Anda di halaman 1dari 13

KERANGKA KONSEP

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA

I. KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang
dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual,
emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak (Black, 2005).
Menurut konsensus PERDOSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma
kapitis = head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma
mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat
temporer maupun permanen.

B. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan, dipukul
dan terjatuh.
2. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
3. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
4. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.

C. KLASIFIKASI
Cidera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi
cidera:
1. Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul: kecepatan tinggi (tabrakan otomobil) Kecepatan rendah (terjatuh,
dipukul).
b. Taruma tembus: (luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya)
2. Keparahan cidera
a. Ringan : Skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) 14-15
b. Sedang : GCS 9 – 13
c. Berat : GCS 3 – 8
3. Morfologi
a. Fraktur tengkorak: kranium, linear/stelatum, depresi/non depresi, terbuka/tertutup.
Basis: dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan / tanpa kelumpuhan
nervus VII.
b. Lesi Intrakranial: Fokal, Epidural, Intraserebral Difus: konkusi ringan, konkusi klasik,
cidera aksonal difus.
Klasifikasi Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran atau responsivitas dikaji secara teratur karena perubahan pada
tingkat kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain.
1. Kompos metis (GCS 14-15)
Suatu keadaan sadar penuh atau kesadaran yang normal
2. Somnolen (GCS 13-11)
Suatu keadaan mengantuk dan kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen
disebut juga letargi atau obtundasi. Somnolen ditandai dengan mudahnya klien
dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
3. Sopor atau Stupor (GCS 8-10)
Suatu keadan dengan rasa ngantuk yang dalam. Klien masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri
klien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan
samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari klien. Gerak motorik untuk menangkis
rangsang nyeri masih baik.
4. Koma ringan atau semi koma (GCS 5-7)
Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek (kornea, pupil dan
sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang
nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban primitif.
Klien sama sekali tidak dapat dibangunkan.
5. Koma (dalam atau komplit) (GCS 3-4)
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri
yang bagaimanapun kuatnya.
D. PATOFISIOLOGI
Pathway Cedera Kepala Berat
E. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA
1. Fraktur tengkorak
a. Nyeri menetap atau setempat
b. Bengkak disekitar fraktur
c. Laserasi atau kontosio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah
2. Komotio serebri
a. Pusing berkunang-kunang
b. Perilaku irrasionala yang aneh
c. Amnesia
d. Disorientasi
e. Periode tidak sadarkan diri yang berakhir selamam beberapa deti sampai beberapa
menit.
3. Kontosio serebri
a. Denyut nadi lemah, pernafasan dangkal
b. Kulit dingin dan pucat
c. Defekasi dan berkemih tanpa disadari
d. Tekanan darah dan suhu subnormal
e. Fungsi motorik abnormal
f. Gerakan mata abnormal
g. Peningkatan TIK
h. Hiperventilasi
i. Pupil melebar dan reflek cahay atidak ada
j. Pergerakan bola mata tidak teratur
4. Hematoma epidural
a. Kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera
b. Peningkatan TIK
c. Ptosis kelopak mata
d. Defisit neurologis fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil
e. Reflek hiperaktuif
f. Babinsky positif
g. Kekauan deserebasi
h. Tekanan darah tinggi dan nadi melambat
i. Hematoma subkutan pada satu sisi kepala
5. Hematoma subdural
a. Hematoma subdural akut
b. Koma
c. Tekanan darh meninggi, nadi melambat
d. Pernafasan cepat
e. hematoma subdural subakut
f. Gangguan kesadaran
g. Status neurologis memburuk
h. Peningkatan Tik
i. Hematoma kronis
j. Kesadran
k. Hemianopsi, hemiparise, kelainan pupil

F. KOMPLIKASI
1. Edema Serebral Dan Herniasi
2. Defisit neurologis dan psikologis
3. Komplikasi lain setelah trauma (infeksi sistemik, infeksi bedah neuro, osifikasi
heterotropik.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
3. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
4. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
5. Cerebral Angiography: Menunjukan anomaly atau kelainan sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
6. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

H. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus
dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
4. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
5. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
6. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
7. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-
3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam
kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
8. Pembedahan bila ada indikasi.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Demografi (Biodata)
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu
didapati adalah sebagai berikut :
Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan,
hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
1) Keluhan Utama ( Alasan Masuk RS )
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Yang perlu dikaji pada riwayat kesehatan sekarang meliputi penyebab trauma,
waktu kejadian, status kesadaran saat kejadian.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit system sistemik lainnya. Dikaji apakah
pasien pernah mengalami trauma seperti ini.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Dikaji dari keluarga pasien dan pasien sendiri apakah mempunyai riwayat
penyakit menurun dan penyakit yang menular.
5) Riwayat Psikologis & Sosialisasi
c. Data Fokus
1) Tingkat kesadaran (GCS), pantau tingkat kesadaran pasien
2) Tanda-Tanda Vital
a) Tanda peningkatan TIK : perlambatan nadi, pelebaran tekanan nadi,
peningkatan tekanan darah sistolik.
Pada saat kompresi batang otak meningkat : nadi, pernafasan cepat,
tekanan darah menurun.
b) Hipertermi
Takikardi dan hipotensi arteri
3) Pemeriksaaan Fisik
a) B1 (Breathing/Sistem Pernapasan)
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung
sehingga terjadi perubahan pada pola nafas, kedalaman, frefekuensi
maupun iramanya. Nafas berbunyi stridor, ronkhi, wheezing , cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan nafas.
b) B2 (Blood/Sistem Kardiovasculer)
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan menyebabkan denyut jantung menjadi
lambat , merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frefekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardi, disritmia).
c) B3 (Brain/Sistem Persyarafan)
(1) Kesadaran  GCS. Gangguan kesadaran merupakan salah satu
bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.
Kehilangan kesadaran sementara , amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinnitus, kehlangan pendengaran, baal pada
ekstremitas.
(2) Fungsi saraf kranial ; trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. Maka akan terjdi :
perubahan status mental (orientasi , kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi / tinglah laku
memori). Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya,
diplopia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris). Terjadi
penurunan daya pendengaran. Sering timbul cegukan. Gangguan
nervus hipoglosus ( gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan).
(3) Fungsi sensori-motor ; adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
d) B4 (Bladder/sistem Perkemihan)
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e) B5 (Bowel/Sistem Pencernaan)
Terjadi penurunan fungsi pencernaan , bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera makan,
gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasin alvi.
f) B6 (Bone/Sistem Integumen & Muskuloskeletal)
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan pula
terjadi spastisistas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan atara pusat saraf di
otak dengan reflex pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik ;
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g) Endokrin
d. Pemeriksaan Penunjang

B. PENGELOMPOKKAN DATA
1. Data Subyektif
2. Data Obyektif
C. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
1 Resiko tidak Pola nafas dan 1. Kaji Airway, Breathing,
efektifnya bersihan bersihan jalan nafas Circulasi.
jalan nafas dan efektif yang 2. Kaji status pernafasan
tidak efektifnya pola ditandai dengan kedalamannya, usaha
nafas berhubungan tidak ada sesak dalam bernafas.
dengan gagal nafas, atau kesukaran 3. Kaji apakah ada fraktur
adanya sekresi, bernafas, jalan cervical dan vertebra.
gangguan fungsi nafas bersih, dan Bila ada hindari
pergerakan, dan pernafasan dalam memposisikan kepala
meningkatnya batas normal. ekstensi dan hati-hati
tekanan intrakranial. dalam mengatur posisi
bila ada cedera
vertebra.
4. Pastikan jalan nafas
tetap terbuka dan kaji
adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan
pengisapan lendir.
5. Bila tidak ada fraktur
servikal berikan posisi
kepala sedikit ekstensi
dan tinggikan 15 – 30
derajat.
6. Pemberian oksigen
sesuai program.

2 Perubahan perfusi Perfusi jaringan 1. Tinggikan posisi kepala


jaringan serebral serebral adekuat 15 – 30 derajat dengan
berhubungan yang ditandai posisi “midline” untuk
dengan edema dengan tidak ada menurunkan tekanan
serebral dan pusing hebat, vena jugularis.
peningkatan kesadaran tidak 2. Hindari hal-hal yang
tekanan intrakranial. menurun, dan tidak dapat menyebabkan
terdapat tanda- terjadinya;
tanda peningkatan a. Peningkatan tekanan
tekanan intrakranial: fleksi
intrakranial. atau hiperekstensi
pada leher, rotasi
kepala, valsava
meneuver,
rangsangan nyeri,
prosedur
(peningkatan lendir
atau suction,
perkusi.
b. Tekanan pada vena
leher.
c. Pembalikan posisi
dari samping ke
samping (dapat
menyebabkan
kompresi pada vena
leher).
3. Berikan pelembek tinja
untuk mencegah adanya
valsava maneuver.
4. Ciptakan lingkungan
yang tenang, gunakan
sentuhan therapeutic,
hindari percakapan yang
emosional.
5. Pemberian obat-obatan
untuk mengurangi
edema atau tekanan
intrakranial sesuai
program.
6. Pemberian terapi cairan
intravena dan antisipasi
kelebihan cairan karena
dapat meningkatkan
edema serebral.
7. Monitor intake dan out
put.
8. Lakukan kateterisasi bila
ada indikasi.
9. Lakukan pemasangan
NGT bila indikasi untuk
mencegah aspirasi dan
pemenuhan nutrisi.
3 Nyeri berhubungan Pasien akan merasa 1. Kaji keluhan nyeri
dengan trauma nyaman yang dengan menggunakan
kepala. ditandai dengan skala nyeri, catat lokasi
anak tidak nyeri, lamanya,
mengeluh nyeri, serangannya,
dan tanda-tanda peningkatan nadi, nafas
vital dalam batas cepat atau lambat,
normal. berkeringat dingin.
2. Mengatur posisi sesuai
kebutuhan anak untuk
mengurangi nyeri.
3. Kurangi rangsangan.
4. Pemberian obat
analgetik sesuai dengan
program
5. Ciptakan lingkungan
yang nyaman termasuk
tempat tidur.
6. Berikan sentuhan
terapeutik, lakukan
distraksi dan relaksasi.

4 Resiko infeksi Pasien akan 1. Kaji adanya drainage pada


berhubungan terbebas dari infeksi area luka.
dengan adanya yang ditandai 2. Monitor tanda-tanda vital:
injuri. dengan tidak suhu tubuh.
ditemukan tanda- 3. Lakukan perawatan luka
tanda infeksi: suhu dengan steril dan hati-hati.
tubuh dalam batas 4. Kaji tanda dan gejala
normal, tidak ada adanya meningitis,
pus dari luka, termasuk kaku kuduk,
leukosit dalam iritabel, sakit kepala,
batas normal demam, muntah dan
kenjang.
5. Kecemasan keluarga
berhubungan dengan
kondisi penyakit akibat
trauma kepala

III. REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai