Anda di halaman 1dari 14

Ra LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
ALERGI

Disusun Oleh:
JULIA MAYANGSARI
1814401096
TINGKAT 3 / REGULER 2

Pembimbing:
Purwati, S.Pd.,MAP.

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJAR 2019/2020

inia
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian/Definisi

Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang
dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula Alergi
makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang
ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi
makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah
reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah
reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

2. Epidemiologi

Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada
saat seseorang menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya
maka mereka akan beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta
membuktikan, tidak semua anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3%
pada anak anak yang terbukti jika mereka memang benar benar alergi terhadap makanan
tertentu.

Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap
susu sapi, sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan,
dan 2% orang dewasa juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan
yang diantara IgE dan merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0%
populasi.

3. Etiologi

Faktor yang berperan dalam alergi makanan  kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal

Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,


enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai
masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan
setempat.
.Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah.

b. Fakor Eksternal

Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).
Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya
Ikan 15,4 % Apel 4,7 %
Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %

Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan
reaksi alergi.

4. Patofisiologi

Saat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh  seseorang  yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua
kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala
timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen
akan mengenali alergen yang masuk yang  akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T
tersebut yang akan merangsang sel B untuk  mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini
mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila
seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan
terjadi 2 hal  yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil
dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. 2. Alergen  tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang
sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat
mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala
alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini
ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak
ditangani segera dapat menyebabkan kematian

5.Klasifikasi

Hipersensitivitas anafilaktif  ( tipe 1 )

Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di


mulai dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )

Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali


konsituen tubuh yang normal sebagai benda asing.

Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )


kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan
dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik.

Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72
jam sesudah kontak dengan alergen

6.Gejala Klinis

Adapun Gejala klinisnya :

v     Pada saluran pernafasan : asma

v     Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

v     Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

v     Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

7.Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :  apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan  terdapat gejala adanya


urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Palpasi : ada nyeri tekan  pada kemerahan

Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)

8.Pemeriksaan Penunjang

Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).
Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah
atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan
IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
9. PATHWAY

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN

1. Pengkajian
( Data subjektif dan Data Objektif)

a. Data dasar, meliputi :

Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber
informasi)
Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

b. Riwayat Keperawatan, meliputi :

 Riwayat Kesehatan Sekarang Mengkaji data subjektif yaitu data yang


didapatkan dari klien, meliputi:

1) Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan


pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal

2) Keluhan utama

1. Pasien mengeluh sesak nafas


2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak
3. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
4. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
5. Pasien   mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.
6. Pasien mengeluh diare
7. Pasien mengeluh demam

3) Kronologis keluhan

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan


pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke
rumah sakit.

4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang
berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien
mengatakan pernah mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul
kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di
RS atau pengobatan tertentu.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang
sama.

6) Riwayat Psikososial dan Spiritual


Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit
pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping
terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut
usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.

7) Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

Tingkat kesadaran CCS

 Tanda-tanda vital
 Keadaan fisik
o Kepala dan leher
o Dada
o Payudara dan ketiak
o Abdomen
o Genitalia
o Integument
o Ekstremitas
o Pemeriksaan neurologist

8) Pemeriksaan Penunjang

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup


seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen
makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20
tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan
IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

9) Analisa Data

 Data Subjektif

o Sesak nafas
o Mual, muntah
o Meringis, gelisah
o Terdapat nyeri pada bagian perut
o Gatal – gatal
o Batuk

10) Data objektif

Penggunaan O2
Adanya kemerahan pada kulit
Terlihat pucat
Pembengkakan pada bibir
Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan  terpajan allergen

2.Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan  cairan berlebih

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)

III.RENCANA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan  terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)


Pasien tidak merasa sesak lagi
Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas.


Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas
yang berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.
1. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels,
mengi, gesekan pleura.

R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai
obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.

1. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat
tidur dan ambulansi sesegera mungkin.

R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan


posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian  udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.

1. Observasi pola batuk dan karakter secret.

R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

1. Berikan oksigen tambahan

R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

1. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic

R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret


untuk memudahkan pembersihan.

2.Hipertermi berhubungan dengan proses  inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun

Kriteria hasil :

Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)


Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )

R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

1. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal

1. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol

R/: Dapat membantu mengurangi demam


3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal
sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan
mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah

Kriteria hasil :

Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema


Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

1. Hindari obat intramaskular

R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan
pada pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :

Pasien tidak mengalami diare lagi


Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
Turgor kulit kembali normal

Intervensi :

1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.

R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan


kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik.

1. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).

R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane  mukosa mulut


mungkin kering karena napas mulut dan oksigen.

1. Monitor intake dan output  cairan


R/ : mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan

1. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

R/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat


memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5.Nyeri akut berhubungan dengan  agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri


pasien teratasi

kriteria hasil :

–        Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

–        Wajah tidak meringis

–        Skala nyeri 0

–        Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

Tekanan darah              : 140-90/90-60 mmHg


Nadi                             : 60-100 kali/menit
Pernapasan                   : 16-20 kali/menit
Suhu                             : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

1.Ukur TTV

R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang

R/ : membantu pasien lebih relaks


5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi


meningkatkan perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi,


keinginan berkemih.

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.

7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASI

Diagnosa Evaluasi
1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi
O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-
tanda sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien
tidak tampak menggunakan alat bantu pernapasan.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi


O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5  oC -37,5 oC),bibir pasien
tidak tampak bengkak lagi.

A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien

3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi


O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda
angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien
tidak terdapat kemerahan.

A: tujuan tercapai sebagian

P: lanjutkan intervensi (  no 1 dan 2)

4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi


O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD :
120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan :
16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,turgor kulit kembali normal.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

5 S : pasien  mengatakan nyerinya sudah berkurang


O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKA

1. Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.


2. Dochterman, Joanne Mccloskey. 2000. Nursing Intervention Classification.
America : Mosby.
3. Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcome Classification. America:
Mosby
4. Williams, Lipincott & Wilkins.2011.Nursing: Memahami Berbagai
Macam Penyakit.Jakarta:Indeks
5. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
volume 3, Jakarta:EGC..
6. Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol
2.Edisi 6.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai