Anda di halaman 1dari 27

PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Laju reaksi mengukur seberapa cepat reaktan habis bereaksi atau seberapa
cepat produk terbentuk di mana dinyatakan sebagai perbandingan perubahan
konsentrasi terhadap waktu. Kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate)
yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu. Kita telah
mengetahui bahwa setiap reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan umum :
Reaktan produk
Persamaan ini memberitahukan bahwa selama berlangsungnya suatu reaksi
molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya,
kita dapat mengamati jalannya reaksi dengan cara memantau turunnya konsentrasi
reaktan atau naiknya konsentrasi produk (Chang, 2005: 29-30).
Laju atau kecepatan reaksi adalah jumlah produk reaksi yang dihasilkan
dalam suatu reaksi persatuan waktu, atau jumlah pereaksi yang dikonsumsi dalam
satuan reaksi per satuan waktu. Jumlah zat yang berubah dinyatakan dalam satuan
volume total campuran. Oleh sebab itu, laju atau kecepatan reaksi didefinisikan
sebagai pertambahan konsentrasi molar produk reaksi per satuan waktu, atau
pengurangan konsentrasi molar pereaksi per satuan waktu. Satuannya adalah mol
per liter per detik atau mol L-1 s-1 (Sunarya, 2011: 188-189).
Cara untuk mengkaji pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi
ialah dengan menentukan bagaimana laju awal bergantung pada konsentrasi awal.
Pada umumnya, yang lebih disukai adalah mengukur laju awal karena sewaktu
reaksi berlangsung, konsentrasi reaktan menurun dan akan menjadi sulit untuk
mengukur perubahannya secara akurat. Selain itu, mungkin saja terjadi reaksi
balik seperti :
Produk →reaktan
yang akan menimbulkan error dalam pengukuran laju. Kedua kerumitan ini
hampir tidak terjadi dalam tahap awal reaksi (Chang, 2005: 33).
Tetapan laju reaksi untuk hampir semua reaksi mengikuti persamaan
dalam bentuk :
k = Ae-Ea/RT
Persamaan matematis k = Ae-Ea/RT, yang menyatakan kebergantungan tetapan laju
reaksi terhadap suhu, dinamakan persamaan Arrhenius, sebab dirumuskan oleh
Svante Arrhenius yang merupakan seorang pakar kimia Swedia. Dalam halini, e
adalah eksponensial, Ea adalah energi aktivasi, R adalah tetapan gas (8,314 J/mol
K) dan T adalah suhu mutlak. Lambang dati A dalam persamaan ini diasumsikan
tetap, dinamakan faktor frekuensi. Faktor frekuensi berhubungan dengan
frekuensi tumbukan yang berorientasi tepat (pZ). Faktor frekuensi juga memiliki
suatu cukup kebergantungan yang relatif kecil terhadap suhu sehingga dapat
diabaikan (Sunarya, 2011: 224-225).
Laju reaksi tergantung pada komposisi dan suhu campuran reaksi. Jika
dilihat dari reaksi A + 2B → 3C + D, terjadi perubahan konsentrasi molar yang
dipengaruhi oleh volume pada sistem yang konstan. Selain itu, dilihat dari
stoikiometri untuk reaksi A + 2B → 3 C + D, dapat ditulis bahwa laju reaksi
adalah:
d [D ] 1 d [C] −d [ A ] −1 d [ B]
=¿ = =
dt 3 dt dt 2 dt
Laju reaksi sering dituliskan sebagai perbandingan antara bertambahnya
konsentrasi reaktan dengan berkurangnya konsentrasi produk yang dihasilkan
reaksi persatuan waktu (Atkins & Julio, 2005: 794).
Bentuk yang paling sederhana dalam teori tabrakan hanya berlaku untuk
reaksi Bimolekular. Dengan asumsi tambahan dapat juga diterapkan untuk reaksi
orde pertama. Sebagai contoh, kita memilih reaksi elementer jenis:
A+B C+D
Hal ini jelas bahwa reaksi ini tidak dapat terjadi lebih sering terhadap jumlah kali
molekul A dan B bertabrakan. Jumlah tumbukan antara molekul A dan B dalam
satu meter kubik per detik diberikan oleh Persamaan berikut:

(Castellan, 1983: 849).


Reaksi sederhana dimana molekul A diubah menjadi molekul B,
menurunnya jumlah molekul A dan meningkatnya jumlah molekul B seiring
dengan waktu. Jadi untuk reaksi sederhana kita dapat menyatakan laju sebagai:
∆( A) ∆( B)
Laju = - atau Laju = -
∆t ∆t
Karena ∆ ( A ) adalah perubahan konsentrasi (dalam molaritas) selama waktu ∆ t,
Karena konsentrasi A menurun selama selang waktu tersebut, ∆ ¿) merupakan
kuantitas negatif. Laju reaksi adalah kuantitas positif, sehingga tanda minus
diperlukan dalam rumus laju agar reaksinya positif. Sebaliknya laju pembentukan
produk tidak memerlukan tanda minus sebab ∆ ( B ) adalah kuantitas positif
(konsentrasi B meningkat seiring waktu) (Chang, 2005: 30).
Konstanta laju sangat bergantung pada suhu, biasanya konstanta laju
meningkat pesat dengan meningkatnya T (suhu). Hal ini berlaku untuk berbagai
reaksi dalam larutan yang suhunya mendekati suhu kamar, konstanta laju (k) akan
meningkat secara ganda atau tiga kali lipat untuk setiap 10°C peningkatan di T
(suhu). Pada tahun 1889 Arrhenius menetapkan bahwa konstanta laju pada (T)
dapat ditentukan untuk banyak reaksi sesuai persamaan berikut:
− Ea
k = Ae RT
Ea adalah energi aktivasi Arrhenius dan A adalah faktor pre-eksponensial atau
Faktor Arrhenius A. Satuan A sama dengan k (konstanta laju). Satuan Ea sama
dengan RT, yaitu energi per mol. Ea biasanya dinyatakan dalam kJ / mol atau
kkal / mol. Arrhenius menyatakan bahwa ketergantungan antara suhu dengan
konstanta laju mungkin akan menyerupai ketergantungan antara suhu dengan
konstanta kesetimbangan dengan analogi Ea diasumsikan independen terhadap
suhu (T) (Levine, 2002: 541).
Umumnya konstanta laju meningkat dengan meningkatnya temperatur,
dan harganya kira-kira dua kali untuk tiap kenaikan 10 oC. Hubungan kuantitatif
pertama antara K dan temperatur adalah karena persamaan Arrhenius.
-Ea Ea
( RT )
K= Aeksp atau ln K = ln A - RT
Dimana A adalah faktor pra-eksponensial atau faktor frekuensi. Ea adalah energi
pengaktifan, yakni molekul-molekul harus mempunyai energi sebanyak ini
sebelum membentuk produk. Plot dan log K terhadap T -1 adalah linier untuk
sejumlah besar reaksi dan pada temperatur sedang. Hubungan antara konstanta
laju pada dua temperatur adalah:
K 2 Ea 1 1

ln
=
[ −
K 1 R T 1 T2 ]
(Dogra, 1990: 651 – 652).
1.2 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu :
1.2.1 Menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperatur.
1.2.2 Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius.

2. Metode Percobaan
2.1 Alat
2.1.1 Rak tabung reaksi 1 buah
2.1.2 Tabung reaksi 10 buah
2.1.3 Gelas piala 1000 mL 1 buah
2.1.4 Gelas ukur 10 mL 4 buah
2.1.5 Kaki tiga dan kasa asbes @1 buah
2.1.6 Pipet tetes 4 buah
2.1.7 Stopwatch 1 buah
2.1.8 Termometer 110 oC 2 buah
2.1.9 Pembakar spiritus 1 buah
2.1.10 Lap kasar 1 buah
2.1.11 Lap halus 1 buah
2.1.12 Botol semprot 1 buah
2.2 Bahan
2.2.1 Larutan Kalium Persulfat K2S2O3 0,04 M
2.2.2 Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
2.2.3 Larutan Kalium Iodida (KI)
2.2.4 Kanji/ Amilum (C6H10O5) 3%
2.2.5 Es batu
2.2.6 Aquades (H2O)
2.2.7 Tissue
2.2.8 label
2.2.9 Korek api
2.3 Prosedur Kerja
1. Suhu 20°C
Sistem 1 di siapkan

