Anda di halaman 1dari 26

MATERI

PPG DALAM JABATAN/MODUL 1


KEGIATAN BELAJAR 2

PENANGANAN
DAN
PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN














DI SUSUN OLEH


ANDI SUKAINAH
DYAHWATIH
AMIRUDDIN
EKA PUTRI

1
PENGGUNAAN SUHU RENDAH DAN SUHU TINGGI

A. Capaian Pembelajaran :
1. Guru mampu memahami pengolahan bahan pangan dengan suhu tinggi
2. Guru mampu memahami pengolahan bahan pangan dengan suhu rendah
3. Guru mampu mengaplikasikan suhu tinggi pada bahan pangan
4. Guru mampu mengaplikasikan suhu rendah pada bahan pangan

B. Pokok-pokok materi :
1. PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI (PROSES THERMAL)
2. BEBERAPA JENIS PROSES TERMAL DAN PENGGUNAANNYA
3. PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH

A. PENGOLAHAN DENGAN SUHU TINGGI (PROSES THERMAL)

Mulai pada tahun 1810. Pada waktu itu, Nicholas Appert dari Perancis
memenangkan sebanyak 12.000 franc atas keberhasilannya mengawetkan bahan pangan
yang mudah rusak dalam botol dan wadah gelas dengan menggunakan proses termal,
untuk pertama kalinya. Sejak penemuan itu, penggunaan proses termal dalam
pengolahan dan pengawetan bahan pangan berkembang dengan sangat pesat.

Pada mulanya proses termal dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan
dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak
diinginkan dalam bahan pangan, seperti aktivitas enzim dan mikrobiologis. Ternyata
bahwa selama proses termal, terjadi juga secara simultan kerusakan zat-zat nutrisi
seperti vitamin serta faktor-faktor yang mempengaruhi mutu bahan pangan seperti
warna, tekstur dan citarasa. Adanya kenyataan ini menyebabkan proses termal
berkembang menjadi suatu proses optimasi yang bertujuan bukan hanya untuk
memperpanjang masa simpan bahan pangan dalam wadah tertutup, tetapi juga sedapat
mungkin berusaha agar proses ini masih dapat mempertahankan zat nutrisi serta mutu
bahan pangan semaksimal mungkin.

Proses termal adalah suatu bidang ilmu yang cukup luas dan berkembang terus.
Oleh karena itu, sangatlah sukar untuk meliput seluruh bahan dalam kesempatan yang
terbatas ini. Meskipun demikian, telah diusahakan untuk menulis bahan yang lebih
memberikan dasar-dasar pokok penting dalam mendesain maupun mengevaluasi suatu
proses termal.

B. BEBERAPA JENIS PROSES TERMAL DAN PENGGUNAANNYA


2
Ada tiga jenis proses termal yang penting dalam pengolahan atau pengawetan
bahan pangan, yaitu blancing, pasteurisasi dan sterilisasi komersial.

1. Blancing

Blancing adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap atau air panas
secara langsung pada suhu kurang dari 1000C selama kurang dari 10 menit. Meskipun
bukan untuk tujuan pengawetan, proses termal ini merupakan suatu tahap proses yang
sering dilakukan pada bahan pangan sebelum bahan pangan tersebut dikalengkan,
dikeringkan atau dibekukan. Tergantung dari proses selanjutnya, tujuan blancing dapat
berbeda-beda. Di dalam proses pengeringan dan pembekuan, blancing bertujuan untuk
menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat merubah warna, tekstur,
citarasa, maupun nilai nutrisi selama penyimpanan. Di dalam pengalengan fungsi blancing
adalah untuk melayukan jaringan tanaman agar supaya mudah dikemas, menghilangkan
gas dari dalam jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum
disterilisasi.

Blansing adalah perlakuan panas singkat dalam air mendidih atau uap panas
(dikukus), yang diberikan umumnya pada sayuran dan kadang-kadang pada buah-buahan
tertentu, sebelum pengalengan, pembekuan, pengeringan ataupun fermentasi. Meskipun
demikian ada pula bahan-bahan yang tidak pernah diberi perlakuan ini, misalnya bawang
merah, green pepper dan buah-buahan pada umumnya. Berikut ini beberapa jenis
sayuran yang sering diberikan perlakuan blancing.

Gambar 29. Blanshir sayur dan buah

3
Pada pengalengan Tujuan utama blansing adalah :

a. Menginaktivasi enzim-enzim dalam bahan yang dapat menimbukan reaksi-reaksi yang


merugikan antara lain :

1. Pencoklatan enzimatik oleh polifenol okidasi.

2. Ketengikan oleh enzim lipoligenase.

3. Oksidasi vitamin C oleh ascorbic-acid oksidase.

4. Penguraian pektin oleh poligalakturonase dan pektin-metilesterase.

5. Konversi gula menjadi pati oleh invertasi.

Gambar 30. Blanshir sayur dan buah

4
b. Membersihkan produk dari partikel-partikel/kotoran-kotoran yang melekat.

c. Mengurangi jumlah mikroorganisme.


d. Menghilangkan udara yang terdapat dalam rongga-rongga antar sel dalam jaringan
bahan:

1. Jaringan sayuran yang hijau tampak lebih hijau.

2. Mempermudah grading berdasarkan berat jenis (misalnya pada kacang polong).

3. Mengurangi reaksi oksidasi.


4. Mencegah timbulnya tekanan yang terlalu besar dalam kaleng selama proses
sterilisasi.

5. Melenturkan jaringan agar bahan mudah dikemas.

Gambar 31. Blanshir sayur dan buah

Perlakuan panas pada bahan makanan selalu mempengaruhi sifat-sifat inderawinya.


Dampak blansing terhadap sifat-sifat inderawi sayuran adalah sebagai berikut :

1. Tekstur menjadi lebih lunak.

2. Kenampakan menjadi lebih berkerut, kecual pada kacang-kacangan.

5
3. Warna menjadi lebih mantap :
• Warna orange yang ditimbulkan oleh pigmen karotenoida menjadi lebih
mantap karena kristal-kristal karotenoida larut dalam tetesan minyak yang
terdapat dalam vakuola. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidan yang
memucatkan warna tersebar terhambat.
• Warna hijau keputihan pada buncis menjadi hijau cerah karena udara dalam
jaringan terdesak keluar akibat perlakuan blansing.
• Pencoklatan non-enzimatis pada kentang dapat dikurangi karena sebagian
gula mereduksi larutan dalam air blansing.
Cita rasa pada kacang-kacangan menjadi lebih baik karena berkurangnya rasa atau bau
langu (susu kedelai; instan jahe).

Gambar 32. Blanshir sayur dan buah

Blansing juga dapat merugikan karena sebagian dari zat-zat gizi yang larut dalam
air akan hilang dengan blansing. Blansing dapat dilakukan dengan berbagai macam cara
yaitu :

a. Dalam air panas bersuhu 87-99oC selama 1.5 sampai 10-12 menit.

6
b. Dikukus pada 100 oC selama 1.5 sampai 10-12 menit, baik secara statis atau
diatas ban berjalan.
c. Dengan cara-cara lain misalnya gelombang mikro (microwave), sinar infra-
merah. Cara ini umumnya dilakukan untuk produk-produk berukuran besar
seperti jagung yang masih pada tongkolnya, brussel sponts (sejenis kubis).

Gambar 33. Blanshir sayur dan buah

Pada umumnya blansing dilakukan dengan air mendidih atau dengan cara dikukus,
cara mana yang dipilih lebih dipengaruhi oleh kebiasaan , misalnya pada
pengalengan digunakan air panas, pada pembekuan umumnya digunakan
pengukusan. Pada blansing dengan air panas lama blansing bervariasi tergantung
dari jenis sayuran. Ukuran potongan dan tingkat kualitas produk. Lama blansing
harus diatur dengan tepat, tidak boleh terlalu pendek atau terlalu lama dan harus
dilakukan sampai uji enzim katalase atau perosidase hasilnya negatif. Air yang
digunakan umumnya tidak boleh sadah karena akan mengeraskan, kecuali bila
memang diinginkan suatu tekstur yang lebih keras misalnya pada kacang polong
yang terlalu muda.

7
Blansing sering kali juga dikombinasikan dengan perlakuan-perlakuan lain
antara

lain :

a. Sulfitasi untuk mencegah pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis.


b. Penambahan garam-garam kalsium pada air blansing untuk memperoleh produk
dengan tekstur yang lebih keras.
c. Penambahan senyawa-senyawa fosfat atau senyawa pengikat logam lainnya
(chelating agent) untuk mencegah perubahan warna pada produk-produk
kentang, wortel, ubi jalar.
d. Penambahan Natrium-karbonat untuk mencegah perubahan khlorofil (hijau)
menjadi feofitin (hijau kecoklatan).
Setelah blansing harus segera dilakukan pendinginan, hal ini dapat dilakukan
dengan udara dingn atau dengan air dingin. Pada pendinginan dengan air, bahan
juga akan mengalami pembasuhan sehingga mencegah perubahan medium setelah
pengisian ke dalam kemasan oleh partikel-partikel yang melekat.

2.Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari
1000C, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai
beberapa menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu
pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya suatu
proses termal yang dikombinasikan dengan proses pengawetan lainnya seperti
proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi). Tujuan utama
proses termal dalam pasteurisasi adalah untuk °menginaktifkan sel-sel vegetatif dari
mikroba patogen.

Pasteurisasi panas pada susu perlu dilakukan untuk mencengah penularan


penyakit dan mencengah kerusakan karena mikroorganisme dan enzim. Kondisi
pasteurisai dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap
penyakit yang dibawa oleh susu, dengan mengurangi seminimum mungkin
kehilangan zat gizinya, dan sementara itu mempertahankan semaksimal mungkin
rupa dan citarasa susu mentah segar. Bila dilaksanakan dengan tepat, pasteurisasi
dapat menghancurkan semua organisme patogen. Beberapa cara pasteurisasi
dengan panas telah dikembangkan 2 cara yang umum dikenal adalah holding
method dan high temperature short time (HTST).

8
Cara-cara pasteurisasi dalam holder method sejumlah besar susu
dipanaskan seluruhnya sampai susu tertentu selama suatu jangka waktu tertentu.
Waktu dan suhu yang biasa dipergunakan adalah 30 menit pada suhu 65 °C. Jika
suhu diatas 66 °C menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan kemungkinan
rusaknya lapisan tipis di sekitar butiran lemak sehingga mengurangi kecenderungan
susu tersebut untuk membentuk lapisan krim. Dalam metode HTST, susu ditahan
selama 15-16 detik pada suhu 71,7 °C dan 75 °C dengan menggunakan alat
pemanas berbentuk lempengan (plate type heatexchanger), suatu sistem
pengawasan suhu harus dijaga sebaik mungkin. Untuk mencengah tumbuhnya
bakteri yang masih dapat hidup dalam susu yang sudah dipasteurisasi, produk itu
didinginkan dengan cepat sesudah dipanaskan .Baik
prosedure holder maupun HTST. Menghancurkan 90 – 899 % bakteri yang ada di
dalam susu, dengan kemungkinan kerusakan yang sangat kecil bagi laktosa casein
dan unsur lemak, akan tetapi vitamin C dapat dirusak oleh cara ini.

Gambar 34 teknik
pasteurisasi


http://www.bayi
7.com/apa-itu-
pasteurisasi-ini-
dia-
penjelasannya/

Pasteurisasi dengan cara menambahkan hidrogen peroksida kira-kira 0.03 –


0,04 % pada susu segera setelah pemerahan. Penambahan selanjutnya diperlukan
sesudah 12 – 20 jam karena enzim katalase di dalam susu dapat menghancurkan
hidrogen peroksida tersebut. Proses pasteurisasi baru yang disebut proses Ultra
High Temperature (UHT), susu dipanaskan sampai 125 °C selama 15 detik atau
131 °C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan di bawah tekanan tinggi untuk
menghasilkan perputaran (turbulense) dan mencengah terjadinya pembakaran
pada lempeng-lempeng alat pemanas. Susu yang dihasilkan boleh dikatakan steril
dan bila dikemas secara aseptik dapat disimpan pada suhu kamar biasa selama

9
beberapa bulan, untuk melihat proses pembuatan susu pasteurisasi dapat di buka
pada laman https://www.youtube.com/watch?v=hx5GDjWrF7A.

3. Sterilisasi Komersial

Berbeda dengan sterilisasi absolute yang berarti bebas dari mikroorganisme.


Sterilisasi komersial berarti produk telah mengalami proses sterilisasi, tidak ada lagi
mikroorganisme hidup, akan tetapi masih terdapat spora bakteri yang setelah proses
sterilisasi bersifat dorman. Beberapa peralatan yang sering digunakan untuk
sterilisasi adalah sebagai berikut.

Gambar 35.
Autoklav


http://www.co
mercializadorad
ym.com/index.p
hp/equipos/aut
oclaves/autocla
ve-tipo-
olla.html

10
Gambar 35.
Autoklav


http://www
.comercializ
adoradym.co
m/index.ph
p/equipos/a
utoclaves/a
utoclave-
tipo-
olla.html

Dari ketiga termal di atas, jelas bahwa karakteristik utama masing-masing
proses berbeda-beda. Blancing mempunyai karakteristik menginaktifkan enzim,
pasteurisasi untuk menginaktifkan sel vegetatif mikroba patogen atau pembusuk,
sedangkan sterilisasi komersial untuk menginaktifkan spora mikroba pembusuk
khususnya yang anaerobik. Beberapa produk hasil sterilisasi adalah sebagai berikut:

Gambar
36. Produk
hasil
sterilisasi

http://ww
w.alamika
n.com/201
2/10/steri
lisasi-
produk-
perikanan.
html

11
Gambar 37.
Produk hasil
sterilisasi



https://pangan
pedia.com/ilmu
-
pangan/sterilisa
si-pangan-
pengertian-
prinsip-dan/

4. Pengalengan Sayuran dan Buah-buahan

Pengalengan makanan mula-mula dilakukan persiapan nenas yang akan


digunakan. Nenas dicuci dengan air bersih, kemudian dipotong kedua bagian
ujungnya dengan pisau stainless steel yang tajam. Selanjutnya dikupas dengan
pisau tersebut sampai bagian matanya, kemudian mata yang tertinggal
dihilangkan. Setelah itu dibelah melintang kira-kira 1-1,5 cm, kemudian bagian
tengahnya dihilangkan sehingga berbentuk lingkaran yang kosong tengahnya.

Nenas yang sudah siap dimasukkan ke dalam kaleng sampai batas 0.25 inchi
dari permukaan kaleng, atau 0,5 inchi bila digunakan gelas jars. Selanjutnya
ditambahkan sirup mendidih yang telah disaring sampai batas 0.25 inchi dari
permukaan baik kaleng maupun gelas jars. Syrup yang digunakan yaitu medium
syrup, yang dibuat dengan cara menambahkan satu bagian gula pasir ke dalam dua
bagian (volume) air bersih.

12
Gambar 37. Teknik
pengalengan


https://anggaretaci
tra.wordpress.com/
pengalengan/

Kaleng atau gelas yang sudah diisi tersebut di exhaust dengan cara
memanaskan di dalam water bath sampai 2/3 bagian gelas jars atau kaleng
terendam, dan mencapai suhu 1600F. (kira-kira 5-10mnit) kemudian kaleng atau
gelas jars cepat-cepat ditutup (penutupan kaleng dengan menggunakan double
seamer). Kaleng atau gelas jangan dibiarkan menjadi dingan sebelum processing.

13
Setelah siap kaleng atau gelas jars yang sudah ditutup tersebut dimasukkan
segera dalam retort kemudian disterilisasi pada suhu 2120F selama 30 menit (dapat
juga dilakukan dengan cara merebus didalam air mendidih).

Setelah proses sterilisasi selesai, kaleng segera didinginkan dalam air


mengalir sampai kira-kira mencapai suhu 1000F (gelas jars biarkan dingin udara).
Kemudian keringkan dengan lap bersih, lalu disimpan untuk dianalisa.

Parameter-parameter yang dapat diamati antara lain kekerasan, pH, total


asam dari bahan sebelum diolah dan bahan yang telah dikalengkan serta bahan
yang telah dikalengkan dengan disimpan selama 2 minggu.

C. PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH

Setiap bahan pangan memiliki suhu optimum untuk berlangsungnya proses


metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih tinggi dari suhu optimum
akan mempercepat metabolisme dan mempercepat terjadinya proses pembusukan.
Suhu rendah di atas suhu pembekuan dan di bawah 150C efisien dalam mengurangi
laju metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat berguna untuk pengawetan
jangka pendek. Seperti diketahui bahwa setiap penurunan suhu 80C laju
metabolisme akan berkurang setengahnya.

Menyimpan bahan makanan pada suhu sekitar -20C sampai 100C


diharapkan dapar memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan
karena suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat
pertumbuhan mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia
hilangnya kadar air dari bahan pangan.

1. PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN


1. Pendinginan

a) Bahan Segar
Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu benda
sehingga suhu menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila medium
pendingin mengadakan kontak dengan bahan pangan maka terjadilah
pemindahan panas (energi) dari bahan pangan tersebut ke medium
pendingin sampai mempunyai suhu yang sama (Rahayu, 2004).
Pendinginan merupakan unit operasi dimana suhu bahan pangan
diturunkan mencapai suhu -1°C sampai 8°C. Proses ini dilakukan untuk

14
mengurangi kecepatan perubahan secara biokimia dan mikrobiologi,
sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk segar dan olahan
pangan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan minimal pada sifat
karakteristik sensoris dan nutrisi bahan, dan bahan yang didinginkan mudah
untuk penyiapan proses lanjutan, mutunya baik, serta lebih sehat, alami, dan
segar. Pendinginan sering dikombinasikan dengan unit operasi lain seperti
fermentasi atau pasteurisasi untuk memperpanjang daya simpan produk
setengah jadi. Bahan pangan dingin dikelompokkan dalam tiga katagori
berdasarkan suhu penyimpanannya yaitu:
ü -1°C s.d +1°C; contohnya untuk ikan segar, daging, sosis, daging
asap,daging giling.
ü 0°C s.d +5°C; contohnya untuk daging kaleng yang dipasteurisasi, susu,
krim, yoghurt.
ü 0°C s.d +8°C; contohnya untuk olahan daging dan ikan, daging setengah
matang, butter, keju.
Kecepatan perubahan biokimia bahan disebabkan oleh mikroba atau
aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan dan tergantung pada suhu yang
digunakan. Pendinginan dapat menurunkan kecepatan perubahan secara
enzimatis dan mikrobiologis serta menghambat respirasi dari bahan pangan
segar. Jaringan hewan, respirasi aerob segera menurun ketika asupan
oksigen pada darah terhenti karena proses penyembelihan. Respirasi
anaerob dari glikogen menjadi asam laktat selanjutnya menyebabkan pH
daging menurun, dan masuk dalam keadaan rigor mortis, dimana jaringan
otot mengeras dan kaku. Pendinginan selama respirasi anaerob diperlukan
untuk menghasilkan tekstur dan warna daging yang diinginkan serta untuk
menurunkan kontaminasi bakteri. Perubahan yang tidak diinginkan terjadi
karena pendinginan daging sebelum terjadi keadaan rigor mortis, dan
disebut cold shortening.

b) Makanan Jadi

15
Penurunan suhu di bawah suhu pertumbuhan pada mikroba akan
menghambat perkembangbiakan mikroba. Ada empat kategori mikroba
berdasarkan suhu pertumbuhannya:
ü Termofilik (minimum: 30-40°C, optimum: 55-65°C)
ü Mesofilik (minimum: 5-10°C, optimum: 30-40°C)
ü Psikrotropik (minimum: <0-5°C, optimum: 20-30°C)
ü Psikrofilik (minimum: <0-5°C, optimum: 12-18°C).
Proses pendinginan akan mencegah pertumbuhan mikroba termofilik
dan sebagian mesofilik. Perhatian utama dalam bahan pangan yang
didinginkan adalah jumlah mikroba patogen yang dapat tumbuh selama
perpanjangan waktu penyimpanan pada suhu di bawah 5°C, atau
peningkatan suhu yang akan menyebabkan keracunan makanan. Suhu
pendinginan akan mencegah pertumbuhan bakteri patogen, akan tetapi
sekarang diketahui bahwa beberapa spesies masih dapat tumbuh dan
berkembangbiak pad suhu tersebut. Berdasarkan hal tersebut, Good
Manufacturing Practice (GMP) dilaksanakan selama proses pendinginan
bahan pangan.
Daya tahan simpan produk yang didinginkan ditentukan oleh:
ü Jenis bahan pangan
ü Jumlah mikroba pembusuk dan inaktivasi enzim yang dicapai pada proses
ü Control hygiene selama prosesing dan pengemasan
ü Suhu selama proses distribusi dan penyimpanan

c) Teknik Pendinginan
Proses pendinginan dapat dilakukan melalui berbagai teknik.
Penerapan setiap teknik pendinginan dan pembekuan sangat dipengaruhi
oleh karakteristik dari bahan yang akan didinginkan atau dibekukan.
Kecepatan bahan untuk menjadi dingin atau beku sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor. Kecepatan bahan menjadi dingin tersebut sering dikenal
dengan istilah laju pendinginan, yaitu waktu yang dibutuhkan dalam
pendinginan dan pembekuan bahan sehingga suhu bagian tengah bahan
sama dengan suhu pendingin atau beku.
Faktor yang mempengaruhi laju pendinginan antara lain:

16
ü Kecepatan pindah panas dari bahan ke medium pendingin
ü Perbedaan suhu antara bahan dengan medium pendingin
ü Kecocokan antara medium pendingin dengan bahan
ü Sifat medium pendingin

Beberapa teknik pendinginan dan pembekuan yang umum digunakan:


1. Pendinginan alami (Natural cooling)
Natural coolling adalah pendinginan dengan menggunakan es
sebagai bahan pendingin atau penyerap panas (refrigerant). Cara ini banyak
digunakan dalam pengangkutan buah, sayur dan daging. Beberapa teknik
pendinginan alami yaitu:
ü Hydro cooling, yaitu pencelupan atau peremdaman bahan kedalam air
dingin.
ü Ice toping, yaitu pendinginan dengan cara menimbun bahan menggunakan
kristal es.
ü Spray cooling, yaitu pendinginan dengan cara menghembuskan udara
dingin pada bahan yang didinginkan.
Prinsip pendinginan natural cooling yaitu bahwa udara yang berada di
dekat es akan dingin, karena udara dingin mempunyai berat jenis lebih besar
maka udara akan bergerak ke bawah dan kontak dengan bahan. Sebaliknya,
udara dingin yang telah membawa panas dari bahan berat jenisnya menjadi
lebih kecil, sehingga udara tersebut akan bergerak ke atas dan
berhubungan lagi dengean es. Proses ini berulang terus menerus sampai
bahan menjadi dingin.

2. Pendinginan secara mekanis (Mechanical cooling)


Pendinginan secara mekanis dilakukan dengan menggunakan cairan
pendingin (refrigerant) untuk menyerap panas bahan. Penyerapan panas
terjadi pada saat cairan refrigerant tersebut menguap. Cairan refrigerant
dengan tekanana tinggi akan mengalir dari tangki refrigerant melalui katup
pengatur, kemudian masuk ke ruang pendingin (refrigerator). Ruang
pendingin, refrigerant akan menyerap panas yang dikeluarkan oleh bahan,
sehingga refrigerant berubah dari cairan menjadi uap jenuh, uap jenuh
tersebut selanjutnya dihisap oleh kompresor dan dilewatkan melalui unit

17
pengembun (kondensor) hingga menjadi cair kembali. Cairan kemudian
masuk ke dalam tangki refrigerant, untuk kemudian disirkulasikan kembali.

Gambar 38 Teknik Pendinginan Mekanis


(Sumber: Afrianto dan Liviawati, 1991)
Refrigerant sebagai zat penyerap panas memiliki sifat sebagai berikut:
ü Memiliki titik didih rendah dan titik panas tinggi

ü Tidak bersifat racun (toksik) atau tingkat keracunan rendah.

ü Tidak mudah terbakar

ü Uap dapat dimampatkan

ü Daya serap terhadap minyak pada kompresor rendah ongkos murah

2. Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode untuk memperpanjang
umur simpan. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita waktu,
namun dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, maupun kamir
yang menyebabkan pembusukan pada produk pangan. Pembekuan dapat
dilaksanakan lebih cepat dan mampu mempertahankan kandungan nutrisi
bahan pangan apabila dilakukan dengan benar (Amiarsi dan Mulyawanti,
2013).
Pembekuan merupakan unit operasi dimana suhu penyimpanan
yang digunakan di bawah titik beku bahan makanan. Suhu yang digunakan
sama atau lebih rendah dari -18°C, karena pada suhu antara -10°C sampai -
12°C bahan makanan kurang tahan lama. Pembekuan yang baik umumnya
dilakukan pada suhu antara -12°C sampai -24°C. sedangkan pembekuan
cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24°C sampai -40°C. Pembekuan
bahan akan tahan sampai beberapa bulan, bahkan sampai beberapa tahun.

18
a) Teknik Pembekuan
ü Pembekuan dengan hembusan udara dingin (Air blast freezing)
Proses pembekuan bahan dilakukan dengan menggunakan media
pendingin berupa udara dingin yang bersuhu -10oC sampai -40oC. Udara
dingin dilewatkan secara cepat di atas permukaan bahan yang
didinginkan. Udara dingin tersebut akan membawa panas yang
dikeluarkan oleh bahan. Pembekuan dengan hembusan udara dingin
dapat diterapkan untuk segala bentuk produk yang dipak atau dibungkus
dengan berbagai sifat bahan pembungkusnya. Kelemahan dari teknik ini,
bahan yang didinginkan menjadi kering, sebagai akibat udara dingin yang
digunakan harus menjangkau ke seluruh bahan.

a) b)
Gambar 39. a) Air Blast Freezing b) Bagian-bagian Air Blast Freezing
(Sumber: https://www.indiamart.com/proddetail/air-blast-html)

ü Pembekuan kontak plat (Contact plat freezing)


Pembekuan dengan teknik ini hanya diperuntukan bagi produk yang
mempunyai bentuk tertentu atau tahan terhadap tekanan. Bahan yang
akan dibekukan diletakan pada plat atau lempengan yang telah
didinginkan lebih dahulu. Khusus untuk produk yang berbentuk pasta dan
butiran tidak dibekukan dengan cara ini. Keuntungannya lebih efektif
dibandingkan air blast freezer karena jarak antara bahan pendingin dan
produk pendek serta rendemennya lebih tinggi. Kelemahannya alat ini
tidak bersifat multi guna.

