Anda di halaman 1dari 12

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Anatomi Fisiologi
Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana kita ketahui sistem
pencernaan dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus
(duodenum, yeyunum, ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di dubur. Usus
besar terdiri dari kolon dan rektum. Kolon atau usus besar adalah bagian usus sesudah
usus halus, terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah tengah atas
(kolon transversum) dan kolon sebelah kiri (kolon desenden). Setelah kolon, barulah
rektum yang merupakan saluran diatas dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan
usus halus disebut caecum, sedangkan bagian kolon yang berhubungan dengan rektum
disebut kolon sigmoid.

2. Pengertian
a. Kanker kolon memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau
mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya, dapat menyebar jauh
melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang jauh dari tempat
asalnya tumbuh, seperti ke lever, paru-paru, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian bila tidak ditangani dengan baik. (http://id.wikipedia.org)
b. Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal.
Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di
Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991).
(http://harnawatiaj.wordpress.com)
c. Secara global, kanker usus besar dan rektum adalah penyebab pemimpin ketiga dari
kanker pada pria-pria dan penyebab pemimpin keempat dari kanker pada wanita-
wanita. (http://www.totalkesehatananda.com)
3. Etiologi
1
Hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebab kanker kolorektal.
Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan seseorang akan rentan terkena kanker
kolorektal yaitu:
a. Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90
persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun. Walaupun pada usia yang
lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Sekitar 3 % kanker ini menyerang
penderita pada usia dibawah 40 tahun.
b. Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus besar
dan rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini adalah
tumor jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan dan
mengangkat polyp ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.
c. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena (orangtua,
kakak, adik atau anak), maka resiko untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar,
terutama bila keluarga yang terkena tersebut terserang kanker ini pada usia muda.
d. Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena
kanker kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat
menyebabkan kanker ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC), yang
disebabkan adanya perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat penderita
cacat gen HNPCC akan terkena kanker kolorektal, dimana usia yang tersering saat
terdiagnosis adalah diatas usia 44 tahun.
e. Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan penyakit yang
sama untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang memiliki riwayat kanker
indung telur, kanker rahim, kanker payudara memiliki resiko yang tinggi untuk terkena
kanker ini.
f. Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang menyebabkan
inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan
resiko terserang kanker kolorektal.
g. Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat dan
rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol, akan
meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.
h. Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini.

2
4. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan
epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta
merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat
terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke
hati).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
a. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih.
b. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
c. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system
portal.
d. Penyebaran secara transperitoneal
e. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.

Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen


usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker
dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi
dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan
menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
Stadium A : Tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Stadium B : Kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
Stadium C : Invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Stadium D : Metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.

5. Manifestasi Klinik

3
Gejala pada kanker kolorektal ini sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap
penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Keluhan yang umum terjadi
pada penderita kanker kolorektal antara lain :
a. Adanya perubahan dalam defekasi.
b. Terdapat darah pada feses.
c. Terjadi konstipasi.
d. Terjadi perubahan dalam penampilan feses.
e. Terjadi anemia dan perdarahan rectal
f. Kanker kolon kanan (kolon asenden), dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung
tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi,
karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering
terjadi, darah bersifat samar dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu tes
sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur
dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi
jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada
abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
g. Kanker kolon kiri (kolon desenden) dan rectum, cenderung dapat menyebabkan
perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan
kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul
gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun
darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah
kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf,
pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum.
Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih
dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin
dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi,
konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.

6. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial dan lengkap.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang

4
menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan dapat mengakibatkan pembentukan
abses. Peritonitis dan/ atau sepsis dapat menimbulkan syok.

7. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan
kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang
terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik
dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan
luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman
dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus
diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C.
pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur
vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
a. Reseksi segmental dengan anastomosis
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari
kolostomi.
d. Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan
pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang
(stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara
atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh.
Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh
lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan
mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi. Terapi ajufan standar yang
diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole.

5
Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis
tinggi radiasi pelvis.

8. Tes Diagnostik
Deteksi dini berupa skrining untuk mengetahui kanker kolorektal sebelum timbul
gejala dapat membantu dokter menemukan polyp dan kanker pada stadium dini. Bila
polyp ditemukan dan segera diangkat, maka akan dapat mencegah terjadinya kanker
kolorektal. Begitu juga pengobatan pada kanker kolorektal akan lebih efektif bila
dilakukan pada stadium dini. Untuk menemukan polyp atau kanker kolorektal dianjurkan
melakukan deteksi dini atau skrining pada orang diatas usia 50 tahun, atau dibawah usia
50 tahun namun memiliki faktor resiko yang tinggi untuk terkena kanker kolorektal
seperti yang sudah disebutkan diatas. Tes skrining yang diperlukan antara lain :
a. Fecal occult blood test (FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan
pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes
untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana
sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan
pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam
tinja.
b. Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti kabel
kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong.
Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy.
Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid,
sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan
adanya polyp, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker,
dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk
menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.
c. Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih
panjang, sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan diperiksa. Alat
yang digunakan adalah colonoscope.
d. Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen
(sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan barium

6
dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh lapisan
dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
e. Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh
semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan
zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan
pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui
dengan pemeriksaan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
a. Perasaan lelah
b. Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan
dengan makan atau defekasi )
c. Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
d. Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mucus.
e. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
f. Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
g. Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol )
h. Riwayat penurunan BB.
i. Pengkajian objekif meliputi :
1) Auskultasi abdomen terhadap bising usus
2) Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
3) Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup,
adalah sebagai berikut :
a. Konstipasi b/d lesi obstruksi

7
b. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
c. Keletihan b/d anemia dan anoreksia
d. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d nausea dan anoreksia
e. Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
f. Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
g. Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri
setelah pulang
h. Resiko infeksi b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan
kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
i. Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.

3. Implementasi
PraOperatif :
a. Konstipasi b/d lesi obstruksi
Tujuan : eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat
Rencana tindakan :
1) Pantau frekuensi dan konsistensi defekasi.
2) Berikan laksatif dan enema sesuai resep.
3) Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total
disiapkan untuk mejalani pembedahan.

b. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
Tujuan : reduksi / penghilangan nyeri
Rencana tindakan :
1) Berikan analgesic sesuai resep.
2) Buat lingkungan yang kondusif untuk relaksasi, misalnya dengan meredupkan
lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon
bila diinginkan oleh pasien.
3) Tawarkan tindakan kenyamanan tambahan : perubahan posisi, gosokan
punggung, dan teknik relaksasi.

8
c. Keletihan b/d anemia dan anoreksia
Tujuan : peningkatan toleransi aktivitas
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien.
2) Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang
adekuat dalam upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
3) Berikan terapi komponen darah sesuai resep bila pasien menderita anemia
berat.
4) Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan
institusi mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
5) Tingkatkan aktivitas post op dan pantau toleransi.

d. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d nausea dan anoreksia
Tujuan : mencapai pemasukan nutrisi yang optimal
Rencana tindakan :
1) Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat
serta rendah residu diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk
memberikan nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan
peristaltic berlebih.
2) Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient,
vitamin dan mineral.
3) Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat
penurunan BB pada saat menerima nutrisi parenteral.
4) Monitor abdomen : distensi, penurunan bising usus, nyeri.

e. Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi


Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit
Rencana tindakan :
1) Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data
akurat tentang keseimbangan cairan.
2) Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.

9
3) Berikan antiemetik sesuai indikasi.
4) Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi
cairan dan mencegah distensi abdomen.
5) Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam.
Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena
dapat disesuaikan.
6) Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk
mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan
cairan gastrointestinal.
7) Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan
jumlah denyut.
8) Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine
pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.

f. Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker


Tujuan : penurunan ansietas
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan.
2) Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan
menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
3) Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan
yang diajukan oleh pasien.
4) Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan
dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
5) Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien
mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
6) Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan
relaksasi dan perilaku empati.
7) Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami.

10
8) Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang
kecemasan berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan
selama periode pra op dan mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien
akan lebih senang jika diperbolehkan untuk melihat hasil pemeriksaan,
sementara yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.

g. Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri


setelah pulang
Tujuan : memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri
setelah pulang
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah,
dan tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
2) Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan,
penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik
perawatan kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan
obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.

PascaOperatif :
a. Resiko infeksi b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan
kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
Tujuan : mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit
periostomal yang adekuat
Rencana tindakan :
1) Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk
meyakinkan bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens,
emoragik, edema berlebihan ).
2) Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
3) Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam
untuk mengurangi tegangan pada tepi insisi.

11
4) Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses
infeksi.
5) Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah
normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan
berjumlah sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
6) Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah
iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
7) Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi
dengan cermat untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau
tampon yang diangkat secara bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang
terkelupas selama beberapa minggu. Proses ini juga dipercepat dengan irigasi
mekanis luka atau rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga kali sehari.
8) Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau
nekrosis.

b. Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.


Tujuan : penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan
pengaruhnya pada diri sendiri;
Rencana tindakan :
1) Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta
mendiskusikan tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
2) Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai
untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
3) Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam
meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat
pembedahan.

12

Anda mungkin juga menyukai

  • Adl Dina 2022
    Adl Dina 2022
    Dokumen2 halaman
    Adl Dina 2022
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP Sesar
    LP Sesar
    Dokumen13 halaman
    LP Sesar
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP Mci
    LP Mci
    Dokumen20 halaman
    LP Mci
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP Kejang Demam
    LP Kejang Demam
    Dokumen19 halaman
    LP Kejang Demam
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP Hipotiroid
    LP Hipotiroid
    Dokumen10 halaman
    LP Hipotiroid
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP GGK
    LP GGK
    Dokumen30 halaman
    LP GGK
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP GAGAL GINJAL KRONIK Lengkap!!
    LP GAGAL GINJAL KRONIK Lengkap!!
    Dokumen16 halaman
    LP GAGAL GINJAL KRONIK Lengkap!!
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP CKS
    LP CKS
    Dokumen33 halaman
    LP CKS
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur Humerus
    LP Fraktur Humerus
    Dokumen20 halaman
    LP Fraktur Humerus
    Zoro Printing
    Belum ada peringkat