Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah
tangga keluarga di suatu negara dalam kurun waktu tertentu dari faktor-faktor
produksi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan melihat
pendapatan nasionalnya. Pendapatan nasional diukur dengan Produk Nasional
Bruto (Gross National Product), yaitu jumlah seluruh jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu negara dalam kurun waktu satu tahun, diukur menurut harga
pasar negara tersebut. Terdapat 3 pendekatan dalam mengukur besarnya GNP,
yakni dihitung berdasarkan:
Pendapatan nasional adalah semua jenis barang atau jasa yang dihasilkan suatu
negara dalam suatu periode tertentu. Salah satu contoh dalam kehidupan sehari-
hari negara kita misalkan sebuah perusahaan yang menghasilkan sebuah produk,
perusahaan tersebut boleh mengklaim bahwa produk yang dihasilkan sebagai
pendapatan, walaupun produk tersebut belum terjual. Begitu pula pada pendapatan
nasional, produk yang telah diproduksi dapat diperhitungkan sebagai pendapatan
nasional. Pada perhitungan pendapatan nasional perlu diperhatikan juga tentang
status barang tersebut. Barang bekas tidak dapat kita jadikan perhitungan sebagai
pendapatan nasional, karena pada barang bekas telah diperhitungkan sebagai
pendapatan nasional semenjak barang tersebut pertama diproduksi. Jadi, jika
barang bekas tetap dihitung sebagai pendapatan nasional, maka akan terjadi
perhitungan ganda atau sering disebut dengan double counting.
Dalam perhitungan pendapatan nasional juga terdapat istilah yang disebut dengan
GDP dan GNP. GNP (Gross National Product) dan GDP (Gross Domestic
Product) hal yang membedakan diantara keduanya adalah, GDP adalah
perhitungan pendapatan nasional pada area domestik, jadi apa saja yang
diproduksi dalam Negara (domestic) maka produk tersebut akan diakui sebagai
pendapatan nasional. Sedangkan GNP adalah perhitungan pendapatan nasional
pada setiap warga negara asli yang menghasilkan produk, jadi apa saja yang
dihasilkan meskipun ia berada di luar negara maka akan diakui sebagai
pendapatan negara.
1. Pendekatan produksi
Perhitungan ini dilihat berdasarkan pendekatan nilai tambah dari suatu
barang yang diproduksi, maksudnya suatu barang akan diperhitungkan
nilainya hanya pada barang siap pakai saja.
2. Pendekatan pengeluaran
Perhitungan berdasarkan pengeluaran ini bisanya berdasarkan seberapa
besar jumlah konsumsi atau penggunaan uang suatu negara, yang mana
perhitungannya sendiri dapat dilakukan melalui 4 sektor pengeluaran
yaitu: Konsumsi rumah tangga (c), Investasi (I), Pengeluaran pemerintah
(G), Pengeluaran ekspor dan import (X-M).
Dalam perhitungan ekonomi biasanya lebih familiar dengan formula:
Y= C + I + G + X-M
Yang membedakan diantara keduanya terletak pada ada tidaknya Eksport
dan Import dalam suatu negara.
3. Pendekatan pendapatan
Perhitungan ini sering disebut juga dengan NNP (Net National Product),
NNP ini sama dengan GNP dikurangi dengan penyusutan. Perhitungan
penyusutan ini perlu dilakukan agar pehitungan cadangan produksi dapat
terjaga.
C. Konsep Pendapatan Nasional dalam Perspektif Islam
Dalam perhitungan ekonomi Islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh
dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya
adalah penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki,
kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen rohaniah
masuk ke dalam pengertian falah ini. Al- Falah dalam pengertian Islam mengacu
kepada konsep Islam tentang manusia itu sendiri. Dalam Islam, esensi manusia
ada pada rohaniahnya. Karena itu, seluruh kegiatan duniawi termasuk dalam
aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi tuntutan
fisik jasadiyah melainkan juga memenuhi kebutuhan rohani manusia.
Cara berfikir semacam ini akan membawa umat manusia kedalam situasi
berlakunya hukum rimba, yakni siapa yang kuat dialah yang akan menang
(survival of the fittest). Maka dari itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam
menganalisis kesejahteraan, penghitungan pendapatan nasional berdasarkan Islam
juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf,
zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat.
Ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan
sosial Islam. Setidaknya ada 4 hal yang semestinya bisa diukur dengan
pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat
kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Adapun hal 4 tersebut
adalah:
1. Ghanimah
2. Shadaqah
4. Zakat
5. ‘ushr
‘Ushr oleh kalangan ahli fiqh disebut sepersepuluh yang dalam hal ini memiliki
dua arti. Pertama, sepersepuluh dari lahan pertanian yang disirami dengan air
hujan. Kedua, sepersepuluh diambil dari pedagang-pedagang kafir yang
memasuki wilayah Islam dengan membawa barang dagangan. ‘Ushr diwajibkan
hanya ketika ada hasil yang nyata dari tanahnya. Tanah yang sudah diwakafkan
tetap diperlakukan sebagai tanah ‘ushr jika pemilik sudah menanami tanah
tersebut. Yang termasuk kedalam harta ‘ushr adalah hasil pertanian dan
perkebunan (buah, madu, dll.). Untuk hasil pertanian yang diairi dengan sumber
alami (hujan, sumber air, dan arus) maka ‘ushr porsinya 10%, apabila pengairan
tersebut masih menggunakan ala-alat produksi lain (alat irrigasi, sumur, dll) maka
‘ushrnya adalah 5%, dan untuk pengambilan ‘ushr ini adalah apabila sudah panen.
6. Kharaj
Pajak tambang ini yang hasilnya keras seperti emas, perak, besi, dll. atau harta
karun yang ditemukan di wilayah orang Islam, maka seperlima (1/5) harus
diserahkan kepada negara untuk memenuhi keadilan sosial.
8. Waqaf
Wakaf secara harfiyah berarti berhenti, menahan, atau diam. Dalam hukum Islam
wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada
seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga,
dengan ketentuan bahwa hasilnya akan dipergunakan sesuai dengan syariat Islam.