Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit


2.1 Definisi / Pengertian
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg .(Kodim
Nasrin, 2014 ).Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi
lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan
darah diast mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC)
sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi
sampai hipertensi maligna.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman
Sorensen,1996).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini
berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik (Smith Tom, 2014).
2.2 Epidemiologi
Krisis hipertensi secara epidemiologi dapat ditemukan berkisar antara 1 hinggga 2% dari
populasi yang mengalami hipertensi. Di wilayah Asia Tenggara sebanyak 36% populasi
dewasa mengalami hipertensi.Sebuah studi yang menilai prevalensi dari krisis hipertensi pada
Instalasi gawat darurat  selama 1 tahun disertai penilaian pada kerusakan target organ selama
24 jam pertama setelah krisis hipertensi ditegakan melaporkan bahwa frekuensi dari
hipertensi urgensi adalah sebesar 76% sedangkan hipertensi emergensi adalah sebesar 24%
dari seluruh kasus krisis hipertensi. Studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar pasien
yang mengalami krisis hipertensi memiliki gangguan pada ginjalnya.Kasus krisis hipertensi
juga diketahui ditemukan 2 kali lebih sering pada usia lanjut dan laki-laki dibandingkan pada
wanita. Kasus ini juga lebih sering ditemukan pada kelompok dengan status ekonomi yang
rendah dibandingkan dengan yang tidak. Prevalensi dari penyakit NCD (non-communicable
disease) seperti stroke, diabetes, gangguan kardiovaskular, dan hipertensi telah meningkat
selama 20 tahun terakhir di negara-negara berkembang terutama di wilayah Asia. Menurut
WHO, hipertensi dinilai sebagai faktor risiko primer utama dari kedua penyebab kematian
tertinggi di Indonesia yaitu stroke (21% dari angka kematian) dan penyakit jantung iskemik
(9%).Secara umum, prevalensi hipertensi di Indonesia antara tahun 1997 dan 2014 cukup
tinggi yaitu antara 32% dan 42%, selama kurun waktu tersebut prevalensi hipertensi pada pria
meningkat antara 32% ke 36% dan 35% ke 42% pada wanita.
2.3 Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi:
2.3.1 Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport  Na.
2.3.2 Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
2.3.3 Stress Lingkungan.
2.3.4 Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu: Hipertensi
Esensial (Primer) Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan
stress dan Hipertensi Sekunder Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim
renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan – perubahan pada : Elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung
menebal dan menjadi kaku, dan kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
2.4.1 Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140
mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2.4.2 Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg
dan diastolik 91-94 mmHg
2.4.3 Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
2.4.4 KLASIFIKASI HIPERTENSI
The Joint National Committee (JNC) VII

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 < 80


Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 ≥ 100
The Joint National Committee (JNC) VIII

Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Optimal < 120 < 80


Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 100-109
Hipertensi derajat III  180  110

2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999). Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf
simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan
tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi
pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone
aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada
peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan
menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).
2.6 WOC (Web Of Caution)

2.7 Pemeriksaan Fisik


2.7.1 Keadaan Umum
2.7.2 Pemeriksaan persistem
2.7.3 Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera : penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)
2.7.4 Sistem persarafan (Pemeiksaan neurologik)
2.7.4.1 Pemeriksaan motorik
2.7.4.2 Pemeriksaan sens sensorik.
2.7.4.3 Straight leg Raising (SLR), test laseque (iritasi radisks L5 atau S 1)
cross laseque(HNP median) Reverse Laseque (iritasi radik lumbal
atas)
2.7.4.4 Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus)
2.7.4.5 Pemeriksaan system otonom
2.7.4.6 Tanda Patrick (lasi coxae) dan kontra Patrick (lesi sakroiliaka)
2.7.4.7 Tes Naffziger dan Tes valsava.
2.7.5 Sistem kardiovaskuler (Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan
frekuensi).
2.7.5.1 Sistem Gastrointestinal (Nilai kemampuan menelan,nafsu makan,
minum, peristaltic dan eliminasi).
2.7.5.2 Sistem Integumen (Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien).
2.7.5.3 Sistem Reproduksi (Untuk pasien wanita).
2.7.5.4 Sistem Perkemihan (Nilai Frekuensi Bak, warna, bau, volume).

2.8 Pemeriksaan penunjamg/Diagnostik


Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
2.8.1 Pemeriksaan yang segera seperti :
2.8.1.1 Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2.8.1.2 Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
2.8.1.3 Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin
(meningkatkan hipertensi).
2.8.1.4 Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
2.8.1.5 Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
2.8.1.6 Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
2.8.1.7 Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
2.8.1.8 Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab)
2.8.1.9 Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
2.8.1.10 Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
2.8.1.11 Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
2.8.1.12 EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
2.8.1.13 Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
2.8.2 Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
2.8.2.1 IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
2.8.2.2 CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
2.8.2.3 IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti:Batu
ginjal ,perbaikan ginjal. Menyingkirkan kemungkinan tindakan
bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
2.8.2.4 (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi
klinis pasien.
2.9 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
2.9.1 Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
2.9.1.1 Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a. Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan asupan etano
e. Menghentikan merokok dan latihan Fisik latihan fisik atau
olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat
prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis
seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang
disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25
menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya
3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
Edukasi Psikologis
2.9.2 Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
2.9.2.1 Tehnik Biofeedback Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai
untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2.9.2.2 Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan
cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2.9.3 Terapi dengan Obat Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya
menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
(JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION
AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988)
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,
atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
2.10 Komplikasi
Efek pada organ :
2.10.1 Otak: pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel otak : stroke
2.10.2 Ginjal: Malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gagal ginjal
2.10.3 Jantung : Membesar, sesak nafas (dyspnoe), cepat lelah, gagal jantung
B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 Data Demografi/identitas
2.1.2 Keluhan utama
2.1.3 Tanda tanda syok perdarahan
2.1.4 Riwayat penyakit sekarang
2.1.5 Riwayat penyakit keluarga
2.1.6 Keadaan umum : nadi, tekanan darah, respirasi
2.1.7 Pemeriksaan Fisik
2.1.7.1 Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2.1.7.2 Sirkulasi
Gejala : :riwayat pertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit
cebrovaskuler, episode palpitasi.
Tanda : kenaikan nadi denyutan jelas dari karotis,  jugularis ,radialis, tikikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena  jugularis,kulit pusat, sianosis, suhu
dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
2.1.7.3 Integritas ego
Gejala : perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple (hubungan, keuangan,
yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda: sesuai suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan meledak,
otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
2.1.7.4 Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau adanya penyakit ginjal pada
masa yang lalu).
2.1.7.5 Makanan/cairan
Gejala: makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan -- akhir akhir ini (meningkat/turun) adanya