19
a) b)
Gambar 40 a) Horizontal Plat Freezing b) Vertical Plat Freezing
(Sumber: http://www.jackstonefreezingltd.co.uk/products/vertical-
platefreezer)

ü Pembekuan kontak tidak langsung


Teknik ini lebih tepat untuk membekukan bahan atau produk yang
berbentuk pasta atau bubur. Proses pembekuan dilakukan dua tahap,
pertama bahan dibekukan secara cepat (beberapa detik), selanjutnya
bahan segera dipak. Tahap kedua, bahan yang telah dipak, kemudian
dibekukan lagi dengan cara menghembuskan udara dingin dengan
pembekuan emersi (dicelupkan atau disemprot dengan medium
pendingin).
ü Perendaman langsung dengan cara pendinginan
Perendaman produk secara langsung dilakukan dengan cairan pendingin
atau dengan menyemprotkan cairan pendingin di atas produk. Contoh
media pendingin yang digunakan adalah nitrogen cair dan CO2 cair.
Penggunaan nitrogen cair dengan titik didih -196oC dan CO2 dengan titik
didih -88oC, dapat menyebabkan proses pembekuan dan terjadi sangat
cepat. Hal ini karena adanya perbedaan yang jauh antara titik beku bahan
dengan titik didih medium pendingin. Kecepatan pembekuan
mempengaruhi ukuran kristal es yang terbentuk, sebaliknya semakin
lambat proses pembekuan makin besar ukuran kristal. Pembentukan
kristal es yang lambat dapat menyebabkan kerusakan pada bahan.

20
a) b)
Gambar 41. a) Nitrogen Cair b) Nitrogen Cair dengan Hembusan
(Sumber: http://www.acecryogenic.com.au/products/liquid-nitrogen.html
https://www.mldspot.com/food/2014/12/16/ice-cream-chemistry)

b) Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendinginan dan Pembekuan


Proses pendinginan atau pembekuan dapat dikatakan optimal apabila
bahan yang didinginkan atau dibekukan mempunyai daya simpan relatif
lebih panjang dari pada bahan yang tidak didinginkan atau dibekukan. Selain
itu, bahan tidak mengalami kerusakan akibat adanya perlakuan pendinginan
atau pembekuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendinginan dan pembekuan
adalah:
ü Suhu
Suhu yang digunakan untuk mendinginkan setiap bahan makanan
berbeda-beda tergantung pada kandungan air pada bahan makanan
tersebut. Selain itu, perlu diperhatikan pula suhu penyimpanannya.
Penyimpanan selalu menimbulkan penurunan kualitas, pada suhu
penyimpanan tinggi, hal ini akan berlangsung lebih cepat daripada suhu
yang rendah, untuk mengurangi penurunan kualitas tersebut maka suhu
penyimpanan bahan makanan yang didinginkan sebaiknya dilakukan
pada suhu -18°C (0°F). Sedangkan untuk bahan makanan yang mudah
rusak serta akan disimpan dalam waktu lama umumnya digunakan
kisaran suhu -25°C sampai -30°C.
ü Kualitas bahan mentah
Bahan makanan yang akan diawetkan sebaiknya bahan makanan yang
berkualitas tinggi. Bahan makanan yang telah rusak atau cacat mungki
sudah terkontaminasi oleh mikroba. Bila mikroba yang ada adalah
mikroba psikrofilik, maka mikroba tersebut masih berkembang pada suhu
rendah.
ü Perlakuan pendahuluan yang tepat

21
Perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pasteurisasi, sterilisasi,
pembersihan atau blansing sangat mempengaruhi jumlah mikroba yang
terdapat pada bahan yang akan didinginkan atau dibekukan.
ü Kelembaban/RH
Kelembaban tempat penyimpanan pada suhu rendah besar sekali artinya
dalam mencegah dan mengurangi pembusukan yang disebabkan oleh
mikroba. Pada umumnya berbagai bahan makanan sebaiknya disimpan
pada suhu pendinginan dengan kelembaban antara 80-95%, sayur-
sayuran 90-95%, kelapa 70%, dan produk yang berbentuk tepung seperti
susu bubuk dan telur di bawah 50%. Kelembaban tidak boleh terlalu
rendah, karena akan menyebabkan terjadinya penguapan air dari produk-
produknya. Untuk mencegah terjadinya kehilangan air, biasanya produk
sebelum didinginkan dikemas dulu dengan plastic atau dilapisi dengan lilin
(wax) misalnya untuk keju.
ü Aliran udara yang optimum
Distribusi udara yang cukup memadai akan menjamin terdapatnya suhu
yang merata di seluruh tempat pendingin dan pembeku serta akan
mencegah terjadinya pengumpulan uap air setempat.

c) Kerusakan dalam Pendinginan dan Pembekuan


Kerusakan-kerusakan dalam pendinginan dan pembekuan:
ü Kerusakan karena suhu dingin (Chilling Injury)
Kerusakan karena pendinginan merupakan persoalan yang perlu
diperhatikan dalam penanganan bahan. Buah-buahan dan sayuran yang
peka terhadap suhu dingin akan mengalami reaksireaksi fisiologis yang
tidak normal. Reaksi fisiologis yang tidak normal tersebut dapat
menimbulkan senyawa-senyawa beracun, dan senyawa beracun yang
dihasilkan antara lain adalah: asetaldehid, etanol, asam keton dan zat
polifenol teroksidasi. Ciri-ciri terjadinya chilling injury pada mangga adalah:
kulit suram, pematangan tidak merata dan bercak-bercak berwarna
belang. Faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan tersebut adalah;
jenis komoditas, varietas, tingkat kemasakan, suhu dan lama
penyimpanan.
ü Kerusakan oleh bahan pendingin (Refrigerant)

22
Kerusakan bahan pendingin adalah bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan pendingin, seperti amonia. Selama proses pendinginan, amonia
harus dijaga jangan sampai masuk ke ruang pendinginan. Apabila terjadi
kebocoran pada pipa-pipa amonia, maka sebaiknya proses pendinginan
tidak dilakukan. Kebocoran amonia dapat mengakibatkan bahan yang
digunakan mengalami perubahan warna menjadi coklat atau hitam
kehijauan. Jika hal ini terus didiamkan, maka akan terjadi pelunakan
jaringan bahan dan akhirnya bahan menjadi rusak.
ü Kehilangan berat bahan
Berkurangnya berat bahan, umumnya disebabkan oleh adanya penguapan
sebagian air yang dikandung di dalam bahan selama bahan didinginkan.
Bahan-bahan yang tidak dibungkus dengan bahan yang kedap air
kemungkinan besar akan layu atau mengering. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penguapan air bahan adalah suhu, kelembaban,
kontak bahan dengan udara dan kecepatan sirkulasi udara.
ü Denaturasi protein
Sifat-sifat protein sangat dipengaruhi oleh keadaan air, perubahan
keadaan air pada bahan yang didinginkan atau dibekukan dapat
menimbulkan terjadinya denaturasi protein, yaitu putusnya ikatan-ikatan air
dan berkurangnya perubahan rasa dan bau. Khusus untuk daging, menjadi
lebih liat.

23
Gambar 42.
Produk hasil
pembekuan


http://tphpi
ketapang.blo
gspot.co.id/
2015/09/m
engenali-
proses-
pembekuan-
ikan.html

Teknik-teknik pembekuan termasuk:

a. Penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau gas lain dengan suhu suhu rendah
kontak langsung dengan makanan. Misalnya dengan alat-alat pembeku tiup (blast),
terowongan (tunnel), bangku fluidisasi (fluidised bed), spiral, tali
(belt) dan lain-lain. Gambar 43. Produk
hasil pendinginan

https://frozener.co
m/2017/08/02/pe
mbekuan-bahan-
pangan-yang-
mudah-dan-
murah/#jp-
carousel-1164

b. Kontak tidak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), makanan
atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan,
silindris) yang telah didin ginkan dengan mensirkulasi cairan pendingin.

24
Gambar 44.
Produk hasil
pendinginan


https://tphpi.w
ordpress.com/2
008/09/25/pe
mbekuan-
udang-2/#jp-
carousel-106

c. Perendaman langsung makanan ke daalam cairan pendingin. Atau


menyemprotkan cairan pendingin di atas makanan (misalnya nitrogen cair dan freon,
larutan gula atau garam). Nitrogen cair (titik didih -196°C) dan bahan pendingin
bersuhu rendah menjadi sangat penting dalam perannya pembekuan makanan
secara cepat (rapid freezing).

http://www.wiki
wand.com/id/Te
knologi_pembeku
an_makanan

25
Gambar 45. Teknik
pemekuan


http://material-
sciences.blogspot.co.id
/2010/07/sekilas-
tentang-nitrogen-
cair.html

D. Daftar Pustaka

Buckle, K.A., et. al. Hari Purnomo dan Adiono (penerjemah). 1987. Ilmu
Pangan. UI- Press. Jakarta.

Muchtadi, T. R., Fitriyono A. 2010. Teknologi Proses Pengolahan


Pangan. Alfabeta. Bandung.

26

Anda mungkin juga menyukai