Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tekanan Darah

1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap

pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas

pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume

darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah

akan menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010).

Tekanan darah adalah kekuatan yang dihasilkan dinding arteri dengan

memompa darah dari jantung. Darah mengalir karena adanya perubahan

tekanan, dimana terjadi perpindahan dari area bertekanan tinggi ke area

bertekanan rendah. Tekanan darah sistemik atau arterial merupakan indicator

yang paling baik untuk kesehatan kardiovaskuler. Kekuatan kontraksi

jantung mendorong darah ke dalam aorta. Puncak maksimum saat ejeksi

terjadi disebut tekanan sistolik. Saat ventrikel berelaksasi, darah yang tetap

berada di arteri menghasilkan tekanan minimum atau tekanan diastolic.

Tekanan diastolic adalah tekanan minimal yang dihasilkan terhadap dinding

arteri pada tiap waktu (Potter & Perry, 2010)

11
12

2. Fisiologi Tekanan Darah

Menurut Potter & Perry (2010) Tekanan darah menggambarkan hubungan

antara curah jantung, resistensi perifer, volume darah, kekentalan darah, dan

elastisitas arteri.

a) Curah jantung

Tekanan darah bergantung pada curah jantung. Saat volume pada

ruang tertutup (seperti dalam pembuluh darah) bertambah, maka

tekanan akan meningkat. Oleh karena itu, jika curah jantung

meningkat maka darah yang dipompakan terhadap dinding arteri akan

bertambah sehingga tekanan tekanan darah meningkat. Curah jantung

meningkat karena adanya peningkatan frekuensi denyut jantung,

kontraktilitas otot jantung atau volume darah.

b) Resistensi perifer

Tekanan darah bergantung pada resistensi vaskuler perifer. Darah

bersikulasi melalui jaringan arteri, arteriola, kapiler, venula, dan

vena. Arteri dan arteriola dikeliling otot polos yang berkontraksi atau

berelaksasi untuk mengubah ukuran lumen. Ukuran tersebut akan

berubah untuk menyesuaikan diri terhadap aliran darah sesuai

kebutuhan jaringan local. Sebagai contoh, saat organ utama

membutuhkan darah lebih banyak, maka akan terjadi konstriksi arteri

perifer untuk menurunkan suplai darah. Darah bagi organ utama

menjadi lebih banyak karena adanya perubahan resistensi di perifer.


13

Secara normal, arteri dan arteriola berada dalam keadaan konstriksi

parsial untuk mempertahankan aliran darah yang konstan. Resistesi

perifer adalah resistensi terhadap aliran darah yang ditentukan oleh

tonus otot pembuluh darah dan diameternya. Semakin kecil ukuran

lumen pembuluh darah pembuluh darah perifer, maka semakin besar

resistensinya terhadap aliran darah. Dengan menigkatnya resistensi,

maka tekanan darah arteri meningkat. Dengan dilatasi dan penurunan

resistensi, tekanan darah menurun.

c) Volume darah

Volume darah yang bersirkulasi dalam system vaskuler memengaruhi

tekanan darah. Sebagian besar individu dewasa memiliki volume

darah sebesar 500ml. volume ini biasanya tetap. Jika terjadi

peningkatan volume, tekanan terhadap dinding arteri meningkat.

Sebagai contoh, infus cairan intravena yang cepat dan tidak terkontrol

akan meningkatkan tekanan darah. Saat volume darah berkurang

(pada perdarahan atau dehidrasi) tekanan darah akan menurun.

d) Kekentalan

Kekentalan atau viskositas darah akan mempengaruhi kemudahan

aliran darah melalui pembuluh darah kecil. Hematocrit atau

persentase sel darah merah dalam darah, menentukan kekentalan

darah. Jika hematocrit meningkat dan aliran darah melambat, maka


14

tekanan arteri akan meningkat. Jantung lebih kuat berkontraksi untuk

memindahkan darah di sepanjang system sirkulasi.

e) Elastisitas

Dinding arteri normal bersifat elastis dan dapat merenggang. Seiring

peningkatan tekanan dalam arteri, diameter pembuluh darah akan

bertambah untuk mengakomodasi perubahan tekanan. Distensibilitas

arteri mencegah fluktuasi yang besar dalam tekanan darah. Namun

demikian, pada penyakit tertentu seperti arteriosclerosis, dinding

pembuluh darah kehilangan elastisitasnya dan digantikan oleh

jaringan fibrosis yang tidak dapat meregang dengan baik sehingga

resistensi terhadap aliran darah semakin besar. Akibatnya, saat

ventrikel kiri memompakan stroke volume, pembuluh darah tersebut

tidak dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan. Volume yang

dipompakan tersebut akan melewati dinding yang kaku sehingga

terjadi peningkatan tekanan sistemik. Tekanan sistolik meningkat

lebih signifikan dibandingkan tekanan diastolic akibat penurunan

elastisitas arteri.

3. Faktor yang mempengaruhi Tekanan Darah

Menurut Potter & Perry (2010) tekanan darah tidak bersifat konstan. Banyak

faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah klien tidak dapat

diukur dengan adekuat melalui satu kali pengukuran saja. Tekanan darah
15

berubah dengan cepat bahkan pada kondisi kesehatan yang optimal.

Kecenderungan tekanan darah membantu intervensi keperawatan.

Pemahaman factor ini akan memastikan interpretasi tekanan darah yang lebih

akurat.

a) Usia

Tekanan darah pada orang dewasa akan meningkat sesuai usia.

Tekanan darah optimal untuk dewasa usia paruh baya adalah di

bawah 120/80 mmHg. Nilai 120-139/80-89 mmHg dianggap

sebagai prehiprtensi. Lansia biasanya mengalami peningkatan

tekanan darah sistolik yang berhubungan dengan elastisitas

pembuluh darah yang menurun; tetapi tekanan darah lebih dari

140/90 didefinisikan sebagai hipertensi dan meningkatkan risiko

terjadinya penyakit yang berhubungan dengan hipertensi.

b) Stress

Kegelisahan, ketakutan, nyeri, dan stress emosinal dapat

mengakibatkan stimulasi simpatis yang meningkatkan frekuensi

denyut jantung, curah jantung, dan resistensi vaskuler. Efek

simpatis ini meningkatkan tekanan darah. Kegelisahan

meningkatkan tekanan darah sebesar 30 mmHg.


16

c) Etnik

Insidens hipertensi pada ras Afrika Amerika lebih tinggi

dibandingkan pada keturunan Eropa. Ras Afrika Amerika

cenderung menderita hipertensi yang lebih berat pada usia yang

lebih muda dan memiliki resiko dua kali lebih besar untuk

menderita komplikasi seperti stroke dan serangan jantung. Faktor

genetic dan lingkungan merupakan factor yang cukup besar

memengaruhi. Kematian yang berkaitan dengan hipertensi juga

lebih tinggi pada ras Afrika Amerika.

d) Variasi harian

Tekanan darah lebih rendah antara tengah malam dan pukul 3 pagi.

Diantara pukul 03.00-06.00 pagi terjadi peningkatan tekanan darah

yang lambat. Saat bangun, terjadi peningkatan tekanan darah pagi.

Tekanan darah tertinggi ditemukan saat siang hari di antara pukul

10.00-18.00. Setiap orang memiliki pola dan variasi tingkat yang

berbeda.

e) Obat-obatan

Beberapa obat dapat mempengaruhi tekanan darah, diantaranya

adalah analgesic opioid yang dapat menurunkan tekanan darah.

Vasokonstriktor dan asupan cairan intravena yang berlebihan dapat

meningkatkan tekanan darah.


17

f) Aktivitas dan berat badan

Olahraga dapat menurunkan tekanan darah untuk beberapa jam

sesudahnya. Para lansia mengalami penurunan tekanan darah

sebanyak 5-10 mmHg 1 jam setelah makan. Peningkatan kebutuhan

oksigen saat beraktivitas akan meningkatkan tekanan darah.

Olahraga yang tidak cukup dapat menyebabkan penigkatan berat

badan dan obesitas yang merupakan factor terjadinya hipertensi.

g) Merokok

Merokok menyebabkan vasokonstriksi. Saat seseorang merokok,

tekanan darah meningkat, dan akan kembali ke nilai dasar dalam 15

menit setelah berhenti merokok.

4. Faktor yang Berhubungan dengan Tekanan Darah

a) Indeks Massa Tubuh

Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Anggara, F.H.D &

Prayitno, N. (2013) Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Tekanan

Darah di Puskesmas Telaga Murni dengan peningkatan darah disebabkan

dengan beberapa factor antara lainnya adalah umur, pendidikan, Indeks

Massa Tubuh, kebiasaan merokok, konsumsi alcohol, kebiasaan

olahraga, asupan natrium dan asupan kalium.


18

Analisa Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Berdasarkan

penelitian yang dilakukan hasil yang didapatkan adalah nilai korelasi antara

IMT dengan tekanan darah sistolik adalah 0,286. Perolehan p hitung =

0,001<0,01 yang menandakan bahwa ada hubungan yang signifikan.

Sedangkan untuk nilai korelasi antara IMT dengan tekanan darah diastolik

adalah 0,252. Perolehan p hitung = 0,004<0,01 yang menandakan ada

hubungan yang signifikan. Analisa hubungan indeks massa tubuh dengan

tekanan darah dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 2.1 Analisa hubungan IMT dengan tekanan darah

IMT TDS TDD


Coreation 1.000 .286 .252
coeeficient
Sig.(2-tailed) .001 .004
N 127 127 127

Sumayku, Pandelaki, Wongkar (2014)

Penelitian lain yang diteliti oleh Anggara & Prayitno (2013) faktor-faktor

yang sangat berhubungan dengan tekanan darah antara lain adalah umur,

pekerjaan, Indeks Massa Tubuh, kebiasaan merokok, konsumsi alcohol,

kebiasaan olahraga, asupan natrium, dan asupan kalium. Data hubungan

variabel independen dengan kejadian tekanan darah tinggi disajikan dalam

tabel 2.2.
19

Tabel 2.2 Hasil analisis bivariat factor-faktor yang berhubungan dengan

tekanan darah

Tekanan Darah
Variabel Hipertensi Normal
n (%) n (%)
Umur
≥ 40 tahun 19 (55,9) 15 (44,1)
< 40 tahun 4 (9,8) 37 (90,2)
Pekerjaan
Tidak berkerja 15 (2,5) 9 (37,5)
Bekerja 8 (15,7) 43 (84,3)
IMT
Obesitas 20 (76,9) 6 (23,1)
Normal 3 (6,1) 46 (93,3)
Kebiasaan Merokok
Ya 18 (52,9) 16 (47,1)
Tidak 5 (12,2) 36 (87,8)
Konsumsi alkohol
Ya 5 (71,4) 2 (28,6)
Tidak 18 (26,5) 50 (73,5)
Kebiasaan olahraga
Tidak teratur 21 (67,7) 10 (32,3)
Teratur 2 (4,5) 42 (95,5)
Asupan natrium
Sering 19 (61,3) 12 (38,7)
Tidak sering 4 (9,1) 40 (90,9)
Asupan kalium
Tidak sering 15 (51,7) 14 (48,3)
Sering 8 (17,4) 38 (82,6)

Anggara & Prayitno (2013)

b) Lingkar Pinggang

Penelitian lain yang diteliti oleh Oviyanti, P.N (2010) Hubungan

antara Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

dengan Tekanan Darah pada Subjek Usia Dewasa dengan kesimpulan

terdapat hubungan antara lingkar pinggang dan rasio lingkar

pinggang panggul dengan tekanan sistolik, serta rasio pinggang

panggul dengan tekaan darah diastolik pada subjek perempuan dan


20

rasio lingkar pinggang panggul dengan tekanan diastolik pada subjek

laki-laki.

Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Sumayku, Pandelaki dan

Wongkar (2014) Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar

Pinggang dengan Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dengan peningkatan tekanan

darah menunjukkan ada hubungan antara indeks massa tubuh dan

lingkar pinggang pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UNSRAT.

Secara statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan indeks massa

tubuh dan lingkar pinggang dengan tekanan darah pada mahasiswa

kedokteran UNRAT.

