjadi hemolisis. Sel darah
merah menjadi lisis disebabkan konsentrasi NaCl berjumlah 10%, semakin kecil konsentrasi
NaCl yang diberikan maka sel darah juga akan mengembang secara cepat sehingga
mengakibatkan larutan menjadi bersifat hipotonik. Darah yang diberikan larutan hipotonik
menyebabkan kehilangan keseimbangan sehingga air masuk ke dalam sel darah. Apabila hal
tersebut terus berlangsung akan menyebabkan terjadi pembengkakan yang dilanjutkan
dengan kebocoran dan sel tersebut pecah. Menurut (Paleari and Mosca, 2008). Pecahnya sel
darah tersebut membentuk suatu partikel partikel kecil yang membuat pembacaan
menggunakan metode electrical impedance akan memberikan hambatan listrik yang hampir
sama dengan trombosit. Persamaan hambatan tersebut membuat partikel sel darah yang
pecah terbaca sebagai trombosit. Hal tersebut menjelaskan bahwa trombosit berbanding
lurus dengan konsentrasi NaCl. Selain itu, peningkatan trombosit berbanding terbalik dengan
nilai sel darah khususnya eritrosit. Rata-rata kenaikan trombosit pada darah lisis dari ringan,
sedang hingga berat berturut turut 16%, 46,6%, dan 86%. Peningakatan nilai trombosit pada
hemolisis berat atau pada konsentrasi NaCl 0,21% cukup besar sehingga dapat berpengruh
terhadap hasil keputusan klinis (Clinical Decision) terutama diagnosis penyakit berdasarkan
nilai trombosit, seperti pasien demam berdarah. Preparasi sampel buruk menyebabkan darah
lisis sehingga partikel lisis sel darah terbaca sebagai trombosit pada saat trombosit mulai
turun atau menghilang (Jayashree et al., 2011) .

Penjelasan mekanisme peredaran darah ikan


Secara umum sistem peredaran darah pada ikan mirip sistem hidraulis yang terdiri atas sebuah
pompa, pipa, katup, dan cairan. Meskipun, jantung teleostei terdiri atas empat bagian. Namun
pada kenyataanya mirip dengan satu silinder atau pompa piston tunggal. Untuk menjamin
aliran darah terus berlangsung, maka daerah dipompa dengan perbedaan tekanan. Tekanan
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
jantung lebih besar dari tekanan arteri, dan tekanan arteri lenih besar dari tekanan arterionale.
Akibat adanya perbedaan tekanan maka aliran darah dapat terjadi (Soewolo, 2005).
Ada dua jenis energi yang disalurkan ke darah pada setiap kontraksi jantung, yaitu: (1) energi
kinetik yang menyebabkan darah mengalir dan (2) energi potensial yang tersimpan dalam
pembuluh darah dan menimbulkan tekanan darah. Selain itu, aliran darah juga dipengaruhi
oleh viskositas darah. Bila viskositas darah meningkat maka aliran darah akan
melambat.Kontrol terhadap jantung, didasarkan pada dua mekanisme, yakni adrenergik dan
cholinergik. Adrenergik merangsang jantung berkontraksi, sedangkan cholinergik
menyebabakan relaksasi. Kedua proses yang saling bertentangan ini menyebabkan jantung
dapat memompa darah dan mengisinya kembali. Darah dipompa keluar selama kontraksi
ventrikel (systole) dan diikuti oleh periode relaksasi dan pengisian kembali (diastole) ( Sukiya,
2005).

