Anda di halaman 1dari 16

BAB VI

KEBIJAKAN PERUBAHAN INPUT


PRODUKSI
Secara teoritis keragaan ekonomi rumahtangga adalah
mencerminkan respon perilaku rumahtangga terhadap berbagai
perubahan eksternal maupun internal. Beberapa cara pengukuran
respon tersebut adalah menggunakan nilai elastisitas output terhadap
perubahan input (kebijakan pemerintah maupun non-kebijakan), seperti
kebijakan harga BBM, teknologi dan kredit.
Menurut Smith dan Strauss (1986), jika model ekonomi
rumahtangga menunjukkan saling terkait secara simultan antara perilaku
produksi, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan, dan pengeluaran,
dimana elastisitas tidak konstan dan keterkaitan antar peubah sangat
nyata, maka evaluasi keragaan ekonomi rumahtangga lebih tepat
menggunakan cara pengukuran besarnya perubahan endogen ekonomi
rumahtangga dalam merespon perubahan berbagai kebijakan ataupun
peubah non kebijakan.
Model ekonomi rumahtangga nelayan ini dibangun dalam bentuk
sistem persamaan, dimana hubungan antara peubah endogen dan
eksogen maupun instrumen kebijakan terkait secara simultan. Oleh
karena itu, keragaan ekonomi rumahtangga nelayan diukur secara
langsung melalui perubahan produksi hasil tangkap ikan, curahan kerja,
penerimaan dan pendapatan, pengeluaran dan tabungan, sebagai akibat
dari perubahan kebijakan dan non-kebijakan atas dasar hasil simulasi.
Evaluasi atas dasar besarnya perubahan peubah endogen
sebagai akibat dari berbagai kebijakan maupun non-kebijakan adalah
sangat penting, mengingat keragaan kesejahteraan ekonomi
rumahtangga pada akhirnya ditentukan oleh besarnya perubahan
produksi, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan, pengeluaran dan
besarnya tabungan. Untuk mengevaluasi perubahan kesejahteraan
rumahtangga, beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa, disamping
263

evaluasi besarnya perubahan tingkat pendapatan sebagai respon


terhadap perubahan kebijakan dan non-kebijakan, juga perlu dilakukan
evaluasi besarnya perubahan tingkat tabungan (Slesnick; 1998, Deaton,
1997 dan Browning and Lusardi, 1996). Adanya peningkatan atau
penurunan hasil tangkap ikan, curahan kerja, penerimaan dan
pendapatan, pengeluaran maupun tabungan dalam rumahtangga nelayan
menunjukkan keragaan ekonomi rumahtangga yang semakin kuat atau
semakin menurun.
Arah kebijakan pembangunan perikanan mengacu kepada Garis-
Garis Besar Haluan Negara tahun 1999, Undang-Undang No. 25 Tahun
2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana
Strategis (RENSTRA) Departemen Kelautan dan Perikanan dan Strategi
Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2007 (DKP, 2006), strategi
pembangunan yang ditempuh adalah :
(1).. Transparansi dan akuntabilitas tinggi .
(2) Pembangunan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang
diarahkan untuk dapat mengentaskan kemiskinan (pro-poor), menyerap
tenaga kerja (pro-job) dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro-
growth).
(3) Dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip keadilan dan
pemerataan antar daerah, mengurangi ketertinggalan dan kesenjangan
serta pengembangan pulau-pulau kecil terluar NKRI..
Dengan demikian arah kebijakan pembangunan kelautan dan
perikanan nasional tetap menekankan pada : (1) pertumbuhan ekonomi,
(2) pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan, dan (3)
memelihara daya dukung pertumbuhan, kelestarian sumberdaya dan
kesejahteraan nelayan (Dahuri, 2002). Oleh karena itu, indikator
keragaan ekonomi rumahtangga nelayan tersebut adalah mengacu pada :
(1) pertumbuhan ekonomi, (2) peningkatan dan pemerataan pendapatan,
dan (3) keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Menurut Smith (1983) dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
sering terjadi kontradiksi antara tujuan pertumbuhan ekonomi dan
264

kelestarian sumberdaya. Modernisasi perikanan secara umum telah


memacu pertumbuhan ekonomi. Disamping kemajuan ekonomi yang
dapat diraih, hasil estimasi pemanfaataan sumberdaya perikanan di
beberapa wilayah menunjukkan gejala lebih tangkap (over fishing).
Namun, mengingat sektor perikanan Jawa Timur memiliki wilayah
perairan laut ZEE di wilayah Selatan, maka produksi dan produktifitas
armada penangkapan ikan yang mengacu pada asumsi Total Allowable
Catch (TAC) masih memungkinkan untuk ditingkatkan, khususnya di
wilayah Samudera Indonesia.
Penetapan angka peningkatan produksi 20% untuk nelayan kecil
didasarkan pada hasil tangkap agregat seluruh wilayah untuk seluruh
armada perikanan. Oleh karena itu, kenaikan produksi hasil tangkap per
armada penangkapan ikan yang dimiliki rumahtangga nelayan di daerah
penangkapan ikan tertentu dapat terjadi melebihi batas kenaikan 20%.
Beberapa pertimbangan yang digunakan adalah :
1. Pencurian ikan (illegal fishing) di wilayah ZEE di Samudera Indonesia,
Selatan Jawa Timur diinformasikan cukup tinggi dan menimbulkan
kerugian finansial cukup besar (Dahuri, 2002) Kerugian negara per
tahun ditaksir mencapai US$ 780 juta (Cholik, 1996). Oleh karena itu,
kebijakan untuk memacu peningkatan produksi oleh nelayan tradisional
melebihi kenaikan 20% dimaksudkan agar nelayan tradisional ikut
serta dalam memanfaatkan potensi dan mengurangi pencurian ikan di
wilayah ZEE.
2. Hak berdaulat atas sumberdaya perikanan di perairan ZEE, pasal 61
dan 62 Bab V UNCLOS, disertai dengan berbagai kewajiban dalam
konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hayati yang terdapat di ZEE
oleh nelayan nasional. Jika nelayan nasional tidak memenuhi
kewajiban memanfaatkannya, maka pemerintah berkewajiban untuk
mengijinkan kapal asing beroperasi di wilayah ZEE (Cholik, 1996).
3. Estimasi produksi ikan maksimum berkelanjutan secara agregat (MSY)
sebagaimana dijelaskan dalam Bab sebelumnya didasarkan pada
asumsi jumlah armada penangkapan ikan dan jumlah trip melaut
265

(boat days) untuk daerah penangkapan ikan tertentu. Dalam upaya


memacu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan
tradisional, pendekatan ekonomi rumahtangga menggunakan
anggapan bahwa jumlah armada penangkapan ikan yang diijinkan
tetap, namun nelayan tradisional dapat memanfaatan sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan melalui perubahan ukuran kapal,
frekuensi melaut dan perluasan daerah penangkapan ikan di wilayah
ZEE.
Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka dalam tulisan ini
akan dianalisis simulasi berbagai peubah kebijakan pemerintah maupun
non-kebijakan untuk mengevaluasi keragaan ekonomi rumahtangga
nelayan dengan kriteria peningkatan produksi ikan, curahan kerja,
penerimaan dan pendapatan, pengeluaran dan tabungan rumahtangga
Juragan dan Pendega dengan tetap memperhatikan kriteria pemanfaatan
sumberdaya secara berkelanjutan.
Untuk melihat dampak perubahan, disamping dilakukan simulasi
secara tunggal, juga dilakukan secara kombinasi, yaitu simulasi dengan
mengkombinasikan berbagai peubah secara serentak dengan rincian
simulasi SIM 1 – SIM 49 sebagaimana ditunjukkan pada daftar simulasi
di Lampiran 6.
Dampak perubahan kebijakan dan non-kebijakan dinyatakan
dalam prosentase perubahan keragaan ekonomi rumahtangga nelayan
Juragan dan Pendega mencakup perubahan : (1) produksi ikan (QNM),
(2) curahan kerja melaut rumahtangga Juragan (CDJM), (3) curahan kerja
melaut rumahtangga Pendega (CDPM), (4) pendapatan Juragan
(YJSPK), (5) pendapatan Pendega (YPSPK), (6) pengeluaran konsumsi
pokok rumahtangga Juragan (KKPJ), (7) pengeluaran konsumsi
kebutuhan non-pokok (barang mewah) rumahtangga Juragan (KKNPJ),
(8) pengeluaran untuk investasi armada penangkapan ikan (INVJ), (9)
besarnya tabungan rumahtangga Juragan (TABJ), (10) pengeluaran untuk
konsumsi pokok rumahtangga Pendega (KKPP), (11) pengeluaran untuk
266

konsumsi kebutuhan non-pokok (barang mewah) rumahtangga Pendega


(KKNPP), dan (12) besarnya tabungan rumahtangga Pendega (TABP). .
Dampak berbagai perubahan harga BBM, kredit, mutu SDM,
ukuran aset kapal dan tingkat pemanfaatan sumberdaya terhadap
keragaan ekonomi rumahtangga nelayan Jawa Timur disajikan pada
Tabel 6.1- Lampiran 5. dan Gambar 6.1.

