Anda di halaman 1dari 7

AUTOKORELASI

A. PENGERTIAN
Istilah autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi yang terjadi antar anggota serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti
dalam data cross sectional). Dalam konteks regresi, model regresi linear klasik mengasumsikan
bahwa autokorelasi tersebut tidak terdapat dalam gangguan ui. Sederhananya dapat dikatakan
bahwa usur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur
gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun. (Gujarati)

B. PENYEBAB AUTOKORELASI

1. INERSIA

Beberapa time series seperti GNP, indeks harga, produksi, pengangguran, menunjukkan
siklus tertentu. Misalkan suatu negara berada pada titik terendah resesi. Pada saat proses
pemulihan, GNP (umpamanya) mulai bergerak naik, harga GNP pada setiap titik dalam waktu
selalu lebih tinggi daripada sebelumnya. Jadi ada ”momentum” yang terus bekerja, yang akan
terus bekerja sampai ada sesuatu hal yang menghentikannya.

2. Bias Spesifikasi: Kasus variabel yang diabaikan

 Dalam suatu proses analisa empiris, si analis mulai dengan model yang kurang sempurna.
 Setelah analisa regresi, dilakukan analisa ”post-mortem” untuk mengetahui apakah hasilnya
sesuai dengan ekspektasi a-priori.
 Jika muncul pola ui vs waktu seperti pada gambar-gambar di slide sebelumnya, menunjukkan
bahwa ada variabel yang seharusnya termasuk dalam model, tetapi tidak diikut sertakan.
Misalkan model yang seharusnya adalah:
Yt = β1 + β2X2t + β3X3t + β4X4t + ut ........... (1)
Y : jumlah permintaan daging sapi, X2 : harga daging sapi, X3 : income, X4 : harga daging ayam.
Tetapi kita hanya menggunakan model:
Yt = β1 + β2X2t + β3X3t + νt ..................(2)
Artinya, kita akan berurusan dengan:
νt = β4X4t + ut ..............................(3)
Apabila harga daging ayam mempengaruhi permintaan daging sapi, maka persamaan (3)
akan menunjukkan pola yang sistematis, sehingga menciptakan autokorelasi (yang keliru).
Tes sederhana untuk menguji hal ini adalah melakukan analisa regresi dengan
menggunakan model (1) dan model (2). Kemudian amati apakah autokorelasi yang muncul dari
model (2) akan menghilang setelah model (1) digunakan

3. Bias Spesifikasi: Bentuk Fungsional Keliru

Bias Spesifikasi: Bentuk Fungsional Keliru Misalkan model yang benar adalah:

Marginal costt = β1 + β2X2t + β3X23t + ut .................... (4)


Tetapi kita menggunakan:

Marginal costt = β1 + β2X2t + β3X3t + ut............................ (5)

4. Fenomena Cobweb

Contoh: Supply bereaksi terhadap harga, tetapi reaksinya terjadi beberapa saat sesudah
perubahan harga. Sebabnya adalah karena keputusan penentuan supply membutuhkan waktu untuk
diimplementasikan. Misalkan, pada permulaan musim tanam tahun ini, para petani dipengaruhi oleh
harga pada tahun sebelumnya:

Supplyt = β1 + β2Pt−1 + ut ...................... (6)

Misalkan pada akhir periode t harga Pt ternyata lebih rendah daripada Pt−1, maka pada periode
t + 1 para petani akan memproduksi lebih rendah daripada pada periode t. Akibatnya ut menjadi
tidak random karena jika produksi berlebihan pada periode t, maka para petani akan mengurangi
produksi pada periode t + 1. Dan seterusnya yang menghasilkan pola Cobweb.

5. Autoregresi

Pada time series untuk konsumsi, seringkali ditemui bahwa konsumsi pada suatu periode dipengaruhi
oleh konsumsi pada periode sebelumnya.

Konsumsit = β1 + β2 Incomet + β3 Konsumsit−1 + ut ............................ (7)

Regresi seperti pada persamaan (7) disebut autoregresi. Alasan munculnya autoregresi adalah
karena manusia tidak dapat mengubah kebiasaannya dengan segera.

6. Manipulasi Data
 Pada laporan quarterly, datanya seringkali diperoleh dengan menjumlahkan data bulanan lalu
dibagi 3. Tindakan ini menghilangkan fluktuasi, dan membuat grafiknya menjadi lebih smooth.
Prosedur ini menyebabkan munculnya autokorelasi.
 Ekstrapolasi dan interpolasi.

7. Non-stationary Parameter

Parameter-parameter yang seharusnya stationary (tidak bergantung waktu) misalnya: µ (mean)


atau σ2 (variance). Apabila parameter-parameter itu ternyata non-stationary, maka akan
menimbulkan autokorelasi.

C. KONSEKUENSI
D. CARA MENDETEKSI
1. Metode grafik
Metode grafik dapat digunakan dengan cara membuat plot antara residual (e i) dengan
waktu. Apabila setelah diplotkan titik-titik dalam plot menunjukkan suatu pola yang acak
(random), maka asumsi non-autokolerasi terpenuhi. Akan tetapi, apabila titik-titik pada plot
yang digambar menunjukkan suatu pola tertentu, maka terdapat autokolerasi.
Contoh:
a. b.

c. d.
Dari keempat gambar di atas, plot antara residual dengan waktu yang menunukka
pola yang acak adalah gambar d. oleh karena itu, gambar d. menunjukkan bahwa model
regresi yang telah diperoleh tidak menunjukkan adanya autokorelasi.
2. Statistik Uji
Mendeteksi autokolerasi dengan grafik merupakan suatu metode yang efektif namun
subjektif. Oleh karena itu, cara lain untuk mengetahui bahwa asumsi non-autokolerasi
terpenuhi, dapat dilakukan dengan melakukan pengujian statistik. Terdapat 2 macam uji
yang dapat dilakukan, yakni:
a) Durbin-Watson d Test
Asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan uji Durbin-Watson:
 Model regresi mengandung intercept.
 Model regresi tidak mengandung nilai yang terlambat (lagged) dari variabel respon
Y sebagai satu dari variabel penjelas. Jadi, pengujian tidak dapat diterapkan untuk
model jenis
𝑌t=𝛽0+𝛽1𝑋1𝑡+𝛽2𝑋2𝑡+⋯+𝛽𝑘𝑋𝑘𝑡+𝛾𝑌𝑡−1+𝜀𝑡
di mana Yt–1 adalah nilai lagged satu periode dari Y.
 Hanya cocok untuk menguji autokorelasi ordo pertama (first order autocorrelation)

Statistik Uji:

n
D=∑ ¿ ¿ ¿
t =2

Setelah mencari statistik D, untuk mengetahui apakah terdapat autokolerasi atau tidak,
maka gunakan tabel statistik D yang akan didapat nila d U dan dL. kemudian, keputusan untuk
menolak atau menerima H0 adalah sebagai berikut.

Positive autocorrelation
H0 : ρ = 0
H1 : ρ > 0
tolak H0 ketika D < dL
gagal tolak H0 ketika D > dU.
tidak disimpulkan jika dU ≤ D ≤ dL

Negative Autokorelasi
H0 : ρ = 0
H1 : ρ < 0
tolak H0 ketika 4-D < dL
gagal tolak H0 ketika 4-D > dU.
tidak disimpulkan jika dU ≤ 4-D ≤ dL
Dalam grafik, dapat dilihat sebagai berikut:

b) Run test
Run test merupakan bagian dari statistik non-parametik dapat pula digunakan untuk menguji
apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi atau tidak. Jika antar residual tidak terdapat
hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan
untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (sistematis).
Uji Run ini memiliki prinsip yang sederhana dengan melihat tanda nilai residual positif(+)
atau negatif (-) tanpa memperhatikan nilainya. Jadi, yang disimpulkan disini adalah sekelompok nilai
residual yang mempunyai tanda yang sama secara berturut-turut.
Contoh : + + + - - + + + + + + - - -
H0 : residual random (tidak ada autokorelasi)
H1 : residual tidak random ( ada autokorelasi)
Untuk menghitungnya,
2 N 1+ N 2
E(run) = +1
N
2 N 1 N 2(2 N 1 N 2−N )
σ2 (run) =
N 2 (N −1)
dimana,
N = jumlah observasi
N1 = jumlah run positif (+)
N2 = jumlah run negatif (-)
R−μ R
Statistik uji : Z =
σR

Dengan SPSS
Dengan hipotesis dasar di atas, maka dasar pengambilan keputusan uji statistik dengan Run test
adalah (Ghozali, 2011):
1. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti
data residual terjadi secara tidak random (sistematis).
2. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti
data residual terjadi secara random (acak).

TRANSFORMASI COCHRANE-ORCUTT PROCEDURE


Prosedur CO meliputi 3 tahap, yaitu :
1. Estimasi nilai ρ dengan r, yaitu
n

∑ et −1 e t
r = t =2n
∑ e 2t−1
t =2
2. Cocokkan dengan model yang di transformasi, yaitu regresikan Y’ terhadap X’ dimana
Y ' =Y t −r Y t −1 dan X ' = X t −r X t−1
3. Hitung statistik Durbin-Watson. Jika masalah autokorelasi bisa diatasi berarti proses
selesai, tetapi kalau belum teratasi, lakukan lagi proses dari awal dengan menghitung
nilai r dari persamaan hasil transformasi. Apabila setelah dua kali transformasi tidak
dapat mengatasi masalah autokorelasi, gunakan metode transformasi yang lain.

TRANSFORMASI HILDRETH-LU PROCEDURE


1. Tentukan beberapa nilai ρ. Pilih nilai ρ yang akan menghasilkan nilai SSE terkecil.
2. Setelah itu, transformasi variabel X dan variabel Y. Gunakan ρ yang memiliki nilai SSE paling
kecil.
3. Buat model regresinya!
4. Uji autokorelasi dengan Durbin-Watson.
5. Transformasi kembali variabel yang akan digunakan.

TRANSFORMASI FIRST DIFFERENCES PROCEDURE


1. Transformasikan variable, dimana ρ = 1.
2. Regresikan variable yang telah ditransformasi. Pada tahap ini, model akan memiliki nilai
β0 = 0 karena ρ = 1.
3. Uji model tersebut dengan menggunakan uji Durbin-Watson dengan menyertakan β0
dalam model untuk mencari nilai residual.

Anda mungkin juga menyukai