Sistem peredaran darah ikan bersifat tunggal, artinya hanya terdapat satu jalur sirkulasi
peredaran darah. Start dari jantung, darah menuju insang untuk melakukan pertukaran gas.
Selanjutnya, darah dialirkan ke dorsal aorta dan terbagi ke segenap organ-organ tubuh melalui
saluran-saluran kecil. Selain itu, sebagian darah dari insang kadang langsung kembali ke
jantung. Hal ini terjadi bilamana tidak semua output cardiac dibutuhkan untuk menuju ke
dalam dorsal aorta dan pembuluh eferen yang lain. Pada bagian lain, yaitu berawal dari insang
pertama, sebelum dihubungkan ke sistem vena. Peranan kedua organ ini mungkin sebagai
ventilasi kontrol dan untuk sekresi gas ke cairan mata ( Soewolo, 2005). Darah merupakan
suatu fluida yang berisi beberapa bahan terlarut dan erythrocyte, leucocyte dan beberapa
bahan lain yang tersuspensi.Darah berfungsi mengedarkan suplai makanan kepada sel-sel
tubuh, membawa oksigen ke jaringanjaringan tubuh, membawa hormon dan enzim ke organ
yang memerlukan. Pertukaran oksigen terjadi dari air dengan karbondioksida terjadi pada
bagian semipermeabel yaitu pembuluh darah yang terdapat di daerah insang. Selain itu di
daerah insang terjadi pengeluaran kotoran yang bernitrogen ( Soewolo, 2005). Dorsal aorta
adalah sumber darah terbesar pada tubuh. Dari sini darah di suplai ke kepala, otot badan, ginjal
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
dan semua organ pencernaan melalui pembuluh kapiler. Ada tiga rute pengembalian jantung,
yakni pertama, dari otak, darah kembali ke jantung melalui vena cardinal anterior yang
berhubungan dengan vena cardinal anterior yang berhubungan dengan vena cardinal umum. Di
sini, juga bertemu darah dari vena cava posterior, yakni darah dari vena caudal yang telah
melalui sistem renal portal. Kedua, dari organ visceral, darah kembali ke jantung melalui vena
hepatik. Terakhir, dari insang, darah dikembalikan ke jantung melalui vena branchial ( Sukiya,
2005 ).

Menurut (Purnamasari dkk, 2017), Sistem peredaran darah ikan cukup sederhana, terdiri
dari pembuluh jantung, darah, dan pembuluh darah.
1. Jantung ikan

Jantung Ikan adalah struktur otot sederhana yang terletak di belakang (dan di bawah) insang.
Jantung tertutup oleh membran perikardial atau perikardium. Jantung terdiri dari atrium,
ventrikel, struktur berdinding tipis yang dikenal sebagai sinus venosus, dan tabung yang disebut
bulbus arteriosus. Meskipun memiliki empat bagian, jantung ikan dianggap dua bilik. Tidak
seperti manusia, empat bagian dari jantung ikan tidak membentuk organ tunggal. Biasanya,
mereka menemukan satu di belakang yang lain.

2. Pembuluh darah

Pembuluh darah pada ikan membawa darah ke seluruh tubuh. Sementara arteri membawa
darah beroksigen dari insang ke seluruh tubuh, pembuluh darah terdeoksigenasi kembali dari
berbagai bagian tubuh ke jantung. Arteriol adalah arteri kecil, berdinding tipis yang berakhir di
kapiler, sementara venula adalah vena kecil yang berlanjut dengan kapiler. Kapiler adalah
pembuluh mikroskopis yang membentuk jaringan disebut kapiler bed, dimana darah arteri dan
vena saling terkait. Kapiler memiliki dinding tipis yang memfasilitasi difusi, suatu proses dimana
oksigen dan nutrisi lain dari darah arteri yang ditransfer ke dalam sel. Pada saat yang sama,
karbon dioksida dan limbah bahan pindah ke kapiler. Kapiler mengandung darah
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
terdeoksigenasi (mengandung karbon dioksida) yang mengalir ke vena kecil yang disebut
venula, yang pada gilirannya mengalir ke vena yang lebih besar. Vena membawa darah
terdeoksigenasi ke sinus venosus, yang seperti ruang koleksi kecil. Sinus venosus memiliki sel-
sel alat pacu jantung yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi, sehingga darah
tersebut akan dipindahkan ke dalam atrium berdinding tipis, yang memiliki sangat sedikit otot.
Atrium menghasilkan kontraksi lemah sehingga mendorong darah ke ventrikel. Ventrikel adalah
struktur berdinding tebal dengan banyak otot jantung. Ini menghasilkan tekanan yang cukup
untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Ventrikel memompa darah di dalamnya menjadi
bulbus arteriosus, ruang kecil dengan komponen elastis. Sementara bulbus arteriosus adalah
nama ruang pada teleost (rayfinned, ikan bertulang), struktur ini dikenal sebagai konus
arteriosus pada elasmobranch (ikan dengan kerangka tulang rawan dan sisik placoid). Konus
arteriosus memiliki banyak katup dan otot, sedangkan bulbus arteriosus tidak memiliki katup.
Fungsi utama dari struktur ini adalah untuk mengurangi tekanan nadi yang dihasilkan oleh
ventrikel, untuk menghindari kerusakan pada insang yang berdinding tipis.

