Anda di halaman 1dari 23

BAB I

SKENARIO

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun di bawah oleh ibunya ke puskesmas. Ibu tersebut
mengeluhkan anaknya sering gatal di daerah sekitar anus.

[1]
BAB II

KATA KUNCI

1. Anak laki-laki usia 5 tahun


2. Gatal di daerah sekitar anus

[2]
BAB III

PROBLEM

1. Apa penyebab anak laki-laki mengalami gatal di daerah sekitar anus ?


2. Bagaimana patogenesis dari pruritus ani ?
3. Apa saja defferential diagnosis dari pruritus ani ?
4. Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan untuk menegakkann diagnosis ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit yang di derita anak laki-laki tetsebut ?
6. Bagaimana pencegahan dari penyakit yang diderita oleh anak laki-laki tersebut ?

[3]
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Batasan

Pada skenario ini kami memberi batasan terhadap beberapa hal :

1. Penyakit yang terkait dengan gejala gatal di daerah sekitar anus


2. Pembahasan secara menyeluruh (Anatomi, Fisiologi, histology dan patofisiologi) terkait
hal-hal yang berhubungan dengan gatal di daerah sekitar anus

4.2 Anatomi/Fisiologi/patofisiologi

Anatomi

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis  anorektal.
Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian  ampula dan sfingter. Bagian
sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,  dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli
dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi
muskulus  levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto-
sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Rektum (Bahasa Latin: regere,
meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Letaknya dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os
koksigius. Struktur rektum serupa dengan yang ada pada kolon, tetapi dinding yang berotot lebih
tebal dan membran mukosanya memuat lipatan lipatan membujur yang disebut kolumna
morgagni.

Semua ini menyambung ke dalam saluran anus Struktur rektum Bagian sepertiga atas dari
rectum, sisi samping dan depannya diselubungi peritoneum. Di bagian tengah, Hanya sisi
depannya yang diselubungi peritoneum. Di bagian bawah, tidak diselubungi peritoneum sama
[4]
sekali. Terbagi menjadi dua bagian: sfingter dan ampula. Memiliki panjang 10-15 cm Ampula
pada rectum memiliki bentuk seperti balon atau buah pir Dikelilingi oleh visceral pelvic fascia.
Memiliki empat lapisan: Mukosa, Submukosa, Muskular, dan Serosa Kolumnalrektal Membantu
dalam kontraksi dan dilatasi pada saluran anal dan otot sfingter rectum. Terdiri atas sel-sel otot
bermukosa yang cukup padat, dan mengandung lebih banyak pembuluh limfa, pembuluh darah,
dan jaringan saraf dari pada sel-sel penyusun dinding rectum di sekitarnya. Anus adalah bukan
pada bagian akhir dari usus besar. Saluran anal merupakan pipa kosong yang menghubungkan
rectum (bagian bawah akhir dari usus besar) dengan anus dan luar tubuh. Letaknya di abdomen
bawah bagaian tengah di dasar pelvis setelah rektum-Anus manusia terletak di bagian tengah
pantat, bagian posterior dari periotoneum.

Struktur anus saluran anal memiliki panjang sekitar 2-4,5 cm. Saluran anal dikelilingi
oleh otot yang berbentuk seperti cincin yang disebut internal anal sphincters dan external anal
sphincters Saluran anal dilapisi oleh membrane mukosa, Bagian atas saluran anal memiliki sel
yang menghasilkan mucus yang membantu memudahkan ekskret keluar tubuh. Bagian bawah
saluran anal terdiri dari sel epitel berbentuk kubus Saluran anal memiliki bagian berbentuk
lipatan yang disebut anal colums (kolumnal anal) Bagian atas kolumnal anal membentuk garis
anorectal yang merupakan perbatasan antara rectum dengan anus, Bagian bawah kolumnal anal
memiliki garis dentate yang menjadi penanda dari daerah dimana terdapat sel-sel saluran anal
yang bisa berubah dari sel penghasil mucus menjadi selepitelkubus, Sel-selepitel anus lebih tebal
dari yang di saluran anal dan memiliki rambut Ada area perianal yang merupakankulit di
sekeliling anus sejauh 5 cm. Dinding otot anus diperkuat oleh 3 sfingter yaitu :

1.      Sfingter ani internus (tidak mengikuti keinginan)

2.      Sfingter levator ani (tidak mengikuti keinginan)

3.      Sfingter ani eksternus (mengikuti keinginan)

Fisiologi

1.      Rektum berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.


Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
[5]
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode
yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

2.      Fungsi utama anus merupakan feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar BAB). Setelah dicerna di usus halus, makanan kemudian dibawa ke usus besar yang terdiri
dari sekum, kolon, rectum, dan anus. Di usus besar,terjadi penyerapan air dan sisa-sisa hasil
pencernaan yang melewatiusus besar disebut feses. Feses disimpan di rectum, dan ketika rectum
penuh, otot sfingter eksternal dan internal di saluran anal dan anus akan relaksasi sehingga feses
bisa keluar dari tubuh melalui anus.

Patofisiologi

Hal-hal yang menunjang :

Kebiasaan mengisap jari, Tidak mencuci tangan sebelum makan dan sesudah BAB,
Jarang mengganti celana dalam sesudah mandi, Jarang mengganti sprei, Pemakaian handuk
bersama. Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah
sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur
cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan.
Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan.Setelah telur cacing
tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam
usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak
ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan
kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan
dari cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh

[6]
manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat
dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.

Perjalan penyakit enterobiasis

3.3 jenis-jenis penyakit yang berhubungan

Sebenarnya telah dijelaskan secara singkat mengenai Anatomi isiologi dan patofisiologi terkait
dengan gejala yang di derita oleh pasien. Dari hal-hal di atas maka disini kami mempunyai
beberapa jenis penyakit yang berhubungan dengan gejala pasien

Gatal disekitar anus :

a) Gangguan tidur
b) Cengeng pada anak-anak pada malam hari
[7]
c) Infeksi parasit, jamur dan bakteri.

3.4 Gejala Klinis

Dalam pembahasan sebelumnya telah di dapatkan beberapa penyakit yang mungkn berhubungan.
Untuk memastikan penyakit yang di derita oleh pasien maka diperlukan beberapa tahapan lagi
diantaranya anamnesa mengenai keluhan dari pasien.

a. Identitas pasien
● Nama : An. Budi
● Umur : 5 th
● Jenis Kelamin : laki-laki
● Alamat : jl. Banyu urip Surabaya
b. Keluhan Utama
● Gatal di sekitar anus
c. Riwayat penyakit sekarang
● Gatal dirasakan sejak 5 hari yang lalu
● Gatal muncul saat malam hari
● Pada malam hari, tidur sering terganggu dan sering menangis
d. Riwayat penyakit dahulu
● Pernah mengalam gatal beberapa kali
e. Riwayat penyakit keluarga ( Adik )
● pernah mengalami penyakit yang sama sekitar 1 bulan yang lalu dan sembuh saat
berobat ke dokter
f. Riwayat penyakit sosial ( kebiasaan)
● Tidak mencuci tangan sebelum makan
● Tidur bersama adik dalam waktu yang sama
● Suka menghisap jempol
● Seprei,kasur di cuci setiap 3 bulan sekali
● Sehabis mandi sering tidak mengganti celana dalam

3.5 Pemeriksaan fisik penyakit


[8]
● Keadaan Umum : Cengeng
● Kesadaran : Compos Mentis
● Berat Badan : 15 kg
● Tinggi Badan : 104 cm
● Vital Sign :
1. Tekanan darah : 100/65 mmHg
2. Nadi : 100 x/menit
3. RR : 18 x/menit
4. Suhu : 36,5°C
● Kepala / Leher
A/I/C/D : - / - /- / - /

● Thorax
1. Cordis :
- Inspeksi : Dalam batas normal
- Palpasi : Dalam batas normal
- Perkusi : Dalam batas normal
- Auskultasi : Dalam batas normal
2. Pulmo
- Inspeksi : Dalam batas normal
- Palpasi : Dalam batas normal
- Perkusi : Dalam batas normal
- Auskultasi : Dalam batas normal
● Abdomen
- Inspeksi : Dalam batas normal
- Palpasi :
Hepar : Dalam batas normal tidak ada pembesaran

Lien : Dalam batas normal tidak ada pembesaran

Ren / Ginjal : Dalam batas normal tidak ada pembesaran

[9]
- Perkusi : Tidak ada Meteorismus
- Auskultasi : Bising usus normal
● Ekstremitas : Akral hangat

3.6 Pemeriksaan penunjang

- Anal Swabb
Dibawah mikroskop di dapatkan telur bentuk lonjong asimetris.

- Pemeriksaan Darah
Untuk mengetahui adanya anemia hipokromik mikrositik

Pemeriksaan penunjang tambahan yang mungkin bisa di lakukan:


1. Metode N-I-H (National Institude of Health)
Pengambilan sampel menggunakan kertas selofan yang dibungkuskan pada ujung
batang gelas dan diikat dengan karet pada bagian sisi kertas selofan. Kemudian batang
gelas pada ujung lainnya dimasukkan ke dalam tutup karet yang sudah ada lubang di
bagian tengah nya. Bagian batang gelas yang mengandung selofan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang kemudian ditutup karet. Hal ini dimaksudkan agar bahan pemeriksaan
tidak hilang dan tidak terkontaminasi. (Hadidjaya Pinardi, 1994)
2. Metode pita plastik perekat (“cellophane tape” atau “adhesive tape”)
Pengambilan sampel menggunakan alat berupa spatel lidah atau batang gelas yang
ujungnya dilekatkan adhesive tape, kemudian ditempelkan di daerah perianal. Adhesive
tape diratakan di kaca objek dan bagian yang berperekat menghadap ke bawah. Pada
waktu pemeriksaan mikroskopis, salah satu ujung adhesive tape ditambahkan sedikit
toluol atau xylen pada perbesaran rendah dan cahayanya dikurangi. (Gracia & Bracker,
1996)
3. Graham Scotch Tape
Alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan adhesive
tape. Teknik alat ini termasuk sederhana dalam penggunaan nya. Untuk pengambilan
sampel dilakukan sebelum pasien defekasi atau mandi. Pengambilan sampel dapat

[10]
dilakukan dirumah. Sedangkan untuk membantu dalam pemeriksaan dilaboratorium
digunakan mikroskup dan sedikit penambahan toluen atau xylen. (Craig & Faust’s, 1970)

BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

1. Eczema
Eczema adalah kelainan kulit yang biasanya muncul pada bayi atau anak-anak berusia
sangat muda, dan dapat berlangsung sampai anak tersebut remaja atau dewasa. Masalah kulit
yang biasa ditemui, di mana kulit menjadi tersangat gatal dan meruam. Dikatakan eczema
dan kulit alergik adalah penyakit kulit warisan, dan sesetengah eczema disertai dengan
masalah asthma. Eczema biasanya terdapat di muka, tangan, lengan, lutut, peha, betis dan
kaki serta di beberapa bahagian tubuh yang lain.

2. Enterobiasis
Enterobiasis (Oxiyuriasis, cacing kremi, dan infeksi Seatworm) adalah kondisi medis yang
disebabkan oleh cacing kremi ( Enterobius vermicularis/Oxyuris). Penyakit ini tersebar di
seluruh dunia dan yang paling sering terinfeksi adalah anak-anak.Enterobiasis ditandai
dengan sering ditemukannya rasa gatal pada anus (pruritis ani) yang timbul pada malam
hari, anoreksia, penurunan berat badan, sulit tidur, diare, dan nyeri perut.Infeksi Enterobiasis
vermicularis terjadi melalui makanan, jari dan inhalasi udara yang terkontaminasi telur
Enterobiasis vermicularis serta secara retroinfeksi dari daerah sekitar anus.
[11]
3. Tinea Cruris
Tinea cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini
dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun
seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke
daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang
lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the
groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)

BAB VI

ANALISIS DARI DEFFERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 Gejala Klinis

1. Eczema
a. Kulit kering dan bersisik Gatal yang hilang timbul sepanjang hari, umumnya
lebih gatal pada malam hari Kulit kemerahan dan bengkak.
b. Penebalan kulit Jika kulit digosok atau digaruk terlalu keras maka dapat
melukai kulit dan menimbulkan infeksi.
2. Enterobiasis
a. Rasa gatal pada anus (pruritis ani), karena adanya deposit atau tumpukan
telur Enterobius vermicularis di daerah sekitar anus (perianal) dan arena
cacing Enterobius vermicularis suka bergerak di daerah anus terutama pada
malam hari.
b. Luka garuk di sekitar anus, karena adanya rasa gatal pada daerah perianal
sehingga menyebabkan penderita menggaruk pada daerah perianal tersebut
sampai terjadi luka.
c. Insomnia (susah tidur), karena rasa gatal (pruritis ani) sering terjadi pada
waktu malam hari sehingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah.
[12]
d. Kurang nafsu makan (terutama pada infeksi yang berat) sehingga
menyebabkan penurunan berat badan.
e. Kadang-kadang cacing dewasa dapat bergerak ke usus halus bagian
proksimal sampai ke lambung, esophagus dan hidung sehingga menyebabkan
gejala nyeri perut, rasa mual, muntah dan diare.
f. Vaginitis (radang saluran telur), terjadi karena cacing betina gravid
mengembara dan bersarang di vagina dan di tuba fallopi.
3. Tinea Cruris
a. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam
jaringan keratin yang mati. 
b. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis
dan menimbulkan reaksi peradangan.
c. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan
timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).
d. Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi
peradangan.

6.2 Pemeriksaan Fisik

1. Eczema
● Eritema yang bersisik, batas tegas/menyolok 
● Lesi kering dan timbul pruritus          
● Adanya lubang-lubang atau kerusakan total pada kuku dan tangan 
● Lesi tidak simetris bilateral    
● Lesi dapat timbul pada luka bekas garukan.  
● Bila akut : Falang distal seperti sosis bengkak, eritema dan nyeri.
2. Enterobiasis
Timbul rasa mual, muntah, disebabkan karena iritasi cacing dewasa pada sekum,
apendiks, dan sekitar muara anus. Disertai rasa gatal yang meningkat pada malam
hari
3. Tinea cruris
[13]
Biasanya ditemukan plak eritematosa, berskuama dengan batas tegas. Diseratai
rasa gatal

6.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan
1. Eczema
● Uji intrademal
Spuit steril berukuran 0,5 ml atau 1ml dengan jarum intradermal dengan
ukuran 26 / 27 digunakan untuk menyuntikan 0,02 hingga 0,03ml alergen
intradermal. Jarum ditusukan dengan jarum menghadap ke atas dan spuit berada
dalam posisi agak miring. Kulit di tembus secra superfisial, dan sejumlah kecil
alergen disuntikan untuk menimbulkan suatu tonjolan kecil yang berdiameter
kurang lebih 5mm. Setiap kali penyuntikan harus di gunakan spuit dan jarum
tersendiri.(Smeltzer, 2002:1763)

2. Enterobiasis
● Anal Swab
Pemeriksaan Anal swab dilakukan untuk menemukan telur atau cacing dewasa
di daerah perianal di dalam tinja.

a. Pemeriksaan Anal swab dilakukan pada waktu pagi hari sebelum anak
buang air besar dan mencuci pantat (cebok)
b. Anal Swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada
ujungnya dilekatkan pita perekat atau Scoth adhesive tape.Bila adhesive
tape ini ditempelkan di daerah sekitar anus (perianal), telur cacing akan
menempel pada perekatnya.
c. Kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit
toluol untuk pemeriksaan mikroskopik.
d. Satu tes tidak selalu cukup untuk berhasil mendiagnosa enterobiasis test
dilakukan harus lebih dari satu.

[14]
e. Sebuah tes ulang dilakukan setiap hari selama tiga hari berturut-turut akan
mendiagnosis enterobiasis lebih dari 90% dari waktu.
● Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi umumnya normal, hanya ditemukan sedikit
eosinofilia.

3. Tinea Cruris
● Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan jamur yang dicurigai sebagai
penyebab tinea cruris pada pasien, yaitu jamur jenis. Hasil pemeriksaan yang
positif akan menunjukkan gambaran hifa bersepta.

6.4 Bagan Patofisiologi

[15]
6.5 Tabel Diagnosis
Eczema Enterobiasis Tinea Cruris

+ +
Gatal (umumnya lebih gatal (semakin parah pada +
pada malam hari) malam hari)

Susah tidur pada (mungkin


(mungkin terjadi) +
malam hari terjadi)
Radang pada kulit + - +
Ditemukan
adanya infeksi - + +
cacing
Pemeriksaan anal +
swab - (dengan bentuk -
(ada telur) lonjong asimetris)

BAB VII

HIPOTESIS AKHIR

Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai keluhan yang diderita An. Budi. Maka kami
mengulas juga tentang riwayat penyakit serta melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari
hasil tersebut, maka diagnosis akhir dari penyakit An. Budi adalah Enterobiasis (cacing kermi).

[16]
BAB VIII

[17]
MEKANISME DIAGNOSIS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Merasakan gatal sejak 5 hari lalu. Nama : An. Budi

Gatal muncul saat malam hari. Umur : 5 tahun


RIWAYAT PENYAKIT SOSIAL
Pada malam hari tidur sering terganggu dan Jenis kelamin : Laki-laki
(KEBIASAAN)
sering menangis. Alamat : Jalan Banyu Urip
Tidak mencuci tangan sebelum makan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidur bersama adik dalam satu tempat
Sebelumnya pernah mengalami gatal beberapa
KELUHAN UTAMA
yang sama.
kali.
Gatal disekitar anus
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Suka menghisap jempol.
Keluarga (adik) pernah mengalami sakit yang
Seprai dicuci tiap 3 bulan sekali.
sama sekitar 1 bulan lalu dan sembuh setelah
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (DD)
berobat ke dokter. Sehabis mandi sering tidak mengganti
Enterobiasis
celana dalam.
Ezema

Tinea cruris
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Cengen
Kesadaran : Komposmentis
TD : 100/65 mmHg
Nadi : 100 x/menit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RR : 18 x/menit Anal swab : dibawah mikroskop
Suhu: 36,5 oC ditemukan telur berbentuk lonjong
asimetris
BB/TB: 15 kg/ 104 cm

Kepala / Leher

A/I/C/D = - /- / - /

Thorax : Dalam batas normal


HIPOTESIS AKHIR
Abdomen : Dalam batas normal
Enterobiasis (cacing
Extremitas : Akral hangat kermi).
[18]
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

1. Penatalaksanaan

Terapi Farmakologis

Mebendazol, diberikan dalam dosis tunggal 100 mg diulang setelah 2 minggu dan 4 minggu
kemudian. Obat ini mempunyai bioavailabilitas sistemik yang rendah disebabkan absorbsinya yang
buruk dan mengalami metabolisme lintas pertama yang cepat. Absorbsi mebendazol akan meningkat
bila diberikan bersama dengan makanan yang berlemak. Mebendazol menyebabkan kerusakan
struktur subselular dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing, menghambat intake glukosa
secara irreversibel sehingga terjadi deplesi glikogen yang membuat cacing akan mati perlahan-
perlahan. Hasil terapi yang memuaskan akan terlihat setelah 3 hari pemberian obat. Efek sampingnya
mual, muntah, diare, dan sakit perut yang bersifat sementara, kemudian terdapat erratic migration
yaitu cacing keluar lewat mulut.

Albendazol dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2 minggu. Obat ini availabilitasnya hampir
sama dengan mebendazol karena albendazol merupakan derivat mebendazol. Cara kerjanya dengan
mengikat β-tubulin parasit sehingga menghambat polimerisasi mikrotubulus dan memblok
pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing dewasa sehingga persediaan glikogen menurun dan
pembentukan ATP berkurang akibatnya cacing akan mati. Efek sampingnya berupa nyeri ulu hati,
diare, sakit kepala, mual, lemah, pusing, dan insomnia. Mebendazol dan albendazol merupakan
antelmintik yang luas spektrumnya.

Piperazin, diberikan dalam dosis tunggal (baik anak-anak maupun dewasa) 65 mg/ kgBB,
maksimum 2,5 gram sekali sehari selama 7 hari berturut-turut namun sebaiknya diulang sesudah 1-2
minggu atau diberikan selama 4 hari berturut-turut. Cara kerja obat ini dengan menghambat kerja
GABA pada otot cacing sehingga mengganggu permeabilitas membran sel terhadap ion-ion yang
berperan dalam mempertahankan potensial istirahat yang menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi
impuls spontan disertai paralisis. Cacing akan keluar 1-3 hari setelah pengobatan. Efek sampingnya

[19]
gangguan GIT, sakit kepala, pusing, dan alergi. Pirantel pamoat, diberikan dalam dosis tunggal 10
mg/ kgBB diulang setelah 2 minggu.

Obat ini menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls sehingga
cacing mati dalam keadaan spastis. Efek sampingnya hanya berupa keluhan saluran cerna, demam,
dan sakit kepala yang sifatnya sementara. Piperazin dan pirantel pamoat dosis tunggal tidak efektif
terhadap stadium muda.

Terapi NonFarmakologis

Anak dengan cacing kremi sebaiknya memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alat
kasur tidak terkontaminasi dan hindarkan tangan dari menggaruk daerah perianal. Pengobatan
dilakukan pada semua anggota keluarga adan juga kepada orang yang sering berhubungan dengan
pasien. Memulihkan imunitas tubuh (makan makanan yang bergizi serta mengkonsumsi vitamin).
Baik dan tidak menimbulkan bahaya terutama dengan pengobatan yang baik namun harus selalu
memperhatikan kebersihan untuk mencegah terjadinya retrofeksi kembali.

2. PRINSIP TINDAKAN MEDIS


Tindakan medis yang diberikan meliputi pemberian terapi baik secara farmakologis maupun
nonfarmakologis. Hal ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan cacing dalam tubuh sampai
cacing mati. Selain itu, untuk mencegah penularan pada anggota keluarga lainnya.

[20]
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. Prognosis

Infeksi cacing Enterobius vermicularis biasanya tidak terlalu berat, dengan pemberian obat-obat
yang efektif maka komplikasi dapat dihindari. Pengobatan secara periodik akan memberikan
prognosis yang baik bagi penderita. Yang sering menimbulkan masalah adalah infeksi intra familiar,
dan akan lebih buruk jika disertai dengan higien yang buruk.

B. Komplikasi

Enterobiasis relatif tidak berbahaya, namun jila jumlah cacing cukup banyak maka cacing
Enterobius vermicularis ini bisa menyebabkan infeksi. Infeksi yang terjadi pada umumnya bersifat
simtomatik. Infeksi akibat cacing Enterobius vermicularis biasanya terjadi pada daerah perianal
(pruritus ani), perineum, dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan
vagina. Hal ini menyebabkan pruritus lokal, sehingga anak menggaruk kulit di sekitar anus sehingga
mengakibatkan terjadinya iritasi yang bisa diikuti dengan infeksi bakteri sekunder. Cacing dewasa
muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus, dan hidung
sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Cacing juga sering ditemukan pada apendiks,
tetapi jarang menyebabkan apendisitis. Cacing betina gravid dapat bersarang di vagina dan tuba
falofii sehingga menyebabkan radang pada saluran telur dan vulvovaginitis pada anak perem puan
prapubertas.

[21]
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari keluhan yang dialami oleh An. Budi, setelah dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Maka, kami menyimpulkan bahwa An. Budi mengalami
Enterobiasis. Enterobiasis (Oxiyuriasis, cacing kremi, dan infeksi Seatworm) adalah kondisi
medis yang disebabkan oleh cacing kremi ( Enterobius vermicularis/Oxyuris). Terapi yang
diberikan kepada An. Budi dapat berupa terapi farmakologis maupun nonfarmakologis.

[22]
DAFTAR PUSTAKA

1. Lubis, S.M., Syahril P, Chairiddin P.L. “Enterobiasis pada Anak”. Vol. 9, No. 5, Februari 2008.
2. Kurniawan, Bagus. “Enterobiasis” dalam (https://www.academia.edu/8919308/enterobiasis).
Diunduh pada 10 Maret 2016 pukul 19.37
3. Taurina D, dkk.2013. “Laporan kasus Tinea Cruris” dalam
(https://www.academia.edu/9559819/LAPORAN_KASUS_Tinea_Cruris). Diunduh pada 10
Maret 2016 pukul 19.40

[23]

Anda mungkin juga menyukai