Gagal ginjal kronik adalah penurunan semua fungsi yang bertahap diikuti
penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit (Mary E. Doengoes, 2000.hal 626 ).
Gagal ginjal kronik merupakan gagal ginjal yang progresif dan lambat biasanya
berlangsung beberapa tahun ( Lorrainem M. Wilson dan Price,Silvia Anderson, hal
912 ).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif atau
irreversible dimana tubuh tidak dapat mempertahankan metabolik keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia, serta terjadi penurunan GFR
(Glomerulo Filtrasi Rate ) yang merupakan sumber dari terganggunya fungsi ginjal
( Carpenito, 1999 )
Menurut Smeltzer, Suzanne, 2002 hal 1448, penyebab dari gagal ginjal kronik
adalah:
1. Diabetus mellitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
4. Hipertensi tak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
urinarius bagian atas atau Pielonefritis Akut dan infeksi traktur urinarius bawah
atau Sistitis akut.
Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan pielonefritis akut (infeksi pelvis dan
interstisium ginjal) adalah infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan
morbiditas, tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal kronik.Pielonefritis krinik
adalah cedera ginjal kronik yang menunjukkan pembentukan jaringan parut
parenkimal pada pemeriksaan IVP, disebabkan oleh infeksi berulang atau infeksi
menetap pada ginjal.
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal
bilateral.Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan pada hematuria. Meskipun lesi terutama ditemukan pada
glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
sehingga terjadi gagal ginjal kronik. Penyakit ini mula-mula digambarkan oleh
Richard Bright tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak
penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respons imun menimbulkan
beberapa bentuk glomerulonefritis.
Pada beberapa tahun terakhir, penyakit tentang perubahan patologik penyakit
ginjal kronik berkembang pesat melalui pemeriksaan biopsi dengan mikroskop
cahaya, maka timbul kategori-kategori karena bertambahnya kemampuan untuk
mendefinisikan sifat alamiah lesi ginjal. Berbagai usaha yang dilakukan untuk
memisahkan dan memilah berbagai jenis glomerulonefrritis dengan
menghubungkan gambaran histologist dan klinisnya.
3. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang menetap di atas
normal yang disepakati, yaitu diastolic 90 mmHg atau sistolik 140
mmHg.Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.Hipertensi
mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal.Sebaliknya, penyakit gagal ginjal kronik yang berat dapat menyebabkan
hipertensi atau ikut berperan dalam hipertensi melalui mekanisme retensi
natrium dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angitensin, dan mungkin
pula melalui difisiensi prostaglandin.Kadang kadang sulit bagi seorang ahli
nefrologi untuk menentukan mana yang primer.
merupakan lesi yang paling sering terjadi, trediri dari penebalan difus matriks
mesangeal dengan eosinofilik disertai penebalan membran kapiler.
Hiperparatiroidisme Primer
Hiperparatiroidisme primer yang menyebabkan hiperskresi hormone
paratiroid, merupakan penyakit yang relatif langka yang dapat
mengakibatkan sefrokalsinosis dan selanjutnya dapat menyebabkan gagal
ginjal.Hiperparatiroidisme sekunder merupakan komplikasi yang sering
dijumpai pada gagal ginjal kronik. Manifestasi penyakit ini sama walaupun
bersifat primer maupun sekunder.
Amiloidosis
Amiloidosis merupakan suatu penyakit metabolik dengan penimbunan
amiloid atau suatu protein ektraseluler yang abnormal pada berbagai
jaringan.Timbunan amiloid ini dapat merusak ginjal, hepar, limpa, jantung,
lidah, dan sistem saraf.Amiloid terdeteksi secara histologist sebagai bahan
hialin berwarna merah muda terang, amiloid juga menangkap beberapa
pewarna khusus seperti merah Congo.Amiloid dapat diklasifikasikan
berdasarkan sifat protein precursor dan berdasarkan apakah penimbunan
amiloid terjadi secara sistemik (melibatkan banyak organ) atau hanya
terbatas pada satu organ atau jaringan.
7. Nefropati Toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan, dan bahan-bahan
kimia karena beberapa alasan, antara lain:
Ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga sring dan mudah kontak
dengan zat kimia dalam jumlah besar.
Interstisium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan
pada daerah yang relative hipovaskuler.
Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk sebagian besar obat,
sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
Nefrotoksin yang paling sering dijumpai menyebabkan timbulnya gagal
ginjal akut.Gagal ginjal kronik dapat terjadi akibat penyalahgunaan analgetik
dan panjanan timbal.
a. Penyalahgunaan Analgetik
Secara umum bahwa penyalahgunaan analgetik dalam waktu lama dapat
menyebabkan cedera ginjal.Gagal ginjal akibat kelebihan pemakaian
C. Patofisiologi
gagal ginjal kronik, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan
elektrolit tubuh kendati GFR sangat menurun.
Untuk peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal kronik dapat diuraikan dari
segi hipotesis nefron yang utuh.Meskipun penyakit gagal ginjal kronik terus
berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk
mempertahankan homeostatis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas
melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif.
600 mOsm (285 mOsm/liter). Sebagai respons terhadap beban zat terlarut yang sama
dan keadaan kekurangan cairan, orang normal dapat memekatkan urine sampai 4 kali
lipat konsentrsi plasma dan dengan demikian hanya akan mengekskresi sedikit urine
yang pekat. Bila GFR terus turun sampai akhirnya mencapai nol, maka semakin
perlu mengatur asupan cairan dan zat terlarut secara tepat untuk mampu
mengkomodasikan penurunan fleksibilitas fungsi ginjal.
Juga terbukti bahwa ginjal normal dengan beban zat terlarut meningkat akan
bertindak sama seperti ginjal yang mengalami gagal ginjal kronik. Hal ini
mendukung hipotesis nefron yang utuh. Data eksperimental memperlihatkan bahwa
dengan meningkatnya jumlah beban zat terlarut secara progresif, maka kemampuan
pemekatan urine dalam keadaan kekurangan air atau kemampuan pengenceran urine
dalam keadaan asupan air yang banyak akan menghilang secara progresif. Kedua
kurva mendekati berat jenis 1,010 sampai urine menjadi isoosmotik dengan plasma
pada 285 mosm sehingga terjadi berat jenis yang tetap.
Tercatat beberapa kali bahwa gagal ginjal kronik sering bersifat progresif,
bahkan bial faktor pencetus cedera disingkirkan. Sebagai conto, pada anak-anak
dengan pielonefritis kronik yang disebabkan oleh refluks vesikouretral dan infeksi
traktus urinarius yang berulang akan timbul jaringan parut pielonefritis yang
menyerang tubulus dan interstisium, namun, bila refluks tersebut dikoreksi secara
bedah dan infeksi ginjal dihentikan dengan antibiotik, gagal ginjal kronik tetap akan
berlanjut. Observasi ini telah memulai upaya penelitian utama baru-baru ini untuk
mempelajari alasan perkembangan penyakit ginjal dan cara untuk menghentikan atau
memperlambat perkembangan tersebut.
Penjelasan terbaru yang paling popular untuk gagal ginjal kronik tampa
penyakit primer yang aktif adalah Hipotesis hiperfiltrasi. Menurut hiperfiltrasi
tersebut, nefron yang utuh pada akhirnya akan cedera karena kenaikan aliran plasma
dan GFr serta kenaikan tekanan hidrostatik intrakapiler glomerulus (misalnya,
tekanan kapiler glomerulus). Walaupun kenaikan SNGFR dapat menyesuaikan diri
dengan lari jangka pendek, namun tidak dapat menyesuaikan dengan lari jangka
panjang.
Sebagian besar bukti teori hiperfiltrasi untuk cedera sekunder berasal dari
model sisa ginjal pada tikus. Jika satu ginjal pada tikus diangkat dan dua pertiga dari
ginjal yang lain rusak, terlihat bahwa binatang tersebut akan mengalami gagal ginjal
stadium akhir dalam waktu 6 bulan, walaupun tidak ada penyakit ginjal primer.
Tikus itu mengalami proteinuria, dan biopsi ginjal pada sisa glomerulus
memperlihatkan glomerulosklerosis yang menyerupai lesi pada banyak penyakit
ginjal primer.Satu penjelasan untuk lesi ginjal dan gagal ginjal kronik berdasarkan
pada perubahan fungsi dari struktur yang timbul ketika jumlah nefron yang utuh
menurun pada binatang percobaan.
D. Manifestasi klinis
a. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis,
pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub
perikardial.
b. Integumen : pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit
kering bersisik.
c. Pulmoner : heperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels, napas
dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
d. Gastrointestinal : anorexia, nausea, gastritis, konstipasi/diare, vomitus,
perdarahan saluran GI.
e. Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Muskuloskeletal : kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot
drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
g. Reproduktif : amenore, atropi testis, penurunan libido, impotensi, infertilitas,
nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
(Brunner & Suddarth, 2001. Hal 1450 )
E. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium yang didasarkan pada tingkat
GFR yang tersisa :
1. Penurunan cadangan ginjal
Terjadi apabila GFR turun 50% dari normal, tetapi tidak ada akumulasi sisa
metabolic.Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak dan
penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan
poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan
fungsi.
2. Insufisiensi ginjal
Terjadi bila GFR menurun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang
diterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena nefron
yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap
diuretic menyebabkan oliguri, oedema. Derajat insuffisiensi dibagi menjadi
ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR sehingga perlu pengobatan medis.
3. Gagal ginjal
Terjadi bila GFR kurang dari 20% normal
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
Bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional
yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
Akumulasi sisa metabolik dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin
dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan
pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal (Smeltzer & Bare, 2002)
F. Komplikasi
Komplikasi potensial yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis (Smeltzer &
Bare, 2001. Hal 1449 )antara lain :
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-
angistensis-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi prostat, kadar
kalium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan
peningkatan kadar aluminium.
G. Pemeriksaan penunjang/diagnostic
Pemeriksaan penunjang mencakup (Mary E. Doengoes, 2000.hal 628 ) :
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Urine :
Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oligouria) atau urin
tak ada (anuria)
Warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat dan urat. Sedimen kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
Berat: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
b. Darah :
BUN/Kreatinin: Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi.
Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah
yaitu 5).
Hitung darah lengkap: Ht: Menurun pada adanya anemia. Hb:
biasanya kurang dari 7-8 mg/dL.
SDM: Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti
pada azotemia.
H. Tindakan penanganan
Penatalaksanaan GGK mencakup tindakan konservatif dan tindakan dialysis serta
transplantasi ginjal (Suzanne C.Smeltzer, 2001. 1449).
1. Intervensi diet meliputi pengaturan cermat masukan protein, masukan cairan
untuk mengganti cairan yang hilang (biasanya cairan yang diperbolehkan
antara 500 - 600 ml per 24 jam), masukan natrium untuk mengganti natrium
yang hilang dan pembatasan kalium. Pada saat yang sama masukan kalori
adekuat dan suplemen vitamin dianjurkan.
2. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan natrium karbonat dosis
tinggi untuk mengganti antasida yang mengandung aluminium karena dapat
menyebabkan toksisitas.
3. Hipertensi ditangani dengan medikasi anti hipertensi. Gagal jantung kongestif
dan edema pulmoner ditangani dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium,
diuretic, agen inotropik seperti digitalis atau dobutamine dan dialysis.
4. Hiperkalemia ditangani dengan dialysis dan diet rendah kalium.
5. Abnormalitas neurologi dapat terjadi dan memerlukan observasi dini terhadap
tanda-tanda seperti kedutan, sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang.
Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan pembatas tempat tidur.
6. Anemia ditangani dengan pemberian epogen (eritropoetin manusia
rekombinan).
