Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Surveilans
1. Pengertian Surveilans
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Kepmenkes RI No.1116 tahun 2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
menyebutkan bahwa surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis,
interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta melakukan penyebaran
informasi kepada unit yang membutuhkan sebagai pertimbangan dalam pengambilan
keputusan atau kebijakan
Pada tahun 1987 telah dikembangkan Sistem Surveilans Terpadu (SST) berbasis
data, Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), dan Sistem Pelaporan
Rumah Sakit (SPRS), yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan.
Disamping keberadaan SST telah juga dikembangkan beberapa sistem Surveilans khusus
penyakit Tuberkulosa, penyakit malaria, penyakit demam berdarah, penyakit campak,
penyakit saluran pernapasan dan lain sebagainya. Sistem Surveilans tersebut perlu
dikembangkan dan disesuaikan dengan ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular
Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan, Keputusan
Menteri Kesehatan N0.1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indinesia Nomo 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan serta kebutuhan informasi epidemiologi untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut,
agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan [ CITATION Arw16 \l 1033 ]
2. Tujuan Surveilans Epidemiologi
Tujuan melakukan surveilans epidemiologi adalah :
a. Untuk mengetahui besar masalah kesehatan/ penyakit (frekuensi atau insidensi) di
masyarakat, sehingga bisa dibuat perencanaan dalam hal pencegahan,
penanggulangan maupun pemberantasannya.
b. Untuk mengetahui informasi yang up to date mengenai masalah kesehatan/ penyakit
(menjawab pertanyaan siapa, dimana, kapan) sehingga dapat digunakan untuk
memonitor program yang sedang berjalan, mengevaluasi program dan system
kewaspadaan dini.
3. Kegunaan Surveilans Epidemiologi
Surveilans Epidemiologi digunakan untuk :
a. Mengetahui gambaran epidemiologi masalah kesehatan atau penyakit. Yang
dimaksud gambaran epidemiologi dari suatu penyakit adalah epidemiologi deskriptif
penyakit itu menurut waktu, tempat, dan orang.
b. Menetapkan prioritas masalah kesehatan Minimal ada 3 persyaratan untuk
mendapatkan prioritas masalah kesehatan untuk ditanggulangi yaitu besarnya
masalah, adanya metode untuk memecahkan masalah, dan tersedianya biaya untuk
mengatasi masalah.
c. Mengetahui cakupan pelayanan Atas dasar data kunjungan ke puskesmas, dapat
diperkirakan cakupan pelayanan puskesmas terhadap karakteristik tertentu dari
penderita, dengan membandingkan proporsi penderita menurut karakteristik tertentu
yang berkunjung ke puskesmas, dan proporsi penderita menurut karakteristik yang
sama di populasi atas dasar data statistic dari daerah yang bersangkutan.
d. Untuk kewaspadaan dini terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) KLB adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan frekuensi suatu penyakit dalam periode waktu
tertentu di suatu wilayah. Di Indonesia, penyakit menular yang sering menimbulkan
KLB adalah penyakit diare, penyakit yang dapat diimunisasikan, infeksi saluran
nafas, dan lain-lain.
e. Untuk memantau dan menilai program
4. Ruang Lingkup
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara
operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sector kesehatan
sendiri, diperlukan tata laksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang
harmonis antar sector dan antra program, sehingga perlu dikembangkan subsistem
surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi
Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku, Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan,
Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra.
a. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit menular.
b. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Merupakan analisis terus menerus
dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung
upaya pemberantasan penyakit menular.
c. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku Merupakan analisis
terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor resiko untuk mendukung
program penyehatan lingkungan.
d. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan Merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program-
program kesehatan tertentu.
e. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra. Merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program
kesehatan matra
5. Komponen Sistem
Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan
lainnya sebagaimana tersebut di atas terdiri dari beberapa komponen yang menyusun
bangunan system surveilans yang terdiri atas komponen sebagai berikut :
a. Tujuan yang jelas dan dapat diukur
b. Unit surveilans epidemiologi yang terdiri dari kelompok kerja surveilans
epidemiologi dengan dukungan tenaga professional
c. Konsep surveilans epidemiologi sehingga terdapat kejelasan sumebr dan cara-cara
memperoleh data, cara-cara mengolah data, cara-cara melakukan analisis, sasaran
penyebaran atau pemanfaatan data dan informasi epidemiologi, serta mekanisme
kerja epidemiologi.
d. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan anggaran
e. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi.
f. Jejaring surveilans epidemiologi yang dapat membangun kerjasama dalam
pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan peningkatan kemampuan
surveilans epidemiologi.
g. Indikator kinerja
6. Mekanisme Kerja
Kegiatan surveilans epidemiologi kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan
secara terus-menerus dan sistematis dengan mekanisme kerja sebagai berikut :
a. Pengumpulan data (identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait
lainnya).
Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat, dan ada
hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan pengumpulan data
adalah :
1) Menentukan kelompok/golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar
terserang penyakit (umur, jenis kelamin, bangsa, pekerjaan, dan lain-lain).
2) Menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya.
3) Menentukan reservoir dari infeksi.
4) Memastikan keadaan-keadaan yang menyebabkan dapat berlangsungnya
transmisi penyakit.
5) Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan.
6) Penyelidikan letusan-letusan wabah, bertujuan untuk memastikan sifat dasar
wabah, sumber wabah, cara penularan, dan area penyebaran / menjalarnya
wabah.
b. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data Data yang dikumpulkan segera diolah
menurut tujuan surveilans.
c. Analisis dan interpretasi data Setelah data diolah, dikompilasi, selanjutnya dilakukan
analisis dan interpretasi data.
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, dapadibuat tanggapan-tanggapan,
saran-saran untuk menentukan tindakan dalam menanggulangi masalah yang ada
berdasarkan prioritas.
d. Studi Epidemiologi Studi epidemiologi dilakukan terhadap masalah yang menjadi
prioritas.
e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya. Penyebaran informasi
dapat dilakukan kepada atasan sebagai informasi le.bih lanjut dan dapat dikirimkan
umpan balik kepada unit kesehatan yang memberikan laporan kepadanya.
f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut. Rekomendasi dan alternatif
tindak lanjut disusun untuk menanggulangi masalah yang ada.
g. Umpan Balik Surveilans merupakan kegiatan yang berjalan terus menerus, maka
umpan balik kepada sumber-sumber (pelapor) mengenai arti data dan kegunaannya
setelah diolah merupakan tindakan yang penting.
7. Jenis Penyelenggaraan
Pelaksanaan surveilans epidemiologi kesehatan dapat menggunakan satu cara atau
kombinasi beberapa cara penyelenggaraan surveilans epidemiolog. Cara-cara
penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi berdasarkan atas metode pelaksanaan,
aktivitas pengumpulan data dan pola pelaksanaanya.
a. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan
1) surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor resiko
masalah kesehatan.
2) surveilans epidemiologi khusus, adalah penyelengaraan surveilans epidemiologi
terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor resiko atau situasi khusus
kesehatan
3) surveilans sentinel, adalah penyelanggaraan surveilans epidemiologi pada
populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah
kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
4) Studi epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada
periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih
mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau faktor resiko
kesehatan.
b. Penyelenggaraan berdasarkan aktivitas pengumpulan data
1) Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana unit
surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan
kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
2) surveilans pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana unit
surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit
pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
c. Penyelenggaraan berdasarkan pola pelaksanaan
1) Pola kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana.
2) Pola selain kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada
ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan atau
bencana.
d. Penyelenggaraan berdasarkan kualitas pemeriksaan
1) Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans dimana
data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak menggunakan peralatan
pendukung pemeriksaan.
2) Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan surveilans
dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan laboratorium atau peralatan
pendukung pemeriksaan lainnya.
8. Indikator Surveilans
Indikator dalam pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi terdiri dari Ditjen
P2PL, 2003:[CITATION EVA \l 1033 ]
a. Kelengkapan laporan
b. Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat dihasilkan.
c. Terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional.
d. Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan.
e. Menurunnya frekuensi kejadian luar biasa penyakit.
f. Meningkatnya dalam kajian SKD penyakit.
B. Diare
1. Pengertian Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali
atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang
berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun
pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat
2. Jenis Diare
Menurut Simadibrata (2009), jenis diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
Berdasarkan lama atau durasi waktu diare, penyakit diare dapat dibedakan
menjadi (1) Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak
dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri,
lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika
dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009). (2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung
lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
Berdasarkan mekanisme patofisiologik yang mendasari terjadinya diare, diare
dapat diklasifikasikan menjadi diare oleh karena :
Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik, diare tipe
ini desebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus serta
menurunnya absorbsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja banyak
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan dan
minum. Penyebab diare tipe ini antara lain karena enterotoksin pada infeksi Vibrio
cholerae atau Escherichia coli, penyakit yang mengahasilkan hormon (VIPoma),
reseksi ileum (gangguan absorbsi garam empedu) dan efek obat laksatif.
Sekresi cairan dan elektrolit meninggi atau diare osmotik, diare tipe ini
disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang
disebabkan obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan
defek dalam absorbsi mukosa usus, misal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi
glukosa atau galaktosa.
Malabsorbsi asam empedu, diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan atau produksi micelle empedu dan penyakitpenyakit saluran bilier hati.
Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit, diare
tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+K +ATPase di
enterosit dan absorbsi Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan waktu transport usus abnormal, diare tipe ini disebabkan
adanya hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi
yang abnormal. Penyebabnya antara lain pasca vagotomi dan hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus, diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus
yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada
usus halus.
Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik, adanya kerusakan mukosa
usus karena proses inflamasi sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan
eksudasi air serta elektrolit ke dalam lumen sehingga terjadi gangguan absorbsi air
dan elektrolit.
Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi, nfeksi oleh bakteri merupakan
penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi
menjadi invasif (merusak mukosa) dan bakteri non invasive
c. Penyakit infektif atau non-infektif
Diare infektif adalah diare yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksi dalam
hal ini bisa diakibatkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, maupun infeksi oleh organ
lain seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.
Diare non-infektif adalah diare yang tidak ditemukan agen infeksi sebagai
penyebabnya. Dalam hal ini diare tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor
malabsorbsi, faktor makanan, maupun faktor psikologis
d. Penyakit organik atau fungsional
Berdasarkan penyakit organik dan fungsional, diare dapat diklasifikasikan
menjadi
1) Diare organik, adalah diare yang ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik,
hormonal ataupun toksikologi.
2) Diare fungsional, adalah diare yang tidak dapat ditemukan penyebab organik
3. Penyebab
Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor infeksi, malabsorpsi
(gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis. (Bodhidatta L, 2010)
a. Faktor Infeksi
Infeksi enternal yaitu infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab
utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi enternal bisa disebakan oleh bakteri, virus,
parasit, serta jamur.
b. Faktor Malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi yang sensitif terhadap lactoglobulis
(protein susu sapi) dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Sedangkan
malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi
micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan
mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor Makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang
terkontaminasi, jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.
d. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan
diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih
besar
4. Cara Penularan Diare
Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan melalui jalur
fecal-oral, terutama karena (1) menelan makanan yang terkontaminasi (terutama
makanan sapihan) atau air. (2) Kontak dengan tangan yang terkontaminasi (Depkes RI,
1990)
Beberapa faktor dikaitkan dengan bertambahnya penularan kuman enteropatogen
perut yaitu (1) Tidak memadainya penyediaan air bersih (jumlah tidak cukup). (2) Air
tercemar oleh tinja. (3) Kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak
higienis). (4) Kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek. (5) Penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak semestinya. (6) Tindakan penyapihan yang jelek
(penghentian ASI yang terlaiu dini, susu botol, pemberian ASI yang diselang-seling
dengan susu botol pada 4-6 bulan pertama) (Depkes RI, 1990)
5. Gejala Klinis
a. Diare cair akut
1) Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14 hari;
2) Tidak mengandung darah.
b. Kolera
1) Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan cepat menimbulkan dehidrasi
berat, atau;
2) Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB kolera, atau;
3) Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V. cholerae O1 atau O139.
c. Disentri
Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan)
d. Diare persinten/kronik
Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
e. Diare dengan gizi buruk
Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk
f. Diare terkait antibotik
Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum luas
g. Invaginasi
1) Dominan darah dan lendir dalam tinja;
2) Massa intra abdominal (abdominal mass);
3) Tangisan keras dan kepucatan pada bayi.
6. Pencegahan
Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif adalah pemberian ASI, memperbaiki
makanan sapihan, menggunakan air bersih yang cukup banyak, mencuci tangan,
menggunakan jamban keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta
pemberian imunisasi campak (Suraatmaja, 2007).
7. Pengobatan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga
menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu [ CITATION
htt \l 1033 ]
a. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah;
b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut,
c. Teruskan pemberian ASI dan Makanan;
d. Antibiotik Selektif;
e. Nasihat kepada orang tua/pengasuh.

Anda mungkin juga menyukai