penggunaan diuretic
Tanda: berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria
2.1.8 Secondary survey :
2.1.8.1 Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera : penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)
2.1.8.2 Sistem persarafan (Pemeiksaan neurologik)
2.1.8.2.1 Pemeriksaan motorik
2.1.8.2.2 Pemeriksaan sens sensorik.
2.1.8.2.3 Straight leg Raising (SLR), test laseque (iritasi radisks L5 atau S 1)
cross laseque(HNP median) Reverse Laseque (iritasi radik lumbal
atas)
2.1.8.2.4 Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus)
2.1.8.2.5 Pemeriksaan system otonom
2.1.8.2.6 Tanda Patrick (lasi coxae) dan kontra Patrick (lesi sakroiliaka)
2.1.8.2.7 Tes Naffziger dan Tes valsava.
2.1.8.3 Sistem pernafasan (Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas).
2.1.8.4 Sistem kardiovaskuler (Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan
frekuensi).
2.1.8.5 Sistem Gastrointestinal (Nilai kemampuan menelan,nafsu makan, minum,
peristaltic dan eliminasi).
2.1.8.6 Sistem Integumen (Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien).
2.1.8.7 Sistem Reproduksi (Untuk pasien wanita).
2.1.8.8 Sistem Perkemihan (Nilai Frekuensi Bak, warna, bau, volume).
2.2 Diagnosa
2.2.1 Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera pisikologis ditandai dengan nyeri
pada kepala
2.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan
aktifitas pasien dibantu keluarga
2.2.3 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi jantung ditandai dengan kemampuan jantung memompa darah
menurun 1%
2.3 RencanaAsuhanKeperawatan
No Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah di lakukan - Kaji - Untuk
berhubungan dengan asuhan keperwatan penyebab mengetahu
agen cidera selama …x.. jam di lokasi dan i sekala
pisikologis ditandai harapkan nyeri durasi nyeri nyeri
dengan nyeri pada mengalami penurunan dengan - Untuk
kepala dengan kreteria hasil : PQRST memberi
1. Mampu - Beri posisi rasa
mengontrol yang nyaman nyaman
nyeri tahu semi foller pada
penyebab - Gunakan pasien
nyeri, mampu teknik non - Untuk
menggunakan farmaka menguran
teknik non untuk gi nyeri
farmaka untuk mengurangi secara non
mengurangi nyeri farmaka
nyeri - Kolaborasi - Untuk
2. Menyatakan dengan menguran
rasa nyaman dokter ahli gi nyeri
setelah nyeri dan beri jika teknik
berkurang analgesic non
farmaka
tidak bisa
di lakukan
2 Intoleransi Setelah di lakukan - Kaji penyebab - Untuk
aktivitas berhubunga asuhan keperwatan intoleransi mengetahui
n dengan kelemahan selama …x… jam di aktifitas penyebab
umum ditandai harapkan aktifitas - Ajarkan pasien intoleransi
dengan aktifitas pasien kembali normal untuk melatih aktivitas
pasien dibantu dengan kreteria hasil : pergerakan - Untuk
keluarga 1. Mampu - Ajarkan untuk membiasaka
melakukan melakukan n pasien
aktifitas sehari aktifitas secara bergerak
hari secara mandiri sendiri
mandiri - Kolaborasi - Untuk
2. Mampu dengan melatih
berpindah keluarga pasien
tanpa bantuan pasien mandiri
alat - Untuk
membantu
pasien
melakukan
aktivitas
yang belum
mampu di
lakukan
Resiko tinggi Setelah dilakukan - Kaji status
3 terhadap penurunan asuhan keperawatan kardiovaskuler - Untuk
curah selama …..x.. jam, - Monitor Memonitor
jantung berhubungan diharapkan curah Td,Nadi,Suh status
dengan perubahan jantung kembali u,dan RR - kardiovaskuler
frekuensi jantung normal - Monitor pola - Untuk.
ditandai dengan kriteria hasil: pernafasan Memonitor
kemampuan jantung 1. Tanda Vital abnormal TD,nadi,suhu,
memompa darah dalam rentang - Monitor dan RR
menurun 1% normal suhu,warna - Untuk
(Tekanan dan Memonitor
darah, Nadi, kelembaban pola
respirasi) kulit pernafasan
2. Dapat abnormal
mentoleransi
aktivitas, tidak
ada kelelahan

2.4 Implementasi
Implementasi sesuai dengan intervensi yang dibuat / intervensi yang ada
2.5 Evaluasi
Evaluasi yang dibuat sesuai dengan perkembangan pasien dengan SOAP
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/17787117/LP_HIPERTENSI

Majid. Abdul. 2015 . Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler .Yogyakarta. Pustaka Baru Press

Hasdianah.HR,Imam.Sentot .2014. Patologi Dan Patofisiologi Penyakit.Yogyakarta. Nuha


Medika

Nanda Nic Noc Edisi Revisi 2016 Jilid 1

https://penyebabhipertensi.com/faktor-penyebab-hipertensi/ (diakses tanggal 25-06-2019)

Anda mungkin juga menyukai