3. Insang
Insang adalah organ pernapasan utama ikan. Mereka memfasilitasi pertukaran gas, yaitu
penyerapan oksigen dari air dan penghapusan karbon dioksida. Arteri membawa darah
beroksigen (dari insang) ke seluruh tubuh. Arteri bercabang ke arteriol, yang mengalir ke
kapiler, di mana darah arteri menjadi darah vena, karena pasokan oksigen dan nutrisi
lainnya ke sel dan menyerap karbon dioksida dan bahan limbah. Darah dari vena diteruskan
ke jantung, yang memompa ke insang, di mana karbon dioksida akan diganti dengan
oksigen. Darah beroksigen dipasok ke sel-sel dalam tubuh, dan siklus terus berulang.
1.2. Penjelasan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem peredaran darah.
a. Sel Darah Putih (Leukosit)

Jumlah leukosit pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis atau spesies,
umur dan aktivitas otot (Salasia, 2001). Menurut Sugito dkk. (2013) leukosit akan menurun
jika ikan dalam kondisi stress, contohnya stress panas. Leukosit akan meningkat saat ikan
terinfeksi sebagai bentuk respon imunitas tubuh dalam melawan mikroorganisme. Afrianto
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
dkk. (2015) menyatakan perubahan kondisi lingkungan perairan, perubahan kualitas air dan
kekurangan pakan alami dapat menyebabkan penurunan jumlah leukosit pada ikan sehingga
menyebabkan penurunan produksi antibodi, ketahanan tubuh menurun dan mudah terserang
penyakit.
b. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Faktor yang mempengaruhi nilai eritrosit ikan antara lain umur, jenis kelamin,
lingkungan, nutrisi, dan kondisi kekurangan oksigen (Yanto dkk., 2015). Jumlah eritrosit
dipengaruhi oleh suhu air. Suhu yang tinggi akan menyebabkan penurunan jumlah eritrosit.
Selain itu jumlah eritrosit juga dipengaruhi oleh penyakit dan nafsu makan. Ikan yang
terkena
penyakit atau nafsu makannya menurun, maka nilai hematokrit darahnya menjadi tidak
normal dan diikuti dengan jumlah eritrosit yang juga rendah (Bastiawan dkk., 1995).
Rendahnya jumlah eritrosit merupakan indikator terjadinya anemia, sedangkan tingginya
jumlah eritrosit mengindikasi bahwa ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer dan Yasutake,
1977).

c. Hemoglobin
Menurut Matofani dkk. (2013) hemoglobin berkaitan erat
dengan eritrosit, semakin sedikit kadar hemoglobin maka ikan tersebut diduga mengalami
anemia.
Hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh pada ikan dikarenakan hubungannya
yang sangat erat dengan adanya daya ikat oksigen oleh darah (Nirmala dkk., 2012).
Kemampuan mengikat oksigen dalam darah tergantung pada jumlah hemoglobin yang
terdapat dalam sel darah merah. Rendahnya kadar hemoglobin menyebabkan laju
metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi rendah (Bastiawan dkk.,
1995).
2. Hematokrit
Penghitungan nilai hematokrit dan kadar hemoglobin mencerminkan oksigen yang
membawa daya muat dalam darah. Nilai yang rendah dapat disebabkan karena kerusakan
insang atau osmoregulasi yang cacat, sementara nilai yang tinggi menunjukkan naiknya
permintaan oksigen atau tekanan yang akut (Dewi, 2012).
Apabila ikan terkena infeksi, nafsu makan ikan akan menurun dan nilai hematokrit
darah akan menurun. Pada kasus seperti anemia mikrositik, jumlah dan ukuran sel darah
merah berkurang, sehingga nilai hematokrit juga rendah. Nilai hematokrit juga dipengaruhi
oleh jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa pemijahan (Jawad dkk., 2004).

1.4. Penjelasan mekanisme kerja komponen buffer dalam darah sehingga darah bertahan
dalam kondisi homeostatis.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Menurut (Sulmartiwi, dkk, 2016), homoesostatis diartikan bahwa darah memiliki daya di dalam
tubuh untuk mempertahankan kondisi dalam keadaan yang seimbang. Ciri ikan yang
mengalami homeostatis adalah ikan yang mampu mempertahankan pH, artinya darah memiliki
sifat buffer (penyangga), sehingga pH dalam tubuh menjadi stabil. Hal tersebut di perjelas oleh
pendapat (Royan, dkk, 2014) bahwa sesungguhnya pengaturan keseimbangan asam basa
diselenggarakan melalui koordinasi dari 3 sistem. Pertama, sistem buffer, sistem penyangga
asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa
untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. Sistem buffer ini
menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi
utama sistem buffer adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam
pada cairan ekstraseluker. Sistem buffer juga memiliki keterbatasan salah satunya yaitu sistem
ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem pernafasan bekerja
normal. Salah satu sistem buffer yaitu buffer hemoglobin merupakan sistem dapat di dalam
eritrosit untuk perubahan asam karbonat. Mekanisme kerja komponen buffer dalam darah
sehingga darah bertahan dalam kondisi homeostatis adalah ketika semua sel-sel dalam
tubuh akan mengadakan metabolismenya pada proses oksidasi yang akan menghasilkan
C2H2O6 + Air + Energi. Kandungan asam pada pH akan menghasilkan metabolisme yang
mempunyai ion H (H+) dimana ion ini akan mempengaruhi pH. Selam masih ada homeostatis
dengan adanya buffer maka penambahan atau pengurangan ion H tidak akn menaikkan dan
menurunkan pH darah. Cairan tubuh mengandung beberapa macam buffer antara lain
NaHCO3, H2CO3, dan H2PO4 (Hemoglobin) (Sulmartiwi, dkk, 2016).

Respons ikan terhadap stres yang dialami terdiri atas respons primer, sekunder, dan tersier.
Respons primer berupa perubahan pada tingkatan seluler dan neuroendokrin ikan. Respons
sekunder berupa perubahan pada tingkatan plasma, jaringan tubuh, dan metabolisme ikan.
Respons tersier berupa perubahan fisiologis dan tingkah laku ikan secara keseluruhan (Barton
2002). Perubahan biokimiawi darah yang termasuk ke dalam respons sekunder stres antara
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
lainnya adalah perubahan nilai pH darah (Wells & Davie 1985) dan perubahan gambaran darah
(Barton 2002). Kepadatan dan stimulan stres lainnya saat pengangkutan menyebabkan ikan
panik sehingga beraktifitas jauh lebih intens daripada aktifitas normal. Akibatnya, ikan
menghabiskan cadangan energi tubuh yang tersimpan dalam bentuk glikogen. Pemecahan
glikogen terjadi melalui metabolisme anaerob yang menyebabkan produksi asam laktat
meningkat dan lepasnya CO2 ke dalam darah (Wahyu, dkk, 2015). Keberadaan asam laktat dan
CO2 menyebabkan pH darah menurun sehingga terjadi asidosis. Asidosis menyebabkan suplai
oksigen untuk proses metabolisme energi berkurang. Akibatnya ikan sulit memenuhi energi
untuk mengatasi stres dan terjadi kematian (Delince et al. 1987). Tingginya konsentrasi CO2 di
dalam air menyebabkan CO2 darah sulit untuk berdifusi keluar dari insang. Proses difusi
dipengaruhi perbedaan tekanan antara CO2 dalam darah dengan CO2 yang ada pada media air
(Wedemeyer 1996). Kondisi tersebut menyebabkan konsentrasi CO2 di dalam darah meningkat
sehingga menyebabkan hiperkapnia yang memperparah asidosis yang terjadi pada ikan. Nilai
pH darah yang semakin rendah menunjukkan tingkat stres yang semakin tinggi.
1.5. Penjelasan perbedaan sel darah ikan normal dengan sel darah ikan yang mengalami
lisis dan krenasi
Menurut Fujaya (2004), jumlah eritrosit pada masing-masing spesies ikan berbeda,
tergantung dari aktivitas ikan tersebut. Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut Hb dan
berperan membawa oksigen dari insang atau paru-paru ke jaringan; selain mentransport Hb,
eritrosit juga mengandung asam karbonat dalam jumlah besar yang berfungsi mengkatalis
reaksi antara karbondioksida dan air, sehingga darah dapat mentranspor karbondioksida dari
jaringan menuju insang. Jenis ikan bercartilago, elasmobrachii seperti hiu Selachii dan
stingrays Botoidea mempunyai ukuran eritrosit yang lebih besar dan jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan teleostei. Jenis ikan yang aktif bergerak (energetik) cenderung mempunyai
eritrosit dalam jumlah banyak (Najiah et al., 2008). Lebih lanjut, Najiah et al. (2008)
menyatakan bahwa tilapia Oreochromis niloticus mempunyai ukuran eritrosit yang besar dan
ukuran eritrosit yang terkecil ditemukan pada ikan lele. Hemoglobin adalah metalloporphyrin,
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
kombinasi dari haem yang merupakan porphyrin besi dan globin. Pada peristiwa oksigenasi,
atom besi dari haem akan berasosiasi dengan satu molekul oksigen. Setiap molekul Hb
mengandung 4 molekul haem dan 4 atom besi sehingga dapat mengangkut 4 molekul oksigen.
Ada korelasi yang kuat antara hematokrit dan jumlah Hb darah. Semakin rendah jumlah
eritrosit maka semakin rendah pula kandungan Hb dalam darah. Ikan lele memiliki hematokrit
27%, Hbnya 10 g%. Menurut Fujaya (2004) pada teleostei kadar hematokritnya berkisar 21%.
Berdasarkan penelitian Bastiawan et al. (1995), gambaran darah ikan lele yang sehat adalah
mempunyai kadar hematokrit 30,8-45,5%, jumlah eritrositnya 3,18x106 sel/mm3 dan
kandungan Hb nya berkisar antara 12-14 Hb/100 ml. Rendahnya kadar Hb menyebabkan laju
metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi rendah. Hal ini membuat ikan
menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta terlihat diam di dasar atau menggantung
di bawah permukaan air. Ikan memiliki leukosit lebih banyak dibanding manusia. Menurut
Stachell (1991), leukosit ikan pike adalah sekitar 137.000-798.000/mm3 . Berdasarkan Tabel 1
di atas terdapat perbedaan jumlah leukosit pada ikan nila, lele dan patin. Ikan nila jumlah
leukositnya lebih sedikit, sedangkan pada ikan lele jumlahnya paling banyak. Leukosit pada
ikan menurut Fujaya (2004) terdiri atas 7 bentuk yaitu 3 tipe eosinofil granulosit dan masing-
masing satu tipe neutrofil granulosit, limfosit, monosit dan trombosit. Neutrofil dan monosit
adalah leukosit fagosit kuat. Fagositasi oleh neutrofil dilakukan dengan mendekati partikel
yang akan difagositasi dengan cara mengeluarkan pseudopodi ke segala arah sekitar partikel,
selanjutnya pseudopodi satu sama lain saling bersatu untuk melakukan fagositasi. Satu
neutrofil dapat menfagosit 5 sampai 20 bakteri. Monosit lebih kuat karena dapat menfagosit
partikel yang lebih besar. Limfosit tidak bersifat fagositik tetapi berperan di dalam
pembentukan antibodi. Ikan lele mempunyai kandungan monosit yang tinggi daripada ikan air
tawar lainnya, sedangkan neutrofil ikan lele juga lebih banyak dibanding ikan air tawar lainnya.
Pada kondisi patologis maka kadar hematokrit, hemaglobine, total eritrosit, total leukosit,
limfosit, monosit dan neutrofil dapat menyimpang dari kadar normal. Penyimpangan bisa
meningkat atau menurun tergantung dari faktor penyebabnya. Salasia et al. (2001)
menyatakan bahwa kadar hematologi normal pada ikan air tawar adalah total eritrosit 40,76-
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
94,37 (106 /mm3 ), Hb 5,05-8,33 g/dl, total leukosit 3390-14200 mm3 , neutrofil 3,25-8,40%,
limfosit 60,20-81,00% dan monosit 7,75-29,20%.

Pada sel darah ikan yang mengalami lisis pada umumnya mengalami jumlah eritrosit dan leuoksit
yang sangat rendah. Hal ini di perkuat oleh pendapat Hastuti dan Karoror (2007) yang
menyebutkan bahwa jumlah eritrosit normal pada ikan teleostei adalah sekitar 1,05x106
sel/mm3 . Perbedaan jumlah eritorosit pada ikan normal dan yang telah mengalami lisis
dikarenakan adanya perbedaan daya tahan tubuh antara ikan yang sehat dan sakit ikan yang sakit,
sehingga jumlah eritrosit yang terdapat pada ikan yang sakit terutama terserang bakteri lebih
rendah dari pada ikan lele yang sehat. Hal ini di duga karena terjadinya lisis pada sel darah merah.
Angka (1990) menjelaskan bahwa proses pecahnya sel darah merah dikarenakan bakteri
menghasilkan toxin yang salah satu fungsi enzim tersebut adalah menghasilkan enzim haemolisin
yang bertugas untuk melisiskan sel darah merah. Ary (2007) dalam Dopongtanung (2008)
mengungkapkan bahwa ikan yang terinfeksi penyakit akan mengalami penurunan jumlah leukosit
yang disebabkan karena terganggunya fungsi ginjal dan limfa dalam memproduksi leukosit.
Sehingga kemampuan leukosit akan menurun karena leukosit berfungsi sebagai pertahanan non-
spesifik yang akan mengeliminasi patogen. Pada umumnya, nilai hemoglobinpun akan ikut
menurun dalam darah karena berkaitan dengan rendahnya nilai eritrosit yang di duga karena ikan
mengalami lisis di dalam darah tadi. Menurut (Hastuti, dkk, 2012), hemoglobin (Hb) pada ikan
gurami sehat yang telah di hitung nilai rataanya adalah sebesar 12,9 gr/dl sedangkan untuk ikan
gurami yang terserang penyakit bakteri adalah sekitar 8,45 gr/dl. Kadar hemoglobin ikan normal
yang di laporkan oleh Bastiawan et al., (2001) adalah sebesar 12,0 g/dl ± 14 g/dl. Berdasarkan nilai
yang di dapat, nilai untuk kedua perlakuan (12,9 gr/dl dan 8,45 gr/dl) masih merupakan nilai
kisaran normal. Nilai Hb pada ikan yang mengalami lisis lebih rendah daripada sel darah ikan yang
memiliki kondisi normal. Menurunnya nilai hemoglobin dalam darah berkaitan dengan rendahnya
nilai eritrosit yang di duga karena ikan mengalami lisis di dalam darah. Lisis di sebabkan oleh
pecahnya sel darah merah karena adanya toksin bakteri di dalam darah yang di sebut haemolisin.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Toksin ini akan melisiskan hemoglobin dan melepaskan hemoglobin (Angka, 1990). Kadar
hemoglobin yang rendah dapat menjadi salah satu indikasi pada ikan atas terjadinya infeksi dalam
hal ini adalah bakteri (Lucky, 1977). Ikan mengalami lisis juga ditandai oleh nilai hematokrit yang
rendah. bakteri menghasilkan toxin yang salah satu fungsi enzim tersebut adalah menghasilkan
enzim haemolisin yang bertugas untuk melisiskan sel darah merah. Menurut (Hastuti, dkk, 2012),
Hasil pengukuran hematokrit ikan gurami sakit memiliki nilai yang rendah (dibawah 22%) hal ini di
duga karena ikan berada dalam keadaan sakit. Hal ini di dukung oleh pendapat Randal (1970)
dalam Dopongtanung (2008) yang menjelaskan bahwa bila nilai hematokrit ikan di bawah 22%
menunjukkan bahwa ikan mengalami anemia dan kemungkinan mengalami infeksi penyakit
bakteri.

Eritrosit mempunyai membran sel yang bersifat permeabel selektif terhadap lingkungan
sekelilingnya (misalnya cairan) yang berada diluar eritrosit, dan mempunyai batas-batas fisiologis
terhadap tekanan osmosis dari luar eritrosit. Tonisitas eritrosit sangat penting diketahui karena
erat kaitannya dengan terapi infus pada hewan sakit atau kekurangan cairan. Untuk mengetahui
tonisitas dari eritrosit, maka dilakukan uji fragilitas/uji hemolisis. Fragilitas eritrosit merupakan
reaksi membran eritrosit untuk melawan tekanan osmosis media di sekelilingnya, untuk
mengetahui berapa besar fragilitas atau kerapuhan dinding eritrosit dapat diketahui dengan
menaruh eritrosit dalam berbagai larutan (biasanya NaCl) dengan tekanan osmosis yang beragam.
Konsentrasi larutan dengan tekanan osmosis tertentu akan menyebabkan lisis eritrosit, inilah yang
menunjukkan fragilitas eritrosit tersebut (Senturk et al, 2005). Konsentrasi larutan yang digunakan
harus mempunyai tonisitas yang sama dengan eritrosit. Apabila medium di sekitar eritrosit
menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan
larutan NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan
menyebabkan sel eritrosit menggembung dan akan mengalami hemolisis. Sebaliknya bila eritrosit
berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar
eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput/krenasi. Hemolisis maksimum eritrosit terjadi
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
pada konsentrasi NaCl yang sama dan hasilnya menunjukkan bahwa eritrosit merespon dengan
solusi hipotonik sebelum dilakukan transportasi (Adenkola dan Ayo, 2009).
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Kesimpulan :

Daftar Pustaka :
Soewolo, 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: UM Press.
Sukiya. (2005). Biologi Vertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang.
Purnamasari, R., & Santi, D. K. (2017). Buku Fisiologi Hewan. Surabaya: Program Studi Arsitektur
UIN Sunan Ampel .
Salasia, S.I.O., D. Sulanjari, A. Ratnawati. 2001. Studi hematologi ikan air tawar. Biologi.
2 (12): 710-723
Sugito, Nurliana, D. Aliza, danSamadi. 201. Efek suplementasi tepung daun jaloh dalam
pakan terhadap diferensial leukosit dan ketahanan hidup pada uji tantang
Aeromonashydrophila ikan nila yang diberi stress panas. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 509-518.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Yanto, H., H. Hasan, dan Sunarto. 2015. Studi hematologi untuk diagnosa penyakit ikan
secara dini di sentra produksi budidaya ikan air tawar sungai kapuas Kota
Pontianak. Jurnal akuatika. 6(1): 11- 20.
Afrianto, E., E. Liviawaty, Z. Jamaris dan Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya,
Jakarta. Bastiawan, D., M. Taukhid, Alifudin dan T.S. Dermawati. 1995.
Perubahan hematologi dan jaringan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang
diinfeksi cendawa Aphanomyces sp. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.
1(2):106-115.
Paleari, R. and Mosca, A. (2008) ‘Controversies on the osmotic fragility test’, Enerca News, pp.
3–5.
Jayashree, K. et al. (2011) ‘Evaluation of platelets as predictive parameters in dengue fever’,
Indian Journal of Hematology and Blood Transfusion, 27(3), pp. 127–130.

Wedemeyer, G.A and W.T. Yasutke. 1977. Clinical methods for the assessment on the
effect of enviromental stress on fish health. Technical Paper of The US
Departement of The Interior Fish and the Wildlife Service. 89 : 1-17.
Matofani, A. S., S. Hastuti dan F. Basuki. 2013. Profil darah ikan nila kunti
(Oreochromisniloticus)yang diinjeksi Streptococcus agalactiae dengan
kepadatan berbeda. J. Aquac. Manage. Tech. 2(2):64-72.
Nirmala, K., Y.P Hastuti, dan V. Yuniar. 2012. Toksisitas merkuri (hg) terhadap tingkat
kelangsungan hidup, pertumbuhan, gambaran darah dan kerusakan organ pada
ikan nila(Oreochromisniloticus). Jurnal Akuakultur Indonesia. 11(1):38-48.
Jawad, L.A., M.A. Al-Mukhtar and H.K. Ahmed. 2004. therelationship between
haematocrit and some biological parameters of the indian shad,
Tenualosailisha(Family Clupeidae). Anim. BiodConserv. 27(2):47-52.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Dewi, N.K. 2012. Biomarker Pada Ikan Sebagai Alat Monitoring Pencemaran Logam Berat
Kadmium, Timbal dan Merkuri di Perairan Kaligarang Semarang. Thesis.
Universitas Diponegoro.
Royan , F., Rejeki, S., & Haditomo, C. A. (2014). The Effect of Different Salinity on Blood Profile
Parameter of Fish. Journal of Aquaculture Management, 3(2), 109-117.
Barton BA. 2002. Stress in fishes: a diversity of responses with particular
reference to changes in circulating corticosteroids. Integrative and
Comparative Biology, 42(3): 517-525.
Wells RMG, Davie PS. 1985. Oxygen binding by the blood and
hematological effects of capture stress in two big gamefish: mako shark
and striped marlin. Comparative Biochemistry and Physiology Part A:
Physiology,81(3): 643-646.
Wedemeyer GA. 1996.Physiology of fish in intensive culture systems.
Springer Science & Business Media. 232 p.
Delince GA, Campbell D, Janssen JAL, Kutty MN. 1987. Seed production.
Lectures presented at ARAC (African Regional Aquaculture Centre) for
the senior aquaculturists course. Field document. Report No: FAO-FI--
RAF/82/009. Food and Agriculture Organization of the United Nations,
Rome. 118 p.
Wahyu, Eddy Supriono., Kukuh N., dan Enang. 2015. Pengaruh kepadatan
ikan selama pengangkutan terhadap gambaran darah, pH darah, dan
kelangsungan hidup benih ikan gabus Channa striata (Bloch, 1793). Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, Vol 15(2) : 165-177.
Sulmartiwi, Laksmi., Hari S., dan Sapto A. 2016. Buku Ajar Fisiologi Hewan Air. PT. Revka Petra
Media. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi ikan. Penerbit Rineka Cipta. 179 hal.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Najiah, M., Nadirah M., Marina H., Lee S. W., Nazaha W. H. 2008. Quantitative comparisons of
erythrocyte morphology in healthy freshwater fish species from Malaysia. Res. J. of Fisheries
and Hydrobiology 3(1): 32-35.
Satchell LS. 1991. Physiology and form of fish circulation. Cambridge University Press. 235 hal.

Hastuti, S.D. dan J.R. Karoror. 2007. Pengaruh Pemberian Lps (Lipopolisacharida) Terhadap
Aktifitas Fagositosis dan Jumlah Eritrosit Darah Ikan Nila (Oreocromis sp). Jurnal Protein. 15(1):33-
39.
Dopongtonung, A. 2008. Gambaran Darah Ikan Lele (Clarias spp.) yang Berasal Dari Daerah
Laladon-Bogor. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. xx hlm
Angka, S.L. 1990. The pathology of the walking catfish, Clarias batrachus (L) infected
intraperitoneally with Aeromonas hydrophila. Asian Fish.Sci. 3 : 343-351
Hastuti, Sri., Anisha M., dan Sarjito. 2012. Identifikasi Agensia Penyebab dan Profil Darah Ikan
Gurami (Osphronemus gouramy) yang Terserang Penyakit Bakteri. Journal Of Aquaculture
Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 249-263
Senturk, UK., Gunduz. F., Kuru. O., Kocer. G., Ozkaya. YG., Ilkaya. AY., Kucukatay, MB., Uyuklu, M.,
Yalcin, O., and Baskurt, OK. 2005. Exercise-induced oxidative stress leads hemolysis in sedentary
but not trained human. J Appl Physiol 99(4):1434- 1441.
Adenkola, AY and Ayo, JO. 2009. Effect of road transportation on erythrocyte osmoticfragility of
pigs administered ascorbic acid during the harmattan season in Zaria, Nigeria. Journal of Cell and
Animal Biology3(1): 004-008.
LEMBAR KERJA
TUGAS PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR
===========================================
Adha. S. D. 2015. Pengaruh Konsentrasi Larutan HNO3 dan Waktu Kontak Terhadap Desorpsi
Kadmium (II) yang Terikat Pada Biomassa Azolla Micropylla-Sitrat. Kimia Student Journal. Vol.1 (1) :
636-642.
Khikmah, N. 2015. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Laju Alir pada Penentuan Kreatinin Dalam Urin
Secara Sequential Injection Analysis. Kimia Student Journal. Vol.1 (1) : 613-615.

Utomo, S. 2015. Pengaruh Konsentrasi Larutan NaNO2 Sebagai Inhibitor Terhadap Laju Korosi Besi
dalam Media Air Laut. Jurnal Teknologi. Vol.7 (2) : 93-103.
Oyewale, JO (1993). Effect of Storage of Blood on the Osmotic Fragility of Mammalian
Erythrocyte. Journal of Veterinary Medicine Series A, Vol. 40, p. 258-264.

Alamanda IE, Noor SH, Budiharjo A. 2007. Penggunaan Metode Hematologi dan Pengamatan Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen, Boyolali. Surakarta:
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret. Vol 8.

Anda mungkin juga menyukai