Analisa Hubungan Lingkar Pinggang dengan Tekanan Darah .Hasil

yang didapatkan adalah nilai korelasi lingkar pinggang dengan

tekanan darah sistolik adalah 0,311. Perolehan p hitung = 0,000<0,01

menandakan ada hubungan yang signifikan.Sedangkan untuk nilai

korelasi antara lingkar pinggang dan tekanan darah diastolik adalah

0,272. Perolehan p hitung =0,002<0,01 menandakan ada hubungan

yang signifikan. Analisa hubungan lingkar pinggang dengan tekanan

darah dalam Tabel sebagai berikut:


21

Tabel 2.3 Analisa hubungan Lingkar Pinggang dengan Tekanan Darah

LP TDS TDD
Coreation 1.000 .311 .252
coeeficient
Sig.(2-tailed) .000 .002
N 127 127 127

Sumayku, Pandelaki, Wongkar (2014)


22

B. Konsep Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi arterial, disederhanakan dengan sebutan, tekanan darah tinggi.

Didefinisikan sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik (TDS)

pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada

level 90 mmHg atau lebih (Black & Hawks, 2014).

Hipertensi, kenaikan tekanan darah diastolik atau sistolik, ditemukan dalam 2

tipe: hipertensi essensial (primer), yang paling sring terjadi, dan hipertensi

sekunder, yang disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain yang

dapat diidentifikasi. Hipertensi malignan adalah bentuk hipertensi yang

berat, fulminan, dan sering dijumpai pada kedua tipe hipertensi tersebut

(Kowalak, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang

masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan

darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut

untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Penyakit ini disebut sebagai the silent

killer karena penyakit mematikan ini sering sekali tidak menunjukkan gejala

atau tersembunyi (Mukhtar, 2007).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
23

populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160

mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

Tabel 2.4 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

Kategori Sistolik Diastolik (mmHg)


(mmHg)
Normal < 120 < 80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100

(Black & Hawks, 2014)

2. Patofisiologi

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu dengan

hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2009).

Renin dan angiotensin memainkan peran dalam pengaturan tekanan darah.

Renin adalah enzim yang diproduksi oleh ginjal yang mengatalisis substrat

protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang dihilangkan oleh

enzim pengubah ke paru-paru untuk membentuk angiotensin II dan

kemudian angiotensin III. Angiotensin II dan III bertindak sebagai

vasokonstriktor dan juga merangsang pelepasan aldosteron. Dengan

meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatik, angiotensin II dan III


24

tampaknya juga menghambat ekresi natrium, yang menghasilkan naiknya

tekanan darah (Black & Hawks, 2014).

Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer

bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada lanjut

usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluhdarah yang

menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah. Akibat

hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami penurunan kemampuan dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2009).

3. Tanda dan Gejala

Gejala hipertensi sangat bervariasi, pada sebagian penderita hipertensi tidak

menimbulkan gejala (tanpa gejala), atau dengan keluhan ringan seperti

pusing-pusing, sakit kepala. Sebagian penderita mungkin mengeluh tegang-

tegang di belakang leher, sesak nafas, dan kelelahan melakukan aktivitas.

Ada juga yang mual, muntah dan gelisah. Sebagian penderita pandangan

menjadi kabur (Wijoyo, 2011).

Corwin (2015) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul

setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga,


25

kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan

tekanan darah intracranial.

4. Komplikasi

Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark

miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) danpregnancy-included

hypertension (PIH) (Corwin, 2005).

a. Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh

berkurangnya atau berhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Karena

berkurang atau berhentinya suplai darah ke otak inilah, jaringan otak

yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi

(Shanty, 2011).

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan

menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi

berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat

melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya

anurisma (Corwin, 2005).


26

b. Infark miokardium

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui

pembuluh tersebut. Akibathipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,

maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi

dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Demikian juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan

waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia,

hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan

(Corwin, 2005).

Hipertensi pada umunya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit

arteri koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak terbentuk

pada percabangan arteri yang ke arah arteri koronaria kiri, arteri

koronaria kanan, dan agak jarang pada arteri sirromfleks (Shanty,

2011).

c. Ensefalopati (kerusakan otak)

Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi

maligna (Hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat

tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler

dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf


27

pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan

ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian

mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi,

bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak

dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin,

2005).

5. Faktor Risiko

a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Riwayat keluarga

Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial-yaitu, pada

seseorang dengan riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin

berinteraksi dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat

menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke waktu.

Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu yang lebih

rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan

kadar natrium intraseluler dan penurunan rasio kalsium-natrium, yang

lebih sering ditemukan pada orang berkulit hitam. Klien dengan

orangtua yang memiliki hipertensi berada pada risiko hipertensi yang

lebih tinggi pada usia muda (Black & Hawks, 2014).

Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam

dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orangtuanya


28

menderita hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya

dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka

sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006).

2) Usia

Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya

umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga

prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu

sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas usia 65 tahun (Depkes,

2006).

Tingginya hipertensi dengan pertambahan umur yang disebabkan

oleh perubahaan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga

menyebabkan atreoklorosis yang dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar

seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar dan

Makassar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi

hipertensi terbesar 52,5 % (Depkes, 2006).

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun, 50-60%

klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih

dari 140/90 mmHg dan dengan hampir 24% dari semua orang terkena

pada usia 80 tahun. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi


29

pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun (Black& Hawks, 2014).

Dalam penelitian Irza (2009) menyatakan bahwa risiko hipertensi 17

kali lebih tinggi pada subyek > 40 tahun dibandingkan dengan yang

berusia ≤ 40 tahun (Irza, S. 2009).

3) Jenis Kelamin

Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria

dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Risiko pada pria

dan wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian

setelah usia 74 tahun, wanita berisiko lebih besar (Black & Hawks,

2014).

Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyebutkan bahwa

prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih besar pada

perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki (5,8%). Sedangkan

menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006), sampai

umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding

perempuan. Dari umur 55 sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak

perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi (Depkes,

2008).
30

4) Etnis

Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada

wanita berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada

angka 4,7%; pria berkulit putih pada tingkat terendah berikutnya

yaitu 6,3%, dan pria berkulit hitam pada tingkat terendah berikutnya

yaitu 22,5%; angka kematian tertinggi pada wanita berkulit hitam

pada angka 29,3%. Alasan peningkatan prevalensi hipertensi di

antara orang berkulit hitam tidaklah jelas, akan tetapi peningkatannya

dikaitkan dengan kadar renin yang lebih rendah, sensitivitas yang

lebih besar terhadap vasopresin, tingginya asupan garam, dan

tingginya sress lingkungan (Black & Hawks, 2014).

b. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah

1) Diabetes

Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien

diabetes menurut beberapa studi penelitian terkini. Diabetes

mempercepat ateroklerosis dan menyebabkan hipertensi karena

kerusakan pada pembuluh darah besar. Oleh karena itu hipertensi

akan menjadi diagnosis yang lazim pada diabetes, meskipun

diabetesnya terkontrol dengan baik. Ketika seorang klien diabetes

didiagnosis dengan hipertensi, keputusan pengobatan dan perawatan

tindak lanjut harus benar-benar individual dan agresif (Black &

Hawks, 2014).
31

2) Stress

Stress meningkatkan resistensi vaskular perifer dan curah jantung

serta menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke

waktu hipertensi dapat berkembang. Sebuah laporan dari Lembaga

Stress Amerika (American Institute of Stress) memperkirakan 60%

sampai 90% dari seluruh kunjungan perawatan primer meliputi

keluhan yang berhubungan dengan stress. Oleh karena stres adalah

permasalahan persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang

menciptakan banyak stressor dan respon stres (Black & Hawks,

2014).

3) Obesitas

Obesitas, terutama pada bagian tubuh atas (tubuh berbentuk “apel”),

dengan meningkatnya jumlah lemah sekitar diafragma, pinggang, dan

perut, dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Orang dengan

kelebihan berat badan tetapi mempunyai kelebihan paling banyak di

pantat, pinggul, dan paha (tubuh berbentuk “pear”) berada pada

resiko jauh lebih sedikit untuk pengembangan hipertensi sekunder

daripada peningkatan berat badan saja. Kombinasi obesitas dengan

faktor-faktor lain dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga

meningkatkan risiko hipertensi (Black & Hawks, 2014).


32

Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang

dinyatakan dalam Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan

antara berat badan dengan tinggibadan kuadrat dalam meter. Kaitan

erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah

dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi

langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.

Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%

memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006).

Penumpukan lemak di bagian sentral dapat menyebabkan

bertambahnya ukuran dan jumlah sel adiposa dan dapat menimbulkan

gangguan metabolisme. Selain sebagai tempat penyimpanan lemak,

sel adipose merupakan organ yang memproduksi molekul biologi

aktif (adipokin) seperti sitokin proinflamasi, hormone antiinflamasi

dan substansi biologi lain. Obesitas menyebabkan ekspresi sitokin

proinflamasi meningkat di dalam sirkulasi sehingga menyebabkan

inflamasi dinding vascular (Lilyasari, 2007).

Menurut Lilyasari, O (2007) pembuluh darah dikelilingi oleh jaringan

adipose adventisia. Soltis dan Casis mempelihatkan bahwa lemak

perivascular secara bermakna akan menurunkan respon preparat

cincin aorta terhadap norepinefrin. Beberapa faktor diduga berperan


33

dalam mekanisme obesitas yang berhubungan dengan peningkatan

darah:

1. Efek langsung obesitas terhadap hemodinamik meliputi

peningkatan volume darah, peningkatan curah jantung dan

peningkatan isi sekuncup (stroke volume).

2. Adanya mekanisme yang menghubungkan obesitas dengan

peningkatan resistensi perifer seperti disfungsi endotel,

resistensi perifer seperti disfungsi endotel, resistensi insulin,

aktivitas saraf simpatis, adanya substansi yang dikeluarkan

oleh adipose seperti Interleukin-6 (IL-6) dan TNF-α.

Leptin merupakan asam amino 167 yang secara primer dihasilkan

oleh sel adiposa. Leptin merupakan sebuah protein yang dikoding

oleh gen obesitas yang akan memodulasi metabolisme lipid,

hemopoesis, fungsi sel b pankreas dan angiogenesis.Leptin

memiliki peran dalam hipertensi yang berhubungan dengan

obesitas. Kadar leptin mempunyai korelasi dengan cadangan

jaringan lemak tubuh. Hiperleptinemia sirkulasi. Leptin secara

langsung akan menurunkan distensibilitas arteri, mempengaruhi

tonus dan pertumbuhan pembuluh darah serta menstimulasi

proliferasi sel otot polos vaskular. Selain itu leptin juga akan

meregulasi aktivitas saraf simpatis dan vasomotion termasuk

mekanisme dependen dan independen.


34

Eikelis dkk. menunjukkan adanya korelasi kuat antara konsentrasi

plasma leptin dengan aktivasi sistem saraf simpatis ginjal.

Stimulasi simpatis renal jangka panjang oleh leptin

mengakibatkan peningkatan tekanan darah, melalui aktivitas

vasokonstriksi dan peningkatan reabsorbsi natrium di tubulus

ginjal. Leptin akan menstimulasi sitokin profibriogenik di ginjal

yang akan diaugmentasi oleh faktor pertumbuhan lain seperti

angiotensin II. Semua hal tersebut mempunyai peran dalam

peningkatan tekanan darah.

Stevinkel menyebutkan bahwa, leptin mempunyai efek stimulasi

terhadap sistem renin angiotensin dan sistim saraf simpatis.

Leptin juga menstimulasi natriuresis. Hal-hal tersebut dapat

menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang

mempredisposisi terjadinya hipertensi. Pada pasien dengan

hiperleptinemia, terdapat resistensi efek stimulasi leptin terhadap

sekresi natrium, tetapi tidak terhadap sistim saraf simpatis. Hal

inilah yang dapat menjelaskan mengapa hipertensi sering terjadi

pada obesitas.
35

4) Nutrisi

Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan

hipertensi essensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya

terkena hipertensi akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam

mungkin menjadi penyebab pencetus hipertensi pada individu ini.

Diet tinggi garam mungkin menyebabkan pelepasan hormon

natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung

meningkatkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi

mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat (SSP). Penelitian

juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsium, kalium, dan

magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi

(Black & Hawks, 2014).

5) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan

proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,

dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya

artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga

meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai

ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi


36

semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri

(Depkes, 2006).

6) Jarang Olahraga

Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui

mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan

tonus simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem

kolateralisasi pembuluh darah, meningkatkan HDL (High Density

Lipoprotein) dan menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) darah.

Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih efisien.

Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan jantung semakin

kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas tertentu,

penurunan lemak badan dan berat badan serta menurunkan tekanan

darah (Cahyono, 2008).

7) Konsumsi alkohol berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum

jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan

volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam

menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan

langsung antara tekanan darah dan asupan alkoholdilaporkan

menimbulkanefek terhadap tekanan darah baru terlihat apabila


37

mengkomsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap

harinya (Depkes, 2006).

Di negara barat seperti Amerika, komsumsi alkohol yang berlebihan

berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di

Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di

kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol

ini menyebabkan hipertensi sekunder di usia ini (Depkes, 2006).

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah

dan bermanfaat bagi penderitahipertensi ringan. Pada orang tertentu

dengan melakukan olahraga aerobik yang teraturdapat menurunkan

tekanan darahtanpa perlu sampai berat badan turun (Depkes, 2006).

6. Penatalaksanaan

a. Pengendalian faktor risiko

Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling

berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor

risikoyang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut:

1) Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan. Obesitas

bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi

pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi


38

dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal.

Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%

memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian,

obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan

(Depkes, 2006).

Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai

kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol

mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng,

2009).

2) Mengurangi asupan garam didalam tubuh

Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan

makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan

sulit dirasakan.Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1

sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2006).

3) Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat

mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah

(Depkes, 2006).
39

4) Melakukan olahraga teratur

Berolahraga seperti senamaerobik atau jalan cepat selama30-45

menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat

menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang

akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006).

5) Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga

dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti

nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang

masuk ke dalam aliran darah dapat merusak jaringan endotel

pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis

dan peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat

meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk

disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan

darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada

pembuluh darah arteri.

b. Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan

angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara

seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup

penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja


40

yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin

dapat ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan

obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan

respon penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip

pemberian obat antihipertensi sebagai berikut:

1) Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab

hipertensi.

2) Pengobatan hipertensi essensialditunjukkan untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang

timbulnya komplikasi.

3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat

antihipertensi.

4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan

pengobatan seumur hidup.

7. Penelitian Terkait dengan Peningkatan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi

a) Indeks Massa Tubuh

Penelitian ini pernah dilakukan oleh Dien, Mulyadi dan Kundre (2014)

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah pada Penderita

Hipertensi dengan hasil penelitian diketahui kriteria terbanyakdari indeks


41

mssa tubuh yaitu overweight, pada tekanan darah sistolik kriteria

terbanyak yaitu pre-hipertensi dan pada tekanan darah diastolik yaitu

dengan kriteria terbanyak hipertensi stage I.

b) Lingkar Pinggang

Penelitian yang telah dilakukan oleh Yulianty, 2010 tentang hubungan

lingkar pinggang dengan beberapa factor risiko sindrom metabolic yang

berkesimpulan terdapat hubungan lingkarpinggang dengan tekanan darah

sistolik dan diastolic setelah dikontrol variable perincu.


42

C. Indeks Massa Tubuh

1. Definisi

Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi

tinggi dalam meter kuadrat (m2). IMT merupakan indikator yang paling

sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan

lebih dan obese pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah

lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%)

dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin

(Sugondo, 2006).

IMT juga dapat diterapkan untuk anak dan remaja, dengan cara yang sama

menghitung nilai IMT seperti pada orang dewasa, kemudian nilai tersebut di-

plotkan ke grafik CDC IMT-berdasarkan umur (CDC, 2011). Dalam grafik

tersebut akan terlihat persentil IMT-berdasarkan umur si anak, dari nilai

persentil inilah dapat ditentukan apakah anak kurus, normal atau obese

(CDC, 2011).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara termudah untuk memperkirakan

obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh (Lisbet, 2004).

Definisi klinik obesitas sering dicerminkan dengan IMT yang disebut juga

dengan Quetelet’s Index. Ini merupakan pengukuran indeks massa tubuh

paling baik untuk populasi dewasa karena memiliki tingkat kesalahan paling

kecil dan mudah menghitungnya (Lisbet, 2004; Sugondo, 2006).


43

2. Cara mengukur IMT

Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO 2011, untuk

menentukan IMT sampel maka dilakukan dengan cara: sampel diukur

terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan kemudian diukur tinggi

badannya dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

IMT=

Kemudian interpretasikan hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi

IMT menurut Asia Pasifik di atas.

3. Klasifikasi

Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2006) berat badan dan Obesitas

dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu:

Tabel 2.5 Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT
Berat badan kurang < 18.5
Kisaran normal 18.5-22.9
Berat badan lebih ≥ 23
Berisiko 23 -24.9
Obes I 25-29.9
Obes II ≥ 30

Sugondo, 2006
44

Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi

lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika

kulit hitam memiliki nilai IMT lebih tinggi dari etnik Polinesia dan etnik

Polinesia memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada etnik Kaukasia,

sedangkan untuk Indonesia memiliki nilai IMT berbeda 3.2 kg/m2

dibandingkan etnik Kaukasia (Sugondo, 2006).


45

D. Lingkar Pinggang dan Peningkatan Tekanan Darah

Pasien dianggap memiliki lemak tubuh yang berlebihan jika lingkar perutnya

berukuran ≥ 35 inci untuk wanita dan ≥ 40 inci untuk pria. Bagi orang indonesia:

≥ 80 cm untuk wanita dan ≥ 90 cm untuk pria (Bickley, S. Lynn, 2009).

Pada penelitian lain yang dilakukan Seidell et al. (2001) dan Wang et al. (2004)

ukuran lingkar pinggang yang besar berhubungan dengan peningkatan faktor

risiko terhadap penyakit kardiovaskular karena lingkar pinggang dapat

menggambarkan akumulasi dari lemak intraabdominal atau lemak visceral.

Sedangkan menurut Sumayku, Pandelaki dan Wongkar (2014) ada hubungan

yang signifikan antara lingkar pinggang dengan tekanan darah sistolik dan

tekanan darah diastolik.

Banyaknya penumpukan lemak di sekitar abdomen berhubungan signifikan

dengan tekanan darah. Kelebihan lemak tubuh diakumulasikan pada tubuh

dengan lingkar pinggang 89 cm atau lebih untuk wanita dan 101,6 cm atau lebih

untuk pria telah diasosiasikan dengan meningkatnya resiko hipertensi (rasio

pinggang/panggul). (Black & Hawks, 2014). Pengukuran lingkar pinggang untuk

mengetahui banyaknya lemak dalam perut yang menunjukkan ada beberapa

perubahan metabolisme termasuk daya tahan terhadap insulin dan meningkatnya

produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit

atau pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme ini memberikan gambaran
46

tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi

lemak tubuh.
47

E. Kerangka Teori

Tekanan Darah Penelitian Terkait

1. (Dien, Mulyadi, Kundre,


1. Tekanan darah dengan indeks massa 2014)
tubuh dan lingkar pinggang 2. (Destyana, Saryono,
- Anggara, F.H.D & Prayitno, N. Mursiyam (2009)
(2013) 3. (Sumayku, Pandelaki,
- Oviyanti, P.N (2010) wongkar, 2014)
- Sumayku, Pandelaku, 4. (Anggara & Prayitno, 2013)
&Wongkar (2014) 5. (Tisna, G.D, 2013)

Lingkar Pinggang Indeks Massa Tubuh


Pasien dianggap memiliki lemak berat badan dalam kilogram (kg)
tubuh yang berlebihan jika lingkar dibagi tinggi dalam meter kuadrat
perutnya berukuran ≥ 35 inci untuk (m2) (Sugondo, 2006).
wanita dan ≥ 40 inci untuk pria.
Bagi orang indonesia: ≥ 80 cm - Sumayku, Pandelaki dan
untuk wanita dan ≥ 90 cm untuk Wongkar (2014)
pria (Bickley, S. Lynn, 2009). - (CDC, 2011).
- Oviyanti, P.N (2010)
- Dien, Mulyadi, Kundre
(2014)
- (Black & Hawks, 2014).
- Sumayku, Pandelaki dan
Wongkar (2014)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai