Anda di halaman 1dari 84

Obat untuk Infeksi Virus Non- HIV

(Antinonretroviral)
Tahoma Siregar
Antivirus
Senyawa Antiviral Sistemik
• Acyclovir Senyawa antivirus Ophthalmic
• Ganciclovir • Trifluridine
• Famciclovir • Vidarabine
• Valacyclovir • Idoxuridine
• Cidofovir
• Foscarnet
• Ribavirin
• Amantadin
• Rimantadin
• Interferon Alfa
• Favipiravir (Aviganᴿ)
• dll
Antivirus
• Siklus replikasi virus, langkahnya : adsorpsi virus ke sel (pengikatan,
attachment), penetrasi, uncoating (dekapsidasi), transkripsi tahap
awal, translasi awal, replikasi genom virus dan penglepasan virus.
• HIV juga dengan tahapan sama, dengan beberapa modifikasi, yaitu
pada transkripsi (tahap 4) yang diganti dengan tahap reverse
transcription, translasi awal (tahap 5) diganti dengan integrasi dan
tahap akhir (assembly dan penglepasan) terjadi bersama sebagi
proses “budding” dan diikuti dengan maturasi virus. Semua tahap ini
dapat menjadi target kemoterapi. Lihat gambar di bawah.
• Enzim hospes dan proses-proses yang melibatkan sel hospes, yang
berperan dalam sintesis protein virus, dapat dipertimbangakan
sebagai target kemoterapi antivirus.
Siklus Replikasi Virus
Penggolongan obat Antivirus
Antivirus

Antinonretrovirus
Antiretrovirus

Antivirus untuk Antivirus untuk Influenza Antivirus untuk HBV & HCV Antivirus
Herpes
Covid 19

Oseltamivir,
Asikloviir Favipiravir,
Gansiklovir Amantadin Lamivudin Remdesivir

Foscarnet Oseltamivir Interferon


Antivirus
• Dibandingkan dengan kemajuan dramatis dalam pengembangan terapi
antibakteri selama setengah abad terakhir, upaya untuk mengembangkan obat
antivirus yang aman dan efektif kurang berhasil.
• Alasan utama untuk kurangnya keberhasilan ini terletak dalam proses replikasi
virus: virus adalah parasit intraseluler obligat yang menggunakan mesin
biokimia sel inang untuk bereproduksi. Karena siklus pertumbuhan virus
menggunakan enzim dan substrat sel inang, sulit untuk menggantikan replikasi
virus tanpa juga merugikan tuan rumah.
• Obat antiviral yang berguna yang telah dikembangkan yang bekerja dengan
mempengaruhi proses biokimia secara khas/unik dalam reproduksi virus.
Sebagaimana yang telah diketahui tentang perkembangan biologi molekuler
virus, proses spesifik-virus tambahan pasti akan ditemukan, sehingga memberi
pemahaman pada kita, target baru untuk kerja obat-obat.

• Obat pilihan pertama untuk infeksi sistemik, lihat tabel 1 di bawah


Obat Pilihan untuk infeksi virus Non HIV
Infeksi dan Virus Obat Pilihan Mekanisem kerja
Herpes Simplex Viruses Acyclovir, Dimetabolisme menjadi asiklofir trifosfat,
Genital herpes, Enchepalitis Valasiklovir, yang menghambat DNA Polimerase
Mucocutaneous disesase in the Pensiklovir
immunocopromised host.
Neonatal Acyclovir
Acyclovir resistant Foscarnet
Keratoconjuntivitis Trifluridine
Varicella-Zoster Virus Acyclovir,
Varicella (chicken pox), Herpes Zoster Valasiklovir,
(Shingles), Varicella or zoster in the Famsiklovir
immunocompromised host.
Acyclover-resistant Foscarnet
Cytomegalovirus Ganciclovir or Dimetabolisme menjadi gansiklovir triposfat yang
Valasiklovir menghambat DNA Polimerase
Retinitis Foscarnet Menghambat DNA Polimerase virus dan
reversetranscriptase pada tempat ikatan piroposfat.
Obat Pilihan untuk infeksi virus Non HIV
Infeksi dan Virus Obat Pilihan Mekanisem kerja
Influenza A Virus Amantadin or Hambatan kanal ion protein M2 dan
Respiratory tract infection Rimantadin modulasi pH Interstisial (diaktivasi
oleh pH)
Respiratory Syncytial Virus Ribavirin Mengganggu m RNA
Bronchiolits,
Pneumonia
Hepatitis Viruses B and C Lamivudin or Hambatan DNA Polimerase dan
Chronic hepatitis Interferon alfa- reverse transcriptase virus.
2b Induksi enzim seluler yang
mengganggu sintesi protein virus
Obat Pilihan untuk infeksi virus Non HIV
Infeksi dan Virus Obat Pilihan Mekanisem kerja
Herpes Simplex Viruses Acyclovir, Valasiklovir, Pensiklovir Dimetabolisme menjadi asiklofir trifosfat, yang menghambat
Genital herpes, Enchepalitis Acyclovir DNA Polimerase
Mucocutaneous disesase in the Acyclovir
immunocopromised host. Foscarnet
Neonatal Trifluridine
Acyclovir resistant
Keratoconjuntivitis
Varicella-Zoster Virus Acyclovir, Valasiklovir,
Varicella (chicken pox), Herpes Famsiklovir
Zoster (Shingles), Varicella or zoster
in the immunocompromised host.
Acyclover-resistant Foscarnet
Cytomegalovirus Ganciclovir or Valasiklovir Dimetabolisme menjadi gansiklovir triposfat yang menghambat
Retinitis DNA Polimerase
Foscarnet Menghambat DNA Polimerase virus dan reversetranscriptase
pada tempat ikatan piroposfat.

Influenza A Virus Amantadin or Rimantadin Hambatan kanal ion protein M2 dan modulasi pH Interstisial
Respiratory tract infection (diaktivasi oleh pH)
Respiratory Syncytial Virus Ribavirin Mengganggu m RNA
Bronchiolits, Pneumonia
Hepatitis Viruses B and C Lamivudin or Hambatan DNA Polimerase dan reverse transcriptase virus.
Chronic hepatitis Interferon alfa-2b Induksi enzim seluler yang mengganggu sintesi protein virus
Anti NonRetrovirus – Antivirus untuk Herpes
• Obat aktif untuk virus • Mekanisme kerja obat-obat antimetabolite analog
herpes merupakan purin dan pirimidin.
antimetbolit yang
mengalami bioaktivasi Asiklovir/ Acyclovir
melalui enzim kinase
sel hospes atau virus Dimetabolisme oleh Enzim Kinase Virus

membentuk senyawa
yang dapat Idoksuridin
Sitarabin Senyawa Analog
menghambat DNA Vidarabin Intermediet Nekleotida
polymerase virus. Zidovudin Asiklovir

Hambatan terhadap DNA


polymerase virus
Acyclovir
• Obat pilihan untuk Herpes Simplex Viruses dan Varicella-Zoster Virus.
• Obat ini dapat diberikan secara topical, oral IV. ES serius belum diketahui….
• Spektrum Antivirus, hanya aktif pada kelompok virus herpes, termasuk herpes simplex
viruses (HSV), Varicella-zoster virus (VZV) dan Cytomegalovirus (CMV). HSV sangat
sensitif, VZV sensitifitasnya moderat/sedang, untuk CMV resisten.
• Mekanisme kerja
• Acyclovir menghambat replikasi virus dengan mensuppresi sintesis DNA virus.
• Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA
polymerase. Resistensi virus terhadap antivirus lihat tabel di bawah.
• Indikasi :
• Infeksi HSV-1 dan HSV-2, lokal atau sistemik (keratitis herpes, herpetic ensefalitis, herpes genitalia,
herpes neonatal dan herpes labialis).
• Infeski VZV, dosis diperlukan lebih besar dibanding untuk HSV karena HSV lebih peka.
• Dosis; herpes genitalia 5 x 200 mg tab sehari; herpes zoster 4 x 400 mg sehari
Optalmic 3%, krim 5%.
• Efek Samping : dalam sediaan topical dengan pembawa polietelen glikol, iritasi mukosa
dan rasa terbakar, sifat terbakar sementara pada genitalia.
Protein virus yang mengalami mutasi, penyebab resistensi terhadap antivirus
Virus Antiretrovirus Protein virus yang mengalami mutasi, penyebab resistensi
HSV Asiklovir/Asiclovir Timidin kinase virus (tdk ada atau sedikit produksinya, perubahan
spesifisitas substrat timidin kinase), DNA polymerase virus
Pensiklovir Timidin kinase virus, DNA polymerase virus
Foskarnet/Foscarnet DNA polymerase virus
Vidarabin DNA polymerase virus
CMV Gansiklovir UL97 fosfotransferase virus; DNA polymerase virus
Foscarnet DNA polymerase virus
VZV Asiklovir Timidin kinase virus, DNA polymerase virus
Influenza A Amantadin Protein M2 (kanal ion) virus
Rimantadin Protein M2 (kanal ion) virus
HIV-1 NRTI,NtRTI Reverse transcriptase virus
NNRTI Reverse transcriptase virus
PI Protease virus
Valasiklovir
• Valasiklovir adalah ester L-valil asiklovir
• Bentuk sediaan oral, di lambung dan di hati diubah menjadi Asiklovir melalui
enzim valasiklovir hidroksilase.
• Farmakokinetika bioavalabilitas (54%) lebih baik dari asiklovir, t1/2 eliminasi 2-3
jam
• Mek Kerja, sama dengan Asiklovir
• Indikasi : untuk infeksi virus herpes simpleks (herpes genital, hepers zoster),
sitomegalovirus/CMV (profilaksis)
• Dosis; 2-3 x 500 mg tab.
• ES : = asiklovir
Gansiklovir
• Metabolisme dan mekanisme kerja sama dengan Asiklovir.
• Mekanisme Kerja : lihat slide di atas.
• t1/2 = 12 jam, lebih lama dari asiklovir (1-2 jam).
• Resistensi :
• melaui penurunan posforilasi gansiklovir karena mutasi pada fofsotransferase virus yang di kode
oleh gen UL 97 atau
• Karena pada DNA polymerase virus
• Resistensi silang dapat terjadi dengan sidofovir atau foscarnet
• Indikasi : Infeksi CMV, CMV retinitis pada pasien Immunocompromised (Mis ; AIDS).
• Sediaan&Dosis : IV, 2x5mg/kg bb.
• ES : Mielosupresi, Neutropenia, trombositopenia. Zidovudin dan obat toksik lainnya
meningkatkan toksisitas mielotoksisitas.
• Probenesid dan Asiklovir menurunkan klirens renal gansiklovir.
• Recombinant stimulating factor dapat memperbaiki neutropenia yang disebabkan
gansiklovir.
Valgansiklovir
• Merupakan ester L-valine dari gansiklovir.
• Mekanisme kerja & Resistensi = gansiklovir
• Indikasi : CMV, oral
• Dosis : Induksi per oral 2x 900 mg, 21 hari, lanjutkan maintenance 1 x 900 mg.
Gangguan fungsi ginjal, dosis dikurangi.
• ES = ES Gansiklovir, sakit kepala dan gastrointestinal.
Pensiklovir
• Lengakpi data ini kirim ke email : tahoma72gar@yahoo.com
Ophtalmic antiviral agent
Idoksuridin, Trifluridin, Vidarabin, Brivudin
• Trifluridin
• Indikasi : infeksi ocular disebabkan oleh HSV tipe 1 dan 2
• Diberikan untuk mengobati keratokonyungtivitis akut dan keratitis epithel
kambuhan.
• Mek Kerja : menghambat sintesis DNA
• ES : lokal; seperti terbakar dan menyengat (burning dan stinging). Udem pada
kelopak mata (eyelid).
• Absorbsi sistemik minimal dengan pemberian topical.
• Sediaan ; larutan ophthalmic 1%, 1 tetes di kornea tiap 2 jam. Maks 9
tetes/hari bila tak ada perbaikan. Bila terjadi re-epitelisasi, dosis dikurangi
menjadi 5 tetes/hari, diberikan 1 tetes tiap 4 jam. Diberikan hingga 7 hari.
Ophtalmic antiviral agent
Idoksuridin, Trifluridin, Vidarabin, Brivudin
• Vidarabin
• Indikasi sama seperti Trifluridin
• Mek Kerja : Menghambat polymerase DNA virus dan Menghentikan
pertumbuhan rantai DNA virus secara prematur.
• ES : sensasi burning, photophobia, lakrimasi
• Absorbsi pemberian optikal tidak bermakna, toksisitas sistemik tidak ada.
• Sediaan; salep 3%, aplikasi ke mata. Berikan tiga kali sehari. Tidak diberi lebih
dari 3 minggu.
Ophtalmic antiviral agent
Idoksuridin, Trifluridin, Vidarabin, Brivudin
• Idoksuridin
• Obat pertama antivirus.
• Mekanisme Kerja : efek antivirus terjadi melalui inkorporasi metabolit
idoksuridin ke DNA virus.
• Indikasi : hanya untuk keratitis oleh HSV tipe 1.
• Trifluridin dan Vidarabin lebih efektif dan kurang toksik dari Idoksuridin,
kini obat lebih baru yang dipakai.
• ES : inflamasi, gatal (itching), fotofobia, udem pada kelopak mata, oklusi
saluaan air mata (lacrimal duct occlution), dan gangguan epitel kornea
warna-warni/belang-belang).
Sidofovir/Cidofovir
• Sediaan IV untuk terapi retinitis CMV pada pasien dengan AIDS.
• ES ; gangguan ginjal
• Mek Kerja : Di dalam sel, Sidofovir dikonversi menjadi sidofovir difosfat sebagai bentuk
aktif. Menghambat polymerase DNA secara selektif dan dengan demikian menghambat
sintesis DNA virus. Konsentrasi sidofovir di fosfat pada tubuh manusia terlalu kecil
untuk menghambat polymerase DNA manusia. Sebab itu sel host terhindar.
• Spektrum antivirus dan penggunan terapi . Aktif untuk herpes virus termasuk CMV,
HSV-1 dan HSV-2 dan VZV. Dapat untuk retinitis CMV pada pasien AIDS
• Farmakokinetik : diberi IV, ekskresi lewat ginjal. Probenesid bersaing/kompetisi dengan
sidofovir melalui sekresi tubular renal sehingga dapat memperpanjang eliminasi.
Sidofovir dalam intrasellular t1/2 nya bertambah panjang (17-62 jam).
• ES : Gangguan ginjal. Untuk menurunkan risiko cedera/kerusakan. Pasien diberikan
Probenesid dan terapi hidrasi IV dengan infus Sidofovir. Monitor gangguan ginjal
(protein uria, tingginya kreatinin serum). Bila ada gangguan ditemukan, tunda
pemberian Sidofovir atau kurangi dosis. Perburukan lanjut Sidofovir menyebabkan
granulositopenia, gangguan neutrophil (termasuk data lab yang dimonitor).
Sidofovir/Cidofovir
• Sediaan Ampul injeksi (75mg/ml dalam ampul 5 ml). Dosis 5 mg/kg diberikan
secara infus IV lebih dari 1 jam. Untuk induksi diberikan dua kali dalam 1 minggu.
Untuk maintenance diberikan 1 kali untuk 2 minggu. Jika gangguan ginjal dosis
dikurangi, bila gangguan berat, Sidofovir dihentikan.
• Probenesid oral diberikan tiap kali infus Sidofovir. Dosis 2 mg diberikan 3 jam
sebelum infus dan 1 mg setelah infus Sidofopir diberi 1 jam. Dan 1 mg setelah 8
jam pemberian infus tersebut.
• Pemberian makan sebelum diberi probenesid untuk menurunkan mual dan
muntah yang diinduksi probenesid. Pemberian antiemetic juga diperlukan.
• Hidrasi dilakukan dengan memberi infus 1 L NaCl 0.9%, 1-2 jam sebelum infus
Sidofovir.
Foscarnet
• Aktif pada infeksi herpes virus termasuk CMV, HSV-1, HSV-2 dan VZV.
• Dibandingkan dengan Gansiklovir, Foscarnet kurang dapat ditoleransi tubuh
manusia, lebih mahal. Gangguan utama adalah pada Ginjal.
• Mek Kerja : Foscarnet adalah analog piroposfat, mekanisme kerja sama, lihat
slide di atas (slide7-8). Obat ini tidak menghambat replikasi DNA host. Foscarnet
adalah bentuk aktif.
• Pemakaian terapi : Retinitis CMV pasien dengan AIDS dan infeksi HSV mukokutan
yang resisten pada Aciclovir pada host immunocompromised. Juga dapat diberi
pada retinitis CMV yang resisten pada Gansiklovir.
• Farmakokinetika : Biovailabilitas oral rendah, diberi IV. Sukar larut air sehingga
diberi dengan volume cairan besar, terdeposit di tulang, ekskresi lewat urin.
Pasien gangguan ginjal, dosis dikurangi. t1/2 plasma 3-5 jam.
Foscarnet
• ES dan Interaksi : digunakan bila pasien tidak dapat diberi Gansiklovir, karena
Forcarnet tidak menyebabkan granulositophenia atau trombositopenia.
• Nephrotoxicity : terbukti menaikkan konsentrasi kreatinin serum. Nefrotoksik
meningkat dengan pemberian bersama obat yang menyebabkan nefrotoksik,
termasuk; amfoterisin B, aminoglikosida (spt gentamisin) dan Pentamidin.
• Prehidrasi dengan NaCl 0.9% dapat menurunkan risiko gangguan ginjal. Monitor
Cl kreatinin, dosis kurangi bila ada gangguan ginjal.
• Keseimbangan Elektrolit dan mineral : menyebabkan hipocalcemia, hypokalemia,
hipomagnesemia dan hipo atau hiper posfatemia.
• Efek tak diinginkan lainnya : demam, mual/nausea, anemia, diare,
muntah/vomiting, sakit kepala/headache
• Sediaan dosis Pemberian ; infus IV
Antivirus untuk Influenza
• Amantadin dan Rimantadin
• Indikasi : Influenza A. Amantadin juga untuk penyakit Parkinson.
• Mek kerja, lihat slide di atas / Hambatan kanal ion protein M2 dan modulasi
pH Interstisial (diaktivasi oleh pH).
• Dosis & Sediaan : Amantadin 2x100 mg kapsul, Rimantadin 2x150 mg tablet.
Syrup. Dosis diturunkan pada gangguan ginjal, Rimantadin pada Cl kreatinin ≤
10 mL/menit.
• ES ; GI ringan, SSP (gelisah, sulit konsentrasi, insomnia, hilang nafsu
makan. Neurotoksik meningkat pada pemberian bersama antihistamin,
antikolinergik/psikotropik terutama pada usila.
Antivirus untuk Influenza
• Inhibitor Neuramidase (Oseltamivir/Tamifluᴿ, Zanamivir)
• Utk Influenza A dan B
• Mek Kerja : Asam setilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada
sekresi respirasi. Virus berikatan pada mucus. Penetrasi virus ke mucus oleh
aktivitas enzim neuraminidase. Enzim neuraminidase juga berperan untuk
penglepasan dari sel terinfeksi. Hambatan terhadap enzim neuraminidase
mencegah terjadinya infeksi.
• Resistensi : adanya hambatan ikatan pada obat dan hambatan aktivitas enzim
neuraminidase, penurunan afinitas ikatan reseptor hemmaglutinin.
• Indikasi : infeksi virus influenza A dan B.
• Dosis : Zanamivir, inhalasi 20 mg per hari, per oral 150 mg/hari
• ES ; ringan, gejala saluran napas dan sal cerna, batuk, bronkospasme
Karaketristik farmakologi Antiifluenza
Amantadin Rimantadin Zanamivir Oseltamivir

