Anda di halaman 1dari 17

rJAKARTA – Anggota MPR RI dari Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsyi menegaskan bahwa

dampak yang ditimbulkan oleh Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) lebih
berbahaya dibandingkan kejahatan terorisme dan narkoba.

Sebab, LGBT tersebut secara fitrah melanggar kodrat manusia dan agama serta tidak sesuai
dengan Konstitusi dan Pancasila yang menjadi landasan dalam bernegara.

“Pertama, hubungan sejenis ini merlanggar kodrat. Seharunsya hubungan manusia itu antara
lelaki dan perempuan, yang fungsinya untuk melanjutkan keturunan. LGBT mengakibatkan
manusia tidak lagi memiliki keturunan, akhirnya kita akan mengalami putus generasi,” kata
Aboe saat Sosialisasi 4 (empat)  Konsensus Dasar Bernegara di Amuntai, Hulu Sungai Selatan,
Kalimantan Selatan, Sabtu (27/2).

Kedua, LGBT melanggar Pancasila, khususnya Sila Pertama yang mengatur tentang Ketuhanan
Yang Maha Esa yang menjadi dasar dalam kehidupan di masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara.

“Sebagai manusia kita diperintah Tuhan untuk kawin dan memiliki keturunan, karenanya kita
memiliki UU Perkawinan,” kata Legislator PKS dari Dapil Kalimantan Selatan I ini.

Ketiga, menurut Aboe, Konstitusi UUD 1945 Pasal 28 dan 29 telah mengatur bahwa semua
warga negara wajib untuk mematuhi ajaran agama masing-masing yang dianutnya, termasuk
mematuhi larangan untuk kawin sesama jenis.

“Bahkan dalam Islam secara tegas di contohkan bagaimana kaum Luth dibinasakan lantaran
mengabaikan larangan tersebut. Oleh karenanya LGBT ini bertentangan dengan konstitusi kita,”
papar politikus yang membidangi Hukum di DPR RI ini.

Keempat, telah ditemukan banyak kasus kesehatan yang muncul dari perilaku LGBT. Diketahui,
data WHO menyebutkan bahwa kaum Gay dan Transgender memiliki resiko 20 kali lebih besar
tertular penyakit HIV/AIDS dibandingkan dengan populasi normal.

https://www.jpnn.com/news/4-alasan-untuk-menolak-lgbt-ini-penjelasannya

dhilah/ Red: Ilham

 0

 0
  
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid

Foto: ROL/Fian Firatmaja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera


(PKS), Hidayat Nur Wahid meminta negara hadir untuk menegakkan hukum terhadap fenomena
yang berkembang, yaitu maraknya komunitas kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender
(LGBT) di Indonesia.

"Hukum di Indonesia jelas tak ada yang benarkan LGBT, apalagi penyimpangan perilaku
maupun ideologinya," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (29/1).

Hidayat pun menjelaskan alasan hukum kenapa LGBT harus ditolak. Sebab, ia menjelaskan,
HAM yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 45, bukanlah HAM liberal. Melainkan,
HAM yang menghormati hukum dan agama, sesuai Pasal 28 J. Karena itu, kaum LGBT tidak
bisa berlindung dengan dalih HAM.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR itu mengatakan, agar tidak terjadi masalah
yang berkepanjangan dan berdampak luas seperti keresahan sosial. Seharusnya, pemerintah
dengan segala aparatnya efektif untuk menyelesaikan masalah LGBT.

"Dan jelas sekali, klaim LGBT bertentangan dengan agama yang diakui di Indonesia," katanya.

Menurutnya, penyelesaian dari pemerintah penting dilakukan. Hal tersebut, untuk menghormati
HAM mayoritas rakyat Indonesia yang Pancasilais atau berketuhanan Yang Maha Esa (YME)
sehingga menolak LGBT.

Selain itu, Hidayat menilai, pemerintah juga harus hadir dengan membentuk lembaga yang
terdiri dari unsur agama, sosial, psikolog, untuk membantu kaum LGBT tersebut. "Ya,
membantu untuk kembalikan mereka ke jalur yang benar boleh saja. Tapi jangan seperti yang di
UI dan UIN, itu yang malah jadi legitimasi," katanya menambahkan.

Sebelumnya, Forum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) menyesalkan tindakan
kekerasan dan penyisiran untuk mencari pelaku yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Koodinator Divisi Advokasi Jaringan Gaya Warna Lentera, Slamet Raharjo mengklaim, tindakan
tersebut mampu memunculkan sikap trauma dan perlawanan yang berdampak buruk bagi
individu LGBT.

Seorang LGBT bisa diusir dari keluarga akibat dari tekanan masyarakat yang mengancam
dengan kekerasan. Ia berharap harusnya negara hadir melindungi.

Forum LGBT Indonesia bersama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
juga meminta kepada masyarakat, khususnya Pemerintah Indonesia, untuk tidak ada perlakuan
diskriminatif dalam berbagai hal. Ia menyayangkan kehadiran pemerintah yang tidak dalam
rangka melindungi hak warga negara. Ia berharap bisa mendapatkan hak yang sama seperti
warga lainnya, terutama hak pendidikan.

https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/01/29/o1pu46361-ini-alasan-hukum-kenapa-
lgbt-harus-ditolak

Wakil Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ( ICMI ) Sri Astuti Buchari meminta
pemerintah melarang perilaku LGBT di Indonesia dan membuat aturan yang menghukum berat
para pelakunya. Sebaliknya aktivis LGBT Hartoyo mengatakan seharusnya Indonesia
mempunyai Undang-undang penghapusan kekerasan berbasis orientasi seksual dan identitas
gender.

JAKARTA — 
Perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masih menjadi masalah sensitif di
Indonesia. Perilaku ini terus menjadi polemik lantaran ada sejumlah pihak menginginkan kaum
LGBT bisa hidup normal atas dasar hak asasi manusia dan tidak menjadi sasaran persekusi.

Namun kampanye LGBT di Indonesia - negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia
- tentu tidaklah mudah. Banyak pihak, terutama orang Islam menolak perilaku LGBT ini karena
dinilai hal ini menyimpang dan diharamkan oleh agama.

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) termasuk pihak yang menolak keras LGBT di
Indonesia. Dalam jumpa pers di kantornya, Wakil Ketua Umum ICMI, Dr. Sri Astuti Buchari
mengatakan pemerintah harus melarang perilaku LGBT di Indonesia dan membuat aturan yang
menghukum berat para pelakunya.

Menurut Sri Astuti, hukuman yang tegas serta jelas mengenai larangan LGBT di Indonesia,
diharapkan mampu menangkal maraknya perilaku seksual menyimpang tersebut dalam
kehidupan sosial masyarakat.

Sri Astuti menambahkan ICMI telah membuat rekomendasi untuk menyelesaikan persoalan
LGBT di Indonesia yang dikaji melalui seminar nasional. Pada 3 April lalu, lanjuta dia, ICMI
sudah mengadakan rapat dengar pendapat dengan Komisi III Bidang Hukum Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).

Dalam rapat tersebut, kata Sri Astuti, ICMI menjelaskan tiga rekomendasi ICMI untuk mengatasi
masalah LGBT di tanah air. Pertama, menerbitkan norma hukum yang tegas terkait perilaku
LGBT sehingga memiliki efek jera. Kedua, perlunya sosialisasi dan rehabilitasi sebagai metode
pencegahan maraknya LGBT di kalangan masyarakat.

Rekomendasi ketiga adalah perlu ada kerjasama antar pemangku kepentingan di pusat dan
daerah untuk menutup situs porno dan LGBT di media sosial, mengkampanyekan dampak seks
bebas dan menyimpang, serta ajakan menghindarinya.

"Ini merupakan satu penelitian dan satu bukti nyata, bukan omong kosong, bahwa semua
perilaku ini (LGBT) ada di Indonesia dan sudah mencapai desa-desa. Hasil (seminar) ini menurut
DPR agar disosialisasikan," ujar Sri.

Karena itu, lanjut Sri Astuti, sesuai permintaan DPR, ICMI akan mensosialisasikan hasil seminar
mengenai cara menanggulangi LGBT di Indonesia. Sasaran pertama adalah kampus Institut
Pertanian Bogor yang memiliki banyak kelompok pro-LGBT.

Baca juga: Transchool, Sekolah Alternatif di Jalan Sunyi

Menurut dokter spesialis bedah saraf, Taufan Budi Setyolaksono, perilaku LGBT bukanlah
faktor genetik atau bawaan sejak lahir, melainkan disebabkan oleh faktor lingkungan.
Ditambahkannya, semakin berkembangnya perilaku LGBT maka semakin tinggi potensi
penyakit-penyakit seksual.
Lebih lanjut Taufan mengungkapkan HIV/AIDS merupakan penyakit paling banyak menjangkiti
kaum LGBT. Kaum homoseksual tambahnya juga berisiko menderita kanker anus.

"Orang-orang yang LGBT ini mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk memakai tangan
atau alat karena cara berpikir mereka udah beda. Sehingga kuman-kuman yang ada di alat itu
akan ikut membantu penyebaran (penyakit seksual)," papar Taufan.

Sebelumnya, aktivis LGBT Hartoyo mengatakan hingga saat ini kelompok LGBT masih terus
memperjuangkan hak-haknya seperti penghentian penghapusan kekerasan dan diskriminasi.

Negara, tambahnya, seharusnya mempunyai Undang-undang penghapusan kekerasan berbasis


orientasi seksual dan identitas gender. Sekarang ini kelompok LGBT berencana akan
merumuskan naskah akademik tentang undang-undang tersebut, yang akan segera diusulkan ke
DPR.

Baca juga: Kepala Urusan HAM PBB Ingatkan Indonesia untuk Tidak Mengkriminalisasi
Warga LGBT

Dia juga mengungkapkan bahwa kelompok LGBT di Indonesia masih hanya memperjuangkan
hak-hak dasar mereka dan belum menuntut untuk legalisasi pernikahan sejenis seperti yang
terjadi di sejumlah negara.

"Jadi tidak boleh program apapun atas nama LGBT oleh pemerintah distop. Jadi kalau kamu
kasih program LGBT, maka kamu tidak akan perpanjang. Membantu kampanye untuk tidak ada
kekerasan karena DPR tidak mengalokasikan dana untuk penghapusan kekerasan dan
pemenuhan hak asasi manusia bagi kelompok LGBT," kata Hartoyo.

Komisioner Tinggi HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein ketika berkunjung ke Indonesia, Februari
lalu pernah mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tidak diskriminatif terhadap kelompok
minoritas seperti LBGT. [fw/em]

https://www.voaindonesia.com/a/icmi-minta-pemerintah-larang-lgbt-di-indonesia-/4337804.html
Pendahuluan

Difinisi konstitusi adalah aturan dasar mengenai ketatanegaraan suatu negara.


Kedudukannya merupakan hukum dasar dan hukum tertinggi. Konstitusi memiliki dua
sifat yaitu kaku dan luwes. Adapun fungsi konstitusi adalah membatasi kekuasaan dan
menjamin HAM. Isinya berupa pernyataan luhur, struktur dan organisasi negara,
jaminan HAM, prosedur perubahan, dan larangan perubahan tertentu. Konstitusi yang
pernah berlaku di Indonesia terdiri dari 1. UUD 1945 (Konstitusi I), 2. Konstitusi RIS
1949, 3. UUDS 1950, 4. UUD 1945 Amandemen. Amandemen konstitusi terdiri dari
pengertian, hasil-hasil dan sikap yang seharusnya positif-kritis dan mendukung
terhadap proses Amandemen UUD 1945.  Pelaksanaan Konstitusi di Indonesia pernah
terjadi penyimpangan, yang mana bertujuan untuk menjadi pelajaran bagi masa depan.

