Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

STROKE NON HEMORAGIK (NHS)

OLEH :

Fadlia Nur, S.Kep

JP020.02.006

PROGRAM STUDI NERS

STIK IJ PALU

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit


neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan
infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).

Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik (non Hemoragik) dan
hemoragik. Stroke iskemik (non Hemoragik) disebabkan oleh adanya
penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena
trombosis (pengumpulan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh
darah) atau embolik (pecahnya gumpalan darah/benda asing yang ada didalam
pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah kedalam otak) ke
bagian otak. Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang subaraknoid adalah
penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah stroke iskemik sekitar 83% dari
seluruh kasus stroke. Sisanya sebesar 17% adalah stroke hemoragik (Joyce &
Jane 2014).

Stroke Non Hemoragik adalah terjadinya penyumbatan arteri akibat


thrombus (bekuan darah di arteri serebri) atau embolus (bekuan darah yang
berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh) (Corwin, 2015).

Stroke Non Hemoragik adalah infark atau kematian jaringan yang


serangannya terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah
beraktifitas fisik atau karena psikologis (mental) yang disebabkan karena
thrombosis maupun emboli pada pembuluh darah di otak. Stroke Non
Hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti, 80 % stroke adalah stroke
iskemik (Muttaqin, 2017).

1.2 Etiologi
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada
awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai
arteriosklerosis. Karena arterioskleriosis merupakan gaya hidup modern yang
penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang berolahraga ketiganya
sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan. Selain itu,
faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain:

a) Faktor Risiko tidak terkendali


a. Usia
Semakin bertambah usia, semakin tinggi resikonya. Setelah berusia 55
tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua
pertiga dari semua seragan stroke terjadi pada orang yang berusia 65
tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang
lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis kelamin
Pria lebih beresiko terkena stroke daripada wanita, tatapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal
karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita,
tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga
tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain,
walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang
pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
c. Keturunan
Faktor genetic yang sangat berperan antaralain adalah tekanan darah
tinggi, penyakit jantung dan diabetes. Gaya hidup dan pola suatu
keluarga juga dapat mendukung risiko stroke.
b) Faktor risiko terkendali
1) Hipertensi
Hipertensi (Tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang
menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat
dibandingkan orang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen
pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke.
Secara medis, tekanan darah diatas 140-90 tergolong dalam penyakit
hipertensi. Oleh karena dampak hipetensi pada keseluruhan risiko
stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut
usia, faktor-faktor lain diluar hipertensi berperan lebih besar terhadap
risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke
meningkat terus hingga usia 9 tahun, menyamai risiko stroke pada
orang yang menderita hipertensi.
2) Penyakit jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung
terutama penyakit yang disebut atrial fibrillation, yakni penyakit
jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur dibilik kiri atas.
Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih
pembentukkan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang
kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-
orang berusia diatas 80 tahun, atrial fibrillation merupakan penyebab
utama kematian pada satu diantara empat kasus stroke. Faktor ini dapat
terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki
cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat
terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti
aliran darah ke leher dank e otak yang kemudian menyebabkan stroke.
3) Diabetes
Penderita diabetes memiliki resiko tiga kali lipat terkena stroke dan
mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu resiko
tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat
memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes
pada umumnya juga mengidap hipertensi.
4) Kadar kolestrol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan
kolestrol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan
kadar kolestrol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis
dan penebalan pembuluh darah. Kadar kolestrol dibawah 200 mg/dl
dianggap aman, sedangkan diatas 240 mg/dl sudah berbahaya dan
menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan
stroke. Memperbaiki tingkat kolestrol dengan menu makan yang sehat
dan olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko ateroskleorosis dan
stroke.
5) Merokok
Merokok dapat merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling
muda diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar
dibandingkan perokok ringan. Merokok hamper melipatgandakan
risiko stroke iskemik, terlepas faktor risiko yang lain, dan dapat juga
meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen.
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak
terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih
tua. Resiko stroke menurun dengan seketika setelah berhenti merokok
dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok.
Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor
penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis. Pada pasien perokok, kerusakan yang diakibatkan
stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada
sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi
lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak
sebagai akibat bila terjadi stroke tahap ke dua.
6) Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alcohol meningkatkan tekanan
darah sehingga memperbesar risiko terkena stroke, baik yang iskemik
maupun hemoragik. Dengan demikian, konsumsi alcohol yang cukup
justru dianggap melindungi tubuh dari bahaya iskemik. Pada edisi 18
november 2000 dari The New England journal of medicine, dilaporkan
bahwa Physcians Health Study memantau 22.000 pria yang selama
rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alcohol satu kali sehari. Ternyata
hasilnya menunjukkan adanya penurunan risiko stroke secara
menyeluruh.
7) Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke, disamping memicu faktor risiko
yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung dan penyakit pembuluh
darah. Kokain juga menyebabkan gangguan denyut jantung
(arrhythmia) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing
menyebabkan pembentukkan gumpalan darah.
8) Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera ota traumatic dapat menyebabkan
pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama
seperti stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan
robeknya tulang punggung atau pembuluh karotis akibat peregangan
atau pemutaran leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada
pembuluh darah merupakan penyebab stroke yang cukup berperan,
terutama pada orang dewasa usia muda.

1.3 Anatomi Fisiologi


Otak manusia kira-kira 2% dari berat badan orang dewasa (3Ibs). Otak
menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian
oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilo kalori energi setiap harinya. Secara
anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12
pasang saraf cranial. Saraf perifer terdiri dari neuron- neuron yang menerima
pesan-pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke system saraf pusat, dan
atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari system saraf pusat.
Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan tersebut maka saraf spinal
dinamakan saraf campuran. Sistem saraf somatic terdiri dari saraf campuran.
Bagian aferen membawa baik informasi sensorik yang disadari maupun
informasi sensorik yang tidak disadari. Sistem saraf otonom merupakan sistem
saraf campuran. Serabut-serabut aferen membawa masukan dari organ- organ
visceral. Saraf parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan
pernafasan, dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan
kebutuhan pencernaan dan pembuangan.

Otak adalah alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dari semua alat tubuh. Bagia dari saraf sentral yang yang terletak
didalam rongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang
mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.

a. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta


hipotalamus.
b. Otak tengah, trigeminus, korpus callosum, korpuskuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medullaoblongata, dan serebellum.

Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi beberapa daerah. Korteks
serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya
(lobusfrontalis, temporalis,oarientali sdan oksipitalis). Fisura longitudinalis
merupakan celah dalam pada bidang media laterali memisahkan lobus temparalis
dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus parientalis sebelah posterior. Sulkus
sentralis juga memisahkan lobus frontalis juga memisahkan lobus frontalis dan
lobus parientalis. Adapun bagian-bagian otak meluputi :

1) Cerebrum
Cerebrum (otak besar) merupakan bagian terbesar dan terluas dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-
masing disebut fosakranialis anterior atas dan media. Kedua permukaan ini
dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan
zat putig terdapat pada bagian dalam yang mengndung serabut syaraf. Pada
otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak dibagian
sulkussentralis.
b. Lobus parientalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korakooksipitalis.
c. Lobus temporalis terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan
didepan lobusoksipitalis.
d. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

Korteks serebri terdiri dari atas banyak lapisan sel saraf yang
merupakan.ubstansi kelabu serebrum. Korteks serebri ini tersusun dalam
banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur, dan dengan
demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama
seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai
titik ujung yang sebenarnya. Korteks serebri selain dibagi dalam lobus
juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk
korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks dibagi menjadi
empat bagian:

 Korteks sensori, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri


yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani
suatu alat atau bagian tubuh tergantung ada fungsi alat yang
bersangkutan. Korteks sensori bagian fisura lateralis menangani
bagian tubuh bilateral lebih dominan.
 Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri
merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual,
ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima diolah dan disimpan
serta dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut
psikokortek.
 Kortek motorik menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi
utamanya adalah kontribusi pada taktus piramidalis yang mengatur
bagian tubuhkontralateral.
 Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan
sikap mental dan kepribadian.
2) Batang otak
Batang otak terdiri :
a. Diensephalon, diensephalon merupakan bagian atas batang otak. yang
terdapat diantara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf
yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna
dengan sudut menghadap kesamping. Fungsinya dari diensephalon yaitu:
a) Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.
b) Respirator, membantu prosespernafasan.
c) Mengontrol kegiatan refleks.
d) Membantu kerja jantung, Mesensefalon, atap dari mesensefalon
terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas. Dua disebelah atas
disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah
selaput korpus kuadrigeminus inferior. Serat nervus toklearis
berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain.
Fungsinya:
 Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
 Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
b. Ponsvaroli barikum pantis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dan dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara
otak tengah dan medulla oblongata. Disini terdapat premoktosid yang
mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya adalah:
a) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara
medulla oblongata dengan serebellum.
b) Pusat saraf nervustrigeminus.
3) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medulla oblongata merupakan persambungan medulla spinalis ke atas, bagian
atas medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerag tengah
bagian ventral medulla oblongata. Medulla oblongata mengandung nukleus
atau badan sel dari berbagai saraftak yang penting. Selain itu medulla
mengandung “pusat-pusat vital” yang berfungsi mengendalikan pernafasan
dan sistem kardiovaskuler. Karena itu, suatu cedera yang terjadi pada bagian
ini dalam batang otak dapat membawa akibat yang sangat serius.
4) Cerebellum
Otak kecil di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas
medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang kecil
pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut
hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pundunkulus
serebri inferior. Permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai
serebellum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan
serebellum ini mengandung zat kelabu. Korteks serebellum dibentuk oleh
substansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye
dan lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari
serebrum harus melewati serebellum.
5) Saraf otak

6) Saraf otonom
a. Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan
sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf. Fungsi serabut
saraf simpatis, yaitu :
 Mensarafi otot jantung
 Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
 Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
 Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
 Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
 Mempertahankan tonus semua otot sadar.
b. Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini
merupakan penghubung, melalui serabut-serabut parasimpatis dalam
perjalanan keluar dari otak menuju organ-organ sebagian dikendalikan
oleh serabut-serabut menuju iris. Dan dengan demikian merangsang
gerakan-gerakan saraf ke-3 yaitu saraf okulomotorik. Saraf simpatis
sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral.
Saraf-saraf ini membentuk urat saraf pada alat-alat dalam pelvis dan
bersama saraf-saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi
kolon rectum dan kandung kemih. Refleks miksi juga menghilang bila
saraf sensorik kandung kemih mengalami gangguan. System
pengendalian ganda (simpatis dan parasimpatis). Sebagian kecil organ
dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau
parasimpatis. Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu :
menerima beberapa serabut dari saraf otonom sacral atau cranial.
Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf (masing-masing
bekerja berlawanan). Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas
dan tempat istirahat tetap dipertahankan. Demikian pula jantung
menerima serabut-serabut ekselevator dari saraf simpatis dan serabut
inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf
ekselevator dan inhibitor yang mempercepat dan memperlambat
peristaltic berturut-turut. Fungsi serabut parasimpatis :
 Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,
submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga
hidung.
 Mempersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung,
berpusat di nuclei lakrimalis, saraf-sarafnya keluar bersama
nervus fasialis.
 Mempersarafi kelenjar ludah (sublingualis dan submandibularis),
berpusat di nucleus salivatorius superior, saraf-saraf ini
mengikuti nervus VII
 Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris
inferior di dalam medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus
IX
 Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru-paru,
gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar.
 suprarenalis yang berpusat pada nucleus dorsalis nervus X
 Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria
dan alat kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.
 Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang
berpusat di kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila
kandung kemih dan rectum tegang miksi dan defekasi secara
reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh
kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal dari
korteks di daerah lotus parasentralis yang berjalan dalam traktus
piramidalis.

1.4 Patofisiologi

Stroke Non Hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak


aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak yang secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan
terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis
akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak dan
kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian
kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga terjadi
perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh mengalami defisit
neurologis lalu mati.

Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh trombus dan


emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh darah,
jika hal ini berlanjut terus menerus maka jaringan tesebut akan mengalami
infark. Dan kemudian akan mengganggu sistem persyarafan yang ada di tubuh
seperti: penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan hemiplagia atau
hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilitas, defisit
perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk merawat diri
sendiri, pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan gangguan
pencernaan sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan saluran
pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada penurunan
kontrol volunter maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan
mengakibatkan penumpukan sekret sehingga pasien akan mengalami
gangguan jalan nafas dan pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan
otot-otot untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan komunikasi
verbal berupa disfungsi bahasa dan komunikasi.

1.5 Tanda dan Gejala

1) Hipertensi
2) Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
3) Gangguan sensorik
4) Gangguan visual
5) Gangguan keseimbangan
6) Nyeri kepala (migran, vertigo)
7) Muntah
8) Disatria (kesulitan berbicara)
9) Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, suppor,
koma)

1.6 Komplikasi

Adapun kompilasi Stroke Non Hemoragik, yaitu :

a. Hipoksi Serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigenasi darah


adekuat di otak
b. Penurunan aliran darah serebral, tergantung pada tekanan darah curah
jantung, dan integritas pembuluh darah.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infrak miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
d. Distritmia, dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal

1.7 Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Medis
a) Menurunkan kerusakan iskemik serebral
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin
area iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta
tekanan darah.
b) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c) Pengobatan
- Anti Koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan
perdarahan pada fase akut
- Obat Anti Trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik atau embolik
- Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral
d) Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah
dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
c) Tanda-tanda vital usahakan stabil
d) Bedrest
e) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
f) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang
berlebih

1.8 Pemeriksaan Penunjang

1) Angiografi Serebral: Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti


perdarahan atau obstruksi arteri
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT): Untuk
mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke( sebelum nampak oleh pemindaian CT-
Scan)
3) CT Scan: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti
4) MRI : Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan
besar terjadinya perdarahan otak hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infrak akibat dari hemoragik
5) EEG : Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya implus listrik
dalam jaringan otak
6) Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan
serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Adapun Fokus pengkajian pada klien dengan stroke Non Hemoragik


menurut Muttaqin (2018) yaitu:

1) Identitas Kien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan,
agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama
Biasanya mengalami kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
dengan kata-kata yang tidak jelas, tidak dapat berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Serangan stroke iskemik sering kali berlangsung sangat mendadak saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu

6) Riwayat Psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
c) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
8) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
9) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
10) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
11) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
12) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan
disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika
klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
13) Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII.
- Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
- Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
- Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
- Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
- Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
- Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
- Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
14) Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
- Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
- Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
- Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus stroke non hemoragik adalah :

1) Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral d.d


disatria
2) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular d.d mengeluh
sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah
3) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan d.d respon tidak
sesuai
4) Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung d.d tekanan
darah meningkat
5) Resiko jatuh d.d penurunan tingkat kesadaran
6) Nyeri akut b.d agen pencedra biologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, tekanan darah meningkat
7) Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d BB
menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, nafsu makan menurun,
otot pengunyah lemah, dan otot menelan lemah
8) Intoleransi aktifitas b.d tirah baring d.d mengeluh lelah, frekuensi
jantung meningkat > 20 % dari kondisi istirahat, merasa lemah
9) Gangguan menelan b.d gangguan serebrovaskuler d.d mengeluh sakit
saat menelan, tersedak, makanan tertinggal di rongga mulut, muntah
2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Rasional


1 Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1. Promosi Komunikasi: Defisit bicara Menggunakan teknik komunikasi
verbal b.d penurunan keperawatan selama ….. maka Observasi tambahan pada individu dengan
sirkulasi serebral d.d komunikasi verbal meningkat - Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, gangguan bicara
disatria dengan kriteria hasil : volume dan diksi bicara
1) Kemampuan berbicara - Monitor proses kognitif, anatomis, dan
meningkat fisiologis yang berkaitandengan bicara
2) Disatria menurun (mis. Memori, pendengaran dan bahasa)
3) Pelo menurun - Monitor frustasi, marah, depresi atau hal
4) Gagap menurun lain yang mengganggu bicara
5) Pemahaman komunikasi - Identifikasi perilaku emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi
Terapeutik
- Gunakan metode komunikasi alternative
(mis. Menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
- Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan (mis. Berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien)
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan ulangi apa yang
disampaikan pasien
- Berikan dukungan psikologis
- Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan berbicara degan perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
2. Dukungan kepatuhan program Memfasilitasi ketepatan dan
pengobatan keteraturan menjalani program
Observasi pengobatan yang sudah ditentukan
- Identifikasi kepatuhan menjalani
program pengobatan
Terapeutik
- Buat komitmen menjalani program
pengobatan dengan baik
- Buat jadwal pendampingan keluarga
untuk bergantian menemani pasien
selama menjalani program pengobatan,
jika perlu
- Diskusikan hal-hal yang dapat
mendukung atau menghambat
berjalannya program pengobatan
- Libatkan keluarga untuk mendukung
program pengobatan yang dijalani
Edukasi
- Informasikan program pengobatan yang
harus dijalani
- Informasikan manfaat yang akan
diperoleh jika teratur menjalani program
pengobatan
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi
dan merawat pasien selama menjalani
program pengobatan
- Anjurkan pasien dan keluarga
melakukan konsultasi ke pelayanan
kesehatan terdekat, jika perlu
2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Dukungan ambulasi Memfasilitasi pasien untuk
b.d gangguan keperawatan selama …… maka Observasi meningkatkan aktivitas berpindah
neuromuscular d.d mobilitas fisik meningkat dengan - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
mengeluh sulit kriteria hasil : fisik lainnya
menggerakkan ekstremitas, 1) Pergerakan ekstremitas - Identifikasi toleransi fisik melakukan
kekuatan otot menurun, meningkat ambulasi
gerakan tidak 2) Kekuatan otot meningkat - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
terkoordinasi, gerakan 3) Rentang gerak (ROM) darah sebelum memulai ambulasi
terbatas, dan fisik lemah meningkat - Monitor kondisi umum selama
4) Gerakan tidak terkoordinasi melakukan ambulasi
menurun Terapeutik
5) Gerakan terbatas menurun - fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
6) Kelemahan fisik menurun bantu (mis. Tongkat, kruk)
- fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
- libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam melakukan ambulasi
Edukasi
- jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- anjurkan melakukan ambulasi dini
- ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Berjalan, dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)
2. Dukungan mobilisasi Memfasilitasi pasien untuk
Observasi meningkatkan aktivitas pergerakan
- identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
fisik lainnya
- identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
- monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi
- monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
- fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat tidur)
- fasilitasi melakukan pergerakan, jika
perlu
- libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
- jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- anjurkan melakukan mobilisasi dini
- ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur,
duduk disisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
3. Teknik Latihan penguatan otot
Observasi Mengidentifikasi latihan otot resistif
- identifikasi resiko latihan regular untuk mempertahankan atau
- identifikasi tingkat kebugaran otot meningkatkan kekuatan otot
dengan menggunakan lapangan latihan
atau laboratorium tes (mis. Angkat
maksimum, jumlah daftar per unit
waktu)
- identifikasi jenis dan durasi aktivitas
pemanasan/pendinginan
- monitor efektifitas latihan
Terapeutik
- latihan latihan sesuai program yang
ditentukan
- fasilitasi tujuan menetapkan tujuan
jangka pendek dan jangka panjang yang
realistis dalam menentukan rencana
latihan
- fasilitasi mendapatkan sumber daya
yang dibutuhkan di lingkungan
rumah/tempat kerja
- fasilitasi mengembangkan program
latihan sesuai dengan tingkat kebugaran
otot, kendala musculoskeletal, tujuan
fungsional kesehatan, sumber daya
peralatan olahraga, dan dukungan social
- fasilitasi mengubah program atau
mengembangkan strategi lain untuk
mencegahnya bosan dan putus latihan
- berikan instruksi tertulis tentang
pediman dan bentuk gerakan untuk
setiap gerakan otot
Edukasi
- jelaskan fungsi otot, fisiologi olahraga,
dan konsekuensi tidak dgunakannya otot
- ajarkan tanda dan gejala intoleransi
selama dan setelah sesi latihan (mis.
Kelemahan, kelelahan ekstream, angina,
palpitasi)
- anjurkan menghindari latihan selama
suhu ektrem
Kolaborasi
- tetapkan jadwal tindak lanjut untuk
memprtahankan motivasi, memfasilitasi
pemecahan
- kolaborasi dengan tim kesehatan lain
(mis. Terapis aktivitas, ahli fisiologi
olahraga, terapis okupasi, terapis
rekreasi, terapi fisik) dalam
perencanaan, pengajaran, dan
memonitor program latihan otot
4. Teknik latihan penguatan sendi Menggunakan teknik gerakan tubuh
aktif atau pasif untuk mempertahankan
dan mengembalikan meningkatkan
fleksibilitas sendi
3 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Nyeri Mengidentifikasi dan mengelola
pencedra biologis d.d keperawatan selama 3x24 jam maka Observasi pengalaman sensorik atau emosional
mengeluh nyeri, tampak tingkat nyeri menurun dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, yang berkaitan dengan kerusakan
meringis, tekanan darah kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri jaringan atau fungsional dengan onset
meningkat 1) Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri mendadak atau lambat dan
2) Meringis menurun - Identifikasi respons nyeri non verbal berintensitas ringan hingga berat dan
- Identifikasi factor yang memperberat dan konstan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualkitas
hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis, TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pemberian analgesic
Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Menyiapkan dan memberikan agen
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, farmakologis untuk mengurangi atau
intensitas, frekuensi, durasi) menghilangkan rasa sakit
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis analgesic (mis.
Narkotika, non-narkotik, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
- Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesic yang disukai
untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
- Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesic, sesuai indikasi
3. Edukasi Manajemen nyeri
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik Mengajarkan pengelolaan suhu tubuh
- Sediakan materi dan media pendidikan yang lebih normal
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Pemantauan nyeri Mengumpulkan dan menganalisis data
Observasi nyeri
- Identifikasi factor pencetus dan pereda
nyeri
- Monitor kualitas nyeri (mis. Terasa tajam,
tumpul, diremas-remas, ditimpa beban
berat)
- Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
- Monitor intensitas nyeri dengan
menggunakan skala
- Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Nutrisi Mengidentifikasi dan mengelola asupan
peningkatan kebutuhan keperawatan selama …X… maka Observasi nutrisi yang seimbang
metabolism d.d cepat status nutrisi membaik dengan - Identifikasi status nutriusi
kenyang setelah makan & kriteria hasil : - Identifikasi status alergi dan intoleransi
nafsu maka menurun 1. Porsi makan yang dihabiskan makanan
2. Perasaan cepat kenyang menurun - Identifikasi makanan yang disukai
3. Frekuensi makan membaik - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
4. Nafsu makan membaik - Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
2. Promosi Berat Badan Memfasilitasi peningkatan berat badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual muntah
- Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-
hari
- Monitor BB
- Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik
- Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
makan, jika perlu
- Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total
perenteral nutrition sesuai indikasi)
- Hidangkan makanan secara menarik
- Berikan suplemen, jika perlu
- berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
- Jelakan jenis makanan yang bergizi tinggi,
namun tetap terjangkau
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan
5 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen energy Mengidentifikasi dan mengelola
kelemahan d.d mengeluh keperawatan selama …….. maka Observasi penggunaan energy untuk mengatasi
lelah toleransi aktivitas meningkat dengan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang atau mencegah kelelahan dan
kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan mengoptimalkan proses pemulihan
1) Kemudahan melakukan - Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktivitas sehari-hari meningkat - Monitor pola dan jam tidur
2) Keluhan lelah menurun - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
3) Tekanan darah membaik/dalam selama melakukan aktivitas
batas normal, yaitu 120/80 Terapeutik
mmHg - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan
atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
2. Terapi aktivitas Menggunakan aktifitas fisik, kognitif,
Observasi social, dan spiritual tertentu untuk
- Identifikasi deficit tingkat aktivitas memulihkan keterlibatan, frekuensi,
- Identifikasi kemampuan berpartisipasi atau durasi aktivitas individu atau
dalam aktivitas tertentu kelompok
- Identivikasi sumber daya untuk aktivitas
yang diinginkan
- Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
- Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
Bekerja) dan waktu luang
- Monitor respons emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
- Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan
deficit yang dialami
- Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang aktivitas
- Fasilitasi memilih akivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan social
- Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas rutin (mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu, energy atau
gerak
- Fasilitasi aktivitas motoric kasar untuk
pasien hiperaktif
- Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
- Fasilitasi aktivitas motoric untuk
merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implisit dan emosional (mis.
Kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
- Libatkan dalam permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur dan aktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
rekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis. Vocal grup,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan
diri, dan teka-teki dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika
perlu
- Fasilitasi mengembangkan motivasi dan
penguatan diri
- Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai
tujuan
- Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari
- Berikan penguatan positif atas partisispasi
dalam aktivitas
Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, kognitif dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
- Anjurkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atau partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau program aktivitas Mengumpulkan dan menganalisis data
komunitas, jika perlu hasil pengukuran fungsi vital
3. Pemantauan tanda-tanda vital kardiovaskuler, pernapasan dan suhu
Observasi tubuh
- Monitor tekanan darah
- Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
- Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor oksimetri nadi
- Monitor tekanan nadi (selisih TDS dan
TDD)
- Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
Terapeutik
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2.4 Implementasi
Implementasi adalah berkesinambungan dan interaktif dengan
komponen lain dari proses keperawatan. Selama implementasi, perawat
mengkaji kembali pasien, modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali
hasil yang diharapkan sesuai kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif,
perawat harus berpengetahuan banyak tentang tipe-tipe intervensi, proses
implementasi dan metode implementasi.
2.5 Evaluasi
Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan
kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah pasien, serta pencapaian tujuan
serta ketepatan ntervensi keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk
memberikan umpan balik rencanaa keperawatan, menilai dan meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan
mutu pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar
yang telah ditentukan terebih dahulu.
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan stroke
Non Hemoragik diharapkan sebagai berikut :

1) Komunikasi verbal meningkat


2) Mobilitas fisik meningkat
3) Nyeri menurun
4) Status nutrisi membaik
5) Toleransi aktivitas meningkat
DAFTAR PUSTAKA

M. Muliati. Karya tulis ilmiah laporan studi kasus asuhan keperawatan stroke non
hemoragik. Diakses pada tanggal 04 April 2021 pada
http://repo.stikesperintis.ac.id/172/1/54%20MULIATI.pdf

PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI

PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI

PPNI DPD SDLKI Pikja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI

RD Damayanti (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Penyakit Stroke Non Hemoragik. Diakses pada tanggal 04 April
2021 pada http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/2804/3/KTI%20REICHA
%20WATERMARK.pdf

Yanti, Firda ( 2018) Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non Hemoragik
(Snh). Diakses pada tanggal 04 April 2021 pada
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KL
IEN_DENGAN_STROKE_NON_HEMORAGIK_SNH

Anda mungkin juga menyukai