Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN MATERI KULIAH

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

“AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN”

Dosen Pengampu:

Dr. Roekhudin, SE., M.Si., Ak., CA

Disusun Oleh:

Devi Cheilsa Sumarno (200020113111001)


Luthviadinda Ayu Siswono (200020113111005)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN

Pengertian Akuntansi Lingkungan

Akuntansi lingkungan, lebih dikenal sebagai Environmental Accounting. Cabang


akuntansi ini merupakan gabungan dari ilmu akuntansi dengan lingkungan hidup. Secara
teknis, bisa dikatakan ilmu ini merupakan akuntansi berbasis lingkungan hidup.

Dalam prakteknya, biaya lingkungan dicantumkan ke dalam laporan akuntansi


perusahaan atau instansi pemerintah. Maksud dari biaya lingkungan adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan akibat aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi perusahaan yang
berpengaruh pada kualitas lingkungan di sekitarnya. Biaya ini berupa dampak finansial
maupun non finansial.

Dalam hal ini perusahaan biasanya menggaet analis teknik lingkungan atau
perusahaan di bidang pengolahan limbah dan sanitasi untuk mengatasi hal ini. Selain itu,
dari internal perusahaan akan melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL) sebelum
melakukan aktivitasnya. Namun, terkadang ada juga perusahaan yang baru membuat
amdal setelah aktivitas perusahaan berjalan.

Tujuan Akuntansi Lingkungan

Environmental Accounting ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan


perhatian perusahaan terhadap dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan.
Sehingga, konsep ini semakin berkembang dan banyak dari praktisi dan ahli yang
meneliti mengenai hal ini. Akibatnya, informasi mengenai akuntansi berbasis lingkungan
semakin banyak sehingga menambah wawasan bagi para perusahaan agar dapat
diaplikasikan di perusahaannya. Selain itu, dengan adanya akuntansi berbasis lingkungan
ini menjembatani hubungan antara perusahaan dengan organisasi non-profit yang
bergerak di bidang lingkungan. Tujuannya sudah jelas untuk mengajak perusahaan
menyisihkan sebagian keuntungan yang diperoleh untuk kepentingan lingkungan.

Di antaranya upaya konservasi lingkungan, pemberdayaan lingkungan dan


masyarakat di sekitar area perusahaan, dan kegiatan lainnya. Aktivitas-aktivitas tersebut
telah direncanakan secara rinci dan detail dalam program CSR (Corporate Social
Responsibility) yang dikerjakan oleh tim manajemen perusahaan. Program CSR ini telah
menjadi alat utama bagi perusahaan sebagai alat untuk mengontrol manajemen
lingkungan di perusahaan. Kemudian, program CSR ini juga menjadi salah satu alat yang
efektif sebagai media komunikasi dengan masyarakat sekitar. Umumnya, program ini
menjadi salah satu media branding bagi perusahaan untuk menampilkan citra terbaik
sebuah perusahaan.

Pada dasarnya, penggunaan dan pengaplikasian akuntansi berbasis lingkungan


digunakan untuk meminimalisir dan mengurangi dampak aktivitas perusahaan pada
lingkungan di sekitarnya. Tujuannya agar dapat mengoptimalkan dan meningkatkan
efisiensi kinerja baik biaya dan akibatnya berdasarkan aktivitasnya yang berdampak pada
lingkungan di sekitarnya.

Fungsi Akuntansi Lingkungan

Konsep akuntansi yang digabungkan dengan prinsip lingkungan hidup tentu


memiliki fungsi pada aktivitas perusahaan dan masyarakat di sekitarnya. Fungsi dari
akuntansi berbasis lingkungan terbagi menjadi dua yaitu fungsi internal dan fungsi
eksternal. Berikut Penjelasannya:

1. Fungsi Internal

Adapun fungsi internal dari Environmental Accounting adalah fungsi pihak internal
perusahaan terhadap pelaksanaan manajemen lingkungan hidup di sekitarnya. Tentu,
pelaksanaan manajemen lingkungan hidup sangat berkaitan erat dengan konsep dan
prinsip akuntansi lingkungan. Akuntansi berbasis lingkungan berfungsi sebagai
patokan untuk mengukur biaya apa saja yang dibutuhkan perusahaan terkait lingkungan
hidup. Mulai dari biaya pengelolaan limbah dan konservasi alam di lingkungan sekitar.
Serta, akuntansi berbasis lingkungan ini akan berperan penting analisa biaya dari
dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan. Sehingga, hasil dari
analisa biaya ini dapat digunakan sebagai alat penentu dalam pembuatan kebijakan bagi
para stakeholders di perusahaan.

Berdasarkan pedoman akuntansi lingkungan yang diterbitkan Kementerian


Lingkungan Hidup Jepang pada tahun 2005. Akuntansi berbasis lingkungan menjadi
sistem yang terintegrasi dengan lingkungan oleh perusahaan. Dua pihak yang berperan
penting adalah perusahaan dan masyarakat di sekitar lingkungan tersebut. Jika bagi
perusahaan, akuntansi berbasis lingkungan sebagai alat untuk mengatur dan memiliki
fungsi kontrol di perusahaan. Sehingga, perusahaan dapat mengemukakan dan
menerapkan kebijakan barunya pada masing-masing bagian di perusahaannya.
Kemudian, kebijakan-kebijakan tersebut ditujukan bagi karyawan yang tinggal di
sekitar area tersebut. Kemudian, bagi masyarakat di sekitar area lingkungan tersebut.
Akuntansi berbasis lingkungan sebagai media untuk berkomunikasi dengan masyarakat
di sekitar area tersebut. Harapannya, informasi yang disampaikan oleh perusahaan bisa
terdengar dan sampai pada stakeholders di area tersebut.

2. Fungsi Eksternal

Fungsi eksternal dari Environmental Accounting adalah fungsi yang ditujukan bagi
pihak-pihak di luar perusahaan. Biasanya bagi pihak eksternal perusahaan akan
membutuhkan pelaporan keuangan sebagai tolak ukur keadaan perusahaan secara
keseluruhan. Karena, dari laporan keuangan perusahaan tercermin secara aktual
keadaan perusahaan yang sebenarnya berdasarkan angka-angka yang tertera pada
laporan tersebut. Tentu, bagi pihak eksternal hal ini menjadi dasar untuk pengambilan
keputusan dalam berinvestasi. Karena di dalam laporan keuangan tercantum rincian
aktivitas perusahaan terkait dengan usaha konservasi lingkungan berkelanjutan berupa
angka-angka dan rincian biaya.

Di dalamnya juga tercatat siapa saja pemilik perusahaan, bagaimana perusahaan


menjalankan usahanya, siapakah yang menjadi pemodal, dan masih banyak lagi
informasi yang bisa ditemukan dalam sebuah laporan keuangan. Sehingga, hal ini akan
berimbas pada keputusan para stakeholders terkait tentang keberlanjutan perusahaan di
masa mendatang. Terlebih, saat ini perusahaan dituntut agar lebih transparan terhadap
apa yang dilakukannya terhadap lingkungan. Tentu, hal ini menjadi tugas utama bagi
perusahaan untuk tetap menjalankan tugasnya sebagai perusahaan yang menghasilkan
profit juga mengupayakan konservasi alam di sekitarnya.

Triple Bottom Accounting

Triple Bottom Line Accounting menekankan bahwa kinerja perusahaan tidak hanya
diukur dengan indikator keuangan, melainkan juga menggunakan indikator non
keuangan. Konsep Triple Bottom Line menempatkan fokus yang konsisten dan seimbang
pada nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan pada organisasi.
Faktor yang Mempengaruhi Environmental Accounting

Faktor yang mempengaruhi Environmental Accounting ada tiga yaitu biaya


konservasi lingkungan, keuntungan konservasi, dan profit dari kegiatan konservasi
lingkungan. Tiga hal tersebut tidak semuanya dapat diukur dengan satuan nilai mata uang.
Namun, ada juga yang diukur dengan unit fisik terdampak dari aktivitas perusahaan.
1. Biaya konservasi lingkungan yang diukur menggunakan satuan nilai mata uang.
Biaya konservasi lingkungan terkait dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
sebagai salah satu upaya dalam melestarikan lingkungan. Sebagai contoh,
penyediaan kolam limbah ampas tahu oleh perusahaan tahu susu. Biaya yang
dibutuhkan untuk pembuatan kolam, pengelolaan, dan analisis dampak
lingkungan serta perawatan kolam penampungan limbah tersebut harus
diperhitungkan.
2. Keuntungan dari upaya konservasi alam di sekitar area perusahaan yang diukur
dengan satuan fisik. Sebagai contoh, jumlah limbah yang diolah secara mandiri
sebesar berapa kilogram dan alternatif limbah tersebut dapat digunakan sebagai
bio-energi yang menghasilkan tenaga sebesar berapa kiloJoule. Hal-hal yang
dapat dihitung dengan satuan fisik merupakan keuntungan kegiatan konservasi
yang dilakukan oleh perusahaan.
3. Profit dari kegiatan konservasi yang dapat dihitung menggunakan satuan nilai
mata uang. Biasanya, hal ini merupakan efek dari kegiatan konservasi yang
telah dilakukan. Secara tidak langsung, kegiatan konservasi yang
dipublikasikan merupakan salah satu senjata untuk melakukan promosi dan
menguatkan citra perusahaan sebagai perusahaan yang ramah lingkungan.
Sehingga, masyarakat akan tertarik dan secara tak langsung mereka akan
membeli produk perusahaan sebagai salah satu wujud kontribusi dalam
menyelamatkan lingkungan seperti yang tersiar di media-media.

Konsep Triple Bottom Line

Konsep Triple bottom line (TBL) terdiri dari 3 pilar dasar atau lebih dikenal dengan
3P (profit, people dan planet) yang harus diperhatikan dalam menjalankan kegiatan CSR.
Hal ini bertujuan untuk mengukur kinerja keuangan, sosial dan lingkungan dari
perusahaan selama periode waktu dalam melakukan bisnis. Berikut penjelasan
lengkapnya:

1. Profit (Keuntungan)

Profit atau keuntungan merupakan tujuan dasar dalam setiap kegiatan usaha.
Kegiatan perusahaan untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya dengan cara
meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Peningkatan
produktivitas dengan cara membenahi manajemen kerja mulai dari penyederhanaan
proses, menurunkan kegiatan yang tidak efisien, menekan waktu proses produksi,
dan membangun hubungan jangka panjang dengan para stakeholders itu sendiri.
Efisiensi biaya dapat dilakukan dengan cara menghemat pemakaian material dan
mengurangi biaya serendah mungkin (Wibisono, 2007).

2. People (Masyarakat Pemangku Kepentingan)

People atau masyarakat merupakan stakeholders yang bernilai bagi perusahaan,


karena sokongan masyarakat sangat dibutuhkan bagi keberadaan, kontinuitas hidup
dan kemajuan perusahaan. Perusahaan perlu bertanggung jawab untuk memberikan
manfaat dan berdampak kepada masyarakat. Untuk menjamin keberlangsungan
bisnisnya, perusahaan tidak bisa hanya memperhatikan kepentingan mendapatkan
profit saja, tetapi perusahaan juga harus menaruh kepedulian terhadap kondisi
masyarakat seperti mengadakan kegiatan yang mendukung dan membantu
kebutuhan masyarakat.

Kepedulian perusahaan terhadap kondisi masyarakat pada akhirnya dapat


menambah citra yang baik tentang perusahaan di media. Oleh karena itu, penting
bagi perusahaan dalam menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat.
Hubungan yang dijalin dengan baik tersebut tidak hanya mendatangkan manfaat
bagi perusahaan tetapi untuk menciptakan manfaat bersama baik untuk perusahaan
dan publiknya.

3. Planet (Lingkungan)

Planet (lingkungan) merupakan sesuatu yang terikat dan tidak bisa lepas dari
seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Profit atau keuntungan yang merupakan
hal yang utama dari dunia bisnis membuat perusahaan sebagai pelaku industri
hanya mementingkan keuntungan tanpa melakukan usaha apapun untuk
melestarikan lingkungan. Akibatnya kerusakan lingkungan terjadi di berbagai
tempat yang disebabkan oleh perusahaan yang tidak bertanggung jawab seperti
polusi, pencemaran air, hingga perubahan iklim.

Dalam kegiatan menjaga kelestarian lingkungan, pelaku usaha dapat


mengurangi penggunaan sumber daya alam secara berlebih dengan memanfaatkan
teknologi yang ramah lingkungan. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan
akan mendapatkan keuntungan yang lebih, terpenting dari sisi kesehatan,
kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya yang lebih terjaga
kelangsungannya.

Anda mungkin juga menyukai