Spektrum (tipe influenza) A A A,B A,B

Rute/Formulasi Oral Oral Inhalasi (Serbuk) Oral

Bioavailabilitas oral 50-90% >90% <5% (5-7% setelah


inhalasi)
T1/2 (jam) 12-18 24-36 2.5-5 6-10 Oseltamifir
karboksilat (aktif)
Ikatan Protein (%) 67 40 <10 3

Metabolisme (%) (parent drug) <10 % 75 % Dapat diabiakan Dapat diabiakan

Ekskresi renal 50-90% 25% 100% 95%

Penyesuaian dosis ClCr <80 % ClCr <10 % - ClCr<30


Umur > 65 tahun Umur > 65 thun
Ribavirin
• Mek Kerja : Setelah mengalami fosforilasi intrasel, Ribafirin triposfat mengganggu
tahap awal transkripsi virus (spt; proses capping dan elongasi mRNA, serta
menghambat sintesis ribonukleoprotein).
• Resistensi-belum diketahui.
• Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khususnya orthomyxovirus (influenza A dan
B), paramyxovirus (cacar air, respiratory synctyal virus/RSV dan arenavirus (Lassa,
Junin,dll).
• Indikasi :
• Terapi infeksi RSV pada bayi dengan risiko tinggi.
• Terapi Infeksi hepatitis C. Ribavirin diberi kombinasi dengan interferon-α atau pegylated
interferon-α.
• ES : Iritasi konjungtiva ringan (sediaan inhalasi), ruam, mengi (wheezing), Anemia
(sistemik), supresi sum-sum tulang. Pada dosis tinggi, eritrofagositosis (kerusakan
membran), kekakuan/rigor (bolus IV).
• KI wanita hamil, studi preklinik teratogen.
Antivirus Untuk HBV dan HCV
• Lamivudin, merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin.
• Lamivudin dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk trifosfat yang aktif.
• Kerja : menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat
polymerase virus (reverse trancriptase,RT). Dapat mengatasi
hiperresposivitas sel T sitotoksik pada pasien terinfeksi kronik.
• Resistensi : mutasi pada DNA polimerase Virus
• Indikasi : Hepatitis Virus B (HBV) (wild type dan ).
• Dosis : 100 mg/hari (dewasa), 1 mg/kg (anak) bisa ditingkatkan maksimum
100 mg/hari. Lama terapi : HBeAg negatif 1 tahun, HBeAg positif lebih 1
tahun
• ES :
• fatique, sakit kepala dan mual. Peningkatan kadar ALT dan AST, biasnya
pada munculnya mutan HBV.
• Aidosis, hepatomegaly dengan steatosis (dapat terjadi pada dosis 300 mg
untuk HIV). Pada dosis terapi HBV tidak terjadi.
Antivirus Untuk HBV dan HCV
• Adefovir
• Lengkapi data obat ini, kirim ke email
Antivirus Untuk HBV dan HCV
• Entekavir
• Lengkapi data obat ini, kirim ke email
Interferon
Interferon merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus, imunomodulator dan
antiproliferatif, yang di produksi oleh tubuh sebagai respon dari berbagai stimulus.
Sediaan interferon : alfa, beta, gamma
Interferon Diproduksi Waktu di produksi Efek biologis
oleh Setelah stimulasi
Alfa Leukosit 4-6 hari Antivirus
Menghambat pertumbuhan sel normal & malignan
Meningkatkan aktifitas sel Natural Killer/NK
Meningkatkan ekspresi Major Histocompatibility Complex/MHC kelas I
Mempengaruhi diferensiasi Sel
Beta Fibroblas 4-6 hari Antivirus
Epitel Menghambat pertumbuhan sel normal & malignan
Makrofag Meningkatkan aktifitas sel Natural Killer/NK
Meningkatkan ekspresi MHC kelas I
Gamma Limfosit 2-3 hari Antivirus
Menghambat pertumbuhan sel normal & malignan
Meningkatkan aktifitas makrofag
Meningkatkan ekspresi MHC kelas I dan II
Menginduksi sekresi sitokin lain
Bersama dengan sitokin lain meningkatkan sintesis immunoglobulin
Interferon alpha
• Mek Kerja : Interferon berikatan dengan reseptor selular spesifik, setelah
berikatan interferon mengaktifkan jalur transduksi sinyal JAK-STAT.
• Efek antivirus interferon melalui hambatan penetrasi virus, sintesis mRNA virus,
transplatasi protein virus dan atau assembly dan penglepasan virus..
• Efek antivirus dilawan virus, dengan cara; virus menghambat kerja protein
tertentu (seperti; protein kinase, …) yang di induksi oleh interferon. Cth :
Resistensi virus Hepatitis C dengan menghambat aktivitas protein kinase oleh
HCV.
• Farmakokinetik : injeksi IM, absorbs 80%. Puncak 4-8 jam, kadar plasma tidak
terdeteksi setelah 18-36 jam. IV puncaknya 30 menit, tidak terdeteksi setlah 4-8
jam.
• Bentuk sediaan Interferon yang terkonyugasi dengan polietilen glikol (PEG-
Interferon, Pegylated-Interferon), memperlambat eliminasi lewat ginjal, sehingg
t1/2 lebih panjang, dosis lebih stabil, frekuensi pemberian berkurang dari 3 kali
menjadi 1 kali 1 minggu.
Interferon alpha
• Indikasi : Infeksi kronik HBV, Infeksi kronik HCV, Sarkoma Kaposi pada pasien HIV,
Malignansi, Multiple sclerosis.
• Dosis:
• Dewasa : 5-10 MU/m2
• Anak : 6 MU/m2
• Lama terapi 12-18 minggu
• ES Inreferon α :
• Flu like symptoms, fatique, leukopenia dan depresi.
• Bisa juga anoreksia, rambut rontok, gangguan mood, iritabilitas.
• Dapat memperburuk terapi pengobatan penyakit autoimun seperti tiroidoitis.
Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV)
• Herpes Genitalia
• Obat dipakai : Asiklovir (IV, oral, salep), Valasiklovir (oral) dan Famsiklovir (oral)
• Asiklovir pilihan pada wanita hamil.
• Herpes Mukokutan
• Obat : Asiklovir IV pilihan dan untuk pasien immunocompromised.
• Alternatif; Pensiklovir IV 5mg/kg, 2 atau 3 x/hari atau sediaan krim, Famsiklovir.
• Herpes Neonatal
• Pilihan Asiklovir IV, lanjut oral
Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV)
• Herpes Ensefalitis
• Obat pilihan pada pasien semi koma atau koma : Asiklovir (IV,), dapat diberi
hingga 21 hari krena rekuren.
• Cacar Air (Chickenpox)
• Terapi dengan Asiklovir dalam jangka waktu 24 jam setelah muncul ruam.
Terapi dini menurunkan keparahan.
• Terapi pada Dewasa perlu diberi karena keparahan lebih tinggi pada dewasa
dibanding anak.
• Pada anak juga perlu diterapi
• Pemberian Asiklovir pada pasien dengan transplantasi mengurangi risiko
penyebaran virus ke organ lain.
Infeksi Herpes Simplex Virus (HSV)
• Herpes Zoster
• Terapi perlu untuk mencegah nyeri hebat (postherpetic- neuralgia), terutama
pada usia lebih 50 tahun.
• Asiklovir, Valasiklovir dan Famsiklovir, jika diberi dalam 72 jam setelah muncul
ruam, kesembuhan akan lebih cepat (dalam 2 hari). Valasiklovir dan
Famsiklovir lebih disukai karena keamanannya yang lebih baik.
• Asiklovir pilihan pada imunoccompromised, bahkan bila terapi hingga hari ke
6 setelah muncul ruam. Valasiklovir dan Famsiklovir alternative.
Infeksi Saluran Napas oleh Virus (Influenza)
• Amantadin dan Rimantadin aktifitas baik bila diberi dalam 48 jam
muncul gejala.
• Profilaksis lebih disukai Rimantadin, misal untuk bayi dengan
risiko tinggi seperti lahir prematur mengalami dysplasia
bronkopulmonal.
• Pemberian Asiklovir pada pasien dengan transplantasi
mengurangi risiko penyebaran virus ke organ lain.
• Inhibitor neuraminidase oseltamivir dan zanamivir dapat
mengatasi influenza A danB.
• Antiinfluenza untuk anak ≥ 1 tahun : Amantadin dan Oseltamivir
• Zanamivir untuk anak ≥ 7 tahun.
• Dapat juga antivirus untuk kemoprofilaksis, dapat diberi bersama
dengan inactivated vaccine, tdk bisa dengan live attenuated
vaccine.
Antivirus untuk HBV dan HCV
• Pasien terinfeksi HBV dan HCV memiliki risiko tinggi menjadi sirosis, karsinoma
hepatosellular. Terapi untuk mencegah perburukan.
• Tujuan terapi : eradiikasi, jika tidak dapat, diharapkan adanya supresi virus terus
menurus.
• Terapi untuk Hepatitis B : Interferon-α, lamivudine dan adefovir
• Tujuan terapi : hilangnya HBeAg dengan atau tanpa serokonversi anti-HBeAg,
transaminase serum menjadi normal, hilangnya HBV-DNA dan perbaikan histologi
hati. Keberhasilan dengan salah satu obat tersebut 20-30%.
Antivirus untuk HBV dan HCV
• Keterbatasan efikasi dan mencegah resistensi terapi kombinasi dengan obat
antiheptitis dengan analog nukleosida, dengan atau tanpa IFN-α dapat memberi
respon lebih baik.
• Kombinasi terapi infeksi HBV.
1. Interferon α + Lamivudin
2. Interferon α + Famsiklovir
3. Kombinasi dengan 2 atau 3 nukleosida seperti : Lamivudin+ Famsiklovir;
Pensiklovir+Lamivudin+Adefovir.
• Kombinasi terapi infeksi HCV.
1. Peg Interferon +Ribavirin
• Syarat terapi : pasien dengan HCV RNA > 50 U/mL, hasil biopsy ada fibrosis portal, inflamasi sedang
dan nekrosis
• Untuk pasien HCV genotype 1-dan 3- disarankan Ribafirin 800 mg+ Peg-Interferon selama 24 minggu,
Pasien positif genotip 1-, terapi 48 minggu denga Ribafirin dosis standar 200-200mg/hari+ Peg-
Interferon
Avian Influenza/Flu burung (infeksi virus H5N1)
• Pilihan terapi atau untuk profilaksis : Zanamivir dan Oseltamivir (kelompok
neuraminidase inhibitor).
• Sedang dipelajari untu infeksi virus H5N1 : Zanamivir, Peramivir (neuraminidase
inhibitor baru ditemukan), Ribavirin, interferon-α

• Flu burung H5N1 dan H7N9. Oseltamivir pilihan pertama.


Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
• NoV 2002 di Provinsi Guangdong Tiongkok. Belum ada hasil penelitian yang baik
untuk antivirus SARS. Digunakan interferon-alpha 2b dan ribavirin. Terapi
membantu, antipiretik, suplemen oksigen dan bantuan ventilasi.
• Saat ini oleh Klinisi terapi dengan antibakteri untuk community-acquired
pneumonia dan neuramidase inhibitor untuk atasi Influenza A dan Influenza B

• MERS (Middle east respiratory Syndrome), menyerang saluran napas bawah,


dideteksi 2012 di arab Saudi. Disebabkan oleh virus corona. Disembuhkan
dengan interferon-alpha 2b dan ribavirin (kedua obat ini digunakan juga untuk
mengobati hepatitis C). Remdesivir untuk MERS.
Obat Baru
• Favipiravir (Aviganᴿ)
• Remdesivir
• Lengkapi data obat ini, kirim ke email
Terima Kasih
Covid 19
• Virus merupakan salah satu penyebab penyakit menular yang perlu diwaspadai.
• Dalam 20 tahun terakhir, beberapa penyakit virus menyebabkan epidemi seperti :
• severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) pada tahun 2002-2003
• influenza H1N1 pada tahun 2009
• Middle East Respiratory syndrome (MERS-CoV) yang pertama kali teridentifikasi di Saudi
Arabia pada tahun 2012.
• 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia misterius yang tidak
diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44
pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah jutaan kasus. Data awal
epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar
seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel isolat dari pasien
diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe
baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV).
• 11 Februari 2020, World Health Organization memberi nama virus baru tersebut SARS-
CoV-2 dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
• Virus corona ini menjadi patogen penyebab utama outbreak penyakit pernapasan.
• Transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Pada tanggal 11
Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi pandemi di dunia.
Konfirmasi positif
• Kasus Konfirmasi: Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-
19 dengan kriteria sebagai berikut:
• a. Seseorang dengan hasil RT-PCR positif
• b. Seseorang dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif DAN memenuhi
kriteria definisi kasus probable ATAU kasus suspek (kriteria A atau B)
• c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) dengan hasil rapid antigen SARS-
CoV-2 positif DAN Memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable
ATAU terkonfirmasi.
• Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
• a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
• b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi
tanpa gejala, ringan, sedang, berat dan kritis.
1. Tanpa gejala Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan
gejala.
2. Ringan Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.
Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit kepala,
diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia) yang
muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran, mobilitas
menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
3. Sedang Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak : pasien dengan tanda
klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau
tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat). Kriteria napas cepat :
usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit
; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala, ringan,
sedang, berat dan kritis.
4. Berat /Pneumonia Berat Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan
tanda klinis pneumonia (demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu
dari: frekuensi napas > 30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93%
pada udara ruangan. ATAU Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis
pneumonia (batuk atau kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari
berikut ini:
• sianosis sentral atau SpO2<93% ;
• distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat
berat);
• tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum, letargi atau penurunan
kesadaran, atau kejang.
• Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan,
≥50x/menit; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
5. Kritis Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan
syok sepsis.
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19
• PEMERIKSAAN PCR SWAB
1. Tanpa Gejala
a. Isolasi dan Pemantauan
b. Non-farmakologis. Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu
dikerjakan (leaflet untuk dibawa ke rumah)
c. Farmakologi
• Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk
tetap melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi.
• Apabila pasien rutin meminum terapi obat antihipertensi dengan
golongan obat ACEinhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker
perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau
Dokter Spesialis Jantung
Terapi Covid 19- Farmakologi Tanpa Gejala
• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
• Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
• Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
• Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
• Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
• Vitamin D
• Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent,
tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
• Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000
IU)
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.
• Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19
2. DERAJAT RINGAN
a. Isolasi dan Pemantauan. selama maksimal 10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas
gejala demam dan gangguan pernapasan. Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan
pemantauan kondisi pasien.Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP
terdekat.
b. Non Farmakologis Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologis
• Vitamin C dengan pilihan:
o Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
o Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
o Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E, zink
• Vitamin D
• Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
• Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000
IU)
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19 - DERAJAT RINGAN
c. Farmakologi
• Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari
• Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5-7 hari (terutama
bila diduga ada infeksi influenza) ATAU Atau
• Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
• Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19 - DERAJAT SEDANG

3. DERAJAT SEDANG
a. Isolasi dan Pemantauan
• Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
• Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/ Rumah Sakit
Darurat COVID-19
b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status
hidrasi/terapi cairan, oksigen
• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan
hitung jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi
ginjal, fungsi hati dan foto toraks secara berkala.
DERAJAT SEDANG
c. Farmakologis
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara
drip Intravena (IV) selama perawatan
• Diberikan terapi farmakologis berikut:
• Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin
dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7
hari). Ditambah
• Salah satu antivirus berikut :
• Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg
(hari ke 2-5) Atau
• Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-75)
• Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19
4. DERAJAT DERAJAT BERAT ATAU KRITIS
a. Isolasi dan Pemantauan
• Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
• Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 1.
b. Non Farmakologis
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi cairan), dan oksigen
• Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis, bila memungkinkan
ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
• Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
• Monitor tanda-tanda sebagai berikut;
• Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,
• Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),
• PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
• Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan thoraks dalam 24-48 jam,
• Limfopenia progresif,
• Peningkatan CRP progresif,
• Asidosis laktat progresif.
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19- DERAJAT DERAJAT
BERAT ATAU KRITIS

b. Non farmakologis
• Monitor keadaan kritis
• Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal
multiorgan yang memerlukan perawatan ICU.
• Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik (alur gambar 1)
• 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu
sebagai berikut
• Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive mechanical
ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC
lebih disarankan dibandingkan NIV. (alur gambar 1)
• Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru.
• Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19- DERAJAT Berat/Kritis
• Terapi oksigen
• NIV (Noninvasif Ventilation)
• Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)
• ECMO (Extra Corporeal Membrane Oxygenation)
c. Farmakologis
• Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drip
Intravena (IV) selama perawatan
• Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
• Vitamin D
• Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet
hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
• Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet kunyah 5000 IU)
• Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 57 hari) atau sebagai alternatif Levofloksasin
dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk
5-7 hari).
• Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri, pemilihan antibiotik
disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan
kultur darah harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan.
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19- DERAJAT Berat/Kritis
c. Farmakologis
• Antivirus :
• Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2
x 600 mg (hari ke 2-5) Atau
• Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-75)
• Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang
setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus
berat dengan ventilator.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
• Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana syok yang sudah
ada (lihat hal. 55).
• Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
• Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan kondisi klinis pasien dan
ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing apabila terapi standar tidak
memberikan respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan melalui
diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-IL 6 (tocilizumab), plasma
konvalesen, IVIG atau Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca, terapi plasma exchange
(TPE) dan lain-lain.
TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19- DERAJAT Berat/Kritis
c. Farmakologis
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 56-64)
• Deksametason dengan dosis 6 mg/ 24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid lain yang
setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi oksigen atau kasus
berat dengan ventilator.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
• Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana syok yang
sudah ada (lihat halaman 47).
• Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
• Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan kondisi klinis pasien
dan ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing apabila terapi
standard tidak memberikan respons perbaikan. Pemberian dengan pertimbangan hati-
hati dan melalui diskusi dengan tim COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-IL 6
(tocilizumab), plasma konvalesen, IVIG atau Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca
dan lainlain (poin 7 halaman 24 sampai 34). Secara jelas dapat dilihat pada algoritme di
gambar 4.
Gbr 1. alur penentuan alat bantu napas mekanik
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
a. Anti IL-6 (Tocilizumab)
Cytokine storm adalah respons sistem kekebalan tubuh yang berlebihan akibat infeksi
maupun penyebab lain yang ditandai dengan pelepasan sitokin yang tidak terkontrol
yang menyebabkan inflamasi sistemik dan kerusakan multi-organ.
Pasien COVID-19 secara konsisten menunjukkan penurunan jumlah limfosit yang
signifikan pada pasien pneumonia serta peningkatan tajam pada sebagian besar sitokin,
terutama IL-6.
IL-6 berperan dalam induksi diferensiasi limfosit B dan produksi antibodi serta proliferasi
dan diferensiasi limfosit T.
Cytokine storm pada COVID-19 dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler, terjadi
perpindahan cairan dan sel darah dalam alveolus yang mengakibatkan acute respiratory
distress syndrome (ARDS) hingga kematian.
Dengan demikian, menghambat kerja IL-6 merupakan salah satu terapi potensial untuk
pasien COVID-19 dengan pneumonia berat atau kritis. Transduksi sinyal sel oleh IL-6
harus diinisiasi oleh ikatan antara IL-6 dan reseptornya, IL-6R yang bersamasama
membentuk kompleks dan berikatan dengan protein membran sel. Reseptor IL-6 (IL-6R)
memiliki dua bentuk yaitu membrane bound IL-6R (mIL-6R) dan soluble IL-6R (sIL-6R).
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
a. Anti IL-6 (Tocilizumab)
Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal penghambat IL-6 yang dapat secara
spesifik berikatan dengan mIL-6R dan sIL-6R.
Tocilizumab telah dipakai pada kasus artritis rheumatoid dengan dosis 8 mg/kgBB
setiap 4 minggu, minimal selama 24 minggu.
Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal kelas IgG1 yang telah terhumanisasi
yang bekerja sebagai antagonis reseptor IL-6. Tocilizumab dapat diberikan secara
intravena atau subkutan untuk pasien COVID-19 berat dengan kecurigaan
hiperinflamasi.
Tocilizumab 8 mg/kg BB (maksimal 800 mg per dosis) dengan interval 12 jam.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
• Laporan kasus oleh Michot JM, dkk. memberikan terapi Tocilizumab pada kasus pneumonia
berat COVID-19 dengan dosis 8 mg/kgBB IV sebanyak dua kali, dengan interval 8 jam. Setelah
pemberian Tocilizumab, pasien mengalami perbaikan klinis, bebas demam dan penurunan
kebutuhan oksigen secara bertahap, dan perbaikan CT thoraks serta penurunan kadar penanda
cytokine storm pada hari ke-12. Laporan kasus lain oleh van Kraaij TD, dkk. melaporkan
pemberian satu dosis Tocilizumab 8 mg/kgBB pada pasien COVID-19 berat dengan ARDS.
Pasien mengalami penurunan kebutuhan ventilasi dan oksigen pada hari ke-2 pengobatan dan
mengalami penurunan penanda inflamasi yaitu CRP, ferritin dan IL-6 pada hari ke-5. Resolusi
gambaran radiografi thoraks diperoleh setelah 7 hari pengobatan dan pasien dipulangkan
dengan bebas gejala setelah 9 hari perawatan. Studi retrospektif pada 15 pasien oleh Luo P,
dkk. menunjukkan efektivitas terapi Tocilizumab pada kasus COVID-19. Dosis Tocilizumab yang
diberikan adalah 80600 mg/kali dan diberikan 1-2 kali per hari bergantung pada kondisi klinis
pasien. Setelah 7 hari pengobatan, sebanyak 10 pasien mengalami perbaikan klinis serta
penurunan kadar protein C-reaktif (CRP) dan IL-6. Sebanyak 4 pasien meninggal dan tidak
mengalami penurunan kadar penanda inflamasi serta sebanyak 1 pasien tidak mengalami
perbaikan baik klinis maupun laboratorium. Studi retrospektif yang lain oleh Xu X, dkk. juga
menunjukkan efektivitas terapi Tocilizumab bersama dengan pemberian terapi antivirus pada
pasien COVID-19 dengan pneumonia berat dan kritis. Dan beberapa penelitian lain yang
mendukung.
• Beberapa clinical trial fase 3 saat ini sedang berlangsung di AS, Kanada Perancis, dan beberapa
negara Eropa lainnya.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
b. Anti IL-1 (Anakinra)
Anakinra merupakan antagonis reseptor IL-1 rekombinan yang memiliki
mekanisme untuk menetralisasi reaksi hiperinflamasi yang terjadi pada kondisi
ARDS yang disebabkan oleh infeksi SARS-CoV-2. Pada sebuah studi klinis yang
melibatkan 52 pasien, Anakinra dapat menurunkan kebutuhan pemakaian
ventilasi mekanis invasif dan menurunkan kematian pada pasien COVID-19 tanpa
efek samping yang serius. Dosis yang dapat diberikan adalah 100 mg/ 12 jam
selama 72 jam dilanjutkan dengan 100 mg/ 24 jam selama 7 hari.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
c. Antibiotik
Potensi penggunaan antibiotik yang berlebih pada era pandemik Covid-19 ini
menjadi ancaman global terhadap meningkatnya kejadian bakteri multiresisten.
Angka kejadian sesungguhnya dari ko-infeksi bakteri pada covid-19 hingga saat ini
masih belum diketahui. Rekomendasi pemberian antibiotik bervariasi di
masingmasing negara dan kecenderungan yang ada adalah opsi untuk memberikan
antibiotik secara empirik lebih dipilih oleh karena kesulitan untuk membedakan
secara dini kausa dari infeksi pernapasan yang dihadapi, ketidakpastian adanya
kemungkinan ko-infeksi hingga lambatnya hasil konfirmatif diperoleh.
Kemungkinan terjadinya ko-infeksi pneumonia bakteri dan jamur akan menjadi
lebih besar pada kelompok pasien yang menggunakan ventilator, potensi
bacteremia, infeksi saluran kencing sebagai akibat dari instrumentasi, dengan pola
mikrobiologis dan pola resistensi antibiotik yang mengikuti pola di institusi masing-
masing.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
• WHO menganjurkan pemberian antibiotik pada kasus covid-19 yang berat dan
tidak menganjurkan pemberian antibiotik rutin pada kasus covid-19 yang ringan.
Penatagunaan Antimikroba (Antimicrobial Stewardship) harus terus dilakukan :
a. Upaya pengambilan bahan kultur sebelum pemberian antibiotik. Sampel
disesuaikan dengan fokus infeksi dan kondisi pasien
b. Upaya re-evaluasi kondisi klinis pasien secara ketat harus selalu dikerjakan,
baik melalui evaluasi keluhan maupun evaluasi parameter penunjang, seperti
parameter leukosit, hitung jenis, CRP, procalcitonin, pencitraan, hasil kultur,
dan sebagainya.
c. Segera melakukan de-eskalasi atau stop antibiotik bila klinis dan hasil
pemeriksaan penunjang sudah membaik.
d. Pilihan dan durasi terapi antibiotik empirik, mengikuti panduan terapi
pneumonia komunitas.
WHO menganjurkan pemberian antibiotik pada kasus covid-19
Penatagunaan Antimikroba (Antimicrobial Stewardship) harus terus dilakukan :
e. Bagi pasien yang dirawat di ruang intensif dan menggunakan bantuan ventilasi
mekanik, bundle pencegahan VAP (Ventilator Associated Pneumonia) / HAP (Hospital
Acquired Pneumona) serta prinsip prinsip pencegahan infeksi nosokomial harus
terus diperhatikan.
f. Apabila pasien terindikasi mengalami infeksi VAP/HAP, pilihan antibiotik empirik
untuk VAP/HAP mengikuti pola mikrobiologis dan pola resistensi lokal di masing-
masing Rumah Sakit.
g. Apabila pasien mengalami penyulit infeksi lain seperti infeksi kulit dan jaringan lunak
komplikata, infeksi intra abdominal komplikata dan sebagainya, upaya untuk
melakukan kontrol sumber infeksi dan tatalaksana yang memadai sesuai dengan
panduan harus terus diupayakan dan diharapkan kecurigaan terhadap adanya infeksi
covid-19 tidak menimbulkan hambatan/keterlambatan yang berlarut-larut.
h. Rekomendasi nasional untuk tetap melakukan evaluasi terhadap penggunaan
anitbibiotik yang rasional di era pandemi covid-19, harus terus dipromosikan dan
diupayakan sebagai bagian dari tatalaksana terbaik bagi pasien.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
d. Mesenchymal Stem Cell (MSCs)/ Sel Punca
Pada prinsipnya pemberian MSCs dapat menyeimbangkan proses inflamasi yang
terjadi pada kondisi ALI/ ARDS yang ditandai dengan eksudat fibromixoid
seluler, inflamasi paru yang luas, edema paru, dan pembentukan membran
hyalin. MSCs bekerja sebagai imunoregulasi dengan menekan proliferasi sel T.
Selain itu, sel punca dapat berinteraksi dengan sel 29endritic sehingga
menyebabkan pergeseran sel Th-2 pro inflamasi menjadi Th anti-infamasi,
termasuk perubahan profil sitokin menuju anti-inflamasi.
e. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
IVIG merupakan produk derivatif plasma pendonor yang dapat memberikan
proteksi imun secara pasif terhadap berbagai macam patogen. IVIG dapat
diberikan pada pasien COVID-19 berat dengan dosis IVIg 0.3 – 0.4 g/kg BB per
hari untuk 5 hari.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
f. Plasma Konvalesen
• Plasma konvalesen diperoleh dari pasien COVID-19 yang telah sembuh, diambil
melalui metoda plasmaferesis dan diberikan kepada pasien COVID-19 yang berat
atau mengancam nyawa. Indikasi pemberian terapi plasma konvalesen pada
berbagai uji klinis yang telah dilakukan adalah penderita COVID-19 yang berat,
meskipun saat ini uji klinis pemberian pada pasien COVID-19 sedang (berisiko
menjadi berat) sudah / sedang berjalan di beberapa senter uji klinis di seluruh
dunia. Terapi plasma konvalesen diberikan bersama-sama dengan terapi standar
COVID-19 (anti virus dan berbagai terapi tambahan/suportif lainnya).
• Kontra indikasi terapi plasma konvalesen adalah riwayat alergi terhadap produk
plasma, kehamilan, perempuan menyusui, defisiensi IgA, trombosis akut dan
gagal jantung berat dengan risiko overload cairan.
• Kontraindikasi lainnya bersifat relatif, seperti syok septik, gagal ginjal dalam
hemodialisis, koagulasi intravaskular diseminata atau kondisi komorbid yang
dapat meningkatkan risiko trombosis pada pasien tersebut.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
f. Plasma Konvalesen
• Berbagai jurnal menunjukkan dosis dan metode pemberian plasma konvalesen yang bervariasi.
The Infectious Disease Department, Shenzhen Third People's Hospital, China selama periode 20
Januari 2020 hingga 25 maret 2020 memberikan plasma dari donor dengan titer antibodi minimal
1;640, diberikan sebanyak 200 ml sebanyak satu kali. The European Commission
DirectorateGeneral for Health and Food Safetymerekomendasikan pemberian plasma dari donor
dengan titer antibodi lebih dari 1:320, meskipun dicantumkan juga bahwa kadar yang lebih rendah
dapat pula efektif. Tidak disebutkan dosis/jumlah plasma yang diberikan untuk pasien COVID19.
Publikasi terakhir dari JAMA, penelitian (randomized trial) pada 103 pasien COVID-19 yang berat
atau mengancam nyawa di 7 rumah sakit di China mendapatkan bahwa penambahan plasma
konvalesen pada terapi standar tidak meningkatkan perbaikan klinis yang bermakna. Pada
penelitian ini plasma konvalesen diberikan dengan dosis 4 13 ml/kgBB dan berasal dari donor
dengan titer antibodi yang bervariasi dari kurang dari 1:160 hingga 1: 1280, dengan periode
pengamatan selama 28 hari. Penelitian randomized trial yang sedang berjalan di salah satu rumah
sakit di Jakarta memberikan plasma konvalesen 200 ml sebanyak 2 kali. Masih diperlukan data dari
uji klinis dengan disain dan jumlah subjek yang lebih besar untuk mendapatkan dosis optimal,
batas titer antibodi yang optimal, waktu pemberian yang tepat hingga pasien mana yang
mendapatkan manfaat klinis yang bermakna dari terapi plasma konvalesen ini.
f. Plasma Konvalesen
• Etika Kedokteran dalam Terapi Plasma Konvalesen Hal penting yang harus selalu dipertimbangkan
dalam terapi menggunakan human product secara langsung kepada pasien adalah berbagai hal yang
terkait dengan Etika Kedokteran. Penggunaan terapi plasma konvalesen harus berdasarkan
pertimbangan yang baik dan cermat, mengingat data-data terkait keamanan plasma konvalesen
umumnya masih terbatas dan sebagian masih dalam fase uji klinis. Belum didapatkan kepastian
berapa dosis yang baku karena uji klinis di berbagai negara menggunakan jumlah plasma dan metode
pemberian yang berbeda-beda. Belum diketahui berapa titer antibodi donor plasma yang terbaik
untuk terapi plasma konvalesen dan bagaimana jika pemeriksaan titer antibodi belum dapat dilakukan
di negara atau tempat tersebut. Data-data di berbagai negara pada umumnya bervariasi. Hal lain yang
juga penting adalah kemungkinan mutasi atau variabilitas virus yang dapat terkait dengan keamanan
dan efektivitas terapi plasma tersebut.
• Risiko/efek samping terapi plasma konvalesen Efek samping terapi plasma, sama seperti halnya
pemberian plasma pada transfusi darah mempunyai risiko terjadinya reaksi transfusi seperti demam,
reaksi alergi (gatal/urtikaria hingga Transfusion-Related Acute Lung Injury/TRALI). Mengingat plasma
mengandung faktor pembekuan, risiko/efek samping yang juga dapat dihadapi adalah aktivasi
koagulasi dan trombosis. Data menunjukkan bahwa terapi immunoglobulin dari manusia berhubungan
dengan peningkatan risiko trombosis sebesar 0,04 – 14,9% pada hari yang sama, dan secara statistik
bermakna. Pemberian antikoagulan profilaksis pada pasien-pasien COVID-19 harus berdasarkan
penilaian risiko trombosis pada pasien tersebut dan bukan berdasarkan terapi plasma konvalesen saja
(lihat “Terapi Antikoagulan pada COVID19”). Karena indikasi terapi plasma konvalesen adalah pada
pasien COVID-19 berat dan dirawat, umumnya pasienpasien tersebut sudah mempunyai risiko
trombosis, sehingga dan antikoagulan profilaksis dapat diberikan atau dilanjutkan, jika tidak terdapat
kontraindikasi terhadap antikoagulan.
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN - Vaksinasi
• Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif dalam mencegah penyakit akibat infeksi.
Akibat pandemi COVID-19, terdapat risiko berkurangnya pelaksanaan vaksinasi yang
diwajibkan, baik akibat meningkatnya beban sistem kesehatan terhadap COVID-19 ataupun
berkurangnya minat dari masyarakat akibat pelaksanaan social distancing. Hal ini dikhawatirkan
dapat menyebabkan timbulnya outbreak baru dari vaccine preventable diseases, seperti
hepatitis A. Oleh sebab itu, pelaksanaan vaksinasi harus diatur sedemikian rupa sehingga
dijalankan dalam kondisi yang aman, tanpa menyebabkan risiko penyebaran COVID19 terhadap
petugas kesehatan dan masyarakat.
• World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi influenza rutin setiap tahun
khususnya untuk individu risiko tinggi seperti lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, orang-orang
dengan penyakit kronis tertentu dan petugas kesehatan. Vaksinasi influenza memang tidak
secara spesifik dapat melindungi dari infeksi COVID-19. Namun, ada beberapa alasan WHO
merekomendasikan vaksinasi influenza di masa pandemi COVID-19. Pertama, untuk
mengontrol infeksi influenza pada individu risiko tinggi yang rentan mengalami infeksi COVID-
19 berat sehingga dapat mengurangi angka rawat inap dan paparan dari virus SARS CoV-2
selama perawatan
• American College of Cardiology (ACC) merekomendasikan vaksinasi influenza dan pneumonia
diberikan kepada individu dengan komorbid penyakit kardio dan serebrovaskular. Tujuannya
vaksinasi influenza sama dengan penjelasan WHO dan vaksinasi pneumonia bermanfaat guna
mencegah infeksi sekunder akibat bakteri dari penderita COVID-19.
• Vaksin Covid-19 sudah beredar di Indonesia : vaksin produksi Sinovac, Pfizer, cek lagi
TERAPI ATAU TINDAKAN TAMBAHAN LAIN
g. N-Asetilsistein
Infeksi SARS-CoV-2 atau COVID-19 berhubungan dengan ketidakseimbangan
oksidan dan antioksidan yang mengakibatkan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Glutation merupakan antioksidan yang banyak ditemukan di tubuh dan berperan
dalam melindungi sel dari stres oksidatif.
Nasetilsistein (NAC), yang sering digunakan sebagai obat mukolitik, memiliki sifat
antioksidan secara langsung maupun secara tidak langsung melalui pelepasan
gugus sistein sebagai senyawa prekursor dalam proses sintesis glutation.
Berbagai penelitian sebelumnya, data awal penelitian terhadap COVID-19 dan
ulasan patofisiologis mengarahkan bahwa sifat antioksidan N-asetilsistein dapat
bermanfaat sebagai terapi dan/atau pencegahan COVID-19.
Uji klinis NAC pada COVID19 masih sangat terbatas. Dosis yang digunakan adalah di
atas/sama dengan 1200 mg per hari oral ataupun intravena, terbagi 2-3 kali
pemberian. Beberapa studi klinis fase 2 dan 3 sedang berjalan dan hasilnya baru
didapat sekitar tahun 2021.
h. Kolkisin
• Efektivitas kolkisin untuk COVID-19. Ada beberapa hipotesis mekanisme kerja dari
kolkisin pada COVID-19, diantaranya adalah
1. menghambat ekspresi E-selectin dan L-selecin (mencegah perlekatan netrofil di jaringan);
2. mengubah struktur sitoskeleton netrofil (mengganggu proses perpindahan netrofil);
3. menghambat NLRP3 inflammasom (mengambah badai sitokin); dan
4. mengambat netrofil elastase (mencegah aktivasi / agregasi platelet).
• Sebuah RCT dari Lopes dkk menilai pemberian kolkisin sebagai terapi adjuvant
pada pasien COVID-19 dibandingkan dengan yang hanya mendapat terapi standar
saja. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian kolkisin dapat menurunkan
kebutuhan penggunaan oksigen, menurunkan lama rawat, dan menurunkan CRP.
Saat ini, kolkisin sedang diteliti lebih lanjut dalam RECOVERY Trial, melibatkan
18.000 pasien di Inggris.
i. Spironolakton
• Reseptor ACE-2, regulasi sistem renin-angiotensinaldosteron (RAAS), dan TMPRSS2
(transmembrane portease, serine 2) adalah faktor yang berpengaruh terhadap
infektivitas dan kemampuan SARS-CoV-2 untuk masuk ke dalam sel. Ekspresi ACE-2 dan
regulasi RAAS mengalami abnormalitas pada pasien hipertensi dan obesitas, sedangkan
TMPRSS2 mengalami ekspresi berlebihan ketika terpapar oleh androgen.
• Spironolakton merupakan salah satu jenis mineralokortikoid yang memiliki efek
antagonis reseptor androgen, antihipertensi, kardioprotektif, dan nefroprotektif.
Spironolakton dihipotesiskan mampu memitigasi abnormalitas ekspresi ACE-2,
memperbaiki keseimbangan ACE-2 yang tersirkulasi dan terikat pada membrane,
mengambat aktivitas TMPRSS2 yang termediasi androgen, dan memperbaiki disfungsi
RAAS yang berpotensi mengurangi pematangan virus. Oleh karena itu, spironolakton
berpotensi memberikan efek protektif terhadap SARS-CoV-2, terutama pada stadium
awal.
• Sampai saat ini, terdapat beberapa uji klinis pemberian spironolakton pada COVID-19
yang sedang atau akan berjalan, diantaranya CONVIDANCE trial (NCT04643691), dan
BISCUIT trial (NCT04424134).
j. Bronkoskopi
• Bronkoskopi merupakan salah satu tindakan di bidang respirasi yang dibatasi
penggunaannya, mengingat COVID19 merupakan penyakit yang sangat infeksius
sehingga bronkoskopi belum menjadi rekomendasi baku untuk penegakan diagnosis
pneumonia viral.
• Tindakan bronkoskopi merupakan tindakan yang dapat membuat aerosol ataupun
droplet yang dapat menjadi media penularan COVID-19 yang sangat menular sehingga
sebisa mungkin sebaiknya ditunda dengan mempertimbangkan berbagai hal terutama
keselamatan tenaga kesehatan serta indikasi tindakan bronkoskopi diagnostik maupun
terapeutik.
• Indikasi tindakan bronkoskopi pada pasien COVID19 atau suspek COVID-19 adalah
terjadi kondisi kegawat daruratan pada pasien COVID-19 atau suspek COVID-19 yang
memerlukan tindakan bronkoskopi terapeutik, misal: mucuous plug pada pasien COVID-
19 atau pasien suspek COVID-19 yang terintubasi, intubasi sulit yang memerlukan
panduan bronkoskopi maupun indikasi urgent lainnya sesuai pertimbangan dokter
penanggung jawab pasien (DPJP) atau Tim Terapi.
• Apabila hal ini dilakukan, tindakan bronkoskopi dilakukan di ruang isolasi bertekanan
negatif dan seluruh tenaga medis harus menggunakan APD lengkap.
k. Therapeutic Plasma Exchange (TPE)
• Pengobatan Covid 19 yang pada dasarnya sampai saat ini adalah supportif terapi
membuat beberapa modalitas terapi yang diperkirakan dapat mengatasi
hipersitokinemia/ cytokine storm menjadi suatu suatu pemikiran, salah satunya
therapeutic plasma exchange (TPE)/Plasmapheresis.
• TPE adalah pemisahan plasma dari komponen darah lain yang mana TPE dapat
mengeluarkan antibody, kompleks imun, lipoptotein, macromolecules, juga toksin dan
molekul inflamasi yang ada dalam plasma.
• Pada infeksi virus tdk diperlukan TPE dikarenakan sifatnya yang self limiting. Akan tetapi
pada beberapa kasus autoimun hal ini masih digunakan untuk mengatasi badai sitokin
yang sering terjadi, walaupun level of evidence terkait hal ini lemah. Pada kasus virus
hepatitis C Double-Filtration Plasmapheresis (DFPP) dimasukkan dalam terapi
tambahan untuk mengurangi viral load sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih
tinggi. Juga pada pasien dengan artritis remautoid dalam mengurangi inflamasi pada
saat kondisi aktif. DFPP dapat menyaring partikel yang lebih besardari 55-60 nm dan
SARS COV2 berukuran 60-140 nm. Secara pathogenesis Tindakan TPE pada pasien
Covid 19 sebagai terapi tambahan dapat dipertimbangkan untuk dapat mengurangi
sitokin juga mediator inflamasi lainnya, hanya saja sampai saat ini hanya ada beberapa
laporan kasus dan belum ada penelitian lebih luas terkait hal ini. Atas dasar hal tersebut
TPE harus dipertimbangkan dengan seksama sebelum menerapkannya pada pasien
Covid 19.
Tabel 4. Pilihan terapi dan rencana pemeriksaan untuk pasien terkonfirmasi
Klasifikasi Pemeriksaan Antiviral Anti‐inflamasi Vitamin & Pengobatan Lain
(WHO) Suplemen

Ringan DPL Swab PCR Oseltamivir ATAU Vitamin C Terapi O2: arus rendah
Favipiravir Vitamin D
Vitamin E
Sedang, DPL, PCR, AGD, GDS, Favipiravir ATAU Kortikosteroid, Vitamin C Plasma konvalesens, sel
SGOT/SGPT, Ureum, Remdesivir antiinterleukin-6 (jika Vitamin D punca
Kreatinin, DDimer, Ferritin, sangat Vitamin E Terapi O2: Noninvasif:
Troponin, IL6, k/p NT dipertimbangkan) arus sedang-tinggi
proBNP, (HHNC)
Xray Thorax (k/p CT scan)
Berat AGD, Favipiravir ATAU Kortikosteroid, Vitamin C Plasma konvalesens, sel
GDS, Remdesivir antiinterleukin-6 Vitamin D punca
SGOT/SGPT, Vitamin E
Ureum, Kreatinin, DDimer, IVIG
Ferritin, Troponin, IL6, HFNC/ Ventilator
Kritis k/p NT proBNP Favipiravir ATAU Kortikosteroid, Vitamin C sel punca
Remdesivir antiinterleukin-6 Vitamin D IVIG
Vitamin E HFNC/ Ventilator
Keterangan tabel di atas :
• Ringkasan kombinasi pilihan obat dapat dilihat pada tabel 2 Untuk anak dosis
harap disesuaikan
• Vitamin C diberikan dengan dosis tertinggi sesuai dengan ketersediaan di rumah
sakit
• Oseltamivir diberikan terutama bila diduga ada infeksi karena influenza
• Favipiravir (Avigan) tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau yang
merencanakan kehamilan. Dan harus diperhatikan penggunaannya pada pasien
dengan gangguan fungsi hati berat.
• Klorokuin fosfat, hidroksiklorokuin, dan kombinasi lopinavir + ritonavir (Aluvia)
sudah tidak digunakan lagi di Indonesia karena emergency use authoriazation
(EUA) dari BPOM telah dicabut. Obat-obatan ini hanya digunakan dalam keadaan
tidak ada obat antiviral lain yang tersedia.
• Algoritma penanganan pasien COVID-19 dapat dilihat pada gambar 3
Terima Kasih
Tabel 2. Pilihan Kombinasi Obat untuk pasien terkonfirmasi COVID-19*
Catatan : ada di edisi 2, edisi 3 sudah tidak ada
No Obat 1 Obat 2 Obat 3 Obat 4
1 Azitromisin atau Klorokuin atau Oseltamivir Vitamin
Levofloksasin ** Hidroksiklorokuin
2 Azitromisin atau Klorokuin atau Lopinavir + Vitamin
Levofloksasin ** Hidroksiklorokuin Ritonavir
3 Azitromisin atau Klorokuin atau Favipiravir Vitamin
Levofloksasin ** Hidroksiklorokuin
4 Azitromisin atau Klorokuin atau Remdesivir Vitamin
Levofloksasin ** Hidroksiklorokuin

Keterangan :
* Pilihan obat untuk kombinasi 1 atau 2 atau 3 atau 4 disesuaikan dengan ketersediaan di Fasilitas pelayanan
kesehatan masing-masing.
** Penggunaan levofloksasin apabila pasien tidak dapat diberikan azitromisin dan bila dicurigai ada infeksi
bakterial.
Keterangan tabel 2
Keterangan :
• Ringkasan kombinasi pilihan obat dapat dilihat pada tabel 2
• Untuk anak dosis harap disesuaikan
• Vitamin C diberikan dengan dosis tertinggi sesuai dengan ketersediaan di rumah sakit
• Favipiravir (Avigan) tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan
• Pasien dengan komorbid kardiovaskular perlu diberikan penjelasan informasi terkait indikasi dan efek samping yang
dapat terjadi sebelum diberikan obat Azitromisin dan Klorokuin fosfat / Hidroksiklorokuin secara bersamaan
• Pemberian Azitromisin dan Klorokuin fosfat/Hidroksiklorokuin secara bersamaan pada beberapa kasus dapat
menyebabkan QT interval yang memanjang, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan EKG sebelum pemberian dan
selanjutnya dilakukan serial (Gambar 2)
• Apabila terdapat gangguan atau permasalahan jantung maka sebaiknya klorokuin/hidroksiklorokuin tidak diberikan
atau ditunda
• Pemberian Klorokuin fosfat / Hidroksiklorokuin tidak dianjurkan kepada pasien yang berusia > 50 tahun dan tidak
diberikan pada pasien kritis yang masih dalam keadaan syok dan aritmia
• Untuk pasien anak dengan kondisi berat-kritis pemberian Klorokuin fosfat / Hidroksiklorokuin harus dengan
pemantauan dan pertimbangan khusus
• Klorokuin fosfat /Hidroksiklorokuin tidak diberikan kepada pasien rawat jalan
• Algoritme penanganan pasien COVID-19 dapat dilihat pada gambar 4.

Anda mungkin juga menyukai