Jurnal
Jurnal
Abstak
PENGANTAR
Hipertensi merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di Indonesia. Angka
kejadian hipertensi di Indonesia adalah 8,4% dari jumlah penduduk, 69,5% berusia> 75 tahun,
8,8% mengkonsumsi obat-obatan, 32,3% tidak rutin mengkonsumsi obat dengan alasan sudah
merasa sehat sehingga cenderung menderita hipertensi berat. karena mereka tidak berusaha
menghindarinya dan tidak mengetahui faktor risikonya (Kesehatan, 2018).
Upaya menurunkan angka kejadian hipertensi dan pengendalian tekanan darah
penderita hipertensi adalah dengan menjalani pola hidup sehat antara lain dengan mengurangi
konsumsi rokok, tidak mengkonsumsi makanan yang merupakan faktor penyebab terjadinya
hipertensi, menghindari minuman beralkohol, menghilangkan stres. dan melakukan olahraga
teratur serta disiplin dalam minum obat (Svetkey, et al., 2009).
Menurunkan tekanan darah dengan nilai yang optimal dan mengendalikan terjadinya
komplikasi menjadi prioritas utama pelayanan kesehatan masyarakat. efikasi diri seseorang akan
mempengaruhi manajemen perawatan diri. Penatalaksanaan perawatan diri penderita hipertensi
merupakan suatu kemampuan internal dalam memelihara perilaku efektif dengan penggunaan
obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter, mengikuti pola makan dan olah raga, mengontrol
secara teratur dan menjaga koping emosi dengan penyakitnya (Kate R, 2003).
Self-efficacy mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan
tindakan pencegahan dan pengelolaan penyakit. Jika self efficacy dikembangkan pada penderita
hipertensi, maka akan menumbuhkan kepercayaan untuk dapat mematuhi program manajemen
hipertensi sehingga lansia hipertensi dapat mengontrol tekanan darahnya (Alwisol, 2006).
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
kepada anggota keluarga lainnya baik yang sehat maupun yang sakit. Bentuk dukungan keluarga
meliputi dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional. Dukungan appraisal
berupa pemberian dukungan, penghargaan dan perhatian bahkan supervisi terhadap terapi yang
dilakukan terhadap pasien bersama anggota keluarganya. Dukungan emosional diwujudkan
dalam bentuk kasih sayang, kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan (Amila,
2018).
Keluarga yang peduli dengan anggota keluarganya yang menderita hipertensi akan
memperhatikan pemberian makan, mengajak olahraga bersama, menemani dan mengingatkan
untuk rutin memeriksakan tekanan darahnya. Dukungan yang diberikan anggota keluarga
menunjukkan kepedulian dan kepedulian keluarga sehingga pasien hipertensi termotivasi untuk
menjalani pengobatan yang tepat dan benar (Rottie & Colling, 2017).
Untuk mewujudkan gaya hidup dan perilaku sehat, penderita hipertensi dituntut
memiliki efikasi diri dan dukungan keluarga serta kerjasama pelayanan kesehatan dengan pihak
lain yang melibatkan berbagai elemen, termasuk keluarga dan masyarakat. Meningkatkan
pemahaman tentang pentingnya self-efficacy dan keluarga dalam memberikan dukungan sosial
kepada anggota keluarga yang mengalami hipertensi dengan penyuluhan administrasi klien dan
keluarga. Konseling merupakan proses pendampingan pemecahan masalah klien agar klien dapat
menyesuaikan diri secara efektif dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungan (Amila, 2018).
Konseling mempengaruhi perubahan perilaku individu yang bermanfaat baginya.
Pemberian konseling sebaiknya diberikan modul atau manual (Priyanto, 2009). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah self-efficacy dan dukungan keluarga dapat
menstabilkan kualitas hidup penderita hipertensi.
DISKUSI
Hasil penelitian penderita hipertensi berkisar usia 66-70 tahun. Penelitian ini sesuai
dengan penelitian Gadi yang menyatakan bahwa hipertensi meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Mayoritas penderita hipertensi berusia> 65 tahun sebesar 65%. Hal ini
disebabkan bertambahnya usia struktur pembuluh darah besar, lumen menyempit dan dinding
pembuluh darah menjadi kaku dan menebal sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah
sistolik (Gadi, 2017).
Hampir semua responden berjenis kelamin perempuan. Menurut penelitian Suryani,
penderita hipertensi sebagian besar (52,4%) berjenis kelamin perempuan. Wanita yang
mengalami menopause akan memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi (Suryani, 2018).
Perubahan hormonal yang terjadi pada wanita menopause merupakan faktor penyebab utama.
Wanita yang mengalami menopause memiliki estrogen yang lebih rendah dan kadar lipoprotein
densitas tinggi yang lebih rendah (Lumbantobing, 2008).
Kebanyakan penderita hipertensi berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Wanita yang
tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga berisiko lebih tinggi menderita hipertensi
dibandingkan wanita yang bekerja. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya aktivitas yang
dilakukan oleh para ibu rumah tangga. Dengan banyaknya ibu rumah tangga yang sibuk, mereka
merasa tidak memiliki waktu untuk berolahraga yang menyebabkan kurangnya aktivitas fisik
sehingga berisiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang
yang kurang melakukan aktivitas fisik juga cenderung memiliki detak jantung yang lebih tinggi,
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras dengan setiap kontraksi. Semakin keras dan
sering otot jantung harus memompa, semakin banyak tekanan ditempatkan pada arteri.
Peningkatan tekanan darah akibat aktivitas yang tidak memadai akan menyebabkan komplikasi
seperti penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, stroke (Anggara & Prayitno, 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan dengan penelitian
Suryani. Lama menderita hipertensi> 3 tahun. Semakin lama menderita hipertensi akan
meningkatkan terjadinya komplikasi yaitu ginjal berupa nefrosklerosis yang merupakan akibat
langsung dari iskemia akibat penyempitan pembuluh darah intrarenal (Suryani, 2018).
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Gadi. Kebanyakan dari mereka
tinggal bersama suami. Keluarga memelihara sistem pendukung yang baik untuk mengontrol
pola hidup, sehingga tekanan darah tetap terkontrol (Gadi, 2017).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada perubahan nilai tekanan darah sebelum dan
sesudah self-efficacy dan pemberian dukungan keluarga dalam waktu 8 minggu. Penelitian
Suryani menyebutkan bahwa konseling keluarga efektif terhadap stabilisasi tekanan darah pasien
hipertensi (Suryani, 2018). Berdasarkan penelitian Gadi, terdapat pengaruh efikasi diri terhadap
pengendalian tekanan darah pada pasien hipertensi. Salah satu faktor yang mendukung
keberhasilan penatalaksanaan hipertensi adalah pengendalian tekanan darah. Salah satu faktor
yang mempengaruhi pengendalian tekanan darah secara teratur adalah efikasi diri (Gadi, 2017).
Hasil penelitian Farida dan Susmadi, terdapat pengaruh self-efficacy training terhadap
tekanan darah sistolik (0,01) tetapi tidak berpengaruh terhadap diastolik (0,07). Pelatihan efikasi
diri pada lansia hipertensi dibangun dengan 4 komponen yaitu kognitif, motivasi, efektif dan
seleksi. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelatihan digunakan oleh lansia hipertensi untuk
mematuhi manajemen program. Sehingga dalam 3-4 bulan berikutnya tekanan darah bisa
terkontrol. Tekanan diatolik tidak berubah hal ini terjadi karena pengukuran tekanan diastolik
yang diberikan pada saat kondisi jantung rileks, sedangkan pada usia lanjut, organ jantung
termasuk pembuluh darah sudah mengalami kekakuan / kurang elastis sehingga pada akhirnya
kontraksi jantung tidak terjadi. bisa rilkes sempurna. Akibatnya tekanan darah sistolik saat
diukur tetap tinggi / di atas batas normal (Farida & Susmadi, 2019).
Hasil penelitian Amila juga menunjukkan adanya hubungan antara efikasi diri dengan
gaya hidup penderita hipertensi. Efikasi diri dapat meningkatkan dukungan dan motivasi diri
menuju gaya hidup sehat yang dapat mengurangi terjadinya komplikasi (Amila, 2018). Hasil
penelitian Setyorini menunjukkan adanya hubungan perawatan diri dengan manajemen efikasi
diri pada penderita hipertensi. Self-efficacy dibutuhkan oleh penderita hipertensi agar termotivasi
untuk mendapatkan derajat kesehatan yang lebih baik melalui kepercayaan dalam pengelolaan
perawatan diri. Penatalaksanaan perawatan diri yang efektif akan mengurangi terjadinya
komplikasi, meningkatkan kepuasan, meningkatkan kepercayaan diri, dan menstabilkan tekanan
darah pada penderita hipertensi (Setyorini, 2018).
Menurut penelitian Bisnu ada hubungan antara dukungan keluarga dengan derajat
hipertensi. Dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk perilaku pelayanan yang dilakukan
oleh keluarga berupa dukungan emosional, apresiasi / penilaian, informasional dan instrumental
(Bisnu, Kepel, & Mulyadi, 2017). Menyarankan agar keluarga adalah tempat yang aman dan
damai untuk membantu pemulihan dari penyakit. Hal ini terjadi karena tidak mungkin seseorang
memenuhi kebutuhan fisik atau psikologisnya sendiri. Individu membutuhkan dukungan sosial
dimana salah satunya mereka berasal dari keluarga (Sinaga, 2015).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rottie and Colling,
tentang Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Berobat pada Pasien Hipertensi.
Keluarga yang peduli dengan anggota keluarganya yang menderita hipertensi akan
memperhatikan pemberian makan, mengajak olahraga bersama, menemani dan mengingatkan
untuk rutin memeriksakan tekanan darahnya. Dukungan yang diberikan anggota keluarga
menunjukkan kepedulian dan kepedulian keluarga sehingga pasien hipertensi termotivasi untuk
menjalani pengobatan yang tepat dan benar (Rottie & Colling, 2017).
Dukungan keluarga dibutuhkan oleh penderita hipertensi yang membutuhkan
pengobatan yang lama dan berkesinambungan. Hal ini didukung oleh banyaknya teori yang telah
menjelaskan tentang fungsi keluarga salah satunya dalam bidang kesehatan dimana telah
dijelaskan bahwa jika ada anggota keluarga yang sakit maka keluarga harus segera mengetahui
tentang gangguan kesehatan, memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan. diberikan dan
menggunakan fasilitas kesehatan yang ada (Ningrum & Hendarsih, 2012).
Teori model promosi kesehatan menjelaskan bahwa self-efficacy seseorang akan
mempengaruhi perilaku dan komitmen dalam melakukan sesuatu. Efikasi diri penderita penyakit
kronis tingkat tinggi akan meningkatkan harapan akan tujuan yang besar dan jelas. Penderita
hipertensi akan patuh dan mengelola hipertensi dengan baik jika memiliki keyakinan bahwa
penatalaksanaannya membuat kondisinya stabil dan meminimalkan komplikasi. Penderita
hipertensi memerlukan perubahan perilaku untuk mengontrol tekanan darahnya. Perubahan
perilaku ini membutuhkan efikasi diri. Self-efficacy adalah kepercayaan pasien terhadap
aktivitas dan bahwa pasien berperilaku sesuai dengan harapan yang diinginkan. Self-efficacy
mempengaruhi perubahan perilaku dengan mempengaruhi cara berpikir, memotivasi, dan
bertindak (Bandura, 2006).
Penanganan hipertensi seumur hidup membuat orang merasa kehilangan motivasi diri,
bahkan menimbulkan depresi dan ketidakpatuhan. Efikasi diri dan dukungan keluarga
merupakan komponen yang sangat penting bagi penderita hipertensi dalam menjalankan pola
hidup sehat. Dukungan keluarga tinggi tetapi jika self-efficacy tidak terbentuk maka penderita
hipertensi tidak akan patuh dan berkhianat. Kepatuhan gaya hidup sehat meminimalkan
komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien hipertensi. Efikasi diri yang tinggi tetap
membutuhkan dukungan keluarga untuk menjalankan segala aktivitas keseharian penderita
dalam melakukan perawatan diri, dengan cara meningkatkan kualitas hidupnya. Efikasi diri dan
dukungan keluarga mampu melakukan pemeliharaan secara optimal.
KESIMPULAN
Efikasi diri tidak bisa maksimal tanpa pendamping dari dukungan keluarga. Konseling self-
efficacy dan dukungan keluarga menstabilkan tekanan darah penderita hipertensi.