7. Pasien dengan GGK kronis yang meningkat dirujuk ke pusat dialysis dan
transplantasi.
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATANPADA CRONIK KIDNEY DESEASE
A. PENGKAJIAN
Data pasien yang harus dikaji mencakup :
1. Identitas Pasien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan,
penghasilan dan alamat.
2. Riwayat penyakit terdahulu
Kemungkinan yang muncul pada riwayat kesehatan terdahulu pada pasien
dengan gagal ginjal kronis antara lain Glomerulonefritis, Pielonefritis,
Nefrosklerosis, Sindroma Nefrotik, Tumor Ginjal dll.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama
Kaji keluhan yang biasa muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronis.
4. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah di keluarga pasien ada yang pernah mengalami gagal ginjal kronis
atau kelainan ginjal lainnya.
5. Data bio-psiko
a. Aktifitas & istirahat ;
Gejala : Kelemahan,malaise, gangguan tidur (insomnia,gelisah,atau somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi :
Gejala : Riwayat hipertensi lama/baru, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi (nadi kuat,edema jaringan umum dan pitting pada
kaki,telapak tamgam), disritmia jantung. Friction rub pericardial, kulit pucat,
kecenderungan pedarahan.
c. Integritas ego :
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Suzanne C.Smeltzer, 2001. Hal 1451).
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urine, masukan cairan
berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Defisit pengetahuan tentang kondisi dan penanganan b.d. kurang informasi.
4. Intoleran aktifitas b.d. keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialysis.
5. Gangguan harga diri b.d. ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra
tubuh dan fungsi seksual.
C. INTERVENSI
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urine, masukan cairan
berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal
Tindakan Rasional
a. Kaji status cairan ( timbang BB a. Pengkajian adalah dasar dan data dasar
tiap hari,catat intake output, vena berkelanjutan untuk memantau
turgor kulit dan adanya edema, perubahan dan mengevaluasi
distensi leher, tekanan darah, intervensi.
denyut dan irama nadi)
b. Batasi masukan cairan b. Pembatasan cairan akan menentukan
berat tubuh ideal, haluaran urine, dan
respon terhadap terapi
c. Identifikasi sumber potensial c. Sumber kelebihan cairan yg tdk
cairan diketahui dapat diidentifikasi
- Medikasi dan cairan yg
digunakan
- Makanan
d. Jelaskan pd pasien & keluarga d. Pemahaman dapat meningkatkan
rasional pembatasan cairan kerjasama pasien & keluarga dlm
pembatasan cairan.
e. Beritahu pasien dalam e. Kenyamanan pasien meningkatkan
menghadapi ketidaknyamanan kepatuhan terhadap pembatasan cairan.
akibat pembatasan cairan f. Higiene oral mengurangi kepekaan
f. Tingkatkan dan dorong hygiene terhadap membran mukosa mulut.
oral dengan sering.
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
dilakukan sesuai dengan kriteria hasil yang telah disusun
Evaluasi keperawatan terhadap masing – masing diagnosa keperawatan dan masalah
–masalah kolaboratif mencakup :
1. Kelebihan volume cairan, tujuan : mempertahankan berat badan ideal tanpa
kelebihan cairan.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, tujuan : mempertahankan masukan
nutrisi yang adekuat.
3. Kurang pengetahuan, tujuan : meningkatkan pengetahuan tentang kondisi
dan penanganan yang bersangkutan.
4. Intoleransi aktifitas, tujuan : berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat
ditoleransi.
5. Gangguan harga diri, tujuan : memperbaiki konsep diri.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi 8.Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.Jakarta : EGC
Ganong, W. F. 1998. Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. Jakarta: EGC
Long, B C. (1996).Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3.Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.(1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit.Edisi 6.Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth.Edisi 8.Jakarta :EGC
Judith m.wilkinson, (2002).diagnosis keperawatan nanda NIC NOC, EGC:Jakarta
Nanda international,(2002), diagnosis keperawatan,EGC:Jakarta
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : ”MR”
Umur : 66 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Status perkawinan : Kawin
Agama : Hindu
Suku : Indonesia
Alamat : Desa Penatahan Kecamatan Penebel
Tanggal masuk : 12 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 16 Maret 2021
Sumber informasi : Catatan medik , keluarga dan pasien
Diagnosa masuk : CKD stadium V
PENANGGUNG
Nama penanggung jawab : ”KR”
Hubungan dgn pasien : Anak
2. RIWAYAT KELUARGA
Genogram (kalau perlu)
Keterangan genogram
: laki – laki
: perempuan
: memiliki penyakit yang sama
: tinggal serumah
: klien
3. STATUS KESEHATAN
a. Status Kesehatan Saat Ini
Keluhan Utama (saat mrs dan saat ini)
Pasien mengatakan awalnya dia muntah-muntah bercampur darah dan terasa
nyeri pada bagian perutnya. Saat dilakukan pengkajian tanggal 16 Maret
2021 pasien mengatakan merasa mual dan muntah. Perutnya terasa kembung
dan sakit, tetapi tidak ada nyeri tekan atau nyeri lepas. Kaki pasien juga
terasa sakit.
Alasan Masuk Rumah Sakit Dan Perjalanan Penyakit Saat Ini
Pasien baru pertama kali rawat inap di BRSU Tabanan dan didiagnosis CKD.
Pasien merasa mual muntah sampai >5x, isi sisa makanan dan cairan warna
kecoklatan. Pasien merasa perutnya kembung dan mudah penuh.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Pasien mengatakan sudah minum obat mual yang didapatkan dari berobat ke
dokter praktek swasta, tapi mual dan muntah pasien tidak mau berkurang.
Saat sebelum masuk rumah sakit biasanya pasien pergi ke sawah 2x sehari. Jika
pasien sakit, pasien akan berobat ke dokter praktek swasta atau ke puskesmas.
b. Pola Nutrisi/metabolic
Makan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit dia jarang makan.
Kadang-kadang pasien tidak makan.
Saat pengkajian : Sejak tadi pagi pasien mengatakan sudah makan 2 kali,
dengan menu makanan yang telah disediakan di rumah
sakit. Pasien hanya mampu menghabiskan ¼ porsi
makanannya.
Minum
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasa minum 1 botol aqua
tanggung/ hari.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan sejak tadi pagi baru minum ¼
gelas aqua.
c. Pola eliminasi
BAB
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasa BAB 1x sehari dengan
konsentrasi lembek, bau khas feses, warna kuning feses.
Saat pengkajian : Pasien biasanya mengganti popoknya 1x sehari dan
penuh berisi kotoran dengan konsentrasi lembek, warna
kuning feses, bau khas feses, dan tidak mengalami
gangguan saat melakukan BAB.
BAK
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasa BAK 1-2 kali sehari dengan
lancar, warna kuning urine, jernih, bau khas urine, tidak
ada nyeri saat BAK.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan biasa mengganti popoknya 1x sehari
dan berisi sekitar 1/3 botol aqua gelas dan tidak
mengalami gangguan saat melakukan BAK, tidak ada
nyeri yang dirasakan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.
Okigenasi:
Pasien mengatakan tidak mengalami sesak nafas dan gangguan pernafasan lain.
e. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada masalah ataupun keluhan
saat istirahat dan tidur.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan kemarin malam dapat tidur dari jam
8 malam, tetapi dia tidak bisa tidur nyenyak. Pasien
sering terbangun saat tengah malam.
f. Pola kognitif-perseptual
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran,
penglihatan, dan indera perabaan. Pasien juga tidak merasa
nyeri di bagian tubuhnya.
Saat pengkajian : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran,
penglihatan, dan indera perabaan. Pasien mengeluh nyeri
pada perut dengan skala nyeri 5 dan juga di kedua kakinya.
g. Pola persepsi diri/konsep diri
Pasien mengatakan cemas dengan penyakit yang dia derita. Pasien mengeluh
cemas karena kurang mengetahui tentang penyakit yang dia derita sekarang.
h. Pola seksual dan reproduksi
Pasien tidak mengalami gangguan pada pola seksualnya.
i. Pola peran-hubungan
Pasien merupakan seorang lansia di keluarga tersebut. Sehari-hari pasien bekerja
sebagai petani di sawah yang dia miliki. Pasien sering diminta pendapat oleh
annaknya yang berperan sebagai kepala keluarga. Di banjar pasien juga ikut
dalam pengurus adat.
j. Pola manajemen koping stress
Pasien mengatakan mengalami sedikit stres, karena saat ini pasien hanya bisa
tidur di bed. Berbeda dengan saat belum sakit, dimana pasien dapat pergi ke
sawah dan ladangnya.
k. Pola keyakinan-nilai
Pasien memeluk agama hindu. Sekarang pasien hanya bisa sembahyang dari
tempat tidur.
5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Baik
Tingkat kesadaran : komposmentis/ apatis/ somnolen/ sopor/ koma
GCS : Eye : 4 Motorik : 5 Verbal : 6
b. Tanda-tanda vital : Nadi :80x/menit Temp: 36,5 C RR : 20x/menit
TD : 160/80 mmHg
c. Keadaan fisik (IPPA)
1) Kepala dan leher
Kepala :
Penyebaran rambut kurang merata di semua bagian kepala, kulit kepala cukup
bersih, rambut pasien terlihat kusut, kurang terawat.
Muka :
Muka terlihat cerah,warna kulit sawo matang dan tidak ada sianosis
Mata :
Simetris, reflek pupil normal, pergerakan simetris, sklerela putih, tidak ada
nyeri tekan di sekitar mata, terdapat edema pada kelopak mata, penglihaatan
pasien kabur karena terdapat edema pada kelopak mata pasien.
Hidung :
Simetris, tidak ada masalah ataupun pembengkakan dan secret pada hidung
pasien, tidak ada nyeri tekan, kebersihan cukup, pasien menggunakan bantuan
oksigen, penciuman baik.
Mulut :
Keadaan umum baik, mulut bersih. Ada beberapa gigi yang berisi karang
gigi. Lidah terlihat bersih
Telinga :
Bentuk telinga kanan dan kiri simetris, keadaan telinga bersih dan tidak ada
gangguan pendengaran
2) Dada
Paru : Pegerakan kedua dada saat inspirasi dan ekspirasi simaetris,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada suara nafas tambahan
Jantung :
Suara jantung I dan II reguler. Tidak ada bunyi jantung tambahan
3) Abdomen
Perut pasien terlihat kembung dan kencang, pasien merasa nyeri pada bagian
perutnya dengan skala 5.
5) Integumen
Warna kulit pasien sawo matang, turgor kulit baik. Kebersihan kulit baik
6) Ekremitas
Atas
Terdapat infus pada lengan kanan pasien, tidak ada nyeri tekan dan nyeri
lepas, tidak banyak terdapat pergerakan karena terdapat edema pada ke2
tangan pasien, tidak ada gangguan.
Bawah
Kaki pasien sulit digerakkan karena terdapat edema pada ke2 kaki pasien,
ke2 kaki pasien terasa nyeri jika digerakkkan.
7) Pemeriksaan neurologis
Status mental dan emosi
Pada saat pengkajian pasien merasa khawatir dengan penyakit yang diderita
saat ini
Pengkajian saraf kranial
Pada saat pengkajian 12 nervus kranial bekerja normal dan baik
Pemeriksaan Reflek
Pada saat pengkajian semua reflek baik
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Data laboratorium yang berhubungan
ANALISA DATA
NO TGL DATA PENYEBAB/INTERPRETASI MASALAH
1 16 Maret S: “ Pasien mengeluh lemah dan badannya Ketidakseimbangan antara suplai dan Intoleransi aktifitas
sering terasa lemas, terutama pada daerah kaki
2021 kebutuhan oksigen
ke lutut.”
O: Pasien terlihat lemas, tidak banyak
beraktifitas. Tekanan darah pasien 160/80
mmHg.
3 16 Maret S: “ Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut Agen pencedera fisiologis
Nyeri akut
dan ke 2 kakinya.”
2021
O : Pasien tampak meringis, memegang bagian
perut, dan gelisah. Nadi pasien 80 x/menit
4 16 Maret
S :” Pasien mengatakan masih belum
2021 mengetahui penyakitnya lebih lanjut, cara Kurang terpapar informasi
Defisit pengetahuan
pengobatannya, dan bagaimana penangannya
serta tindakan operatifnya.”
O : Pasien masih belum mengikuti anjuran yang
diberikan.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
HARI/TGL NO DX
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/Tgl Jam No Dx Tindakan Keperawatan Respon Klien Ttd
Rabu/17 14.30 1 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Pasien mengatakan lokasi nyeri di bagian ..............
Maret frekuensi, kualitas, intensitas nyeri perut dan kaki, terasa sampai >5x perhari, ..............
2021 lebih sering dirasakan saat malam ..............
14.35 1 Mengidentifikasi skala nyeri Skala nyeri pasien 5 dari 10 skala nyeri ..............
14.40 1 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan Pasien merasa nyeri jika kaki digerakkan ..............
memperingan nyeri dan miring kanan atau kiri. Pasien lebih ..............
nyaman saat posisi terletang ..............
14.45 1 Memberikan teknik nonfarmakologis untuk Pasien bisa mengikuti teknik relaksasi ..............
mengurangi rasa Nyeri progresif ..............
15.30 1 Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu Nyeri Pasien mengerti apa yang menyebabkan ..............
nyeri ..............
15.40 1 Mengkolaborasi pemberian analgetik Pasien setuju ..............
16.30 2 ..............
Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang Pasien mengatakan sulit menggerakkan
..............
mengakibatkan kelelahan kaki karena kakinya bengkak
16.40 2 ..............
Memonitor pola dan jam tidur Tidak ada gangguan dalam pola dan jam
..............
tidur
17.00 2 ..............
Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur Pasien setuju
17.10 3 ..............
Menggunakan pendekatan yang tenang dan Pasien mau menerima
..............
meyakinkan
Mengidentifikasi skala nyeri Skala nyeri pasien masih 5 dari 10 skala
Kamis/18 14.30 1
nyeri
Maret
Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang Pasien sudah mempraktekkan teknik
2021 14.35 1
sudah diberikan relaksasi progresif, tapi nyeri yang
E. EVALUASI KEPERAWATAN
No Hari/Tgl S O A P
1 Jumat/19 Maret “Pasien mengatakan nyeri yang Pasien sudah tidak terlihat meringis Masalah nyeri akut Pertahankan kondisi
2021 dirasakan di bagian perut dan kaki dan gelisah. Skala nyeri pasien teratasi pasien, lakukan
sudah berkurang” menjadi 2 tindakan jika nyeri
timbul lagi
2 Jumat/19 Maret “Pasien mengatakan badanya Pasien masih belum bisa beraktifitas Masalah intoleransi Lanjutkan intervensi
2021 sudah merasa lebih baik, tapi terlalu banyak aktivitas belum teratasi
kakinya masih terasa lemas
3 Jumat/19 Maret “Pasien mengatakan sudah tidak Pasien tampak lebih tenang Masalah ansietas teratasi Pertahankan kondisi
2021 khawatir dengan kondisi pasien
kesehatannya saat ini”
4 Kamis/18 “Pasien mengatakan sudah Pasien sudah mengikuti semua Masalah defisit Pertahakan kondisi
Maret 2021 mengerti tentang penyakitnya, cara anjuran yang diberikan dokter pengetahuan teratasi pasien
pengobatan, dan bagaimana maupun perawat
penangan terhadap penyakitnya”
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Pembimbing Pembimbing
Clinical Instructor Clinical Teacher
( ) ( )
NIP. NIK.