6.1 Harga BBM Naik 15%


Jika harga BBM dinaikkan 15% (SIM 1), maka akan berdampak
pada perubahan keragaan ekonomi rumahtangga nelayan sebagai
berikut :
1. Curahan kerja, pendapatan, pengeluaran konsumsi dan tabungan
rumahtangga nelayan menurun. Penurunan tersebut terjadi
disebabkan karena penurunan jumlah hasil tangkapan sebesar
8.68%, kenaikan biaya BBM (PBBM) 13.88% yang diikuti oleh
peningkatan biaya operasi penangkapan ikan (BOM) untuk melaut
3.99%.
2. Jangkauan daerah penangkapan turun secara drastis. Banyak kapal
kecil tidak melakukan operasi melaut. Armada penangkapan ikan yang
diopersikan di wilayah 60 mil terpaksa melakukan penangkapan di
wilayah perairan pantai.
3. Akibatnya banyak kapal perikanan yang terpaksa beroperasi di pinggir
pantai, sehingga tekanan penangkapan di wilayah perairan pantai
akan semakain meningkat. Jika tidak diikuti dengan kebijakan lain,
maka akan berdampak sangat serius, diantaranya adalah : (1) konflik
antar nelayan kecil, karena bersaing berebut daerah penangkapan di
pantai, dan (2) sumberdaya ikan di pantai semakin terkuras.
4. Terjadi kenaikan biaya perawatan untuk investasi sebesar 2.70%
diduga karena pengaruh adanya beban biaya yang ditimbulkan oleh
kenaikan BBM, seperti terjadi kenaikan harga umum yang berdampak
terhadap biaya pemeliharaan investasi armada penangkapan ikan,
sementara tingkat pendapatan Juragan semakin menurun.
267

Selama tigapuluh tahun terakhir, dampak pemberian kredit untuk


nelayan menunjukkan pengaruh berupa perkembangan yang
menggembirakan dalam peningkatan produksi ikan, maupun pelunasan
kredit, dan perluasan lapangan kerja, disamping terjadi beberapa
kegagalan dalam bentuk tunggakan kredit.
Dalam mengevaluasi adanya jumlah tunggakan kredit nelayan
yang cukup besar, kebijakan kredit untuk perikanan belum kondusif.
Oleh karena itu, dalam simulasi peubah kredit (KRKJ) disusun sebagai
peubah dummy, yaitu antara diberi kredit (KRKJ = 1) dan tidak diberi
kredit (KRKJ = 0).

6.2 Pemberian Kredit Perikanan


Pemberian kredit (SIM 2) untuk nelayan berdampak pada
perubahan keragaan ekonomi rumahtangga nelayan sebagai berikut :
1. Hasil tangkapan ikan, curahan kerja, pendapatan nelayan, pengeluaran
konsumsi dan tabungan rumhtangga nelayan meningkat. Hal tersebut
terjadi sebagai akibat peningkatan ukuran aset kapal yang digunakan
dengan kenaikan ukuran 18.50% dan perluasan daerah penangkapan
ikan dengan kenaikan 10.00%.
2. Sumber pendapatan nelayan Pendega dari melaut lainnya (PPML)
menurun sampai 0.18%, tapi curahan kerja dalam rumahtangga
Pendega melaut (CDPM) naik sampai 0.43%. Ini berarti pemberian
kredit akan meningkatkan aktifitas produktif rumahtangga nelayan
melaut.

6.3 Peningkatan Ukuran Kapal Kecil Sampai 30 GT


Batasan ukuran kapal kecil sebagaimana ditetapkan oleh
pemerintah adalah sampai dengan ukuran 30 GT. Pada saat ini ukuran
rata-rata kapal ikan di Jawa Timur adalah sekitar 13.15 GT.
Peningkatan ijin kapal untuk mencapai ukuran kapal ikan rata-rata 30 GT
(SIM 3) berdampak sebagai berikut :
268

1. Perubahan produksi dan curahan kerja rumahtangga nelayan Juragan


dan Pendega sama-sama meningkat, karena jangkauan wilayah daerah
penangkapan ikan naik 58.07% dan frekuensi melaut naik 4.71%.
2. Perubahan pendapatan, konsumsi dan tabungan rumahtangga Juragan
menurun, sedangkan dalam rumahtangga Pendega naik. Hal ini
dimungkinkan, karena dengan adanya perubahan peningkatan ukuran
kapal sampai 30 GT, maka kesempatan nelayan Pendega untuk
memperoleh tambahan penerimaan dari sumber lainnya melaut
(PPLM), seperti kegiatan memancing akan naik, yaitu mencapai
18.97%.
3. Agar peningkatan ukuran aset kapal dapat diikuti oleh peningkatan
pendapatan, baik dalam rumahtangga Juragan maupun Pendega,
kiranya diperlukan kombinasi kebijakan, misalnya kemungkinan
ditempuh perbaikan teknologi alat tangkap ikan yang digunakan dan
peningkatan pendidikan serta keterampilan nelayan skala kecil untuk
menjangkau kawasan ZEE Selatan Jawa Timur..

5.4 Peningkatan Pendidikan Nelayan


Pada saat ini ukuran rata-rata lama pendidikan dan pengalaman
Pendega adalah sekitar 18 tahun. Dengan dasar rata-rata pendidikan
nelayan Pendega selama 6 tahun, maka pengalaman kerja para
Pendega dalam penelitian ini rata-rata sekitar 12 tahun, yang berarti para
Pendega telah bekerja sebagai nelayan sejak tahun 1990. Dalam
penelitian ini, peningkatan mutu nelayan Pendega diproksi melalui
simulasi peningkatan lama pendidikan sampai lulus setara SMA (PDPP
naik 1.33 kali) ditambah pendidikan keterampilan melaut lainnya.
Perubahan peningkatan mutu SDM Pendega (SIM 4) berdampak
sebagai berikut :
1. Perubahan produksi, curahan kerja, pendapatan, konsumsi dan
tabungan rumahtangga nelayan Juragan dan Pendega sama-sama
meningkat, karena jangkauan wilayah daerah penangkapan ikan naik
52.03% dan frekuensi melaut naik 4.22%.
269

2. Perubahan pendapatan rumahtangga Juragan lebih rendah daripada


perubahan pendapatan rumahtangga Pendega, yaitu masing-masing
berturut-turut 4.72% dan 13.43%.
3. Hanya saja perubahan pengeluaran untuk konsumsi pokok dan non-
pokok rumahtangga Juragan, yaitu 2.33% dan 1.88% adalah lebih
rendah daripada pengeluaran konsumsi pokok dan non-pokok para
rumahatngga Pendega, yaitu 16.83% dan 22.46%. Sehingga
perubahan besarnya tabungan pada rumahtangga Juragan adalah
lebih besar, yaitu 7.57% dibandingkan dengan perubahan besarnya
tabungan pada rumahtangga Pendega, yaitu hanya 3.21%.
4. Dengan demikian peningkatan mutu SDM Pendega masih mengarah
pada peningkatan pemenuhan konsumsi kebutuhan pokok
rumahtangga Pendega, disamping belum bisa menahan perilaku
konsumsi non-pokok “barang mewah” pada rumahtangga nelayan
Pendega.
5. Agar peningkatan tabungan dalam rumahtangga Pendega terjadi
perubahan peningkatan yang lebih besar diperlukan peningkatan
budaya menabung dalam rumahtangga Pendega.
Pada saat ini ukuran rata-rata lama pendidikan dan pengalaman
Juragan adalah sekitar 25 tahun. Dengan dasar rata-rata pendidikan
nelayan Juragan selama 6 tahun, maka pengalaman kerja para Juragan
dalam penelitian ini rata-rata sekitar 19 tahun, yang berarti para Juragan
telah bekerja sebagai nelayan sejak tahun 1982. Dalam penelitian ini,
peningkatan mutu nelayan Juragan diproksi melalui simulasi peningkatan
lama pendidikan sampai lulus setara SMA (PDPJ naik 1.25 kali) ditambah
pendidikan ketrampilan melaut lainnya.
Dengan adanya perubahan peningkatan mutu SDM Juragan (SIM
5) akan berdampak sebagai berikut :
1. Perubahan produksi , curahan kerja, pendapatan, konsumsi dan
tabungan rumahtangga nelayan Juragan dan Pendega sama-sama
meningkat, karena jangkauan wilayah daerah penangkapan ikan naik
66.11% dan frekuensi melaut naik 5.36%.
270

2. Perubahan pendapatan rumahtangga Juragan lebih tinggi daripada


perubahan pendapatan rumahtangga Pendega, yaitu masing-masing
berturut-turut 18.77% dan 8.58%.
3. Perubahan pengeluaran untuk konsumsi pokok dan non-pokok
rumahtangga Juragan, yaitu 15.34% dan -38.20%, sedangkan
pengeluaran konsumsi pokok dan non-pokok para rumahatangga
Pendega, yaitu 4.63% dan 8.18%. Ini berarti bahwa perilaku Juragan
adalah lebih hemat daripada perilaku Pendega dalam hal pengeluaran
konsumsi non-pokok “barang mewah”.
4. Sehingga perubahan besarnya tabungan pada rumahtangga Juragan
adalah lebih besar, yaitu 30.36% dibandingkan dengan perubahan
besarnya tabungan pada rumahtangga Pendega, yaitu hanya 19.06%.
5. Dengan demikian peningkatan mutu SDM mengarah pada perilaku
hemat pada rumahtangga Juragan, sedangkan perilaku rumahatngga
Pendega belum bisa menahan perilaku konsumsi non-pokok “barang
mewah”.
Dengan dasar simulasi perubahan mutu SDM tersebut diperoleh
gambaran sebagai berikut :
1. Nelayan Juragan lebih rasional, produktif dan hemat, sehingga
peningkatan pendapatan diikuti oleh peningkatan tabungan dengan
perubahan yang lebih besar dari pada peningkatan tabungan pada
rumahtangga Pendega.
2. Kecenderungan tersebut mengandung implikasi bahwa adanya
kesenjangan kesejahteraan yang semakin tinggi antara Juragan dan
Pendega, disamping faktor pendapatan, juga dipengaruhi oleh
perilaku Pendega itu sendiri yang lebih boros daripada Juragan.
3. Kesenjangan kesejahteraan tersebut akan semakin tajam, jika para
rumahtangga Juragan semakin memiliki strategi jangka panjang, yaitu
meningkatkan pendidikan anggota rumahtangga Juragan tersebut.
271

6.5 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pantai Pada


Tingkat MSY (TAC)

Pemanfaatan sumberdaya perikanan pada tingkat MSY terkait


erat dengan jangkauan daerah penangkapan ikan. Pada saat ini,
jangkauan daerah penangkapan ikan secara rata-rata sekitar 40 Km.
Menurut ketentuan Undang-Undang Otonomi Daerah berarti wilayah
penangkapan ikan nelayan Jawa Timur berada dalam yurisdiksi
pemanfaatan wilayah perikanan nasional di luar wilayah 12 mil (22 Km).
Simulasi pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan mengacu pada
batas produksi 80% dari MSY (TAC). Dengan batasan wilayah dan
produksi tersebut, maka dengan menerapkan pemanfaatan sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan (SIM 6) berdampak sebagai berikut :
1. Perubahan produksi , curahan kerja, pendapatan, konsumsi dan
tabungan rumahtangga nelayan Juragan dan Pendega sama-sama
meningkat, karena jangkauan wilayah daerah penangkapan ikan naik
4.40%, produktifitas naik 0.80% dan frekuensi melaut naik 0.36%.
2. Perubahan pendapatan rumahtangga Juragan lebih rendah daripada
perubahan pendapatan rumahtangga Pendega, yaitu masing-masing
berturut-turut 11.56% dan 17.95%.
3. Perubahan pengeluaran untuk konsumsi pokok dan non-pokok
rumahtangga Juragan, yaitu 5.71% dan 4.56%, sedangkan
pengeluaran konsumsi pokok dan non-pokok para rumahtangga
Pendega, yaitu 9.69% dan 17.08%. Ini berarti bahwa perilaku
Juragan adalah lebih hemat daripada perilaku Pendega dalam hal
pengeluaran konsumsi non-pokok “barang mewah”.
4. Perubahan besarnya tabungan pada rumahtangga Juragan adalah
lebih kecil, yaitu 18.56% dibandingkan dengan perubahan besarnya
tabungan pada rumahtangga Pendega, yaitu hanya 39.90%.
5. Dengan demikian peningkatan pemanfaatan sumberdaya perikanan
secara berkelanjutan mengarah pada pendapatan dan tabungan
rumahtangga Pendega lebih besar daripada pendapatan dan tabungan
pada rumahtangga Juragan. Peningkatan tabungan rumahtangga
272

