OLEH :
JP020.02.006
STIK IJ PALU
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik (non Hemoragik) dan
hemoragik. Stroke iskemik (non Hemoragik) disebabkan oleh adanya
penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena
trombosis (pengumpulan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh
darah) atau embolik (pecahnya gumpalan darah/benda asing yang ada didalam
pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah kedalam otak) ke
bagian otak. Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang subaraknoid adalah
penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah stroke iskemik sekitar 83% dari
seluruh kasus stroke. Sisanya sebesar 17% adalah stroke hemoragik (Joyce &
Jane 2014).
1.2 Etiologi
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada
awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai
arteriosklerosis. Karena arterioskleriosis merupakan gaya hidup modern yang
penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang berolahraga ketiganya
sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan. Selain itu,
faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain:
Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dari semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang terletak
didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.
Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah. Korteks
serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya
(lobusfrontalis, temporalis,oarientali sdan oksipitalis). Fisura longitudinalis
merupakan celah dalam pada bidang media laterali memisahkan lobus temparalis
dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus
sentralis juga memisahkan lobus frontalis juga memisahkan lobus frontalis dan
lobus parientalis. Adapun bagian-bagian otak meluputi :
1) Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masing disebut fosakranialis anterior atas dan media. Kedua permukaan ini
dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan
zat putig terdapat pada bagian dalam yang mengndung serabut syaraf. Pada
otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian
sulkussentralis.
b. Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korakooksipitalis.
c. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan
didepan lobusoksipitalis.
d. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam
banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan
demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama
seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai
titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri selain dibagi dalam lobus
juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk
korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi
empat bagian:
6) Saraf otonom
a. Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan
sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf. Fungsi serabut
saraf simpatis, yaitu :
Mensarafi otot jantung
Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
Mempertahankan tonus semua otot sadar.
b. Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini
merupakan penghubung, melalui serabut-serabut parasimpatis dalam
perjalanan keluar dari otak menuju organ-organ sebagian dikendalikan
oleh serabut-serabut menuju iris. Dan dengan demikian merangsang
gerakan-gerakan saraf ke-3 yaitu saraf okulomotorik. Saraf simpatis
sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral.
Saraf-saraf ini membentuk urat saraf pada alat-alat dalam pelvis dan
bersama saraf-saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi
kolon rectum dan kandung kemih. Refleks miksi juga menghilang bila
saraf sensorik kandung kemih mengalami gangguan. System
pengendalian ganda (simpatis dan parasimpatis). Sebagian kecil organ
dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau
parasimpatis. Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu :
menerima beberapa serabut dari saraf otonom sacral atau cranial.
Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf (masing-masing
bekerja berlawanan). Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas
dan tempat istirahat tetap dipertahankan. Demikian pula jantung
menerima serabut-serabut ekselevator dari saraf simpatis dan serabut
inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf
ekselevator dan inhibitor yang mempercepat dan memperlambat
peristaltic berturut-turut. Fungsi serabut parasimpatis :
Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,
submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga
hidung.
Mempersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung,
berpusat di nuclei lakrimalis, saraf-sarafnya keluar bersama
nervus fasialis.
Mempersarafi kelenjar ludah (sublingualis dan submandibularis),
berpusat di nucleus salivatorius superior, saraf-saraf ini
mengikuti nervus VII
Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris
inferior di dalam medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus
IX
Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru-paru,
gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar.
suprarenalis yang berpusat pada nucleus dorsalis nervus X
Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria
dan alat kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.
Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang
berpusat di kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila
kandung kemih dan rectum tegang miksi dan defekasi secara
reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh
kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal dari
korteks di daerah lotus parasentralis yang berjalan dalam traktus
piramidalis.
1.4 Patofisiologi
1) Hipertensi
2) Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3) Gangguan sensorik
4) Gangguan visual
5) Gangguan keseimbangan
6) Nyeri kepala (migran, vertigo)
7) Muntah
8) Disatria (kesulitan berbicara)
9) Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, suppor,
koma)
1.6 Komplikasi
1.7 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
a) Menurunkan kerusakan iskemik serebral
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin
area iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta
tekanan darah.
b) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c) Pengobatan
- Anti Koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan
perdarahan pada fase akut
- Obat Anti Trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik atau embolik
- Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral
d) Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah
dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
c) Tanda-tanda vital usahakan stabil
d) Bedrest
e) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
f) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang
berlebih
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1) Identitas Kien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan,
agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama
Biasanya mengalami kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
dengan kata-kata yang tidak jelas, tidak dapat berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Serangan stroke iskemik sering kali berlangsung sangat mendadak saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
6) Riwayat Psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
8) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
9) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
10) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
11) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
12) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan
disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika
klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
13) Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
- Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
- Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
- Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
- Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
- Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
- Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
14) Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
- Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
- Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
- Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus stroke non hemoragik adalah :
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesic, sesuai indikasi
3. Edukasi Manajemen nyeri
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik Mengajarkan pengelolaan suhu tubuh
- Sediakan materi dan media pendidikan yang lebih normal
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Pemantauan nyeri Mengumpulkan dan menganalisis data
Observasi nyeri
- Identifikasi factor pencetus dan pereda
nyeri
- Monitor kualitas nyeri (mis. Terasa tajam,
tumpul, diremas-remas, ditimpa beban
berat)
- Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
- Monitor intensitas nyeri dengan
menggunakan skala
- Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Nutrisi Mengidentifikasi dan mengelola asupan
peningkatan kebutuhan keperawatan selama …X… maka Observasi nutrisi yang seimbang
metabolism d.d cepat status nutrisi membaik dengan - Identifikasi status nutriusi
kenyang setelah makan & kriteria hasil : - Identifikasi status alergi dan intoleransi
nafsu maka menurun 1. Porsi makan yang dihabiskan makanan
2. Perasaan cepat kenyang menurun - Identifikasi makanan yang disukai
3. Frekuensi makan membaik - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
4. Nafsu makan membaik - Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
2. Promosi Berat Badan Memfasilitasi peningkatan berat badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual muntah
- Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-
hari
- Monitor BB
- Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik
- Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
makan, jika perlu
- Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total
perenteral nutrition sesuai indikasi)
- Hidangkan makanan secara menarik
- Berikan suplemen, jika perlu
- berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
- Jelakan jenis makanan yang bergizi tinggi,
namun tetap terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan
5 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen energy Mengidentifikasi dan mengelola
kelemahan d.d mengeluh keperawatan selama …….. maka Observasi penggunaan energy untuk mengatasi
lelah toleransi aktivitas meningkat dengan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang atau mencegah kelelahan dan
kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan mengoptimalkan proses pemulihan
1) Kemudahan melakukan - Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktivitas sehari-hari meningkat - Monitor pola dan jam tidur
2) Keluhan lelah menurun - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
3) Tekanan darah membaik/dalam selama melakukan aktivitas
batas normal, yaitu 120/80 Terapeutik
mmHg - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan
atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
2. Terapi aktivitas Menggunakan aktifitas fisik, kognitif,
Observasi social, dan spiritual tertentu untuk
- Identifikasi deficit tingkat aktivitas memulihkan keterlibatan, frekuensi,
- Identifikasi kemampuan berpartisipasi atau durasi aktivitas individu atau
dalam aktivitas tertentu kelompok
- Identivikasi sumber daya untuk aktivitas
yang diinginkan
- Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
- Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
Bekerja) dan waktu luang
- Monitor respons emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
- Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan
deficit yang dialami
- Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang aktivitas
- Fasilitasi memilih akivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan social
- Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas rutin (mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu, energy atau
gerak
- Fasilitasi aktivitas motoric kasar untuk
pasien hiperaktif
- Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
- Fasilitasi aktivitas motoric untuk
merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (mis.
Kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
- Libatkan dalam permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur dan aktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
rekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis. Vocal grup,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan
diri, dan teka-teki dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika
perlu
- Fasilitasi mengembangkan motivasi dan
penguatan diri
- Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai
tujuan
- Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari
- Berikan penguatan positif atas partisispasi
dalam aktivitas
Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, kognitif dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
- Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atau partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau program aktivitas Mengumpulkan dan menganalisis data
komunitas, jika perlu hasil pengukuran fungsi vital
3. Pemantauan tanda-tanda vital kardiovaskuler, pernapasan dan suhu
Observasi tubuh
- Monitor tekanan darah
- Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
- Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor oksimetri nadi
- Monitor tekanan nadi (selisih TDS dan
TDD)
- Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
Terapeutik
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2.4 Implementasi
Implementasi adalah berkesinambungan dan interaktif dengan
komponen lain dari proses keperawatan. Selama implementasi, perawat
mengkaji kembali pasien, modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali
hasil yang diharapkan sesuai kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif,
perawat harus berpengetahuan banyak tentang tipe-tipe intervensi, proses
implementasi dan metode implementasi.
2.5 Evaluasi
Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan
kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah pasien, serta pencapaian tujuan
serta ketepatan ntervensi keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk
memberikan umpan balik rencanaa keperawatan, menilai dan meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan
mutu pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar
yang telah ditentukan terebih dahulu.
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan stroke
Non Hemoragik diharapkan sebagai berikut :
M. Muliati. Karya tulis ilmiah laporan studi kasus asuhan keperawatan stroke non
hemoragik. Diakses pada tanggal 04 April 2021 pada
http://repo.stikesperintis.ac.id/172/1/54%20MULIATI.pdf
PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI
Yanti, Firda ( 2018) Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non Hemoragik
(Snh). Diakses pada tanggal 04 April 2021 pada
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KL
IEN_DENGAN_STROKE_NON_HEMORAGIK_SNH