III
MATERI DALAM PERPRES NOMOR 36 TAHUN 2005 JO
PERPRES NOMOR 65 TAHUN 2006
A. Prinsip Penghormatan Hak atas Tanah
dilakukan secara transparan dan menghormati hak‐hak yang sah. Oleh
umum, penghormatan hak atas tanah, dan aspek keadilan bagi yang
umum.37
Selain itu, Perpres ini juga memberikan landasan proses dan tahapan
37
Aburizal Bakrie dalam siaran pers, Pemerintah Kaji Usulan Revisi Perpres No 36/2005,
Republika, Selasa, 14 Juni 2005
lxii
diperlukan karena menyangkut kebutuhan kepentingan umum yang
merupakan kepentingan sebagian besar masyarakat.38
tanah diatur berdasarkan ketentuan lain yaitu UU No. 20 Tahun 1961
tentang Pencabutan Hak‐Hak Atas Tanah dan Benda‐Benda Yang Ada
pengaturan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dari pemegang
hak yang sah dapat dihormati atas segala hak‐haknya.
Pencabutan Hak‐Hak Atas Tanah, tidak diatur rinci dalam Perpres ini.
membahas tentang proses Pencabutan Hak‐Hak Atas Tanah yaitu UU
mencabut hak seseorang atas tanah, pencabutan hak atas tanah itu
tetap dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas
dimaksudkan itu tidak dijelaskan secara rinci.
terburuk yaitu pencabutan hak atas tanah milik seseorang merupakan
pemilikan tanah. Perpres No.36 Tahun 2005 mengintroduksi kata‐kata
38
Pasal 1 Perpres Nomor 36 Tahun 2005
lxiii
‘pencabutan hak atas tanah’ yang sebelumnya tidak dikenal dalam
seseorang yang tidak mau pindah dari tanah yang ia tempati.
dengan Amandemen UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat
(4), tentu ketentuan ini akan sangat berlawanan.39
Dari sisi hukum dimensi keadilan (justice) harus dikedepankan
yang sah (legal) dari subyek hak atas tanah harus dilindungi dan
pemerintah/pemerintah daerah dan panitia pengadaan tanah.
pengertian bahwa jika tanah tersebut telah dikuasai secara legal oleh
39
Dalam UUD 1945 Amandemen Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum. Sedangkan Pasal 28H ayat (4) menyebutkan bahwa setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapa pun.
lxiv
tersebut. Adanya ketentuan tentang pencabutan hak atas tanah ini
dapat pula dianggap sebagai pasal yang berupaya melawan spekulan
cara spekulasi itu, harga tanah akan menjadi sangat mahal sekali.
pemerintah setempat jika ada orang yang ingin membeli tanah terkait.
B. Musyawarah
1 angka 10 Perpres Perpres No. 36 Tahun 2005, disebutkan bahwa
besarnya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan
pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak
40
Arie S. Hutagalung, Tinjauan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
Khususnya Menyangkut Pengertian Kepentingan Umum, disampaikan dalam Lokakarya
Pengadaan Tanah; Kebijakan dan ImplementasiPerpres 36/2005 terhadap Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan Infrastruktur. Diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Ekonomi dan Pembangunan
Daerah (Puspenda), Jakarta, 24 Agustus 2005.
lxv
yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda‐benda lain
yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.
pembentukan kehendak bersama dalam urusan mengenai kepentingan
masing‐masing sejauh mungkin.41
Dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa:
dengan instansi terkait yang memerlukan tanah secara insentif dan
sesrat pelaksanaan pemberian imbalan dan ganti rugi.
kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan.
41
Moh. Koesnoe, “Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini”, Surabaya: Airlangga
University Press, 1979, hal. 45.
lxvi
3. musyawarah harus sungguh‐sungguh dijadikan sarana untuk
tersebut.
atas tanah untuk melepaskannya dan yang kedua, kesediaan pemegang
ganti rugi. Apakah hal ini berarti tidak diperlukan lagi pemegang hak
melepaskan hak dan besaran ganti rugi. Dalam hal ini disarankan
kaitan antara kegiatan berpikir, bahasa dan hukum.42
42
Irene Eka Sihobing, Penyediaan Tanah untuk Pembangunan, disampaikan dalam Pendidikan
Hukum pada Kegiatan Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan Oleh fakultas Hukum
Universitas Trisakti, 8-11 Mei 1993.
lxvii
Kendala lain yang terjadi dalam paktek pembebasan tanah di
sepihak oleh panitia pengadaan tanah yang dikuatkan Gubernur.
yang layak.43
Tuduhan melawan petugas biasanya dikenakan terhadap warga
atau mengosongkan tanah. Proses selanjutnya adalah menangkap dan
tindakan kriminal.
C. Dasar Perhitungan Ganti Rugi
1. Faktor‐faktor Penentu Harga Tanah
43
Yos Sonora, Penggusuran Tetap Isu Besar, Kompas Online, Jumat, 7 Juni 1996,
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/06/10/0039.html
lxviii
Salah satu penyebab meningkatnya harga tanah secara tiba‐
tiba adalah situasi pasar tanah yang tidak transparan.44 Hal ini yang
pembangunan infrastruktur di lokasi tertentu ditanggapi oleh para
normatif tanah tidak bisa lagi digunakan dan justru harga pasar
berlaku. Kejadian seperti ini banyak terjadi sehingga taksiran harga
APBN maupun APBD.
barang digolongkan sebagai barang ekonomis, jika memiliki syarat‐
syarat, sebagai berikut:45
44
Abdul Haris, Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur Dan Ekonomi, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas,
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2975/
45
DJ. A. Simarta, Ekonomi Pertanahan dan Properti di Indonesia : Konsep, Fakta dan Analisis,
Jakarta: CPIS, 1997.
lxix
a. barang tersebut harus mempunyai nilai guna bagi manusia
(utility);
penggunaannya (scarcity);
rights).
seperti misalnya tanah yang ada di dasar lautan, danau, gunung es
lokasi‐lokasi yang lain.46
46
Abdul Haris, Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur Dan Ekonomi, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas,
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2975/
47
Rusmadi Murad, Administrasi Pertanahan, Bandung: Mandar Maju, 1997.
lxx
perkotaan yang mempunyai delineasi wilayah tertentu seringkali
tanah yang ada didalamnya menjadi rebutan dan akibatnya dengan
persil tanah dalam ruang memiliki konsekuensi terhadap harganya.
dbandingkan lokasi lain yang jauh dari daerah pemasaran, seperti
kawasan perkotaan juga memiliki hubungan yang positif dan efek
sebaliknya proyek infrastruktur juga urung dilaksanakan jika harga
tanah yang menjadi “calon” lokasi harganya mahal.48
Syarat yang ketiga berhubungan erat dengan sistem hukum
pertanahan di suatu negara. Di Indonesia saat ini UUPA masih
48
Abdul Haris, Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur dan Ekonomi, Artikel, www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2975/
lxxi
kepemilikan tanah individual. Hal ini penting untuk menjadikan
kepentingan umum sering dikonotasikan dengan pengambilalihan
yang sudah ada pemilik atau pemegang haknya.49
49
Arie S. Hutagalung, Tinjauan Kritis Hukum Dalam Praktek Pengambilalihan Tanah. Makalah
disampaikan pada Semiloka Kajian dan Evaluasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan
Pertanahan di Era Desentralisasi, Fokus Kebijakan Mengenai Pengambilalihan Tanah,
BAPPENAS, Desember 2003.
lxxii
pembangunan berbagai prasarana dan sarana (infrastruktur)
sebagainya.50
2. Penghitungan Ganti Rugi
tertundanya pembangunan. Dapat dibayangkan besarnya kerugian
tertundanya Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta yang menghubungkan
sebagian wilayah Jakarta karena pembangunan Banjir Kanal Timur
hingga saat ini belum dapat direalisasikan akibat pengadaan tanah
yang tersendat. Pemberian ganti rugi yang dirasa tidak adil dan
bahwa ganti rugi dalam pengadaan tanah adalah kompensasi yang
ekonomis yang ditanggung oleh pemilik tanah.
50
Abdul Haris, Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan
Infrastruktur Dan Ekonomi, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas,
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2975/
lxxiii
Standar kita saat ini yang mengatur tentang penilaian tanah
masih sangat minimal. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo
ganti rugi (atas nilai tanah) didasarkan atas Nilai Jual Obyek Pajak
sama juga tidak dijelaskan.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007
dengan rencana tata ruang wilayah atau perencaan ruang wilayah
atau kota yang telah ada; sarana dan prasarana yang tersedia dan
variabel untuk menentukan nilai nyata/sebenarnya tersebut dengan
dengan nilai nyata/sebenarnya adalah nilai pasar.51
51
Forum Komunikasi Pertanahan, Standar Penilaian Tanah untuk Pemberian Ganti Rugi: Sarana untuk
mempercepat pengadaan tanah melalui penilaian ganti rugi yang lebih adil dan transparan. Diposkan oleh Virgo
Eresta Jaya, Senin, 17 Nopember 2008, http://erestajaya.blogspot.com/2008/11/kebutuhan-akan-
standar-penilaian-tanah.html
lxxiv
Diluar hal tersebut, dalam Perpres No. 36 Tahun 2005 jo No.
65 Tahun 2006 Pasal 1 butir 11 didefinisikan bahwa ganti rugi
nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai
disini, yang pertama adalah diperkenalkan ganti rugi yang bersifat
dikeluarkan dan kehilangan pendapatan dari pemilik tanah karena
lingkup dari ganti rugi non‐fisik dan seberapa besar ganti rugi
sama dalam melakukan penilaian.
lxxv
pernyataan negara‐negara maju tentang konsep kompensasi.52
penilaian ganti rugi.
pasar. Dengan demikian, pendekatan yang tepat digunakan adalah
informasi yang asimetris, termasuk willing to buy dan willing to sale,
maka sebaiknya ditetapkan saja batasan misalnya maksimal 1,5 kali
harga pasar.53
3. Pilihan Ganti Rugi (Kompensasi)
kembali atau bentuk lainnya.
52
Di Swedia dalam Expropriation Act nya menjelaskan bahwa Prinsip utama pemberian
kompensasi adalah posisi ekonomi yang sama dalam keadaan seolah-olah pengadaan tanah tidak
pernah terjadi. Lihat http://erestajaya.blogspot.com/2008/11/kebutuhan-akan-standar-penilaian-
tanah.html
53
Forum Komunikasi Pertanahan, Ibid.
lxxvi
b. Ganti kerugian dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud
antara lain: kaveling siap bangun, pertukaran tanah, perumahan
murah, rumah susun, real estate dengan fasilitas KPR‐BTN atau
Pemerintah Kabupaten/Kota.
untuk tempat penampungan, dimana warga yang terpindahkan
tidak perlu membayar lebih daripada pengeluaran rutin seperti
tercatat pada survey sosial ekonomi.
diperlukan.
proyek Perumnas, proyek perumahan pemerintah, atau proyek
dikoordinasikan, maka Kepedulian Pemerintah Kabupaten/Kota
seperti tersebut pada sub‐bab 4.4 butir 1.
lxxvii
ganti rugi yang diterimanya. Jika ada, maka penyusutan
dicakup dalam biaya proyek.
dipindahkan akan dicakup dalam biaya proyek.
lokasi yang baru.
i. Orang‐orang yang dipindahkan yang mempunyai (i) sisa tanah
atau (ii) sisa tanahnya kurang dari 60 m2, atau (iii) sisa tanah
pemindahan hak aset‐aset yang terkena sesuai dengan nilai dan
perjanjian.
pada sub‐bab 4.6 atau 4.7 yang sisa luas tanahnya kurang dari
60 m2 dan bangunannya kurang dari 21 m2 akan mempunyai
pilihan untuk pindah ke kaveling baru dengan luas tanah 60 m2
dan luas bangunan 21 m2.
lxxviii
diselesaikan sebelum pelaksanaan konstruksi bagian proyek
yang bersangkutan dimulai.
D. Kepentingan Umum
1. Pengertian Kepentingan Umum
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
memuat 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
pemerintah;
b. Selanjutnya dimiliki oleh pemerintah;
c. Serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan.55
selanjutnya.
54
Pasal 1 ayat (3) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993.
55
Pasal 5 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993.
lxxix
tersebut menganut pendekatan yang sempit dengan memberikan
definisi yang ketat tentang kepentingan umum yang diikuti oleh 14
penafsiran lebih lanjut.56 Penafsiran yang ketat tersebut diharapkan
mengurangi kebebasan untuk menafsirkan yang dapat berdampak
14 jenis kegiatan yang secara limitatif telah ditentukan dalam Pasal
unsur pokok tersebut di atas.
Pada tahun 2005 terbit Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
56
Maria SW. Sumardjono, Tinjauan Juridis Keppres No. 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Pelaksanaannya, makalah
disampaikan pada Seminar Nasional ”Pengadaan Tanah untuk Pembangunan (Konsep Hukum dan
Permasalahan dan Kebijaksanaan dalam Pemecahannya”, 3 Desember 1994.
lxxx
masyarakat”.57 Definisi ini tentu akan memunculkan berbagai
keuntungan” tidak dicantumkan.
ganti rugi dan mengenai kekeliruan atau penipuan dalam prosedur
mempunyai kewenangan untuk mencabut hak atas tanah.
Menurut Maria SW Soemardjono, proses pembebasan tanah
menurutnya kepemilikan tanah seseorang nantinya harus direlakan
bertalian erat dengan persoalan Hak Asasi Manusia (HAM).58
57
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005.
58
Maria SW Soemardjono, www.hukumonline.com. 17 Mei 2005.
lxxxi
2. Jenis‐jenis Kepentingan Umum
Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang
dalam Peraturan Presiden 36 Tahun 2005 sebagaimana dirubah dan
ditambah dengan Perpres No. 65 tahun 2006 Tahun Kepentingan ,
berkembang menjadi 7 jenis, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5
Perpres Nomor 36 Tahun 2005, yaitu:
a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas
saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan
lainnya;
c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal;
bahaya banjir, lahar, dan lain‐lain bencana;
e. Tempat pembuangan sampah;
f. Cagar alam dan cagar budaya;
g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lxxxii
dan memperbaiki daya saing ekonomi nasional, yang sudah lama
Proses penyediaan kebutuhan fasilitas publik itu terkadang diiringi
dibangun.
dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati
secara suka rela oleh pihak‐pihak yang bersangkutan.
E. Menyimak Kontroversi Perpres No. 36 Tahun 2005 sebagaimana
Dirubah dan ditambah Dengan Perpres No, 65 Tahun 2006
tidak kurang dari belasan forum diskusi digelar baik dari kalangan
untuk menolak produk hukum tersebut.59
59
Imam Koeswahyono, Diskursus Peraturan Presiden No.36 Th 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Artikel, dalam
http://imamkoeswahyono.blogspot.com/2009/03/my-notes.html
lxxxiii
KOMPAS 25 Juni 2005 halaman 38 menampilkan artikel yang
pejabat dan spekulan tanah.60
No. 36 Tahun 2005 menjadi masalah kontroversi? Menurut pandangan
serta dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia anatara lain
diselenggarakan di Jakarta Maret 2005 seperti dinyatakan dalam buku
Confession of an Economic Hit Man dari John Perkins 2004
pemberi utang tidak berupa aliran dana tunai, melainkan bentuk fisik yang
sangat membebani negara berkembang. Praktik ini merupakan modus standar
negara maju menguasai sebuah negara berkembang.61
60
Imam Koeswahyono, Ibid.
61
Imam Koeswahyono, Diskursus Peraturan Presiden No.36 Th 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Artikel,
lxxxiv
1. Kontroversi Bentuk Peraturan Presiden
tidak semakin lebih baik dari Keppres No. 55 Tahun 1993 dan
Perpres No. 36 Tahun 2005 tidak konsisten dengan UU No. 10
undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun tidak
tegas diperintahkan pembentukannya.
Dalam hukum tata negara, maka sekalipun tidak dinyatakan
(1)dan (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM yang dinyatakan:
dan masyarakat dengan tidak melanggar hukum;
http://sociolegalstudies.files.wordpress.com/2008/06/diskursus-perpres-36-2005-ttg-pengadaan-
tanah-bagi-pelaksanaan-pembangunan.pdf
62
Sri Hajati, Beberapa Catatan Mengenai Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Makalah Diskusi,
FakultasHukum UniversitasAirlangga Surabaya, Mimeo, 2005: 13)
lxxxv
b. tidak seorang pun boleh dirampas miliknya dengan sewenang‐
wenang dan melawan hukum.
Persoalan inilah inkonsistensi secara vertikal antara Perpres
masyarakat semakin kuat.63 Apalagi jika dikembalikan ke peraturan
tertinggi UUD 1945 Amandemen IV pasal 28 D dan 28 H,
pengambilalihan hak atas tanah, maka jika terjadi seperti demikian
MA harus melakukan fungsinya mengujinya.
2. Kontroversi Substansi Perpres
Berdasarkan sudut pandang substansi sudah banyak tulisan
substansi perpres yakni:
a. Kaburnya makna kepentingan umum Pasal 1 angka 5;
b. Kaburnya ganti rugi fisik dan non fisik Pasal 1 angka 11;
Ayat (2);
sangat rancu dengan kepentingan swasta;
e. Komposisi panitia pengadaan tanah Pasal 6;
63
Lihat Maria SW Sumardjono Perpres No.36 langkah Maju atau Mundur? KOMPAS, 11 Mei
2005, Saiful Bahari Negara dan Hak Rakyat Atas Tanah KOMPAS, 13 Mei 2005, Abdul Haris
Negara dan Hak Atas Tanah dan HAM, REPUBLIKA, 26 Mei 2005, Sriwati, Perpres No. 36
Untuk Kepentingan Siapa? KOMPAS, 18 Juli 2005, Kurniawan Muhammad Menguji Kesaktian
Perpres No.36; JAWA POS, 20 Juli 2005 serta Press release LBH Surabaya
No.056/SK/LBH/SBY/VI/ 2005 tanggal 1 Juni 2005 Peraturan Presiden No.36 Th 2005 Ancaman
Pengusiran Untuk rakyat dan fasilitasi Kepentingan Investasi.
lxxxvi
f. Penggunaan lembaga penitipan/konsinyasi Pasal 10 Ayat (2).
Pengadilan Negeri bila proses musyawarah mengenai harga tanah
penitipan uang ganti kerugian kepada Pengadilan Negeri (PN) bila
penitipan pada PN yang diatur dalam Pasal 1404 KUH Perdata
keliru diterapkan dalam perpres ini.
Pengadaan tanah adalah perbuatan pemerintah/pemda yang
penawaran pembayaran dalam Pasal 1404 KUH Perdata mengatur
hubungan hukum keperdataan di antara para pihak.
Selain keliru menerapkan konsep dan terkesan memaksakan
tetap keberatan dengan ganti kerugian, meski ganti kerugian sudah
perpres ini, sesuai UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak
lxxxvii
waktu 120 hari diharapkan dapat dicegah berlarutnya proses
masyarakat yang enggan berhubungan dengan lembaga peradilan.
Secara hukum, Pasal 10 perpres ini tidak relevan karena tanpa
jalan keluar yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961.
Menilik sedemikian banyak materi yang tidak jelas (obscuur)
menyatakan bahwa suatu aturan hukum yang justru menyebabkan
suatu tirani.64 Demikian pula Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa
dapat menangkap ruhnya yakni keadilan jika mengelak kenyataan
(empirik).65
Apakah memang demikian adanya fenomena yang dihadapi
64
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cetakan Pertama, Yogyakarta:
Liberty, 1986, hal. 29.
65
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2005 hal. 42-48.
lxxxviii
tenurial, pertentangan kewenangan kelembagaan dalam konteks
desentralisasi, penggusuran, pemukiman kumuh dan sebagainya.66
66
David Westendorff, (editor), Tanpa tahun., From Unsustainable to Inclusive Cities,UNRISD,
hal. 40-44.
lxxxix