Pendega lebih besar, karena dengan sumberdaya perikanan yang


dikelola secara berkelanjutan akan meningkatkan sumber pendapatan
melaut lainnya (PPML) pada rumahtangga Pendega, yaitu terjadi
kenaikan penerimaan sampai 157.74%.
Dengan dasar simulasi pemanfaatan sumberdaya perikanan
secara berkelanjutan tersebut diperoleh gambaran sebagai berikut :
1. Nelayan Pendega akan memperoleh peluang lebih besar dalam
kegiatan produktif melaut untuk meningkatkan sumber pendapatan
melaut lainnya, sehingga diikuti oleh peningkatan pendapatan dan
tabungan dengan perubahan yang lebih besar pada rumahtangga
Pendega.
2. Kecenderungan tersebut mengandung implikasi kesenjangan
kesejahteraan antara Juragan dan Pendega dapat dikurangi dengan
pendekatan mencegah pemborosan sumberdaya perikanan melalui
pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

6.6 Kebijakan Mengatasi Dampak Buruk Kenaikan BBM :


Terpadu dengan Pemberian Kredit (Jaringan Sosial),
Pemberdayaan (SDM) dan Peningkatan Ukuran Kapal

Kebijakan kenaikan harga BBM pada kenyataannya berdampak


terhadap keragaan ekonomi rumahtangga nelayan tidak saja secara
tunggal, tapi bersama peubah lain berdampak secara serentak. Untuk
mengevaluasi dampak perubahan yang ditimbulkan, selanjutnya dibuat
simulasi kenaikan harga BBM 15% yang dikombinasikan dengan
perubahan pemberian kredit dan peningkatan ukuran kapal ikan (SIM.7).
Hasil simulasi menunjukkan dampak sebagai berikut :
1. Curahan kerja, pendapatan, pengeluaran konsumsi dan tabungan
rumahtangga nelayan menurun. Penurunan tersebut terjadi disebabkan
karena penurunan jumlah hasil tangkapan sebesar 4.70%, kenaikan
biaya BBM (PBBM) 14.53% yang diikuti oleh peningkatan biaya
operasi penangkapan 14.47%.
273

2. Hal tersebut terjadi karena penurunan jangkauan daerah


penangkapan , yaitu mencapai 44.95%, berada pada wilayah daerah
penangkapan 22 mil . Sementara itu, kombinasi kenaikan harga BBM
15% yang dikombinasi dengan pemberian kredit dan peningkatan
ukuran kapal 30 GT belum mampu mengangkat pengaruh negatif dari
kenaikan harga BBM.
3. Akibatnya tekanan penangkapan di wilayah over-exploited akan
semakin kuat. Jika tidak diikuti dengan kebijakan lain akan berdampak
sangat serius, diantaranya adalah : (1) konflik antar nelayan kecil dan
antara kapal kecil dengan kapal yang lebih besar bersaing berebut
daerah penangkapan di pinggir pantai, dan (2) sumberdaya ikan di
pantai akan semakin terkuras.
4. Kebijakan serentak berdampak pada kenaikan biaya perawatan
investasi sebesar 2.67% diduga merupakan dampak tidak langsung
dari adanya beban biaya yang ditimbulkan oleh kenaikan BBM, seperti
terjadi kenaikan harga-harga umum, nelayan tidak menghiraukan
pemeliharaan mesin, kapal dan alat tangkap dan berdampak pada
biaya pemeliharaan investasi selanjutnya, karena pendapatannya
menurun. Jika kondisi ini berlarut-larut, maka akan berdampak serius
bagi nelayan tidak mampu, yaitu akan meninggalkan usaha melaut
karena mesin, kapal atau alat yang dimilikinya rusak tanpa ada
perbaikan, nelayan semakin miskin.
Untuk negara sedang membangun, nampaknya kebijakan
kenaikan harga BBM sulit dihindari. Dalam menghadapi kesulitan tersebut,
maka setiap sektor pembangunan ekonomi perlu mengembangkan
kebijakan yang dapat mengatasi kesulitan tersebut untuk memacu
kegiatan ekonomi tetap tumbuh.
Untuk mengevaluasi dampak perubahan yang ditimbulkan oleh
kenaikan harga BBM tersebut, selanjutnya dibuat simulasi kenaikan
harga BBM 15% yang dikombinasikan, disamping perubahan pemberian
kredit, peningkatan ukuran kapal ikan, juga dikombinasi dengan
274