5 mL
5 ml H2O

S2O82- H2O

Tabung 1
5 ml S2O82-

10 mL 1 mL
1 mL

I- Kanji
S2O32-

Tabung 2

Sistem 2 disiapkan

7 mL 3 ml H2O

H2O
S2O82-

7 ml S2O82-
Tabung 1
8 mL 2 mL 1 mL 1 mL

H2O
I- S2O32- Kanji
Tabung 2

Campuran tabung 1 dan 2 dari masing-masing


air + es batu sistem didinginkan dalam air es
dengan suhu 20o C

1 2

1 2 2 1
larutan pada tabung 1 Larutan 1 dicampurkan campuran larutan dituang
dan 2 yang telah ke dalam larutan 2 kembali ke tabung 1
didinginkan

nyalakan stopwatch dan


suhu awal dan ukur waktu larutan sampai
akhir dicatat tampak warna biru untuk
pertama kali

2. Suhu 30°C
Sistem 1 di siapkan

5 mL
5 ml H2O

S2O82- H2O

Tabung 1
5 ml S2O82-
10 mL 1 mL
1 mL

I- Kanji
S2O32-

Tabung 2

Sistem 2 disiapkan

7 mL 3 ml H2O

H2O
S2O82-

7 ml S2O82-
Tabung 1

8 mL 2 mL 1 mL 1 mL

H2O
I- S2O32- Kanji
Tabung 2

1 2 2
tabung 1 dan 2 dari masing-masing larutan pada tabung 1 Larutan 1 dicampurkan
sistem dipanaskan dalam air es dan 2 yang telah ke dalam larutan 2
dengan suhu 30o C didinginkan

nyalakan stopwatch dan


suhu awal dan ukur waktu larutan sampai
tampak warna biru untuk 2
akhir dicatat
pertama kali
1
campuran larutan dituang
kembali ke tabung 1
3. Suhu 40°C
Sistem 1 di siapkan
5 mL
5 ml H2O

S2O82- H2O

Tabung 1
5 ml S2O82-

10 mL 1 mL
1 mL

I- Kanji
S2O32-

Tabung 2

Sistem 2 disiapkan
7 mL 3 ml H2O

H2O
S2O82-

7 ml S2O82-
Tabung 1

8 mL 2 mL 1 mL 1 mL

H2O
I- S2O32- Kanji
Tabung 2

1 2 2
larutan pada tabung 1 Larutan 1 dicampurkan
tabung 1 dan 2 dari masing-masing
sistem dipanaskan dalam air es dan 2 yang telah ke dalam larutan 2
dengan suhu 40o C didinginkan
nyalakan stopwatch dan
suhu awal dan ukur waktu larutan sampai
tampak warna biru untuk 2
akhir dicatat
pertama kali
1
campuran larutan dituang
kembali ke tabung 1

4. Suhu 50°C
Sistem 1 di siapkan
5 mL
5 ml H2O

S2O82- H2O

Tabung 1
5 ml S2O82-

10 mL 1 mL
1 mL

I- Kanji
S2O32-

Tabung 2

Sistem 2 disiapkan
7 mL 3 ml H2O

H2O
S2O82-

7 ml S2O82-
Tabung 1

8 mL 2 mL 1 mL 1 mL

H2O
I- S2O32- Kanji
Tabung 2
1

1 2 2
larutan pada tabung 1 Larutan 1 dicampurkan
tabung 1 dan 2 dari masing-masing
sistem dipanaskan dalam air es dan 2 yang telah ke dalam larutan 2
dengan suhu 50o C didinginkan

nyalakan stopwatch dan


suhu awal dan ukur waktu larutan sampai
tampak warna biru untuk 2
akhir dicatat
pertama kali
1
campuran larutan dituang
kembali ke tabung 1

5. Suhu 60°C
Sistem 1 di siapkan
5 mL
5 ml H2O

S2O82- H2O

Tabung 1
5 ml S2O82-

10 mL 1 mL
1 mL

I- Kanji
S2O32-

Tabung 2

Sistem 2 disiapkan
7 mL 3 ml H2O

H2O
S2O82-

7 ml S2O82-
Tabung 1
8 mL 2 mL 1 mL 1 mL

H2O
I- S2O32- Kanji
Tabung 2

tabung 1 dan 2 dari masing-masing


sistem dipanaskan dalam air es
dengan suhu 60o C

1 2 2
larutan pada tabung 1 Larutan 1 dicampurkan
dan 2 yang telah ke dalam larutan 2
didinginkan

nyalakan stopwatch dan


suhu awal dan ukur waktu larutan sampai
tampak warna biru untuk 2
akhir dicatat
pertama kali
1
campuran larutan dituang
kembali ke tabung 1

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Sistem 1
No T (0C) T (0C) T (0C) 1 -1 1
T (K) t (s) (K ) ln
. Awal Akhir Rata-rata T T
1 20 27 23,5 296,5 175 3,37 x 10-3 -5,692
2 30 31 30,5 303,5 103 3,29 x 10-3 -5,717
3 40 29 24,5 307,5 72 3,25 x 10-3 -5,729
4 50 29 39,5 312,5 37 3,20 x 10-3 -5,745
5 60 30 45 318 21 3,14 x 10-3 -5,764
3.1.2 Sistem 2
No T (0C) T (0C) T (0C) 1 -1 1
T (K) t (s) (K ) ln
. Awal Akhir Rata-rata T T
1 20 29 24,5 297,5 126 3,40 x 10-3 -5,684
2 30 30 30 303 65 3,30 x 10-3 -5,714
3 40 29 24,5 307,5 63 3,25 x 10-3 -5,729
4 50 29 39,5 312,5 24 3,20 x 10-3 -5,745
5 60 30 45 318 19 3,14 x 10-3 -5,764

3.2 Analisis Data


3.2.1 Sistem 1

Sistem 1
-5.64
-5.66 0 0 0 0 0 0 0
-5.68
ln 1/T

-5.7 f(x) = 312.75 x − 6.75


-5.72 R² = 1
-5.74
-5.76
-5.78
1/T

3.2.1.1 Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik


Persamaan grafik:
y = mx + b
−Ea
m=
R
Ea = −R( m)
A. Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y ¿ 312,75 x−6,7458
Diketahui: m = 312,75
J
R = 8,314
moL
Ditanyakan: Ea . ... . ?
Penyelesaian :
−Ea
=m
R
Ea=−R ( m )
J
Ea=−8,314 (312,75)
moL
J
Ea = -2600,2 = -2,6002 kJ/moL
moL
B. Nilai Faktor Frekuensi
y = mx + b
y =312,75 x−6,7458
Diketahui : b = −6,7458
Ditanyakan : A . . . . . ?
Penyelesaian :
−Ea 1
ln k =¿ ¿ + ln A
R T
ln A = b
A = eb
A = e-6,7458
A = 0,0012
3.2.1.2 Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)
A. Untuk T = 296,5 K
J
Diketahui: Ea = −2600,2
moL
T = 296,5 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2600,2 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.296.5 K
mol. K
e
k =0,0012. e−1,0548
k = 0,0012 (0,3483)
k = 4,1796 x 10-4

B. Untuk T = 303 K
J
Diketahui : Ea = −2600,2
moL
T = 303 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2600,2 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.303 K
mol. K
e
k =0,0012. e−1,0305
k = 0,0012 (0,3568)
k = 4,2816 x 10-4

C. Untuk T = 307,5 K
J
Diketahui : Ea = −2600,2
moL
T = 307,5 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2600,2 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.307,5 K
mol. K
e
k =0,0012. e−1,0171
k = 0,0012 (0,3616)
k = 4,3392 x 10-4

D. Untuk T = 312,5 K
J
Diketahui : Ea = −2600,2
moL
T = 312,5 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2600,2 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.312,5 K
mol. K
e
k =0,0012. e−1,0008
k = 0,0012 (0,3675)
k = 4,4100 x 10-4

E. Untuk T = 318 K
J
Diketahui :Ea = −2600,2
moL
T = 318 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2600,2 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.318 K
mol. K
e
k =0,0012. e−0,9835
k = 0,0012 (0,3740)
k = 4,4880 x 10-4

3.2.2 Sistem 2

Sistem 2
-5.64
0 0 0 0 0 0 0 0
-5.66
-5.68
f(x) = 307.48 x − 6.73
-5.7
ln 1/t

R² = 1
-5.72
-5.74
-5.76
-5.78
1/T

3.2.2.1 Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik


Persamaan grafik:
y = mx + b
−Ea
m=
R
Ea = −R( m)
A. Nilai Energi Aktivasi (Ea)
y = mx + b
y ¿ 307,48 x−6,729
Diketahui : m = 307,48
J
R = 8,314
moL
Ditanyakan : Ea . ... . ?
Penyelesaian :
−Ea
=m
R
Ea=−R ( m )
J
Ea=−8,314 (307,48)
moL
J
Ea = -2556,39 = -2,5564 kJ/moL
moL
B. Nilai Faktor Frekuensi
y = mx + b
y =307,48 x−6,729
Diketahui : b = −6,729
Ditanyakan : A . . . . . ?
Penyelesaian :
−Ea 1
ln k =¿ ¿ + ln A
R T
ln A = b
A = eb
A = e-6,729
A = 0,0012

3.2.2.2 Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)


A. Untuk T = 297,5 K
J
Diketahui : Ea = −2556,39
moL
T = 297,5 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2556,39 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.297.5 K
mol. K
e
k =0,0012. e−1,0336
k = 0,0012 (0,3557)
k = 4,2684 x 10-4

B. Untuk T = 303 K
J
Diketahui : Ea = −2556,39
moL
T = 303 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2556,39 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.303 K
mol. K
e
k =0,0012. e−1,0148
k = 0,0012 (0,3625)
k = 4,3500 x 10-4
C. Untuk T = 307,5 K
J
Diketahui : Ea = −2556,39
moL
T = 307,5 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2556,39 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.307.5 K
mol. K
e
k =0,0012. e−0,9999
k = 0,0012 (0,3679)
k = 4,4148 x 10-4

D. Untuk T = 312,5 K
J
Diketahui : Ea = −2556,39
moL
T = 312,5 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2556,39 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.312.5 K
mol. K
e
k =0,0012. e−0,9839
k = 0,0012 (0,3738)
k = 4,4856 x 10-4

E. Untuk T = 318 K
J
Diketahui : Ea = −2556,39
moL
T = 318 K
A = 0,0012
J
R = 8,314
mol . K
Ditanyakan : k. . . . . ?
Penyelesaian :
− Ea
k = Ae RT

J
−(−2556,39 )
moL
k = 0,0012. 8,314
J
.318 K
mol. K
e
k =0,0012. e−0,9669
k = 0,0012 (0,3802)
k = 4,5624 x 10-4

3.3 Grafik
1
3.3.1 Grafik Hubungan 1/T dengan In pada Sistem 1
T

Sistem 1
-5.64
-5.66 0 0 0 0 0 0 0
-5.68
ln 1/T

-5.7 f(x) = 312.75 x − 6.75


-5.72 R² = 1
-5.74
-5.76
-5.78
1/T
1
3.3.2 Grafik Hubungan 1/T dengan In pada Sistem 2
T

Sistem 2
-5.64
0 0 0 0 0 0 0 0
-5.66
-5.68
f(x) = 307.48 x − 6.73
-5.7
ln 1/t

R² = 1
-5.72
-5.74
-5.76
-5.78
1/T

3.3 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh laju reaksi
terhadap temperatur (suhu) dan menentukan konstanta laju reaksi disetiap energi
aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Ea adalah energi
pengaktifan, yakni molekul-molekul harus mempunyai energi sebanyak ini
sebelum membentuk produk (Dogra, 1990: 652).
Percobaan ini dilakukan dengan membuat larutan dalam sistem satu dan
dua dengan tujuan untuk memperhatikan dan membandingkan kecepatan dari
masing-masing sistem untuk bereaksi dalam membentuk warna biru. Pada
masing-masing tabung dalam sistem tersebut diisi dengan perbandingan volume
komposisi yang berbeda. Pada sistem pertama, terdiri dari campuran larutan
K2S2O8 dan air pada tabung 1, serta larutan KI, Na 2S2O3, dan larutan kanji pada
tabung 2. Sedangkan sistem kedua terdiri dari campuran antara larutan K 2S2O8 dan
air pada tabung 1 dan campuran KI, Na2S2O3, dan H2O serta larutan kanji pada
tabung 2. Kedua tabung pada masing-masing sistem akan didinginkan untuk
menurunkan suhu menjadi 200C dan juga dipanaskan untuk menaikkan suhunya
menjadi 300C, 400C dan 500C dan 600C . di mana variasi suhu yang digunakan
pada percobaan ini yaitu 200C, 300C, 400C dan 500C dan 600C. Hal ini dilakukan
agar kita dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi.Larutan tersebut
kemudian dicampurkan ketika telah mencapai suhu yang sama hal ini agar larutan
dapat tepat bereaksi pada suhu yang sama.
Berdasarkan pengamatan dapat dilihat bahwa sistem 1 yang lebih cepat
mengalami reaksi ditandai dengan perubahan larutan menjadi ungu kebiru-biruan.
Adapun hasil percobaan sesuai dengan teori dimana uji positif percobaan yakni
akan terbentuk larutan yang berwarna biru pada saat bereaksi. Secara teoritis
perubahan yang terjadi pada percobaan yakni menjadi biru dikarenakan larutan
kanji yang ditambahkan pada campuran dalam percobaan ini. Dimana kanji
berfungsi sebagai indikator yang akan menunjukkan perubahan warna larutan
menjadi biru ketika di dalam larutan terjadi reaksi redoks. Indikator amilum akan
mendeteksi adanya iodida dalam larutan setelah Na2S2O3 pada campuran habis
bereaksi yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru.
Reaksi yang terjadi dlaam percobaan adalah reaksi redoks. Larutan
ammonium persulfat K2S2O8 berfungsi sebagai oksidator yang akan mengoksidasi
I- menjadi I2, Na2S2O3 befungsi sebagai reduktor yang akan mereduksi I2 kembali
menjadi I- yang selanjutnya akan berikatan dengan amilum yang terkandung
dalam kanji. Iodida akan bereaksi dengan amilum setelah Na 2S2O3 pada campuran
habis bereaksi dengan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana
muncul warna biru pertama kali. Pada saat mencampurkan larutan dalam tabung 1
dan tabung 2 untuk masing-masing sistem harus dilakukan dengan cepat dengan
tujuan agar tidak terjadi perbedaan suhu yang drastis pada masing-masing tabung.
Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
Reaksi pada tabung 1 :
2S2O82- + 2H2O 4SO42- + O2 + 4H+
Reaksi pada tabung 2 :
Reduksi : I2 + 2e- 2I-
Oksidasi : 2S2O3- S4O82- + 2e-
I2 + 2S2O3 S4O62- + 2I-
Sehingga reaksi lengkapnya adalah :
2Na2S2O3 (aq) + I2 (aq) Na2S4O6 (aq) + 2NaI (aq)
Percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori. Dimana diperoleh
data yang menunjukkan hubungan antara laju reaksi dengan suhu (T) berbanding
lurus. Di mana semakin tinggi suhu maka semakin cepat pula waktu untuk
bereaksi. Penurunan suhu akan memperlambat reaksi sedangkan kenaikan suhu
akan menaikkannya. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-
molekul zat yang bereaksi makin bertambah. Molekul-molekul dengan energi
kinetik yang ditingkatkan ini bila saling bertumbukan akan menghasilkan energi
tumbukan yang cukup untuk memutus molekul zat tersebut, sehingga reaksi itu
terjadi. Molekul yang berenergi lebih tinggi terdapat pada suhu yang lebih tinggi,
maka laju pembentukan produk juga lebih besar pada suhu yang lebih tinggi pula
(Chang, 2005: 45).
Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi (Ea) yaitu suhu, faktor
frekuensi (A) dan katalis. Semakin kecil harga Ln k maka harga 1/T rata-rata
semakin besar. Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi
aktivasinya akan semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan
sehingga akan memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana
energi aktivasi berbanding terbalik dengan laju reaksi. Berdasarkan hasil
percobaan pada system 1 diperoleh waktu reaksi pada suhu 20°C = 175 detik,
30°C = 103 detik, 40°C = 72 detik , 50°C = 37 detik dan suhu 60˚C= 21 detik.
Begitu pula pada system 2 diperoleh waktu reaksi pada suhu 20°C = 126 detik,
30°C = 65 detik, 40°C = 63 detik , 50°C = 24 detik dan suhu 60˚C= 19 detik. Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa semakin suhunya naik maka waktu yang
diperlukan untuk bereaksi adalah semakin sedikit atau suhu berbanding terbalik
dengan waktu. Perubahan suhu umumnya mempengaruhi harga tetapan laju k.
Jika suhu dinaikan maka harga k akan meningkat dan sebaliknya. Dari harga k
tersebut maka akan dapat dihitung energi aktivasi. Dari data hasil percobaan
sistem 1 dapat dibuat grafik ln K vs 1/T, dan diperoleh grafik berbentuk linier
dengan persamaan y =312,75 x−6,7458. Dari grafik ln K dan 1/T diperoleh Ea = -
2,6002 kJ/moL. Sedangkan untuk sistem 2 dan diperoleh grafik berbentuk linier
dengan persamaan y =307,48 x−6,729. Dari grafik ln K dan 1/T diperoleh Ea = -
2,5564 kJ/moL. Adapun berdasarkan hasil yang diperoleh pada sistem 1 memiliki
Ea yang yang lebih besar dari sisem 2. Artinya laju reaksi pada sistem 2 lebih
besar. Hal ini dikarenakan pada sistem 2 terdapat penambahan akuades yang
berfungsi menghidrolisis dan mempercepat reaksi. Semakin besar energi aktivasi
maka laju reaksinya semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi
semakin besar. Semakin kecil harga ln K maka harga 1/T rata-rata semakin besar.
Ini membuktikan bahwa semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan
semakin kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan
memperbesar harga laju reaksi. Hal ini sesuai dengan teori dimana energi aktivasi
berbanding terbalik dengan laju reaksi.
Berdasarkan analisis data diperoleh energi aktivasinya yaitu -2,0062
kJ/mol. Artinya bahwa energi minimum yang diperlukan untuk melewati suatu
reaksi adalah -2,0062 kJ/mol. Sedangkan pada sistem 2 diperoleh energi aktivasi
sebesar Ea = -2,5564 kJ/moL. Hal ini telah sesuai dengan teori bahwa jika dua
molekul bertabrakan maka memerlukan energi kinetik minimum tertentu, energi
tersebutlah yang sering disebut energi aktivasi (Ea). Energi aktivitas menyatakan
jumlah energi yang harus diterima oleh molekul-molekul yang bereaksi untuk
dapat bereaksi. Energi aktivasi yang rendah berarti reaksi berlangsung dengan
cepat sedangkan jika Energi aktivasi tinggi berarti reaksi lambat terjadi.
Peningkatan yang pesat konstanta laju (K) dan suhu (T) disebabkan karena adanya
peningkatan jumlah tumbukan yang memiliki energi melebihi aktivasi energi.
Adapun dari grafik yang dibuat berdasarkan analisis data tentang hubungan antara
ln l/T diperoleh nilai regresi (R2) 0,9 - 1. Dimana regresi merupakan suatu alat
ukur yang juga dapat digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antara
variabel. Saat nilai regresi dibawah 0,9 -1 artinya bahwa hubungan korelasinya
rendah.

4. Kesimpulan Dan Saran


4.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
4.1.1. Laju reaksi berbanding lurus dengan temperatur dimana semakin tinggi
temperatur maka laju reaksi akan semakin cepat.
4.1.2. Energi aktivasi pada percobaan in yaitu -2,0062 kJ/mol sedangkan pada
sistem 2 diperoleh energi aktivasi sebesar Ea = -2,5564 kJ/moL.
4.2. Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya untuk lebih teliti dalam
melakukan percobaan terutama ketika akan mereaksikan kedua larutan yang
suhunya sama dan teliti dalam melakukan pengukuran suhu.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, Peter dan Julio de Paula. 2006. Physical Chemistry for the Life Sciences.
New York: W.H. Freeman and Company.

Castellan, Gilbert W. 1983. Physical Chemistry, Third Edition. Canada: Addison


Wesley publishing Company, Inc.

Chang, Raymond. 2005. Konsep-Konsep Inti Kimia Dasar Edisi ketiga jilid dua.
Jakarta: Erlangga .

Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta: UI Press

Levine, Ira N. 2002. Physical Chemistry, Sixth Edition . New York : McGraw Hill
Higher Education.

Sunarya, Yayan. 2011. Kimia Dasar 2. Bandung: Yrama Widya.


JAWABAN PERTANYAAN

1. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan suatu reaksi kimia
agar dapar berlangsung.
2. Pengaruh laju reaksi terhadap temperatur atau suhu yaitu berbanding lurus,
artinya semakin tinggi suhu yang diberikan maka semakin cepat pula laju
reaksi yang terjadi begitupun sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai