Anda di halaman 1dari 10

TRIA NURDAYANTI

A031181311

PENGERTIAN AKUNTANSI ZAKAT, KETENTUAN ZAKAT, PENDISTRIBUSIAN


DAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT

Definisi Zakat

Menurut bahasa : kata “zakat” adalah tumbuh, berkembang, subur atau bertambah.

Menurut istilah : Dalam kitab al-Hâwî, al-Mawardi mendefinisikan pengertian zakat


dengan nama pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut
sifat-sifat tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan tertentu.

‫صلَ ٰوتَكَ َس َك ٌن لَّهُ ْم ۗ َوٱهَّلل ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم ٰ َولِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّكي ِهم بِهَا َو‬
َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ إِ َّن‬

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan menyucikan mereka” (QS. at-Taubah[9]: 103);

Penyebutan Zakat Dalam Al – qur’an

Zakat (QS. al-Baqarah [2]: 43)

۟ ‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ َوٱرْ َكع‬


َ‫ُوا َم َع ٱل ٰ َّر ِك ِعين‬ ۟ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ۟ ‫َوأَقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku'”

Sedekah (QS. at-Taubah [9]: 104)

ِ َ‫ص َد ٰق‬
ِ ‫ت َوأَ َّن ٱهَّلل َ هُ َو ٱلتَّوَّابُ ٱلر‬
‫َّحي ُم‬ َّ ‫أَلَ ْم يَ ْعلَ ُم ٓو ۟ا أَ َّن ٱهَّلل َ هُ َو يَ ْقبَ ُل ٱلتَّوْ بَةَ ع َْن ِعبَا ِد ِهۦ َويَأْ ُخ ُذ ٱل‬

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-


Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang?

Hak (QS. al-An’âm [6]: 141)


“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

Nafkah (QS. at-Taubah [9]: 34)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil
dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,”

Keutamaan Menunaikan Zakat

1. Menyempurnakan keislaman seorang hamba. Zakat merupakan bagian dari rukun Islam
yang lima. Apabila seseorang melakukannya, maka keislamannya akan menjadi
sempurna. Hal ini tidak diragukan lagi merupakan suatu tujuan/hikmah yang amat agung
dan setiap muslim pasti selalu berusaha agar keislamannya menjadi sempurna.
2. Menunjukkan benarnya iman seseorang. Sesungguhnya harta adalah sesuatu yang sangat
dicintai oleh jiwa. Sesuatu yang dicintai itu tidaklah dikeluarkan kecuali dengan
mengharap balasan yang semisal atau bahkan lebih dari yang dikeluarkan. Oleh karena
itu, zakat disebut juga shodaqoh (yang berasal dari kata shiddiq yang berarti benar/jujur,
-pen) karena zakat akan menunjukkan benarnya iman muzakki (baca: orang yang
mengeluarkan zakat) yang mengharapkan ridha Allah dengan zakatnya tersebut.
3. Membuat keimanan seseorang menjadi sempurna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda yang artinya,

‫ال ي ُْؤ ِمنُ أَ َح ُد ُك ْم َحتَّى يُ ِحبَّ ألَ ِخي ِه َما يُ ِحبُّ لِنَ ْف ِس ِه‬

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya
sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” Sebagaimana kita mencintai jika ada
saudara kita meringankan kesusahan kita, begitu juga seharusnya kita suka untuk
meringankan kesusahan saudara kita yang lain. Maka pemberian seperti ini merupakan
tanda kesempurnaan iman kita.

4. Sebab masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ َ‫ال لِ َم ْن أَط‬
‫اب‬ َ ‫ُورهَافَقَا َم أَ ْع َرابِ ٌّى فَقَا َل لِ َم ْن ِه َى يَا َرس‬
َ َ‫ُول هَّللا ِ ق‬ ِ ‫إِ َّن فِى ْال َجنَّ ِة ُغ َرفًا تُ َرى ظُهُو ُرهَا ِم ْن بُطُونِهَا َوبُطُونُهَا ِم ْن ظُه‬
‫صلَّى هَّلِل ِ بِاللَّ ْي ِل َوالنَّاسُ نِيَا ٌم‬
َ ‫صيَا َم َو‬ ْ َ‫ْال َكالَ َم َوأ‬
ِّ ‫ط َع َم الطَّ َعا َم َوأَدَا َم ال‬

“Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan
dalamnya dapat terlihat dari luarnya.” Kemudian ada seorang badui berdiri lantas
bertanya, “Kepada siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi
orang yang berkata baik, memberi makan (di antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa,
shalat karena Allah di malam hari di saat manusia sedang terlelap tidur.” Setiap kita tentu
saja ingin masuk surga.

5. Menjadikan masyarakat Islam seperti keluarga besar (satu kesatuan). Karena dengan
zakat, berarti yang kaya menolong yang miskin dan orang yang berkecukupan akan
menolong orang yang kesulitan. Akhirnya setiap orang merasa seperti satu saudara.
Allah Ta’ala berfirman,

َ‫َوأَحْ ِس ْن َك َما أَحْ َسنَ هَّللا ُ ِإلَ ْيك‬

“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu” (QS. Al Qoshosh: 77)

6. Memadamkan kemarahan orang miskin. Terkadang orang miskin menjadi marah


karena melihat orang kaya hidup mewah. Orang kaya dapat memakai kendaraan yang
dia suka (dengan berganti-ganti) atau tinggal di rumah mana saja yang dia mau. Tidak
ragu lagi, pasti akan timbul sesuatu (kemarahan, -pen) pada hati orang miskin. Apabila
orang kaya berderma pada mereka, maka padamlah kemarahan tersebut. Mereka akan
mengatakan,”Saudara-saudara kami ini mengetahui kami berada dalam kesusahan”.
Maka orang miskin tersebut akan suka dan timbul rasa cinta kepada orang kaya yang
berderma tadi.
7. Menghalangi berbagai bentuk pencurian, pemaksaan, dan perampasan. Karena dengan
zakat, sebagian kebutuhan orang yang hidupnya dalam kemiskinan sudah terpenuhi,
sehingga hal ini menghalangi mereka untuk merampas harta orang-orang kaya atau
berbuat jahat kepada mereka.
8. Menyelamatkan seseorang dari panasnya hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫اس‬ َ ‫ص َدقَتِ ِه َحتَّى يُ ْف‬


ِ َّ‫ص َل بَ ْينَ الن‬ ٍ ‫ُكلُّ ا ْم ِر‬
َ ‫ئ فِى ِظ ِّل‬

“Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan


keputusan di tengah-tengah manusia.

9. Seseorang akan lebih mengenal hukum dan aturan Allah. Karena ia tidaklah
menunaikan zakat sampai ia mengetahui hukum zakat dan keadaan hartanya. Juga ia
pasti telah mengetahui nishob zakat tersebut dan orang yang berhak menerimanya serta
hal-hal lain yang urgent diketahui.
10. Menambah harta. Terkadang Allah membuka pintu rizki dari harta yang dizakati.
Sebagaimana terdapat dalam hadits yang artinya,

‫ص َدقَةٌ ِم ْن َما ٍل‬ ْ ‫ص‬


َ ‫ت‬ َ َ‫َما نَق‬

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.

11. Merupakan sebab turunnya banyak kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

ْ َ‫َولَ ْم يَ ْمنَعُوا َز َكاةَ أَ ْم َوالِ ِه ْم إِالَّ ُمنِعُوا ْالق‬


‫ط َر ِمنَ ال َّس َما ِء َولَوْ الَ ْالبَهَائِ ُم لَ ْم يُ ْمطَرُوا‬

“Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, melainkan
mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena
binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan

12. Zakat akan meredam murka Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

‫ب الرَّبِّ َوتَ ْدفَ ُع ِميتَةَ السُّو ِء‬


َ ‫َض‬ ْ ُ‫ص َدقَةَ لَت‬
َ ‫طفِ ُئ غ‬ َّ ‫إِ َّن ال‬

“Sedekah itu dapat memamkan murka Allah dan mencegah dari keadaan mati yang
jelek.”
13. Dosa akan terampuni. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ‫طفِ ُئ ْال َخ ِطيئَةَ َك َما ي‬


َ َّ‫ُطفِ ُئ ْال َما ُء الن‬
‫ار‬ ْ ُ‫ص َدقَةُ ت‬
َّ ‫َوال‬

“Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api.”

Pengertian Akuntansi Zakat

Akuntansi zakat adalah salah satu cabang ilmu akuntasi yang dikhususkan untuk mentukan
dan menilai aset  wajib zakat, menimbangnya (volume) dan mendistribusikannya kepada para
mustahiq dengan berdasarkan kepada kaedah syariat islam(Husein Sahatah 1997).

Ketentuan Zakat

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban zakat. Syarat tersebut
berkaitan dengan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan berkaitan dengan harta.

 Syarat pertama, berkaitan dengan muzakki: (1) islam, dan (2) merdeka.

Adapun anak kecil dan orang gila –jika memiliki harta dan memenuhi syarat-
syaratnya- masih tetap dikenai zakat yang nanti akan dikeluarkan oleh walinya. Pendapat
ini adalah pendapat terkuat dan dipilih oleh mayoritas ulama.

 Syarat kedua, berkaitan dengan harta yang dikeluarkan: (1) harta tersebut dimiliki
secara sempurna, (2) harta tersebut adalah harta yang berkembang, (3) harta tersebut
telah mencapai nishob, (4) telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun),
(5) harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.

Berikut rincian dari syarat yang berkaitan dengan harta.

(1) Dimiliki secara sempurna.

Pemilik harta yang hakiki sebenarnya adalah Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam
sebuah ayat,

‫َآ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه َوأَ ْنفِقُوا ِم َّما َج َعلَ ُك ْم ُم ْست َْخلَفِينَ فِي ِه فَالَّ ِذينَ آَ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوأَ ْنفَقُوا لَهُ ْم أَجْ ٌر َكبِي ٌر‬
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu
yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di
antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
(QS. Al Hadiid: 7)

Al Qurthubi menjelaskan, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta adalah
milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja
yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang
mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang
melimpah dan amat banyak.”

Harta yang hakikatnya milik Allah ini telah dikuasakan pada manusia. Jadi manusia yang
diberi harta saat ini dianggap sebagai pemegang amanat harta yang hakikatnya milik Allah.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat di sini adalah harta tersebut adalah milik di tangan
individu dan tidak berkaitan dengan hak orang lain, atau harta tersebut disalurkan atas
pilihannya sendiri dan faedah dari harta tersebut dapat ia peroleh.

Dari sini, apakah piutang itu terkena zakat? Pendapat yang tepat dalam hal ini, piutang bisa
dirinci menjadi dua macam:

1. Piutang yang diharapkan bisa dilunasi karena diutangkan pada orang yang mampu
untuk mengembalikan. Piutang seperti ini dikenai zakat, ditunaikan segera dengan
harta yang dimiliki oleh orang yang member utangan dan dikeluarkan setiap haul
(setiap tahun).
2. Piutang yang sulit diharapkan untuk dilunasi karena diutangkan pada orang yang sulit
dalam melunasinya. Piutang seperti ini tidak dikenai zakat sampai piutang tersebut
dilunasi.

(2) Termasuk harta yang berkembang.

Yang dimaksudkan di sini adalah harta tersebut mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi
si empunya atau harta itu sendiri berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu, para ulama
membagi harta yang berkembang menjadi dua macam: (a) harta yang berkembang secara
hakiki (kuantitas), seperti harta perdagangan dan hewan ternak hasil perkembangbiakan, (b)
harta yang berkembang secara takdiri (kualitas).
Dalil dari syarat ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ ‫ْس َعلَى ْال ُم ْسلِ ِم‬


‫ص َدقَةٌ فِى َع ْب ِد ِه َوالَ فَ َر ِس ِه‬ َ ‫لَي‬

“Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan kudanya.”

Dari sini, maka tidak ada zakat pada harta yang disimpan untuk kebutuhan pokok semisal
makanan yang disimpan, kendaraan, dan rumah.

(3) Telah mencapai nishob.

Nishob adalah ukuran minimal suatu harta dikenai zakat.  Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٌ‫ص َدقَة‬ ٍ ‫س أَوْ ُس‬


َ ‫ق‬ َ ‫ َولَي‬، ٌ‫ص َدقَة‬
ِ ‫ْس فِي َما ُدونَ خَ ْم‬ َ ‫س َذوْ ٍد‬ َ ‫ َولَي‬، ٌ‫ص َدقَة‬
ِ ‫ْس فِي َما ُدونَ َخ ْم‬ ٍ ‫س أَ َوا‬
َ ‫ق‬ َ ‫لَي‬
ِ ‫ْس فِي َما ُدونَ َخ ْم‬

“Tidak zakat bagi perak di bawah 5 uqiyah, tidak ada zakat bagi unta di bawah 5 ekor dan
tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”

Untuk masing-masing harta yang dikenai zakat, ada ketentuan nishob masing-masing yang
nanti akan dijelaskan.

(4) Telah mencapai haul.

Artinya harta yang dikenai zakat telah mencapai masa satu tahun atau 12 bulan Hijriyah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ْس فِى َما ٍل زَ َكاةٌ َحتَّى يَحُو َل َعلَ ْي ِه ْال َحوْ ُل‬
َ ‫َولَي‬

“Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.”

Syarat ini berlaku bagi zakat pada mata uang dan hewan ternak. Sedangkan untuk zakat hasil
pertanian tidak ada syarat haul. Zakat pertanian dikeluarkan setiap kali panen.

(5) Kelebihan dari kebutuhan pokok.

Harta yang merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok, itulah sebagai barometer seseorang
itu dianggap mampu atau berkecukupan. Sedangkan harta yang masih dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, maka seperti ini dikatakan tidak mampu. Para ulama
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah apabila kebutuhan
tersebut dikeluarkan, maka seseorang bisa jadi akan celaka, seperti nafkah, tempat tinggal,
dan pakaian.

Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat

1. Pengertian Pendistribusian Zakat Pendistribusian adalah penyaluran/ pembagian/


pengiriman barangbarang dan sebagainya kepada orang banyak atau beberapa
tempat.Jadi pendistribusian zakat adalah penyaluran zakat kepada orang yang berhak
menerima (mustahiq zakat) baik secara konsumtif ataupun produktif. Di dalam surat At-
taubah ayat 60 disebutkan delapan kategori kelompok yang berhak menerima zakat
(mustah}iq). Dari ayat ini cukup jelas bahwa pendistribusian zakat harus sampai kepada
delapan kelompok yang telah disebutkan, walaupun dalam perkembangannya mengalami
perluasan makna karena menyesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi
modern.
2. Kaidah Pendistribusian Zakat
Hal pertama dalam langkah pendistribusian zakat adalah dengan melakukan distribusi
lokal atau lebih mengutamakan mustahiq dalam lingkungan terdekat dengan lembaga
zakat dibandingkan pendistribusian untuk wilayah lainnya, hal itu dikenal dengan
sebutan ‛centralistic‛.
Kelebihan sistem centralistic dalam pengalokasian zakat adalah memudahkan
penditribusiannya ke setiap provinsi. Hampir di setiap negara Islam memulai
pendistribusian zakat dari pusat lalu meluas hingga mencakup banyak daerah.
Apabila zakat didistribusikan di luar wilayah zakat itu dikumpulkan sedangkan dalam
wilayah tersebut masih banyak mustahiq yang membutuhkannya, maka hal itu
bertentangan dengan hikmah yang ingin direalisasikan dari adanya kewajiban zakat.
Dalam kitab Al-Mugni, dijelaskan bahwa maksud dari adanya zakat adalah menutupi
kebutuhan fakir miskin. Oleh karena itu, diutamakan pendistribusian zakat kepada fakir
miskin di wilayah zakat dikumpulkan.
Dari sini, maka disepakati bahwasannya pendistribusian zakat dilakukan di mana
zakat tersebut dikumpulkan. Apabila ternyata zakat hanya dipergunakan sebagian saja
atau tidak sama sekali karena tidak ada lagi dan tidak ditemukan mustahiq yang berhak
menerima di daerah tersebut, maka diperbolehkan zakat didistribusikan ke luar daerah,
baik dengan menyerahkan penanganannya kepada pemimpin negara atau kepada
lembaga zakat pusat.
Allah SWT telah menentukan mustahiq zakat dalam surat atTaubah ayat 60. Ayat
tersebut menisbatkan bahwa kepemilikan zakat adalah untuk semua kelompok dan semua
kelompok memiliki hak yang sama. Atas dasar ini, pengelola zakat tidak diperkenankan
mendistribusikan zakat kepada pihak lain di luar mustahiq. Di sini terdapat kaidah umum
bahwa pendistribusian yang baik adalah adanya keadilan yang sama di antara semua
golongan mustahiq. Maksud adil di sini, sebagaimana yang dikatakan Imam Syafi’i
adalah dengan menjaga kepentingan masing-masing mustahiq dan juga kemaslahatan
umat Islam semampunya. Dalam hal ini, terdapat kaidah pendistribusian zakat dari
beberapa pendapat, penegasan dan pentarjihan dari para ulama fiqih:
a. Zakat sebaiknya dibagikan kepada semua mustahiq apabila harta zakat itu banyak
dan semua golongan mustahiq ada. Tidak boleh menghalang-halangi satu golongan
pun untuk mendapatkan zakat, apabila itu merupakan haknya serta benar-benar
dibutuhkan. Hal ini hanya berlaku bagi imam yang mengumpulkan zakat dan
membagikannya pada mustahiq.
b. Tidak diwajibkan mempersamakan pemberian bagian zakat kepada semua golongan
mustahiq, semua tergantung pada jumlah dan kebutuhannya. Karena terkadang pada
suatu daerah terdapat seribu orang fakir, sementara jumlah orang yang mempunyai
hutang (garim) atau ibnu sabil hanya sepuluh orang. Jadi lebih baik mendahulukan
sasaran yang paling banyak jumlah dan kebutuhannya dengan bagian yang besar.
c. Diperbolehkan memberikan semua zakat pada sebagian golongan tertentu, demi
mewujudkan kemaslahatan yang sesuai dengan syari’ah. Begitu juga ketika
memberikan zakat pada salah satu golongan saja, diperbolehkan melebihkan bagian
zakat antara satu individu dengan lainnya sesuai dengan kebutuhan karena
sesungguhnya kebutuhan itu berbeda antara satu dengan yang lain. Hal yang paling
penting adalah jika terdapat kelebihan dana zakat, maka harus berdasarkan sebab
yang benar dan demi kemaslahatan bukan disebabkan hawa nafsu atau keinginan
tertentu dan tidak boleh merugikan golongan mustahiq atau pribadi lain.
d. Hendaknya golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama dalam
mendistribusikan zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka merupakan
tujuan utama dari zakat.
e. Apabila dana zakat itu sedikit seperti harta perorangan yang tidak begitu besar, maka
boleh diberikan pada satu golongan mustahiq bahkan satu orang saja. Karena
membagikan dana zakat yang sedikit 24 untuk golongan yang banyak atau orang
banyak dari satu golongan mustahiq, sama dengan menghilangkan kegunaan yang
diharapkan dari zakat itu sendiri.
f. Hendaknya mengambil pendapat mazhab Syafi’i dalam menentukan batas yang
paling tinggi dalam memberikan zakat kepada petugas yang mengumpulkan dan
mendistribusikann zakat (amil), yaitu 1/8 dari dana zakat yang terkumpul dan tidak
boleh lebih dari itu
3. Pengertian Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan zakat adalah bentuk pemanfaatan dana zakat secara maksimum tanpa
mengurangi nilai dan kegunaannya, sehingga berdayaguna untuk mencapai
kemaslahatan umat.

Anda mungkin juga menyukai