PENDAHULUAN
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan kajian kebijakan penanaman modal pada Tahun
2015 ini ditujukan untuk Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 1
melalui pembuatan Naskah Akademik sebagai dasar dalam perumusan Rancangan Peraturan
Daerah.
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah sebagai acuan
atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
tentang Izin Mendirikan Bangunan.
1.4. Metode
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 2
Terkait dengan metode penyusunan Naskah Akademik ini adalah metode penelitian
hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan hukum yang telah dirumuskan.
Metode tersebut terkait dengan aspek jenis penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, dan
teknik pengumpulan data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian dalam rangka penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Pemberian IMB ini dilakukan berdasarkan metode penelitian sosio legal. Metode
penelitian sosio legal adalah metode penelitian yang bukan hanya mengkaji aspek hukum
dengan pendekatan doktrinal tetapi juga dengan pendekatan nondoktrinal. Oleh karena
itu penyusunan Naskah Akademik ini menggunakan data primer dan data sekunder
berupa bahan hukum.
2. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder.
Data primer dalam penelitian ini adalah kondisi empiris perizinan bangunan gedung di
Kabupaten Gresik. Kondisi empiris tersebut terkait dengan kondisi bangunan gedung
maupun prosedur perizinan secara empiris. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup
literatur atau kajian maupun bahan hukum yang terkait dengan proses perizinan
bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan
pendekatan ini, data yang diperoleh akan dideskripsikan secara kualitatif. Oleh karena
data yang diperoleh dan dipaparkan bersifat kualitatif, maka pemaparan data akan
menekankan pada interpretasi terhadap data yang telah diperoleh. Interpretasi tersebut
terkait makna dari data yang diperoleh untuk menjawab identifikasi permasalahan yang
telah dirumuskan. Terkait dengan bahan hukum sebagai data sekunder akan dianalisis
dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan
perbandingan. Penggunaan pendekatan perbandingan dalam penyusunan naskah
akademik ini digunakan untuk memetakan best practices penyelenggaraan IMB pada
daerah-daerah dengan karakteristik yang sejenis dengan Kabupaten Gresik.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada Naskah Akademik ini dilakukan dengan memperhatikan jenis
data yang akan dikumpulkan. Data primer pada penelitian ini diperoleh melalui
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 3
observasi, dokumentasi, maupun wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas
terpimpin dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan
sebagai pedoman. Namun tidak menutup kemungkinan adanya variasi pertanyaan sesuai
dengan situasi ketika wawancara berlangsung. Wawancara dilakukan terhadap informan,
dalam hal ini pihak yang berwenang maupun masyarakat yang terkait dengan proses
perizinan bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik. Oleh karena pendekatan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maka jumlah informan dalam pengumpulan
data primer tidak menjadi patokan kualitas data. Penekanan pengumpulan data melalui
informan adalah pemaknaan terhadap realitas yang terkait dengan permasalahan dalam
proses perizinan bangunan gedung di Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 4
2
KAJIAN TEORETIS DAN
PRAKTIK EMPIRIS
2.1. Kajian Teoretis
2.1.1. Konsep Negara Hukum
Istilah negara hukum seringkali dipertukarkan dengan istilah rule of law ataupun
rechtsstaat. Pemakaian kedua istilah tersebut secara bergantian untuk menggantikan istilah
negara hukum terkesan mengaburkan dua konsep yang berasal dari latar belakang berbeda.
Rule of law berangkat dari tradisi common law atau Anglo Saxon sedangkan rechtsstaat
merupakan konsep dari tradisi civil law atau Eropa Kontinental. Berdasarkan latar belakang
dan dari sistem hukum yang melatarbelakanginya tentu saja akan memunculkan perbedaan.
Namun dalam perkembangannya perbedaan tersebut tidak dipermasalahkan lagi karena kedua
konsep tersebut mengarah pada pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia.1
Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran itu
sudah muncul sebelum abad tersebut. Istilah rule of law mulai populer dengan terbitnya
sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1885 dengan judul “Introduction to the Study of
the Law of the Constitution”. Namun satu abad sebelum A.V.Dicey sebenarnya di Amerika
Serikat telah muncul istilah yang memiliki makna yang serupa dengan rule of law yaitu:
“government of laws, not of men”. Intinya adalah negara akan menjauhkan diri dari
pemerintahan absolut (tanpa pembatasan kekuasaan). Istilah “a government of laws and not
of men” pertama kali dikenalkan John Adams di tahun 1774 dalam artikelnya di Boston
1
Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-
prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan
Administrasi, Surabaya: Peradaban, 2007, hlm. 67.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 5
Gazette. Prinsip ini juga yang dipakai hakim John Marshall dalam mengadili perkara
Marbury v Madison yang akhirnya melahirkan konsep judicial review.2
Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey terdiri dari tiga aspek.
Pertama, supremasi absolut atau superioritas dari regular law untuk menentang pengaruh dan
meniadakan kesewenang-wenangan, hak prerogatif, serta kekuasaan diskresi yang luas dari
pemerintah. Kedua, persamaan di hadapan hukum atau penundukan secara sama dari semua
golongan kepada hukum umum dari negara yang dilaksanakan oleh peradilan umum. Artinya,
tidak ada orang yang berada di atas hukum sehingga baik pejabat maupun warga negara biasa
wajib mentaati hukum yang sama. Implikasinya adalah tidak adanya peradilan administrasi.
Ketiga, konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land. Hukum konstitusi bukanlah
sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan
oleh peradilan. Dengan demikian konstitusi dalam rule of law adalah konstitusi yang
berdasarkan pada hak-hak asasi manusia.3
Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey kemudian berkembang lebih
jauh. International Commission of Jurists di tahun 1959 (deklarasinya dikenal sebagai
Deklarasi Delhi) merumuskan ciri-ciri yang seharusnya ada dalam rule of law. Ciri-ciri
tersebut yaitu:4
a. keberadaan pemerintahan yang representatif;
b. penghargaan terhadap hak asasi manusia yang terdapat dalam Deklarasi Universal Hak-
hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia di
Tahun 1950;
c. tiadanya hukum pidana yang berlaku surut;
d. adanya hak untuk mengajukan gugatan terhadap negara;
e. adanya hak atas pengadilan yang adil termasuk di antaranya adalah pemberlakuan
praduga tak bersalah, bantuan hukum, dan hak atas upaya hukum banding;
f. peradilan yang mandiri;
g. adanya pengawasan atas peraturan perundang-undangan yang berfungsi sebagai
pelaksana undang-undang.
2
Brian Z. Tamanaha, “Rule of Law in The United States”, dalam Asian Discourses of Rule of Law,
ed.Randall Peerenboom, London: RoutledgeCurzon, 2004, hlm. 58.
3
A.V.Dicey, Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Pengantar Studi Hukum Konstitusi,
diterjemahkan oleh Nurhadi, Bandung: Nusamedia, 2007, hlm. 264. Lihat juga Philipus M.Hadjon,
Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh
Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm. 75.
4
Alex Carroll, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education Limited, 2007, hlm. 46.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 6
A.W. Bradley dan K.D. Ewing mengemukakan tiga aspek rule of law yang
menjadikan rule of law lebih layak dipilih ketimbang negara berdasarkan kekuasaan belaka.
Pertama, rule of law mewujudkan tatanan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat (law
and order) dan bukannya kondisi anarki yang memunculkan tiadanya rasa aman bagi
individu. Stabilitas, menurut Bradley dan Ewing, adalah prakondisi bagi eksistensi sistem
hukum. Kedua, rule of law berdasarkan pada prinsip fundamental yang penting, yaitu bahwa
pemerintahan dijalankan dengan mengacu pada hukum dan setiap kasus yang terjadi
diselesaikan melalui putusan pengadilan. Ketiga, rule of law mengacu pada pengumpulan
pendapat, baik tentang bagaimana wewenang yang seharusnya dimiliki oleh pemerintah dan
bagaimana seharusnya wewenang tersebut dijalankan.5
Seperti halnya rule of law, konsep rechtsstaat juga mengalami perkembangan dari
konsep klasik hingga ke konsep modern. Konsep klasik diistilahkan sebagai klassiek liberale
en democratische rechtsstaat atau democratische rechtsstaat. Sedangkan konsep modern,
khususnya di Belanda, biasa disebut sociale rechtsstaat atau juga disebut sociale
democratische rechtsstaat.
Prinsip-prinsip dasar dari rechtsstaat yang bersifat liberal dan demokratis, menurut
Van Der Pot sebagaimana dikutip Hadjon, meliputi tiga aspek. Pertama, adanya undang-
undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara
penguasa dan rakyat. Kedua, adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi: kekuasaan
pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas dan
tidak hanya menangani sengketa antara individu rakyat tetapi juga antara penguasa dan rakyat
dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur).
Ketiga, diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat (vrijheidsrechten van de burger).
Ciri-ciri tersebut menunjukkan prinsip sentral rechtsstaat adalah pada pengakuan dan
perlindungan hak-hak asasi manusia serta kebebasan dan persamaan.6
Konsep sociale rechtsstaat merupakan varian dari liberale rechsstaat yang
memunculkan interpretasi baru terhadap hak-hak klasik dengan memunculkan konsep hak-
hak sosial, konsepsi baru tentang kekuasan politik dalam hubungannya dengan kekuasaan
ekonomi, konsepsi baru tentang makna kepentingan umum, dan karakter baru dari wet dan
wetgeving. Interpretasi terhadap hak-hak klasik tentang kebebasan dan persamaan
5
A.W.Bradley dan K.D.Ewing, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education
Limited, 2007, hlm. 99.
6
Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang Prinsip-
prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan
Administrasi, Op.cit, hlm.71.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 7
memunculkan pandangan bahwa kebebasan dan persamaan bukan hanya bersifat formal
yuridis saja tetapi secara riil dalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan pemenuhan hak-
hak sosial, ekonomi, dan kultural. Legitimasi kekuasaan politik dilihat dari sudut pandang
kaitannya dengan kekuasaan ekonomi. Kepentingan umum tidak diartikan sebagai
kepentingan negara atau kepentingan kaum borjuis tetapi kepentingan dari demokratisasi
nasional, yaitu setiap orang dapat menjadi bagian dari cabang kekuasaan. Watak undang-
undang dalam konsep liberal yang restriktif dan sebagai instrumen stabilitasi mulai luntur
karena fungsi pembentukan undang-undang hanyalah sebagai landasan yuridis formal bagi
kebijakan pemerintah yang berorientasi sosial. Dengan demikian watak ratio scripta atau
aturan tertulis dalam undang-undang direduksi menjadi instrumen hukum untuk mewujudkan
kebijakan. Pergeseran-pergeseran tersebut mengarahkan sociale rechsstaat pada tiga unsur
pokok: hak-hak dasar, peluang ekonomi, dan distribusi sosial.7
Pendapat yang serupa tentang konsep rechtsstaat juga dikemukakan oleh Van Wijk
dan Konijnbelt. Menurutnya rechtsstaat memiliki unsur-unsur sebagai berikut:8
a. pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur), yang meliputi kewenangan yang
dinyatakan dengan tegas, tentang perlakuan yang sama, dan tentang kepastian hukum;
b. jaminan atas hak-hak asasi;
c. pembagian kekuasaan yang meliputi struktur kewenangan atau desentralisasi dan
tentang tentang pengawasan dan kontrol;
d. pengawasan oleh kekuasaan peradilan.
Keempat unsur tersebut serupa dengan unsur rechtsstaat menurut Zippelius yang
menyatakan bahwa rechtsstaat memiliki unsur pemerintahan menurut hukum, jaminan hak
asasi, pembagian kekuasaan, dan pengawasan yudisial terhadap pemerintah.9
b. Delegasi
Tidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang menjelaskan pengertian
delegasi. Pengertian delegasi dapat mengacu pada pengertian yang dirumuskan oleh
Algemene Wet Bestuursrecht (AWB) Artikel 10:13, yaitu: “Onder delegatie wordt
verstaan: het overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot het nemen
van besluiten aan een ander die deze onder eigen verantwoordelijkheid uitoefent
(terjemahan GALA: ‘Delegation’ means the transfer by an administrative authority of
its power to make orders to another one, who assumes responsibility for the exercise of
this power)”
Dengan demikian konsep delegasi merupakan konsep pengalihan wewenang dari satu
badan tata usaha negara kepada badan tata usaha negara lainnya. Tanggung jawab atas
10
Black Law’s Dictionary, Eds. Bryan A.Garnet et.al, St.Paul: West Publishing, 2009, hlm.152.
11
Philipus M.Hadjon, Tentang Wewenang, Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga Nomor
5 dan 6 Tahun XII (September – Desember 1997), hlm.1.
12
Ibid, hlm.3.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 9
wewenang tersebut menjadi tanggung jawab delegataris (yang menerima wewenang).
Hal tanggung jawab inilah yang nantinya membedakan konsep delegasi dan mandat.
c. Mandat
Mandat merupakan suatu penugasan kepada bawahan. Penugasan kepada bawahan
misalnya untuk membuat keputusan atas nama pejabat yang member mandat.
Keputusan itu merupakan keputusan pejabat yang memberi mandat.13 Pengertian yang
serupa dapat dilihat pada Artikel 10:1 AWB, bahwa mandat disebut sebagai: “…de
bevoegdheid om in naam van een bestuursorgaan besluiten te nemen.” (…the power to
make orders in the name of an administrative authority). Dengan demikian tanggung
jawab jabatan tetap pada pemberi. Inilah yang membedakan antara mandat dan
delegasi. Oleh karena itu penerima mandat tidak dapat menjadi tergugat dalam sengketa
tata usaha negara.14 Selain itu pembeda antara mandat dan delegasi adalah pemberi
mandat dapat menggunakan lagi wewenang atas mandat tersebut.
Setiap wewenang dibatasi oleh isi/materi wewenang, wilayah wewenang, dan waktu.
Jika wewenang yang dilaksanakan melampaui batas-batas tersebut maka yang timbul
adalah kondisi-kondisi berikut:15
a. onbevoegdheid ratione materiae atau ketidakwenangan karena materi yaitu
pemerintah oleh peraturan perundang-undangan tidak diberikan wewenang untuk
melakukan tindakan yang dilakukannya. Misalnya, seorang walikota tidak
berwenang untuk mencabut Peraturan Daerah karena Peraturan Daerah hanya
dapat dicabut oleh Peraturan Daerah yang dibuat bersama-sama oleh walikota dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
b. Onbevoegdheid ratione loci atau ketidakwenangan karena pemerintah tidak
berwenang untuk melakukan tindakan pemerintahan di wilayah tersebut.
Misalnya, Pemerintah Kota Surabaya tidak berhak untuk membuat Peraturan
Daerah yang mengatur rencana tata ruang wilayah yang cakupan wilayahnya
termasuk wilayah Kabupaten Gresik.
13
Ibid, hlm.12.
14
Lihat Pasal 1 Angka 12 UU PTUN.
15
Philipus M.Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang
Bersih, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 10 Oktober 1994.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 10
c. Onbevoegdheid ratione temporis atau ketidakwenangan pemerintah karena
terlampauinya batas waktu. Misalnya, tindakan pemerintah dilakukan dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang tidak berlaku lagi.
Wewenang memang memiliki batas, tetapi bisa terjadi suatu kondisi tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan padahal tindakan pemerintah diperlukan dalam kondisi
tersebut. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak mungkin semua kondisi diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Di sinilah pentingnya konsep diskresi atau freies
ermessen.16
Menurut Darumurti, diskresi dapat didefinisikan sebagai bentuk wewenang pada badan
atau pejabat pemerintah yang memungkinkan mereka untuk melakukan pilihan-pilihan
dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup tindakan
pemerintah. Diskresi dimiliki oleh pemerintah karena pemerintah harus aktif berperan
mencampuri bidang kehidupan sosial ekonomi masyarakat (public service) yang
mengakibatkan pemerintah tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun
bertindak dengan dalih terjadi kekosongan pengaturan hukum. Pemerintah diberikan
kewenangan untuk campur tangan dalam lapangan kehidupan masyarakat dan
pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di tengah dinamika kehidupan masyarakat.17
Namun diskresi bukan berarti bebas tanpa batas sama sekali. Black’s Law Dictionary
menjelaskan discretion sebagai: “wise conduct and management; cautious
discernment; prudence” atau “individual judgement; the power of free decision
making”.18 Sedangkan administrative discretion diartikan sebagai: “a public official’s
or agency’s power to exercise judgement in the discharge of its duties”.19
Pengertian diskresi menurut Black’s Law Dictionary ini menunjukkan bahwa di balik
kebebasan untuk membuat keputusan terdapat juga aspek kehati-hatian yang perlu
diperhatikan. Kebebasan bertindak yang ada dalam konsep diskresi tidak dapat
dilakukan dengan benar-benar bebas. Kebebasan bertindak dalam diskresi tidak pula
16
Diskresi (discretionary power) merupakan konsep hukum administrasi Inggris. Sedangkan freies
ermessen merupakan konsep hukum administrasi Jerman. Kedua istilah ini biasa digunakan untuk menyebut
kekuasaan bebas. Untuk selanjutnya akan digunakan istilah diskresi sebagai istilah untuk kekuasaan bebas. Lihat
Philipus M.Hadjon et.al, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2011, hlm.14.
17
Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012, hlm.57
– 58.
18
Black’s Law Dictionary, Op.cit, hlm.534.
19
Ibid.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 11
menunjukkan bahwa administrasi negara bebas dari Undang-Undang. Menurut
Kranenburg, sebagaimana dikutip Hadjon, kebebasan yang dimaksud dalam diskresi
adalah kebebasan karena tidak ada pengaturan. Diskresi perlu dilakukan karena
Undang-Undang tidak merinci apa yang terjadi secara konkret dan hal itulah yang harus
dicari sendiri oleh pemerintah. Oleh karena itu tetap ada keterikatan pada peraturan
perundang-undangan saat tindakan pemerintah dilakukan atas dasar diskresi.20 Perlunya
batasan-batasan dalam diskresi juga dikemukakan oleh Ronald Dworkin yang
menganalogikan diskresi sebagai lubang roti donat yang dikelilingi oleh pembatasnya
berupa roti itu sendiri. Secara paradoksal, diskresi tidak akan eksis jika tidak terdapat
batasan-batasan yang mengelilinginya.21
Tidak absolutnya kebebasan bertindak juga diutarakan Matthew Groves, sebagaimana
dikutip Enrico Simanjuntak, yang mendefinisikan diskresi sebagai: “…choice-namely,
that an official who is granted power to act or decide is also granted the freedom to
choose from a range of possible outcomes which an exercise of that power might allow.
But administrative law has long decreed that this freedom is not absolute. Even the
most discretionary powers are not taken to be arbitrary power.”22
Konsep diskresi yang penting bagi kajian ini adalah bahwa ketika diskresi digunakan
dalam pemerintahan maka berlaku perlindungan hukum kepada badan/pejabat yang
bersangkutan. Perlindungan hukum bagi badan/pejabat yang melakukan diskresi adalah
jaminan imunitas dari tindakan judicial review oleh hakim. Hal ini terkenal dengan
adagium “kebijakan tidak dapat diadili”. Dalam hukum tata negara atau hukum
administrasi Amerika Serikat, isu pengujian terhadap kebijakan termasuk dalam
kategori political question atau nonjusticiable issue yaitu pengadilan akan menahan diri
untuk tidak melakukan intervensi (self-restraint) atas kekuasaan pemerintah yang
sifatnya sangat teknikal. Menurut Cass R. Sunstein, sebagaimana dikutip Darumurti,
dasar pertimbangan pengadilan untuk tidak melakukan intervensi terhadap tindakan
diskresi pemerintah adalah argumen pragmatisme, yaitu judges lack expertise and they
are not politically accountable.23
20
Philipus M.Hadjon, Pengertian Dasar tentang Tindak Pemerintahan, Surabaya: Djumali, 1985, hlm.45.
21
Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, Cambridge: Harvard University Press, 1978, hlm.31.
22
Enrico Simanjuntak, Peradilan Administrasi dan Problematika Peraturan Kebijakan, Varia Peradilan
Tahun XXVI Nomor 305 April 2011, hlm.33
23
Krishna D. Darumurti, Op.cit, hlm.36 – 37.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 12
2.1.3. Konsep Teoretis Perizinan
Kajian teoretis aspek perizinan bangunan terkait dengan aspek hukum dalam
perizinan. Persoalan perizinan akan menjadi menarik dilihat jika dihubungkan dengan tatanan
negara yang ada sekarang. Pelaksanaan negara hukum yang demokratis tentu harus dipahami
oleh semua aparatur pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya. Perizinan yang selama
ini dianggap sebagai otoritas mutlak pemerintah harusnya ditempatkan dalam dimensi negara
hukum yang demokratis. Oleh karena itu tentu perizinan tidak dapat dipahami asal maunya
aparatur pemerintah tetapi harus memperhatikan hak-hak warga negara dalam kehidupan
demokrasi. Adanya perizinan bukanlah menimbulkan konflik sosial tetapi semestinya mampu
menciptakan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.24
Pengendalian setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya
preventif adalah melalui izin yang memiliki kesamaan seperti dispensasi dan konsesi. 25
Perizinan sebagai salah satu instrumen dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah bisa
diterapkan sebagai salah satu kewenangan yang ditentukan pemerintah daerah yang
implementasinya tercermin dalam sikap tindak hukum kepala daerah, baik atas dasar
peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasannya, maupun dalam kerangka
menyikapi prinsip pemerintahan yang layak sebagai bentuk tanggungjawab publik.26
Menurut Sjachran Basah, izin merupakan perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan
prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.27 Izin juga
dapat diartikan sebagai persetujuan penguasa berdasarkan peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari larangan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.28
Hukum perizinan adalah suatu bentuk keputusan pemerintah sebagai norma penutup
untuk menerapkan peraturan perundang-undangan dan mewujudkan keadaan tertentu dalam
negara hukum. Izin adalah instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan
24
Agus Ngadino, “Perizinan dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis”, Makalah, Universitas
Sriwijaya, hlm. 4.
25
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1988, hlm.
129.
26
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa,
2009, hlm. 99.
27
Ibid, hlm. 92.
28
S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 94.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 13
tingkah laku warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang
atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-
ketentuan larangan perundangan. Adapun dalam dalam arti sempit menyatakan bahwa izin
adalah pengikatan aktivitas-aktivitas.29
29
Agus Ngadino, Op.cit, hlm. 8.
30
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2003, hlm. 34.
31
J.J.H. Bruggink, Rechts-Reflecties: Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Refleksi tentang Hukum,
diterjemahkan Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 127.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 14
Keberadaan asas pembentukan peraturan perundang-undangan juga tidak dapat
dilepaskan dari fungsinya. Fungsi asas pembentukan peraturan perundang-undangan antara
lain:32
a. Memberikan pedoman dan bimbingan penuangan isi peraturan perundang-undangan ke
dalam bentuk dan susunan yang sesuai sehingga tepat penggunaan metode
pembentukannya serta sesuai dengan proses dan prosedur pembentukan yang telah
ditentukan.
b. Sebagai dasar pengujian dalam pembentukan peraturan perundang-undangan maupun
sebagai dasar pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Mencegah peraturan perundang-undangan sekedar sebagai produk politik oleh lembaga
legislatif maupun eksekutif.
d. Menjamin agar peraturan perundang-undangan tersebut diterimadan dipahami dengan
baik oleh mayoritas khalayak yang dituju.
Beberapa ahli mengemukakan asas-asas yang menjadi pedoman atau nilai dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Selain para ahli, UU No. 12 Tahun
2011 telah mengatur asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.33 Tidak ada
keseragaman antara pendapat para ahli maupun dengan asas dalam UU No. 12 Tahun 2011.
Namun jika diteliti dengan seksama, asas yang terdapat dalam UU No. 12 Tahun 2011 telah
mengelaborasi berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli.
Menurut Van Der Vlies, terdapat 10 (sepuluh) asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik. Sepuluh asas tersebut antara lain:34
a. Asas tujuan yang jelas
Asas ini menghendaki adanya suatu tujuan peraturan perundang-undangan yang jelas,
yang harus tampak pula dalam penjelasannya.
b. Asas organ yang tepat
32
Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, Jakarta: Konstitusi
Press, 2014, hlm. 56-58.
33
Pengaturan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011
tentunya bertentangan dengan pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa asas hukum tidak perlu
dipositifkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan.
34
I.C.van der Vlies, Handboek Wetgeving, Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan,
diterjemahkan oleh Linus Doludjawa, Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2005, hlm. 238-308.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 15
Asas ini menghendaki agar suatu peraturan perundang-undangan dikeluarkan oleh
organ atau lembaga yang tepat, yaitu organ atau lembaga yang berwenang untuk
membentuk peraturan perundang-undangan tersebut.
c. Asas kemendesakan
Asas ini menghendaki sebuah peraturan perundang-undangan dibentuk atas dasar
adanya kebutuhan.
d. Asas dapat dilaksanakan
Asas ini menghendaki sebuah peraturan perundang-undangan yang dibentuk agar dapat
ditegakkan dalam praktiknya.
e. Asas konsensus
Asas ini menghendaki pihak-pihak yang berkepentingan berpartisipasi dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan.
f. Asas peristilahan dan sistematika yang jelas
Asas ini menghendaki suatu perundang-undangan mudah dimengerti oleh pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan tesebut.
g. Asas kemudahan untuk diketahui
Asas ini menghendaki suatu peraturan perundang-undangan dapat diketahui dengan
mudah oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah seharusnya membuat ikhtisar
umum peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.
h. Asas kesamaan hukum
Asas ini berkaitan dengan masalah apakah pembedaan perlakuan yang diadakan oleh
pembuat suatu peraturan perundang-undangan dapat dibenarkan atau tidak.
i. Asas kepastian hukum
Asas ini menghendaki harapan-harapan atau ekspektasi yang wajar dihormati oleh
pembuat peraturan perundang-undangan. Namun asas ini tidak menutup kemungkinan
sebuah peraturan perundang-undangan diubah.
j. Asas penerapan hukum yang khusus
Asas ini menghendaki peraturan perundang-undangan memberikan jaminan atau
perlindungan terhadap keadaan-keadaan khusus yang diakibatkan oleh penerapan
peraturan perundang-undangan tersebut.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 16
Selain Van Der Vlies, pendapat lain dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi.
Attamimi membagi asas pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi dua jenis
yaitu asas hukum formal dan asas hukum material. Asas hukum formal meliputi asas tujuan
yang jelas, asas perlunya pengaturan, asas organ/lembaga yang tepat, asas materi muatan
yang tepat, asas dapat dilasanakan, asas dapat dikenali. Asas hukum material meliputi asas
sesuai dengan norma fundamental negara, asas kesesuaian dengan hukum negara, asas sesuai
dengan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum, asas sesuai dengan prinsip-prinsip
pemerintahan berdasarkan konstitusi.35 Jika diperhatikan, sepuluh asas yang dikemukakan
oleh Attamimi hampir tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Van Der Vlies.
Perbedaan antara kedua pendapat menyangkut asas yang berkaitan dengan substansi
peraturan perundang-undangan.
Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Lon Fuller, sebagaimana dikutip oleh
Imer B. Flores. Fuller mengistilahkan asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan tersebut sebagai ’internal morality of law’. Asas-asas yang tercakup dalam
’internal morality of law’ antara lain:36
a. Asas umum
Berdasarkan asas ini peraturan perundang-undangan harus bersifat umum untuk
kepentingan bersama.
b. Asas publisitas
Peraturan perundang-undangan harus diumumkan agar diketahui oleh seluruh subjek
hukum.
c. Asas non-retroaktif
Peraturan perundang-undangan tidak boleh diterapkan terhadap kondisi lampau
sebelum peraturan perundang-undangan tersebut dibuat.
d. Asas kejelasan
Peraturan perundang-undangan harus jelas dan tepat untuk diikuti.
e. Asas non-kontradiksi
Peraturan perundang-undangan harus koheren dan tidak memiliki kontradiksi atau
inkonsistensi dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
f. Asas posibilitas
35
Bayu Dwi Anggono, Op.cit, hlm. 55
36
Imer B. Flores, “Legisprudence: the Role and Rationality of Legislators – Vis a Vis Judges – Towards
the Realization of Justice”, Mexican Law Review Volume 1, Number 2, January – June 2009, hlm. 107.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 17
Peraturan perundang-undangan tidak boleh memerintahkan sesuatu yang mustahil dan
oleh karena itu seharusnya tidak diberikan sekedar efek simbolis dalam peraturan
perundang-undangan tersebut.
g. Asas keajegan
Peraturan perundang-undangan tidak boleh sering diubah atau diberlakukan dalam
waktu singkat. Oleh karena itu substansinya harus ditujukan untuk pelaksanaan yang
konstan atau ajeg.
h. Asas kesesuaian
Peraturan perundang-undangan harus diterapkan sesuai dengan tujuan
pembentukannya.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 19
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan
watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
d. Asas kekeluargaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Asas kenusantaraan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
f. Asas bhinneka tunggal ika
Materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Asas keadilan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras,
golongan, gender, atau status sosial.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat,
dan kepentingan bangsa dan negara.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 21
Salah satu persyaratan dalam pengajuan permohonan IMB adalah Ijin Peruntukan
Penggunaan Tanah (IPPT).37 IPPT diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Retribusi Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (Perda No.
7 Tahun 2005). Jika merujuk pada Perda No. 7 Tahun 2005, pengaturan IPPT dalam
Perda tersebut juga belum memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta, yaitu bahwa
pengaturannya seharusnya dirumuskan secara jelas dan tertulis dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam Perda No. 7 Tahun 2005 juga diatur persyaratan ijin
prinsip, ijin lokasi, dan ijin tata ruang tetapi tidak diatur secara jelas hubungan antara
ketiga jenis ijin tersebut dengan IPPT. Izin Tata Ruang dan Izin Lokasi kemudian diatur
juga dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Penanaman Modal di Kabupaten Gresik (Perda No. 8 Tahun 2012). Namun Perda No. 8
Tahun 2012 tidak mencabut ketentuan Izin Tata Ruang dan Izin Lokasi dalam Perda
No. 7 Tahun 2005. Hal ini mengakibatkan tumpang tindih pengaturan.
Ketiga jenis izin tersebut – dalam implementasinya – diposisikan sebagai syarat untuk
mendapatkan IPPT. Oleh karena itu, jika IPPT nantinya diatur dalam Peraturan Daerah
tentang IMB maka harus dirumuskan secara jelas pengertian dan ruang lingkupnya.
Selain itu persyaratan memperoleh IPPT nantinya tidak tumpang tindih dengan
persyaratan memperoleh IMB – yang merupakan produk akhir dari permohonan yang
diajukan.
Pengaturan tersebut perlu juga memperhatikan prinsip dalam sistem perizinan berantai.
Dengan sistem tersebut berarti bahwa untuk setiap kegiatan usaha hanya ada satu izin
pada puncaknya. Izin yang menjadi puncak dalam sistem perizinan berantai adalah Izin
yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam melakukan kegiatan dan/atau usaha.
Adapun yang diterpadukan dalam sistem perizinan berantai adalah prosedur. Dalam
sistem perizinan berantai pada IMB maka izin-izin tersebut bukanlah merupakan izin
yang mandiri. Izin-izin tersebut dikaitkan dengan IMB. Penerbitan IMB hendaknya
dikoordinasikan dengan izin-izin tersebut sehingga izin tersebut merupakan satu mata
rantai terpadu. Dengan sistem mata rantai maka pencabutan salah satu izin dalam mata
rantai tersebut berakibat izin untuk mendirikan bangunan tidak mempunyai kekuatan
hukum lagi.
37
IPPT dalam Perda Kabupaten Gresik No. 7 Tahun 2005 didefinisikan sebagai pemberian izin yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah atas penggunaan tanah kepada Badan Usaha dan atau perseorangan yang
akan menggunakan tanah di wilayah Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 22
3. Praktik pembatalan permohonan IMB
Seringkali pemohon melakukan pembatalan permohonan IMB oleh pemohon ketika
retribusi sudah dibayar. Jika mengacu pada Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(Permendagri No. 32 Tahun 2010), Bupati/Walikota menerbitkan IMB paling lambat 7
(tujuh) hari sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB diterima. Oleh karena itu
penerbitan IMB setelah pembayaran retribusi IMB tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Namun Perda yang sudah ada saat ini tidak mengatur mekanisme yang harus ditempuh
ketika permohonan IMB dibatalkan oleh pemohon ketika retribusi justru sudah dibayar.
Pembatalan tersebut akan menyulitkan bagi Pemerintah Kabupaten Gresik karena
retribusi yang sudah dibayar tidak dapat dikembalikan kepada pemohon. Di sisi lain,
pemohon akan merasa dirugikan. Oleh sebab itu perlu kepastian hukum terhadap
permasalahan ini berupa pengaturan secara tegas dan juga kejelasan pengaturan batas
waktu pembatalan permohonan IMB. Kejelasan pengaturan batas waktu pembatalan
tersebut akan berdampak bagi pemohon sehingga permohonan yang diajukan nantinya
telah dipertimbangkan terlebih dahulu oleh pemohon.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 24
FRONT OFFICE BACK OFFICE
Kepala
Kepala Bidang Berkas
Disposisi
Bidang Berkas diberi
diberi nama
nama staf
staf
Disposisi kepada
kepada kasubid,
kasubid, kasubid
kasubid pemroses
Pemohon
Pemohon Dokum pemroses
menyerahkan
Cek
Cek dokumen
dokumen :: Register
Register menunjuk staf
menunjuk staf
menyerahkan Persyaratan en Menandatangani SP
Menandatangani SP BAPBAP
Persyaratan Permohonan
Permohonan
Berkas
Berkas administrasi
administrasi Lengka Tanda
Pertanahan
Pertanahan Tanda terima
terima
Gambar
p register
register permohonan
permohonan
Gambar
bernomor
bernomor
Berkas
Berkas diberi
diberi nomor
nomor Pemeriksaaan
Pemeriksaaan
register
register lapangan
lapangan
(BAP
(BAP lapangan)
lapangan)
Dokumen Kurang
Publikasi
Publikasi aplikasi
aplikasi
melalui
melalui WEB
WEB Dokumen
Perhitungan
Benar
Perhitungan Volume
Volume Penyerahan
Penyerahan SKR
SKR Pembayaran
(BA
(BA Perhitungan
Perhitungan rencana
rencana Penomoran
Penomoran oleh
oleh
Pembayaran
bangunan)
bangunan) bendahara
bendahara retribusi
retribusi
Pembuatan
Pembuatan SKRSKR penerima
penerima
Pengesahan
Pengesahan SKR
SKR
Sekretaris
Sekretaris
Kepala
Kepala Badan
Badan
Tanda
Tanda tangan
tangan pengantar Proses
pengesahan
pengantar Proses pengesahan
pengesahan
pengesahan
Paraf
Paraf SK
SK
Penyerahan
Penyerahan SK
SK
kepada
kepada pemohon
pemohon
Tanda
Tanda Terima
Terima SK Register
SK Register SK
SK
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Publikasi
Publikasi melalui WEBHal.
melalui WEB 25
Gambar 2.01. Diagram Alur Permohonan IMB
2.4. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan diatur dalam
Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya
terhadap Aspek Beban Keuangan Negara
2.4.1. Implikasi terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat
Praktik penyelenggaraan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik selama ini
menunjukkan bahwa masyarakat tidak terlindungi dalam kepastian hukum karena tidak
adanya sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang mencegah tumpang tindih
pengaturan perizinan bangunan. Secara spesifik, hal ini disebabkan tidaknya peraturan
perundang-undangan di tingkat daerah (Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati) yang secara
khusus mengatur prosedur penerbitan IMB dari aspek administratif maupun teknis.
Akibatnya dalam praktik penyelenggaraan perizinan bangunan, permasalahan yang
dihadapi lebih banyak diselesaikan melalui diskresi. Penggunaan diskresi yang tidak
diminimalkan tidak akan berdampak baik bagi kepastian hukum. Padahal dalam hukum
administrasi negara dikenal adanya asas pengharapan yang layak. Asas pengharapan yang
layak mensyaratkan adanya kejelasan dalam pengaturan sehingga tidak ada multitafsir yang
rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dalam pembuatan kebijakan. Selain itu, Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Pasal 24) telah mengatur
persyaratan yang harus dipenuhi pejabat pemerintahan dalam menggunakan diskresi.
Persyaratan tersebut antara lain sesuai dengan tujuan diskresi, tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang
Baik (AUPB), berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik
kepentingan, dan dilakukan dengan iktikad baik. Adanya persyaratan yang ketat dalam
penggunaan diskresi menunjukkan bahwa penggunaan diskresi seharusnya sebisa mungkin
dihindari, dan hal tersebut dapat dihindari jika terdapat pengaturan yang jelas dalam perizinan
bangunan di Kabupaten Gresik.
Adanya Peraturan Daerah tentang IMB juga dapat memastikan adanya pelayanan
prima bagi masyarakat ketika mengajukan permohonan IMB. Pelayanan prima tersebut
mengacu kepada prinsip prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Permen PU No.
24/PRT/M/2007. Berdasarkan Permen PU No. 24/PRT/M/2007, dalam proses penerbitan
IMB pemerintah daerah, Pemerintah dan pemerintah provinsi (untuk bangunan gedung fungsi
khusus) melaksanakan dengan prinsip pelayanan prima. Selain itu pelayanan prima diimbangi
dengan penerapan persyaratan administratif dan teknis yang ditetapkan dalam rencana teknis.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 26
Penerapan persyaratan tersebut untuk menjamin pengendalian penyelenggaraan bangunan di
Kabupaten Gresik.
Pengaturan IMB dengan penormaan yang jelas juga dapat membantu dalam
penataan ruang di Kabupaten Gresik. Adanya kesemrawutan tata ruang pada umumnya
disebabkan tidak adanya pengendalian penyelenggaraan bangunan dalam konteks
kewilayahan. Padahal tata ruang juga berimplikasi pada kemajuan perekonomian dalam
kewilayahan. Kemajuan perekonomian pada akhirnya juga akan berdampak pada
perkembangan ekonomi masyarakat.
Berbagai implikasi tersebut menunjukkan bahwa Peraturan Daerah tentang IMB
nantinya akan berperan sebagai instrumen rekayasa sosial. Masyarakat akan diarahkan lewat
peraturan perundang-undangan untuk tertib dalam penyelenggaraan bangunan dan menjamin
keandalan teknis dari bangunan yang didirikan. Oleh karena itu, secara umum Peraturan
Daerah tentang IMB nantinya akan memiliki implikasi positif bagi masyarakat.
38
Suparman, “Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Tangerang (Studi Kasus di
Kecamatan Ciledug), Tesis, Depok: FISIP UI, 2002.
39
Sonya Imelda Samosir, “Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli”, Skripsi, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 27
pada potensi Pendapatan Asli Daerah yang seharusnya dapat diperoleh oleh pemerintah
daerah.
Oleh karena itu, adanya Peraturan Daerah tentang IMB tidak secara signifikan
menambah beban keuangan negara. Secara tidak langsung, adanya Peraturan Daerah tentang
IMB justru akan menambah Pendapatan Asli Daerah terutama jika Peraturan Daerah tersebut
mampu membentuk pelayanan prima perizinan bangunan yang mendorong kepatuhan hukum
masyarakat dalam pengajuan permohonan IMB. Hal ini tentunya harus dibarengi dengan
kejelasan pengaturan retribusi IMB, terutama terkait dengan keringanan retribusi IMB
maupun disinsentif retribusi IMB.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 28
3
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
Sebelum menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan terkait,
perlu dipahami sistematika pengaturan perizinan bangunan gedung secara hierarkis.
UUD NRI
Sistematika tersebut untuk memahami bagaimana
1945 relasi antara peraturan perundang-
undangan yang ada hingga di tataran daerah. Dengan demikian, dapat diharmonisasikan
pengaturan perizinan bangunan antara Rancangan Peraturan Daerah tentang IMB dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan
UU NO. perundang-undangan
23 terkait
UU NO.perizinan
28 bangunanUU
UUdapat
NO. 12dikategorikan
NO. 12
TAHUN TAHUN
TAHUN 1950
1950
menjadi 2 (dua)TAHUN
jenis. Pertama, peraturan perundang-undangan terkait
JO. perizinan
JO. UU
UU NO. 22 bangunan
NO.
2014 2002 TAHUN
TAHUN 1965
1965
yang bersifat atribusi. Peraturan perundang-undangan yang bersifat atribusi merupakan
peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan kepada institusi yang
bersangkutan, dalam hal ini Pemerintah Daerah, untuk menyusun dan menetapkan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan, dalam hal ini peraturan daerah. Kedua, peraturan
PP NO.
perundang-undangan terkait perizinan bangunan 36 bersifat delegasi. Peraturan perundang-
yang
TAHUN
undangan yang bersifat delegasi merupakan 2005 peraturan perundang-undangan yang
memberikan delegasi atau amanah untuk menyusun dan menetapkan peraturan perundang-
undangan turunannya, dalam hal ini peraturan daerah mengenai perizinan bangunan.
Keterkaitannya dapat dilihat pada Gambar 3.01
PERMEN
PERMEN PUPU PERMEN-
PERMEN-
NO.
NO. DAGRI
DAGRI NO.NO.
24/PRT/M/
24/PRT/M/ 32
32 TAHUN
TAHUN
2007
2007 2010
2010
Berdasarkan hierarki pada Gambar 3.01 maka Bab ini akan menganalisis dan
mengevaluasi 10 (sepuluh) peraturan perundang-undangan, yaitu UUD NRI 1945, UU No. 12
Tahun 1950, UU No. 28 Tahun 2002, UU No. 23 Tahun 2014, PP No. 36 Tahun 2005,
Permen PU No. 24/PRT/M/2007, Permendagri No. 32 Tahun 2010, dan Perda No. 29 Tahun
2011. Analisis dan evaluasi tersebut untuk kemudian merumuskan preskripsi terkait
pencabutan pasal-pasal yang terkait dengan IMB dalam Perda No. 29 Tahun 2011 dan
pengaturan yang sebaiknya dimasukkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang IMB.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 30
UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintahan daerah untuk dapat
menetapkan peraturan daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945, yang
berbunyi: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.
Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh konstitusi tersebut, maka salah satu
kewenangan pemerintahan daerah adalah menetapkan peraturan daerah. Terkait dengan
peranan peraturan daerah tersebut dalam hal otonomi, Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945
terkait pula dengan UU No. 23 Tahun 2014 (akan dibahas selanjutnya) yang secara khusus
mengatur pemerintahan daerah. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 akan nampak bahwa
pengaturan perizinan bangunan dengan peraturan daerah menjadi wewenang pemerintah
daerah dalam konteks otonomi daerah yang diberikan berdasarkan undang-undang.
40
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2010, hlm 93.
41
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara,
diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, 2006, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, hlm. 441-442.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 32
Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014, penyelenggaraan urusan
pemerintahan di Daerah dilaksanakan berrdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan
Tugas Pembantuan. Desentralisasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 didefinisikan sebagai
penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan
asas otonomi (lihat Pasal 1 Angka 8).
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Pusat memiliki
Urusan Absolut yang tidak dapat dibagikan pada Pemerintah Daerah. Urusan Absolut yang
menjadi urusan Pemerintah Pusat antara lain:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.
Tabel 3.01
Pembagian Urusan Wajib Terkait Perizinan Bangunan
Pemerintah
Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi
Kabupaten/Kota
a. penetapan bangunan a. penetapan bangunan Penyelenggaraan
gedung untuk kepenting- gedung untuk bangunan gedung di
an strategis nasional; kepentingan strategis kab/kota, termasuk
b. penyelenggaraan Provinsi; pemberian izin
bangunan gedung untuk b. penyelenggaraan mendirikan bangunan
kepentingan strategis bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi
nasional dan penyeleng- untuk kepentingan bangunan gedung;
garaan bangunan gedung strategis Provinsi.
fungsi khusus.
Sumber: Lampiran UU No. 23 Tahun 2014
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 34
hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan
lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam
undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini.”
Ketentuan dalam UUNo. 28 Tahun 2002 tidak secara tegas mendelegasikan
wewenang pengaturan perizinan bangunan di tingkat daerah. Namun beberapa pasal
menunjukkan perlunya pengaturan beberapa hal spesifik yang terkait dengan perizinan
bangunan, antara lain:
a. Pasal 6 ayat (2) mengatur bahwa: “Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin
mendirikan bangunan.” Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2)
bahwa penetapan fungsi bangunan gedung tersebut diberikan dalam proses perizinan
mendirikan bangunan. Oleh karena itu penetapan fungsi bangunan gedung terkait
dengan prosedur pemberian izin mendirikan bangunan perlu diatur lebih detail dalam
peraturan daerah tentang izin mendirikan bangunan.
b. Pasal 8 ayat (1) mengatur bahwa setiap bangunan gedung harus memiliki izin
mendirikan bangunan gedung. Selain itu dalam Pasal 8 ayat (4) diatur bahwa ketentuan
mengenai izin mendirikan bangunan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
c. Pasal 39 ayat (1) mengatur bahwa bangunan gedung dapat dibongkar apabila, salah
satunya, karena tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Karena izin mendirikan
bangunan merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota maka hal-hal terkait
pembongkaran tentunya memerlukan pengaturan dalam suatu peraturan daerah yang
mengatur tentang izin mendirikan bangunan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 36
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur secara detail mengenai tata cara
pemrosesan IMB untuk bangunan gedung pada umumnya, bangunan gedung kepentingan
umum, IMB untuk bangunan gedung fungsi khusus, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
Gedung Secara Bertahap, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan
Secara Massal, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan dengan
Strata Title. Permen juga menegaskan perlunya tim ahli bangunan gedung untuk memberikan
pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis dalam rangka penerbitan IMB
(khususnya berkaitan dengan pengesahan dokumen rencana teknis). Tim ahli bangunan
gedung ini secara khusus dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap
dokumen rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum serta dokumen rencana
teknis bangunan gedung tertentu fungsi khusus. Persetujuan dari tim ahli bangunan gedung
ini diperoleh pemohon tanpa pungutan biaya atau secara Cuma-Cuma (sudah diperhitungkan
dalam retribusi IMB).
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan Pedoman
Teknis IMB di daerah diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada
peraturan ini. Dalam hal daerah belum mempunyai peraturan daerah tersebut, maka
pelaksanaan pengaturan Izin mendirikan Bangunan gedung berpedoman pada peraturan ini.
Sedangkan bila daerah telah mempunyai peraturan daerah terkait yang ditatapkan sebelum
permen ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus menyesuaikan dengan
substansi pengaturan dalam Permen ini. Selama proses penyusunan dan/atau penyesuuaian
Perda terkait terrsebut. Semua peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan IMB
dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Permen ini.
Tabel 3.02
Perbandingan Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU
No. 24/PRT/M/2007
Aspek Permendagri No. 32 Tahun 2010 Permen PU No. 24/PRT/M/2007
Definisi IMB Izin mendirikan bangunan, yang Izin Mendirikan Bangunan Gedung
selanjutnya disingkat IMB, adalah adalah perizinan yang diberikan oleh
perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali
pemerintah daerah kepada untukbangunan gedung fungsi khusus
pemohon untuk membangun baru, oleh Pemerintah kepada pemilik
rehabilitasi/renovasi, dan/atau bangunan gedung untuk membangun
memugar dalam rangka baru, mengubah, memperluas,
melestarikan bangunan sesuai mengurangi, dan/atau merawat
dengan persyaratan administratif bangunan gedung sesuai dengan
dan persyaratan teknis yang berlaku. persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
Ruang Objek IMB Meliputi bangunan gedung dan Bangunan gedung digolongkan
bangunan bukan gedung. berdasarkan fungsi dan
Bangunan gedung dikategorisasi diklasifikasikan.
secara fungsional meliputi fungsi Berdasarkan fungsinya digolongkan
hunian, keagamaan, usaha, sosial dan menjadi bangunan gedung fungsi
budaya, ganda/campuran. hunian, fungsi keagamaan, fungsi
Bangunan bukan gedung dirinci usaha, fungsi sosial budaya, serta
dengan mencakup: fungsi khusus.
a. pelataran untuk parkir, lapangan Klasifikasi bangunan gedung sebagai
tenis, lapangan basket, lapangan berikut:
golf, dan lain-lain sejenisnya; a. Tingkat kompleksitas (sederhana,
b. pondasi, pondasi tangki, dan lain- tidak sederhana, khusus).
lain sejenisnya; b. Tingkat permanensi (permanen,
c. pagar tembok/besi dan semi permanen, darurat atau
tanggul/turap, dan lain-lain sementara).
sejenisnya; c. Tingkat risiko kebakaran (risiko
d. septic tank/bak penampungan kebakaran tinggi, sedang,
bekas air kotor, dan lain-lain rendah).
sejenisnya; d. Tingkat zonasi gempa (Zona I –
e. sumur resapan, dan lain-lain VI).
sejenisnya; e. Lokasi (padat, senggang,
f. teras tidak beratap atau tempat renggang).
pencucian, dan lain-lain f. Ketinggian (>8 lantai, 5 s/d 8
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 38
sejenisnya; lantai, 1 s/d 4 lantai).
g. dinding penahan tanah, dan lain- g. Kepemilikan (milik negara, milik
lain sejenisnya; badan usaha, perorangan).
h. jembatan penyeberangan
orang,jembatan jalan
perumahan, dan lain-lain
sejenisnya;
i. penanaman tangki, landasan
tangki, bangunan pengolahan
air, gardu listrik, gardu telepon,
menara, tiang l istrik/telepon, dan
lain-lain sejenisnya;
j. kolam renang, kolam ikan air
deras, dan lain-lain sejenisnya;
dan
k. gapura, patung, bangunan
reklame, monumen, dan lain-lain
sejenisnya.
Ruang Lingkup a. pembangunan baru, a. Pembangunan bangunan gedung
Permohonan IMB b. merehabilitasi/renovasi, atau baru, dan/atau prasarana
c. pelestarian/pemugaran. bangunan gedung;
b. Rehabilitasi/renovasi bangunan
gedung dan/atau prasarana
bangunan gedung, meliputi
perbaikan/perawatan,perubahan,
perluasan/ pengurangan; dan
c. Pelestarian/pemugaran.
Dokumen a. tanda bukti status kepemilikan 1. Status hak atas tanah
administrasi hak atas tanah atau perjanjian a. Surat bukti status hak atas
pemanfaatan tanah; tanah berupa:
b. data kondisi/situasi tanah 1) Sertifikat tanah;
(letak/lokasi dan topografi); 2) Surat Keputusan Pemberian
c. data pemilik bangunan; Hak Penggunaan atas Tanah
d. surat pernyataan bahwa tanah oleh pejabat yang
tidak dalam status sengketa; berwenang di bidang
e. surat pemberitahuan pajak pertanahan;
terhutang bumi dan bangunan 3) Surat kavling dari
(SPPT-PBB) tahun berkenaan; pemerintah daerah, atau
dan Pemerintah;
f. dokumen analisis mengenai 4) Fatwa tanah, atau
dampak dan gangguan terhadap rekomendasi dari Badan
lingkungan, atau upaya Pertanahan Nasional;
pemantauan lingkungan 5) Surat girik/petuk/akta jual
(UPL)/upaya pengelolaan beli,yang sah disertai surat
lingkungan (UKL) bagi yang pernyataan pemilik bahwa
terkena kewajiban. tidak dalam status sengketa,
yang diketahui lurah
setempat;
6) Surat kohir
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 39
verpondingIndonesia,
disertai pernyataan bahwa
pemilik telah menempati
lebih dari 10 tahun, dan
disertaiketerangan pemilik
bahwa tidak dalam status
sengketa yang diketahui
lurah setempat; atau
7) Surat bukti kepemilikan
tanah lainnya.
b. Surat perjanjian pemanfaatan/
penggunaan tanah, merupakan
perjanjian tertulis antara
pemilik bangunan gedung
dengan pemilik tanah, apabila
pemilik bangunan gedung
bukan pemilik tanah.
c. Data kondisi/situasi tanah,
merupakan data-data teknis
tanah yang memuat informasi
meliputi:
1) Gambar peta lokasi/lengkap
dengancontournya;
2) Batas-batas tanah yang
dikuasai;
3) Luas tanah; dan
4) Data bangunan gedung
eksisting (kalau ada).
2. Status kepemilikan bangunan
gedung yaitu dokumen
keterangan diri pemilik yang
mengajukan Permohonan IMB
dan kepemilikan atas bangunan
gedung.
3. Dokumen/surat-surat terkait
berupa:
a. SIPPT untuk pembangunan di
atas tanah dengan luas
minimum tertentu;
b. Rekomendasi instansi/lembaga
yang bertanggungjawab di
bidang fungsi khusus (untuk
bangunan gedung fungsi
khusus);
c. Dokumen AnalisisMengenai
Dampak
Lingkungan/UPL/UKL;
dan/atau
d. Rekomendasi instansi teknis
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 40
terkait untuk bangunan gedung
di atas/bawah prasarana dan
sarana umum.
Dokumen rencana Dokumen rencana teknis disesuaikan 1. Data umum bangunan gedung
teknis dengan klasifikasi bangunan meliputi:
meliputi: a. Fungsi/klasifikasi bangunan
a. gambar rencana/arsitektur gedung
bangunan; b. Luas lantai dasar bangunan
b. gambar sistem struktur; gedung
c. gambar sistem utilitas; c. Total luas lantai bangunan
d. perhitungan struktur dan/atau gedung
bentang struktur bangunan d. Ketinggian/jumlah lantai
disertai hasil penyelidikan tanah bangunan gedung
bagi bangunan 2 (dua) lantai atau e. Rencana pelaksanaan
lebih; 2. Rencana teknis bangunan gedung
e. perhitungan utilitas bagi hunian rumah tinggal tidak
bangunan gedung bukan hunian sederhana – 2 lantai atau lebih –
rumah tinggal; dan dan bangunan gedung lainnya pada
f. data penyedia jasa perencanaan. umumnya.
a. Gambar rancangan arsitektur,
terdiri atas gambar site
plan/situasi, denah, tampak,
potongan, dan spesifikasi umum
finishing bangunan gedung;
b. Gambar rancangan struktur,
terdiri atas gambar struktur
bawah (pondasi), struktur atas,
termasuk struktur atap, dan
spesifikasi umum struktur
bangunan gedung;
c. Gambar rancanganutilitas
(mekanikal dan elektrikal),
terdiri atas gambar sistem
utilitas (mekanikal dan
elektrikal), gambar sistem
pencegahan dan pengamanan
kebakaran, sistem sanitasi,
sistem drainase, dan spesifikasi
umum utilitas bangunan
gedung;
d. Spesifikasi umum bangunan
gedung;
e. Perhitungan struktur untuk
bangunan gedung 2 (dua) lantai
atau lebih dan/atau bentang
struktur lebih dari 6 m; dan
f. Perhitungan kebutuhan utilitas
(mekanikal dan elektrikal).
3. Rencana teknis bangunan gedung
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 41
hunian rumah tinggal dan rumah
deret – sampai dengan 2 (dua)
lantai.
a. Gambar rancangan arsitektur,
terdiri atas gambar site
plan/situasi, denah, tampak,
potongan, dan spesifikasi umum
finishing bangunan gedung;
b. Gambar rancangan struktur,
terdiri atas gambar struktur
bawah (pondasi), struktur atas,
termasuk struktur atap, dan
spesifikasi umum struktur
bangunan gedung;
c. Gambar rancanganutilitas
(mekanikal dan elektrikal),
terdiri atas gambar sistem
utilitas (mekanikal dan
elektrikal), gambar sistem
pencegahan dan pengamanan
kebakaran, sistem sanitasi,
sistem drainase, dan spesifikasi
umum utilitas bangunan
gedung;
d. Spesifikasi umum bangunan
gedung;
e. Perhitungan struktur untuk
bangunan gedung 2 (dua) lantai
atau lebih dan/atau bentang
struktur lebih dari 6 m;
f. Perhitungan kebutuhan utilitas
(mekanikal dan elektrikal);
g. Rancangan struktur secara
sederhana/prinsip; dan
h. Rancangan utilitas bangunan
gedung secara
sederhana/prinsip.
4. Rencana teknis bangunan gedung
hunian rumah tinggal tidak
sederhana - 2 lantai ataulebih - dan
bangunan gedung lainnya pada
umumnya, serta rencana teknis
bangunan gedung untuk
kepentingan umum.
a. Gambar rancangan arsitektur,
terdiri atas gambar site
plan/situasi, denah, tampak,
potongan, dan spesifikasi umum
finishing bangunan gedung;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 42
b. Gambar rancangan struktur,
terdiri atas gambar struktur
bawah (pondasi), struktur atas,
termasuk struktur atap, dan
spesifikasi umum struktur
bangunan gedung;
c. Gambar rancangan utilitas
(mekanikal dan
elektrikal),terdiri atas gambar
sistem utilitas (mekanikal
danelektrikal), gambar sistem
pencegahan dan pengamanan
kebakaran, sistem sanitasi,
sistem drainase, dan spesifikasi
umum utilitas bangunan
gedung;
d. Spesifikasi umum bangunan
gedung;
e. Perhitungan struktur untuk
bangunan gedung 2 (dua) lantai
atau lebih dan/atau bentang
struktur lebih dari 6 m; dan
f. Perhitungan kebutuhan utilitas
(mekanikal dan elektrikal).
5. Rencana teknis bangunan gedung
fungsi khusus
Sama dengan rencana teknis
pada nomor 4 ditambah dengan
rekomendasi instansi terkait.
6. Rencana teknis bangunan gedung
kedutaan besar negara asing,dan
bangunan gedung diplomatik
lainnya mengikuti ketentuan untuk
proses penerbitan IMB untuk
bangunan gedung kepentingan
umum, dan selain mengikuti
persyaratan teknis setempat dapat
mempertimbangkan persyaratan
teknis tertentu yang disyaratkan
oleh Negara yang bersangkutan.
Persyaratan teknis a. fungsi bangunan gedung yang Persyaratan teknis pelaksanaan
pelaksanaan dapat dibangun pada lokasi pembangunan tercakup dalam
pembangunan bersangkutan; keterangan rencana kabupaten/kota
b. ketinggian maksimum bangunan untuk lokasi yang bersangkutan dan
gedung yang diizinkan; berisi ketentuan meliputi:
c. jumlah lantai/lapis bangunan a. Fungsi bangunan gedung yang
gedung di bawah permukaan dapatdibangun pada lokasi
tanah dan koefisien tapak bersangkutan;
basement (KTB) yang diizinkan, b. Ketinggian maksimum bangunan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 43
apabila membangun di bawah gedung yang diizinkan;
permukaan tanah; c. Jumlah lantai/lapis bangunan
d. garis sempadan dan jarak bebas gedung di bawah permukaan tanah
minimum bangunan gedung yang dan KTB yang diizinkan, apabila
diizinkan; membangun di bawah permukaan
e. koefisien dasar bangunan (KDB) tanah;
maksimum yang diizinkan; d. Garis sempadan dan jarak bebas
f. koefisien lantai minimum bangunan gedung yang
bangunan(KLB)maksimum yang diizinkan;
diizinkan; e. KDB maksimum yang diizinkan;
g. koefisien daerah hijau f. KLB maksimum yang diizinkan;
(KDH)minimum yang diwajibkan; g. KDH minimum yang diwajibkan;
h. KTB maksimum yang diizinkan;
i. Jaringan utilitas kota; dan
j. Keterangan lainnya yang terkait.
Jangka waktu Bupati/Walikota menerbitkan Dokumen IMB diterbitkan dengan
penerbitan IMB permohonan IMB paling lambat 7 jangka waktu paling lambat 30 (tiga
(tujuh) hari kerja terhitung sejak puluh) hari terhitung sejak
tanda bukti pembayaran retribusi persetujuan dokumen rencana teknis
IMB diterima. untuk bangunan gedung pada
umumnya termasuk setelah adanya
pertimbangan teknis dari Tim Ahli
Bangunan Gedung untuk
persetujuan/pengesahan dokumen
rencana teknis bangunan gedung
tertentu.
Pembekuan dan 1. Pembekuan IMB 1. IMB dibekukan jika dalam waktu
pencabutan IMB Pasal 16 ayat (2): Pemilik 14 (empat belas) hari kalender
bangunan yang tidak terhitung sejak peringatan ketiga
mengindahkan sanksi pembatasan atas pelanggaran, pemilik
kegiatan pembangunan bangunan gedung tidak
sebagaimana dimaksud dalam melakukan perbaikan.
Pasal 15 dikenakan sanksi 2. IMB dicabut jika dalam waktu 14
berupa penghentian sementara (empat belas) hari kalender
pembangunan dan pembekuan terhitung sejak dikenakan sanksi
IMB. atas pelanggaran,
2. Pencabutan IMB pemilikbangunan gedung tidak
Pasal 17: Pemilik bangunan yang melakukan perbaikan dan/atau
tidak mengindahkan sanksi penyelesaian atas sanksi yang
penghentian sementara dikenakan.
pembangunan dan pembekuan
IMB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (2) dikenakan sanksi
berupa penghentian tetap
pembangunan, pencabutan IMB,
dan surat perintah pembongkaran
bangunan.
Peran Serta Peran serta masyarakat tidak diatur. 1. Masyarakat dapat melaporkan
Masyarakat secara tertulis kepada Pemerintah
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 44
dan/atau pemerintah daerah
tentang indikasi bangunan gedung
yang tidak laik fungsi dan/atau
berpotensi menimbulkan gangguan
dan/atau bahaya bagi pengguna,
masyarakat, dan/atau lingkungan
melalui sarana yang mudah
diakses; dan
2. Laporan tertulis dibuat
berdasarkan fakta dan pengamatan
secara objektif dan perkiraan
kemungkinan secara teknis gejala
konstruksi bangunan gedung yang
tidak laik fungsi.
3.2.5. Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004
Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur tentang
retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Namun ketentuan terkait retribusi
IMB telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 59 Perda No. 5 Tahun
2011 tentang Retribusi Perizinan Tenrtentu (akan dibahas pula dalam bab ini). Berdasarkan
ketentuan Pasal 59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB
hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan IMB.
Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur penerbitan IMB
dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur dalam Perda No. 5 Tahun 2011 dan Perda No.
29 Tahun 2011- telah mengakibatkan tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan
penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri
No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda Retribusi IMB terkait
penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi IMB juga terkait dengan
pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB mengatur hal-hal yang
terkait dengan teknis bangunan, misalnya garis sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain.
Ketentuan teknis tersebut kemudian diatur pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun
2011 tentang Bangunan Gedung.42 Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda
No. 29 Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam Perda
42
Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 mengatur persyaratan tata bangunan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 45
Retribusi IMB. Oleh karena itu, sebaiknya Perda Retribusi IMB nantinya dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku jika Perda IMB telah diundangkan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 46
a. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi rumah inti
tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana.
b. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret – sampai dengan 2
(dua) lantai.
c. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 lantai atau lebih – dan
bangunan gedung lainnya pada umumnya.
d. Rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum.
e. Rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus.
f. Rencana teknis bangunan gedung kedutaan besar negara asing dan bangunan gedung
diplomatik lainnya.
Oleh karena itu, syarat siteplan dalam dokumen rencana teknis melalui pengaturan
dalam Raperda IMB perlu disinkronisasikan dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2007.
Pengaturan terkait siteplan juga seharusnya diatur hanya dalam Peraturan Daerah yang
mengatur tentang perizinan bukan pada Peraturan Daerah yang mengatur retribusi perizinan.43
Selain itu terminologi block plan perlu diatur secara lebih jelas ruang lingkup dan
batasannya karena ketentuan umum Perda No. 5 Tahun 2011 tidak mengatur dengan jelas
terkait block plan. Hal ini untuk mencegah adanya kerancuan penggunaan istilah block plan
dalam hal lain, misalnya penggunaan istilah block plan dalam Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan (RDTRK).
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 48
4
LANDASAN FILOSOFIS,
SOSIOLOGIS,
4.1. Landasan Filosofis
DAN YURIDIS
Landasan Filosofis (pandangan hidup, kultur, keyakinan agama, filsafat hukum,
kesadaran hukum, adat, dan wawasan kebangsaan). Maka dalam pembentukan Peraturan
Daerah, para pembentuk harus menyadari bahwa pandangan hidup masyarakat setempat:
yang tercermin dalam budaya masyarakat harus menjadi sumber moral, demikian halnya
dengan kenyakinan agama yang dianut oleh masyarakat, pemikiran atau filsafat hukum yang
dianut masyarakat daerah, termasuk kesadaran hukum masyarakat lokal, serta dalam konteks
NKRI dperhatikannya wawasan kebangsaan dalam penyusunan Peraturan Daerah. Karena itu
maka asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam Undang-undang Nomor
12 Tahun 2011 diberikan rambu-rambunya.
Filosofis berasal dari kata filsafat, yakni ilmu tentang kebijaksanaan. Berdasarkan
akar kata semacam ini, maka arti filosofis tidak lain adalah sifat-sifat yang mengarah kepada
kebijaksanaan. Karena menitikberatkan kepada sifat akan kebijaksanaan, maka filosofis tidak
lain adalah pandangan hidup suatu bangsa yakni nilai-nilai moral atau etika yang berisi nilai-
nilai yang baik dan yang tidak baik.
Jika ditelusuri lebih mendalam, Ranperda Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan
Bangunan dapat ditemukan pada pandangan hidup (way of life) yang telah dirumuskan dalam
butir-butir Pancasila. Landasan filosofis tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI
1945. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian memerlukan penjabaran dalam peraturan perundang-
undangan untuk mengimplementasikan nilai-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang
dicita-citakan.
Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan hanya dalam
undang-undang tetapi juga pada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
Dalam konteks negara kesatuan yang mendesentralisasikan wewenang ke daerah, pengaturan
perizinan bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis dari kelima sila Pancasila
tersebut perlu diarahkan hingga tingkatan peraturan daerah. Oleh karena itu, penting pula
bagi Kabupaten Gresik untuk membentuk peraturan daerah yang secara khusus mengatur
tentang Izin Mendirikan Bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis yang bersumber
dari Pancasila.
Ketuhanan yang Maha Esa, secara filosofis menunjukkan bahwa segala kerangka
bernegara harus berdasarkan pandangan bahwa segala yang di dunia ini mengikuti kebajikan
tertinggi dari semesta alam. Melalu sila pertama, manusia Indonesia ingin menunjukkan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 50
bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri di atas manusia lain. Semua manusia setara
kedudukannya (egaliter) namun sebaliknya inferior terhadap nilai-nilai kebajikan yang
asalnya dari sumber yang tidak disebabkan lagi. Dalam konteks pengaturan perizinan
bangunan, Ketuhanan yang Maha Esa menunjukkan bahwa pendirian bangunan sebagai
produk kebudayaan tentunya merepresentasikan pula kecerdasan dan kehebatan olah pikir
manusia. Namun intelektualitas tersebut haruslah diposisikan sebagai entitas yang inferior
terhadap nilai-nilai yang absolut, yaitu nilai-nilai kebaikan bagi manusia. Misalnya, bangunan
yang akan didirikan bukan hanya ditujukan semata untuk menunjukkan kemegahan, tetapi
bagaimana bangunan tersebut selaras dengan tata ruang wilayah yang telah diatur dalam
Peraturan Daerah. Dalam hal ini perizinan menjadi instrumen kontrol agar pendirian
bangunan dapat menuju pada arah nilai kebaikan tersebut.
Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila ketiga Persatuan Indonesia
harus tercermin dalam pengaturan perizinan bangunan sehingga menunjukan bahwa
pendirian bangunan harus mencerminkan sisi kemanusiaan. Pencerminan sisi kemanusiaan
dalam pendirian bangunan dapat dilihat pada fungsi perizinan bangunan untuk mencegah
adanya pendirian bangunan yang dapat mengakibatkan gangguan pada lingkungan sekitar dan
masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007 yang mengatur peran
serta masyarakat. Masyarakat berdasarkan ketentuan dalam Permen PU tersebut dapat
melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tentang indikasi
bangunan yang tidak laik fungsi dan/atau berpotensi menimbulkan gangguan dan/atau bahaya
bagi pengguna, masyarakat, dan/atau lingkungan melalui sarana yang mudah diakses. Hal ini
menunjukkan bahwa perizinan bangunan berfungsi untuk menempatkan pendirian bangunan
selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan ketika dikaitkan dengan masyarakat dan lingkungan.
Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup dalam
masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungan-kecenderungan dan harapan-
harapan masyarakat. Tanpa memasukan faktor-faktor kecenderungan dan harapan, maka
peraturan perundang-undangan hanya sekedar merekam seketika (moment opname). Keadaan
seperti ini akan menyebabkan kelumpuhan peranan hukum. Hukum akan tertinggal dari
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 52
dinamika masyarakat. Bahkan peraturan perundang-undangan akan menjadi konservatif
karena seolah-olah pengukuhan kenyataan yang ada. Hal ini bertentangan dengan sisi lain
dari peraturan perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan
masyarakat.
44
Mengacu pada Pasal 3 ayat (1) Permendagri No. 32 Tahun 2010.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 53
sehingga terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya
pembinaan.
Peraturan Daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka prinsip-prinsip
pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus mengandung nilai-nilai hukum pada
umumnya. Berbeda dengan niali-nilai sosial lainya, sifat kodratinya dari nilai hukum adalah
mengikat secara umum dan ada pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi duniawi
ketika nilai hukum tersebut dilanggar.
Oleh karena itu peraturan daerah merupakan salah satu produk hukum, maka agar
dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas dalam hal pengenaan sanksi,
disebutkan bahwa sanksi adalah cara-cara menerapkan suatu norma atau peraturan. Sanksi
hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau di otorisasi oleh hukum. Setiap peraturan
hukum mengandung atau menyisaratkan sebuah statemen mengenai konsekuensi-
konsekuensi hukum, konsekuensi-konsekuensi ini adalah sanksi-sanksi, janji-janji atau
ancaman.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 54
3. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan adalah pembentukan
suatu peraturan perundang-undangan harus melalui prosedur dan tata cara yang telah
ditentukan;
4. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan stufenbau theory, peraturan perundang-
undangan mengandung norma-norma hukum yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm
(norma dasar) bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.
Urusan pemerintahan yang kemudian dibagikan pada Pemerintah Daerah adalah Urusan
pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren kemudian dibedakan menjadi
Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan [lihat Pasal 11 ayat (1)].
Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah
pekerjaan umum dan penataan ruang [Pasal 12 ayat (1)]. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1),
pengaturan bangunan dan gedung dapat diklasifikasikan sebagai bagian pelayanan dasar
di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, sub urusan bangunan gedung.
Berdasarkan pembagian urusan dalam UU No. 23 Tahun 2014, wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam sub urusan bangunan gedung adalah pemberian IMB dan
sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 58
5
JANGKAUAN, ARAH
PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP
5.1. Sasaran MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH
Sasaran dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang
Mendirikan Bangunan (Raperda IMB) ini adalah:
Izin
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 59
a. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No.
22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004.
b. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No.
5 Tahun 2011.
c. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Perda No.
29 Tahun 2011.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 60
Ketentuan umum dalam Raperda IMB memuat rumusan akademik dari
pengertian istilah dan frasa yang digunakan dalam Raperda. Ketentuan umum
dalam Raperda IMB ini antara lain:
a. Daerah adalah Kabupaten Gresik.
b. Bupati adalah Bupati Gresik.
c. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
d. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gresik.
e. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.
f. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada
di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,
maupun kegiatan khusus.
g. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau
seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
tidak digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.
h. Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar penggolongan
bangunan gedung terhadap tingkat kompleksitas, tingkat permanensi,
tingkat risiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian
bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung
sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan
teknis.
i. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB, adalah
perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, kecuali untuk
bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, kepada pemohon
untuk membangun baru, memperbaiki, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 61
sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
j. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha, kelompok
orang, dan lembaga atau organisasi yang mengajukan permohonan IMB
kepada pemerintah daerah, dan untuk bangunan gedung fungsi khusus
kepada pemerintah.
k. Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau usaha,
kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang menurut hukum sah
sebagai pemilik bangunan.
l. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat
RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
ke dalam rencana pemanfaatan kawasan, yang memuat zonasi atau blok
alokasi pemanfaatan ruang.
m. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat RTRK,
adalah rencana tata ruang setiap blok kawasan yang memuat rencana
tapak atau tata letak dan tata bangunan beserta prasarana dan sarana
lingkungan serta utilitas umum.
n. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat
RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan,
rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan.
o. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan
Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
p. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB akibat
penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan.
q. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah pembekuan
IMB.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 62
r. Pemutihan adalah penerbitan IMB terhadap bangunan yang sudah
terbangun di kawasan yang belum memiliki RDTRK, RTBL, dan/atau
RTRK.
s. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh
atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana
dan sarananya.
t. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan
peraturan perundang-undangan di bidang perizinan bangunan dan upaya
penegakan hukum.
5. Ruang lingkup penerbitan IMB ditujukan bagi bangunan gedung dan bangunan
bukan gedung. IMB diwajibkan bagi setiap orang atau badan hukum yang
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 63
akan melakukan kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi, atau
pelestarian/ pemugaran. Ruang lingkup dari bangunan gedung adalah
bangunan gedung dengan fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya,
serta bangunan gedung dengan fungsi ganda/campuran. Ruang lingkup dari
bangunan bukan gedung adalah:
a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan
golf, dan lain-lain sejenisnya;
b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya;
c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya;
d. bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya;
e. sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya;
f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain sejenisnya;
g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya;
h. jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan perumahan, dan lain-
lain sejenisnya;
i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan pengolahan air, gardu
listrik, gardu telepon, menara, tiang listrik/telepon, dan lain-lain
sejenisnya;
j. pipa atau kabel yang dibangun di atas tanah atau di bawah tanah;
k. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya; dan
l. gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-lain sejenisnya.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 65
a. Status hak atas tanah. Sebagai kelengkapan dokumen terkait status hak
atas tanah tempat pendirian bangunan maka harus ditunjukkan tanda
bukti penguasaan atau kepemilikan tanah yang dibuktikan dan/atau
dilengkapi dengan:
1) Surat bukti status hak atas tanah.
2) Surat perjanjian pemanfaatan/penggunaan tanah.
3) Data kondisi/situasi tanah.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 66
a. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi:
rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana;
b. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret –
sampai dengan 2 (dua) lantai –;
c. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 (dua) lantai
atau lebih – bangunan gedung lainnya pada umumnya;
d. Bangunan gedung untuk kepentingan umum, yaitu bangunan gedung
yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi
keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya;
e. Bangunan bukan gedung
12. Substansi rencana teknis bangunan, sebagai bagian dari dokumen rencana
teknis, berbeda pada setiap penggolongan bangunan. Golongan bangunan yang
lebih kompleks memiliki substansi rencana teknis yang juga lebih kompleks
daripada golongan bangunan yang lebih sederhana.
13. Bupati dapat menolak permohonan IMB yang diajukan Pemohon apabila
bangunan yang akan dibangun tidak memenuhi persyaratan administratif dan
teknis, penggunaan tanah yang akan didirikan bangunan tidak sesuai dengan
rencana kota, atau terdapat keberatan tertulis dari masyarakat karena bangunan
yang akan didirikan secara objektif diperkirakan akan mengganggu
lingkungan, lalu lintas, aliran air, atau cahaya pada bangunan yang ada di
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 67
sekitarnya. Penolakan permohonan IMB oleh Bupati disampaikan secara
tertulis kepada Pemohon dengan disertai alasan penolakan.
14. Pelaksanaan pembangunan bangunan yang telah memiliki IMB wajib sesuai
dengan persyaratan teknis.
15. Bupati melakukan pemutihan IMB terhadap bangunan yang sudah terbangun
sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki
IMB yang bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan
yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.
Pemutihan tersebut hanya dilakukan 1 (satu) kali.
16. Bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah tidak dikenakan retribusi
IMB.
19. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL,
dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya tidak sesuai
dengan lokasi, peruntukkan, dan/atau penggunaan yang ditetapkan dalam
RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 68
berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat
ditindaklanjuti dengan denda administratif.
20. Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya RTRW, RDTRK, RTBL,
dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan
lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW,
RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif.
21. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL,
dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan
lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW,
RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK tetapi tidak melakukan pemutihan. dikenakan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan
denda administratif.
22. Bangunan yang sudah terbangun tetapi memiliki IMB yang diterbitkan
berdasarkan data dan informasi yang tidak benar dikenakan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda
administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti
dengan sanksi administratif lainnya.
24. Bangunan yang dalam waktu 6 (enam) bulan sejak IMB diterbitkan tidak
terdapat kegiatan fisik atau konstruksi di lapangan dikenakan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda
administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti
dengan sanksi administratif lainnya.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 69
25. Bangunan yang telah memiliki IMB tetapi kegiatan pembangunannya terhenti
selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dan tidak dilanjutkan lagi berdasarkan
pemberitahuan tertulis dari Pemilik Bangunan dikenakan sanksi administratif
berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda
administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti
dengan sanksi administratif lainnya.
27. Dengan berlakunya Peraturan Daerah tentang IMB maka terdapat beberapa
ketentuan dalam Peraturan Daerah yang dinyatakan dicabut dan tidak berlaku
lagi. Peraturan Daerah tersebut antara lain:
a. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten
Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B);
b. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah
Kabupaten Gresik Tahun 2004 Nomor 8 Seri C);
c. Ketentuan tentang IMB yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Gresik Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor ).
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 70
6
PENUTUP
6.1. Simpulan
Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Permasalahan dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik disebabkan tidak adanya
Peraturan Daerah yang mengatur penerbitan IMB secara komprehensif. Ketiadaan
Peraturan Daerah tersebut berdampak pada praktik perizinan bangunan di Kabupaten
Gresik yang banyak bergantung pada kebijakan yang dibuat satuan kerja perangkat
daerah. Aspek-aspek prosedural dalam perizinan bangunan juga diatur dalam beberapa
Peraturan Daerah yang terpisah sehingga tidak berdampak pada kesatuan sistem
perizinan bangunan walaupun pengurusan IMB selama ini ditangani oleh Badan
Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik.
2. Pengaturan permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB karena pengaturan IMB telah
didelegasikan oleh Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun
2010 untuk diatur dengan Peraturan Daerah. Rancangan Peraturan Daerah tersebut
nantinya akan disinkronkan dengan berbagai peraturan perundang-undangan terkait.
3. Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat dirumuskan konsiderans dalam
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB yang mencakup landasan
filosofis, sosiologis, dan yuridis. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis tersebut
antara lain:
a. bahwa perizinan bangunan harus dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan
fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif maupun teknis agar menjamin
keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi penghuni dan lingkungannya;
b. bahwa perizinan bangunan harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi
lingkungannya;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 71
c. bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan
mendelegasikan pengaturan Izin Mendirikan Bangunan dengan Peraturan Daerah.
4. Sasaran yang dituju dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB
adalah terbentuknya dasar hukum yang mengatur IMB di Kabupaten Gresik secara
sistematis dan tersinkronisasinya ketentuan-ketentuan di dalamnya dengan peraturan
perundang-undangan lain yang terkait dengan IMB.
6.2. Saran
1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB setelah disahkan dan
diundangkan menjadi Peraturan Daerah harus ditindaklanjuti dengan penyesuaian oleh
Peraturan Daerah lainnya yang terkait.
2. Setelah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB disahkan dan
diundangkan maka harus ditindaklanjuti dengan pembentukan peraturan pelaksana –
dalam bentuk Peraturan Bupati - yang didelegasikan pembentukannya. Pembentukan
peraturan pelaksana tersebut untuk menjamin ketentuan dalam Peraturan Daerah lebih
aplikatif.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 72
LAM P I R AN
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 73
BUPATI GRESIK
PROVINSI JAWA TIMUR
TENTANG
BUPATI GRESIK,
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 74
membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan
Bangunan;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 76
13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Mendirikan Bangunan;
14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik
Fungsi Bangunan Gedung;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010
tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
276);
16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 01/PRT/M/2015 tentang Bangunan
Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan;
17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan
Gedung Hijau;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun
2010-2030 (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun
2011 Nomor 8);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun
2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah
Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor 29);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pedoman Pembentukan Perundang-
undangan di Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Gresik Tahun 2012 Nomor 2);
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 77
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
u. Daerah adalah Kabupaten Gresik.
v. Bupati adalah Bupati Gresik.
w. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten
Gresik.
x. SKPD pengawasan dan pengendalian bangunan adalah
Dinas Pekerjaan Umum.
y. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan
bukan gedung.
z. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus.
aa. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan
fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,
yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau
tempat tinggal.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 78
bb. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat
IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten, kecuali untuk bangunan gedung fungsi
khusus oleh Pemerintah, kepada pemohon untuk
membangun baru, memperbaiki, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau memugar dalam
rangka melestarikan bangunan sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
cc. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau
usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi
yang mengajukan permohonan IMB kepada Pemerintah
Kabupaten, dan untuk bangunan gedung fungsi
khusus kepada pemerintah.
dd. Pemilik Bangunan adalah setiap orang, badan hukum
atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau
organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik
bangunan.
ee. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, yang
selanjutnya disebut RTRW, adalah RTRW Kabupaten
Gresik.
ff. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya
disingkat RDTRK, adalah RDTRK Kabupaten Gresik.
gg. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya
disingkat RTRK, adalah RTRK Kabupaten Gresik.
hh. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang
selanjutnya disingkat RTBL, adalah RTBL Kabupaten
Gresik
ii. Reklamasi perairan adalah pekerjaan timbunan di
perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai
dan/atau kontur kedalaman perairan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 79
jj. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi,
adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
kk. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB
akibat penyimpangan dalam pelaksanaan
pembangunan.
ll. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan
setelah pembekuan IMB.
mm. Pemutihan adalah penerbitan IMB terhadap
bangunan yang sudah terbangun di kawasan yang
belum memiliki RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.
nn. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau
merobohkan seluruh atau sebagian bangunan,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan
sarananya.
oo. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan
penerapan peraturan perundang-undangan di bidang
perizinan bangunan dan upaya penegakan hukum.
pp. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan
masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak
dan keinginan masyarakat untuk memantau dan
menjaga ketertiban, memberi masukan, serta
menyampaikan pendapat dan pertimbangan berkaitan
dengan perizinan bangunan.
qq. Bangunan gedung cagar budaya adalah bangunan
gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai
bangunan cagar budaya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang cagar budaya.
rr. Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung
yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 80
memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam
penghematan energy, air, dan sumberdaya lainnya
melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau
sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap
tahapan penyelenggaraannya.
ss. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien atas
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan
dengan luas kavling/pekarangan.
tt. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak
bebas minimum dari bidang terluar suatu massa
bangunan gedung terhadap batas lahan yang dikuasai,
antar massa bangunan lainnya, batas tepi
sungai/pantai, jalan kereta api, rencana saluran,
dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi.
uu.Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat
KLB adalah koefisien atas perbandingan antara total
luas lantai bangunan dengan luas kavling/pekarangan.
vv. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat
dengan KDH, adalah koefisien atas perbandingan
antara luas daerah hijau dengan luas
kavling/pekarangan.
BAB II
PRINSIP, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
IMB diterbitkan berdasarkan prinsip:
e. prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;
f. pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;
g. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia
usaha; dan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 81
h. kesesuaian aspek rencana tata ruang, kepastian status
hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta
kenyamanan bangunan.
Pasal 3
Penerbitan IMB bertujuan untuk:
e. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;
f. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang
menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
g. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan
tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan
h. menjadi salah satu syarat penerbitan sertifikasi laik
fungsi bangunan.
Pasal 4
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 82
c. pagar tembok/besi, dinding penahan tanah
(tanggul)/ turap;
d. bak/tangki penampungan bahan cair/gas;
e. sumur resapan, IPAL, dan septictank;
f. teras tidak beratap;
g. jembatan;
h. dermaga dan jetty beserta fasilitas kepelabuhanan,
bagunan pengeboran minyak, dan fasilitasnya;
i. penanaman tangki/reservoir, bangunan pengolahan
air, menara, tiang listrik/telepon;
j. pipa dan kabel yang berada di atas dan di bawah
tanah/air;
k. kolam;
l. monumen, penanda masuk, bangunan reklame;
m. instalasi/gardu; dan
n. shelter.
Pasal 5
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 83
serta tidak mengganggu kepentingan orang lain
atau umum;
c. tambahan bangunan tidak lebih dari 10% (sepuluh
per seratus) atau maksimal seluas 50 m2
(lima puluh meter persegi) dari luas bangunan yang
dizinkan dalam IMB.
d. utilitas untuk pelayanan umum.
BAB III
KEWENANGAN
Pasal 6
(1) Bupati memiliki wewenang untuk menerbitkan IMB.
(2) Bupati dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada SKPD yang membidangi
perizinan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
(3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
melaporkan kegiatan penerbitan IMB kepada Bupati
minimal 6 (enam) bulan sekali.
BAB IV
PERMOHONAN IMB
Bagian Kesatu
Ketentuan Tata Ruang dan Ketentuan Teknis
Pasal 7
IMB dapat diterbitkan untuk bangunan yang
peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL. Apabila
RDTR dan RTBL belum ditetapkan maka mengacu pada
RTRW.
Pasal 8
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 84
(1) IMB yang diterbitkan harus memenuhi ketentuan
mengenai :
a. Garis Sempadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Pagar
(GSP), Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis
Sempadan Sungai (GSS), Garis Sempadan Pantai
yang diizinkan;
b. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) tertinggi yang
diizinkan;
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) terluas yang
diizinkan;
d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) terendah yang
diizinkan;
e. Tinggi Lantai Bangunan (TLB) tertinggi yang
diizinkan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengacu pada Peraturan Daerah yang mengatur
tentang tata ruang dan bangunan.
Bagian Kedua
Persyaratan Perizinan
Pasal 9
(1) Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada SKPD
yang diberi kewenangan menerbitkan izin.
(2) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilengkapi dengan dokumen persyaratan
administratif dan dokumen persyaratan teknis.
(3) Dokumen persyaratan administrasi, dokumen
persyaratan teknis sebagai kelengkapan permohonan
IMB dan Mekanisme tata cara penerbitan IMB, akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 10
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 85
(1) IMB berlaku selama bangunan yang bersangkutan
berdiri sepanjang tidak mengalami perubahan bentuk,
struktur, luas, dan fungsi bangunan.
(2) Bangunan yang berdiri diatas tanah sewa, IMB berlaku
menyesuaikan masa sewa.
Bagian Ketiga
Administrasi IMB
Pasal 11
(1) Terhadap IMB yang telah diterbitkan dapat diberikan
Pelayanan Administrasi IMB berupa :
a. balik nama IMB;
b. pemecahan dan balik nama IMB;
c. salinan IMB;
d. legalisir IMB; dan
e. perubahan fungsi bangunan.
(2) Pelayanan administrasi IMB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan.
Pasal 12
Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf a, diwajibkan terhadap setiap
perubahan kepemilikan tanah dan/atau bangunan
gedung.
Pasal 13
Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila:
a. unit bangunan yang dipecah, secara fisik terpisah tanpa
memerlukan kegiatan perubahan bangunan gedung;
b. tidak ada bagian bangunan yang merupakan fasilitas
bersama;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 86
c. tidak ada perubahan atau gangguan terhadap fungsi
bangunan gedung yang diakibatkan oleh pemecahan
izin.
Pasal 14
Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf c dapat diberikan apabila :
a. terdapat surat keterangan kehilangan atau rusak dari
instansi yang berwenang; dan
b. tidak terdapat perubahan bangunan baik luas, struktur
maupun fungsinya.
Pasal 15
Perubahan fungsi bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf e dapat diberikan apabila
perubahan peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL
atau jika belum terdapat RDTR dan RTBL maka
disesuaikan dengan RTRW.
BAB V
RETRIBUSI, DENDA DAN KERINGANAN IMB
Pasal 16
(1) Retribusi pelayanan pemberian IMB merupakan
retribusi perizinan tertentu.
(2) Retribusi IMB dikenakan kepada bangunan gedung dan
bangunan bukan gedung.
(3) Ketentuan retribusi IMB mengacu pada Peraturan
Daerah yang mengatur retribusi perizinan tertentu.
Pasal 17
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 87
Retribusi perubahan fungsi bangunan dikenakan sebesar
10% (sepuluh persen) dari retribusi pengajuan baru.
Pasal 18
(1) Bangunan yang telah berdiri dan/atau telah
melaksanakan kegiatan pekerjaan pembangunan
sebelum ada izin dari Bupati, dikenakan denda yaitu
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (RIMB) dikalikan
prosentase pembangunan yang telah dilaksanakan atau
dengan rumus Retribusi Denda bangunan (RDB) =
RIMB X % Fisik Bangunan.
(2) Bupati dapat memberikan pengurangan dan/atau
keringanan denda retribusi IMB.
(3) Bupati dapat memberikan pembebasan denda
prosentase fisik bangunan yang memperoleh izin
investasi langsung konstruksi sesuai Peraturan
Perundang-undangan.
(4) Prosentase fisik pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 19
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada
Bupati terhadap besarnya denda retribusi yang telah
ditetapkan dalam jangka waktu sebelum jatuh tempo
atau 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan denda
retribusi.
(2) Bupati menetapkan keputusan atas keberatan denda
retribusi yang diajukan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Bupati tidak
menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), maka keberatan yang diajukan tersebut
dianggap diterima.
Bagian Kesatu
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 88
Pembongkaran Bangunan
Pasal 20
(1) Pembongkaran bangunan dapat dikenakan pada :
a. Setiap bangunan yang tidak memiliki IMB;
b. pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak
sesuai dengan IMB serta ketentuan lain yang
berlaku; dan
c. bangunan dengan IMB yang telah dicabut.
(2) Bupati menetapkan bangunan yang akan dibongkar
dengan surat penetapan pembongkaran atas
rekomendasi tim teknis.
(3) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Surat penetapan pembongkaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) memuat batas waktu pembongkaran,
prosedur pembongkaran, dan sanksi terhadap setiap
pelanggaran.
(5) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban pemilik bangunan.
(6) Dalam hal pembongkaran tidak dilaksanakan oleh
pemilik bangunan, Pemerintah Kabupaten dapat
melakukan pembongkaran.
Bagian kedua
Sanksi Administrasi IMB
Pasal 21
(1) Setiap pemilik bangunan yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan
sanksi administratif.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 89
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau tetap pada pelaksanaan
pembangunan;
d. penghentian sementara atau tetap pada
pemanfaatan bangunan gedung;
e. pencabutan IMB; dan
f. pembongkaran.
Pasal 22
Tata cara pemberian sanksi administratif diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 23
(1) Pemerintah Kabupaten melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah
ini melalui SKPD yang membidangi pengendalian dan
pengawasan.
(2) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan
teknis bangunan, dan keandalan bangunan.
(3) Kegiatan pengendalian meliputi peninjauan lokasi,
pengecekan informasi atas pengaduan masyarakat, dan
pengenaan sanksi administratif.
(4) Prosedur tentang pengawasan dan pengendalian diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 90
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1) Bangunan yang sudah dilengkapi dengan IMB sebelum
diundangkannya Peraturan Daerah ini masih tetap
berlaku.
(2) Bangunan yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah
ini belum dilengkapi IMB, maka Pemilik Bangunan
wajib mengajukan permohonan IMB.
(3) Permohonan IMB yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Daerah ini tetap diproses dan
disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
a. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
(Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000
Nomor 8 Seri B);
b. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah
Kabupaten Gresik Tahun 2004 Nomor 8 Seri C);
c. Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal
50, dan Pasal 52 Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011
Nomor ).
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 91
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan
yang bertentangan dan/atau tidak sesuai wajib
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 27
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Gresik.
Ditetapkan di Gresik
pada tanggal
BUPATI GRESIK,
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
I. UMUM
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 92
Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai sebagai sarana
mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada
yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan
hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat
menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan
perundang-undangan. Namun sistem nilai tersebut telah terangkum
dengan baik dalam Pancasila.
Dalam tataran filosofis, pemahaman mengenai pemberlakuan
moral bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan
perundangundangan) dimasukkan dalam pengertian yang disebut
dengan
rechtsidee yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk
menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya yang
tumbuh dari sistem nilai masyarakat (bangsa) mengenai baik dan
buruk, pandangan mengenai hubungan individu dan masyarakat.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pengaturan perizinan
bangunan memiliki landasan filosofis yaitu pendirian bangunan yang
dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi
persyaratan administratif dan teknis agar menjamin keselamatan
penghuni dan lingkungannya serta selaras dengan tata ruang
wilayah.
Landasan filosofis tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD
NRI 1945. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian memerlukan penjabaran
dalam peraturan perundang-undangan untuk mengimplementasikan
nilai-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang dicita-citakan.
Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan
hanya dalam undang-undang tetapi juga pada peraturan
perundangundangan di bawah undang-undang. Dalam konteks
negara kesatuan yang men-desentralisasikan wewenang ke daerah,
pengaturan perizinan bangunan dengan memperhatikan landasan
filosofis dari kelima sila Pancasila tersebut perlu diarahkan hingga
tingkatan peraturan daerah. Oleh karena itu, penting pula bagi
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 93
Kabupaten Gresik untuk membentuk Peraturan Daerah yang secara
khusus mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan dengan
memperhatikan landasan filosofis yang bersumber dari Pancasila –
maupun peraturan perundang-undangan di atasnya.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bangunan gedung fungsi hunian meliputi
bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah
tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal
sementara.
Huruf b
Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi
masjid, gereja, pura, wihara, kelenteng, dan tempat
ibadah lainnya.
Huruf c
Bangunan gedung fungsi pemerintahan meliputi
bangunan gedung kantor milik Negara kecuali
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 94
bangunan gedung milik Negara untuk pelayanan
jasa umum dan jasa usaha
Huruf d
Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan
gedung untuk perkantoran, perdagangan,
perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi,
terminal, dan penyimpanan.
Huruf e
Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya
meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,
kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium,
dan pelayanan umum.
Huruf f
bangunan gedung dengan fungsi khusus meliputi
bangunan gedung yang mempunyai kerahasiaan
tinggi untuk kepentingan nasional, bangunan
bunker, bangunan pangkalan pertahanan beserta
instalasi, laboratorium forensik dan depo amunisi.
Huruf g
Bangunan gedung fungsi ganda/campuran meliputi
bangunan gedung dapat berupa bangunan rumah
dengan toko (ruko), bangunan rumah dengan
kantor (rukan), bangunan gedung mal-apartemen-
perkantoran, bangunan gedung mal-apartemen-
perkantoran-perhotelan, dan sejenisnya.
Ayat (3)
Huruf a
Perkerasan meliputi : jalan aspal, jalan macadam,
jalan beton atau paving stone, jalan rel, lapangan
parker (beton/aspal,paving), lapangan upacara,
lapangan olah raga terbuka (komersial), lantai
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 95
jemuran, pematangan tanah, gudang terbuka
(beton/aspal,paving).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Kolam meliputi: kolam renang, kolam pengolahan
air dan kolam pengolahan limbah
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 96
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Utilitas untuk pelayanan umum meliputi jaringan
distribusi listrik, PDAM, instalasi milik
pemerintah/pemda yang sifatnya untuk
kepentingan umum.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi
perizinan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku adalah satuan kerja perangkat daerah yang
memiliki tugas, pokok, dan fungsi di bidang perizinan
sebagaimana diatur dengan Peraturan Daerah yang
mengatur tentang organisasi perangkat daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 97
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 98
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 99