peningkatan mutu SDM (SIM 8). Hasil simulasi menunjukkan perubahan


sebagai berikut :
1. Perubahan produksi , curahan kerja, pendapatan, konsumsi dan
tabungan rumahtangga nelayan Juragan dan Pendega sama-sama
meningkat, karena jangkauan wilayah daerah penangkapan ikan naik
64.26% dan frekuensi melaut naik 5.21%.
2. Perubahan pendapatan rumahtangga Juragan lebih rendah daripada
perubahan pendapatan rumahtangga Pendega, yaitu masing-masing
berturut-turut naik 12.23% dan 17.44%.
3. Hanya saja perubahan pengeluaran untuk konsumsi pokok dan non-
pokok rumahtangga Juragan, yaitu 12.10% dan -40.76%, sedangkan
pengeluaran konsumsi pokok dan non-pokok para rumahtangga
Pendega, yaitu 19.00% dan 26.26%. Sehingga perubahan besarnya
kenaikan tabungan pada rumahtangga Juragan adalah lebih besar,
yaitu 19.86% dibandingkan dengan perubahan besarnya kenaikan
tabungan pada rumahtangga Pendega 12.08%.
4. Dengan demikian kombinasi perubahan harga BBM naik 15% dan
peningkatan mutu SDM nelayan, khususnya pada rumahtangga
Pendega, sekalipun telah diikuti oleh peningkatan pendapatan, namun
masih menunjukkan peningkatan pemenuhan konsumsi kebutuhan
pokok, disamping belum bisa menahan perilaku konsumsi non-pokok
“barang mewah”.
5. Perilaku Pendega tersebut masih memperkuat berlangsungnya
kesenjangan kesejahteraan antara rumahtangga Juragan dan
Pendega.
Untuk negara sedang membangun, kebijakan kenaikan harga
BBM bukan saja sulit dihindari, bahkan menjadi kebutuhan untuk
menambah pendapatan negara dan membiayai pembangunan itu sendiri.
Persoalannya adalah, dalam menghadapi kesulitan tersebut, maka
kebijakan apa yang dapat memanfaatkan potensi ekonomi BBM,
sekaligus dapat digunakan untuk memacu kegiatan ekonomi tetap tumbuh
dan kesenjangan diantara pelaku ekonomi dapat semakin diperbaiki.
275

Untuk mengevaluasi dampak perubahan yang ditimbulkan oleh


kenaikan harga BBM yang dapat digunakan untuk memperbaiki
kesenjangan ekonomi, selanjutnya dibuat simulasi kenaikan harga BBM
15% yang dikombinasikan, disamping perubahan pemberian kredit,
peningkatan ukuran kapal ikan dan peningkatan mutu SDM, juga
dikombinasikan dengan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan
(SIM 9). Hasil simulasi menunjukkan perubahan sebagai berikut :
1. Perubahan produksi , curahan kerja, pendapatan, konsumsi dan
tabungan rumahtangga nelayan Juragan dan Pendega sama-sama
meningkat, karena jangkauan wilayah daerah penangkapan ikan naik
64.26%, produktifitas naik 0.80%, frekuensi melaut naik 5.21% dan
perluasan lapangan kerja meningkat 29.29%.
2. Perubahan pendapatan rumahtangga Juragan lebih rendah daripada
perubahan pendapatan rumahtangga Pendega, yaitu masing-masing
berturut-turut 23.65% dan 35.25%.
3. Perubahan pengeluaran untuk konsumsi pokok dan non-pokok
rumahtangga Juragan, yaitu 17.75% dan -36.27%, sedangkan
pengeluaran konsumsi pokok dan non-pokok para rumahtangga
Pendega, yaitu 28.61% dan 43.19%. Ini berarti bahwa perilaku
Juragan adalah lebih hemat daripada perilaku Pendega dalam hal
pengeluaran konsumsi non-pokok “barang mewah”.
4. Sekalipun rumahtangga Pendega menunjukkan perilaku lebih “boros”
dalam pengeluaran konsumsi non-pokok “barang mewah” daripada
perilaku rumahtangga Juragan, namun perubahan besarnya tabungan
pada rumahtangga Juragan adalah lebih kecil, yaitu 38.19%
dibandingkan dengan perubahan besarnya tabungan pada
rumahtangga Pendega, yaitu hanya 51.68%.
5. Dengan demikian peningkatan harga BBM 15% yang dikombinasi
dengan perbaikan aset kapal, permodalan, SDM dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan mengarah pada
perubahan pendapatan dan tabungan rumahtangga Pendega lebih
276

besar daripada perubahan pendapatan dan tabungan pada


rumahtangga Juragan.
6. Peningkatan tabungan rumahtangga Pendega lebih besar, karena
dengan sumberdaya perikanan yang dikelola secara berkelanjutan
akan meningkatkan sumber pendapatan melaut lainnya (PPML) pada
rumahtangga Pendega, yaitu terjadi kenaikan penerimaan sampai
294.96%.
Dengan dasar simulasi peningkatan harga BBM yang
dikombinasikan dengan perbaikan mutu SDM, aset kapal ikan, dan
dikombinasikan dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara
berkelanjutan tersebut diperoleh gambaran sebagai berikut :
1. Rumahtangga nelayan Juragan akan tetap dapat meningkatkan
pendapatan dan tabungannya, terutama karena perilaku produktif dan
hemat yang ditunjukkan oleh perilaku konsumsi kebutuhan non-
pokok “barang mewah” yang menurun sampai 36.27%.
2. Sementara itu, rumahtangga nelayan Pendega akan memperoleh
peluang lebih besar dalam kegiatan produktif melaut untuk
meningkatkan sumber pendapatan melaut lainnya, sehingga diikuti
oleh peningkatan pendapatan dan tabungan dengan perubahan yang
lebih besar pada rumahtangga Pendega. Hanya saja, rumahtangga
Pendega masih menunjukkan perilaku boros, yaitu mengkonsumsi
kebutuhan non-pokok dengan kenaikan mencapai 43.19%.
3. Kecenderungan tersebut mengandung implikasi bahwa kesenjangan
pendapatan antara rumahtangga Juragan dan Pendega dapat
dikurangi dengan dua pendekatan dan strategi, yaitu : mencegah
pemborosan sumberdaya perikanan melalui pemanfaatan perikanan
secara berkelanjutan dan mendidik rumahtangga Pendega berperilaku
hemat.
Atas dasar uraian tersebut, implikasi pemberdayaan yang
diprogramkan pemerintah saat ini akan berdampak positif dalam
meningkatkan dan meratakan kesejahteraan nelayan, yaitu apabila
277

memuat rangkaian kegiatan pembinaan ekonomi rumahtangga nelayan


dengan cara serentak dan simultan melalui perbaikan :
1. Skala usaha armada perikanan yang lebih besar.
2. Peningkatan permodalan nelayan.
3. Peningkatan mutu SDM, dan
4. Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.
5. Simulasi kombinasi kebijakan memiliki keunggulan dalam
pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan, yang ditunjukkan oleh
kenaikan hasil tangkap (produksi) hanya 5.53%, yang berarti jauh di
bawah batas kenaikan 20% untuk pemanfaatan sumberdaya
perikanan pada tingkat TAC (Total Allowable Catch).
6. Jika tindakan perbaikan melalui pemberdayaan nelayan secara
serentak tersebut tidak dilakukan, maka upaya peningkatan
kesejahteraan nelayan terancam oleh perubahan lainnya, seperti
kebijakan kenaikan harga BBM masih menunjukkan kecenderungan
dampak terhadap kesejahteraan nelayan yang semakin menurun
(semakin miskin).
Disamping hal tersebut di atas, kebijakan harga BBM, kredit dan
ukuran aset kapal dan armada perikanan nelayan tradisional yang disertai
dengan peningkatan mutu SDM juga berpengaruh terhadap penerimaan
retribusi pemerintah daerah sebagai kontribusi rumahtangga nelayan
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan perubahan sebagi
berikut :
1. Terjadi penurunan sampai 9.22% akibat dari kenaikan harga BBM
15%.
2. Terjadi kenaikan antara 2.95% sampai 29.35% untuk kombinasi
kebijakan perubahan harga BBM, pemberian kredit, peningkatan mutu
SDM dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pantai berkelanjutan.
Dengan demikian, untuk mengatasi dampak buruk dari kebijakan
kenaikan BBM adalah dengan kebijakan kombinasi pemberdayaan
nelayan, peningkatan mutu kapal dan pengelolaan sumberdaya perikanan
pada tingkat MSY (TAC)

Anda mungkin juga menyukai