Pesan Bijak :

1.  “Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,


UUD mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa sehingga penyelenggaan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang”. (Miriam
Budiharjo).

2.  “Kekuasaan cenderung diselewengkan, semakin besar kekuasaan, semakin besar


kecenderungan untuk diselewengkan”. (Lord Acton)

A.   Pengertian Konstitusi

Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) – constitutie  (Bhs. Belanda) –constituer (Bhs.


Perancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi
diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar
susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem
ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau
memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang
berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa konvensi. Dalam konsep dasar konstitusi, pengertian
konstitusi:

1) Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti membentuk.

2) Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume” berarti bersama dengan
dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga
menjadi “constitution”.

3) Dalam istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang lebih luas dan undang-
undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat.

4) Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan sebutan DUSTUS yang berati
kumpulan faedah yang mengatur dasar dan kerja sama antar sesame anggota masyarakat dalam sebuah
Negara.

5) Menurut pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik
(Negara yang diorganisir dengan dan melalui hokum. Dengan kata lain konstitusi dikatakan sebagai
kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak rakyat dan hubungan
diantara keduanya

Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:

1.    Dalam pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-
ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya, hukum dasar tidak selalu
merupakan dokumen tertulis atau tidak tertulis atau dapat pula campuran dari dua unsur
tersebut. sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak
tertulis / Konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
bearnegara mempunyai sifat ;
a.Merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam prektek penyelenggaaraan Negara.
b.Tidak beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-undang Dasar dan bearjalan sejajar.
c.Diterima oleh rakyat negara.
Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-
undang Dasar. Konstitusi sebagiai hukum dasar memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok
penyelenggaraan bernegara, yang masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu dijabarkan
lebih lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.

2.    Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau UUD, yaitu suatu
dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Contohnya adalah UUD 1945.

Sesungguhnya pengertian konstitusi berbeda dengan Undang Undang Dasar, hal


tersebut dapat dikaji dari pendapat L.J. Apeldorn dan Herman Heller. Menurut Apeldorn,
konstitusi tidaklah sama dengan UUD. Undang-Undang Dasar hanyalah sebatas hukum
yang tertulis, sedangkan konstitusi di samping memuat hukum dasar yang tertulis juga
mencakup hukum dasar yang tidak tertulis.

Adapun menurut Herman Heller, konstitusi mencakup tiga pengertian, yaitu:

1.    Die politische verfassung als gesselchaffliche wirklichkeit, yaitu konstitusi yang mencerminkan
kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kewajiban.

2.    Die verselbstandigte rechtverfassung, yaitu mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang
hidup dalam masyarakat tersebut untuk dihadirkan sebagai suatu kaidah hukum.

3.    Die geschriebene verfassung, yaitu menuliskan konstitusi dalam suatu naskah sebagai peraturan
perundangan yang tertinggi derajatnya dan berlaku dalam suatu negara.

Konstitusi sebagai hukum dasar berisi aturan-aturan dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan negara.
Aturan-aturan itu masih bersifat umum. 

B.   Istilah Konstitusi
Istilah konstitusi secara umum menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu
berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah negara, peraturan-peraturan
tersebut ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.
Sehubungan dengan konstitusi ini para sarjana dan Ilmuan Hukum Tata Negara terjadi perbedaan
pendapat:
1. Kelompok yang menyamakan konstitusi dengan undang-undang;
2. Kelompok yang membedakan konstitusi dengan undang-undang.
Menurut paham Herman Heller, konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari undang-undang.

 Dia membagi konstitusi dalam tiga pengertian antara lain:


a. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die Polotiche
Verfasung Als Gesellchaftliche)
b. Unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat dijadikan sebagai suatu kesatuan
hukum dan tugas mencari unsur-unsur hukum ” Abstraksi ”.
c. Ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi dan berlaku dalam suatu negara.
Menurut Lord Bryce, terdapat empat motif timbulnya konstitusi :
1. Adanya keinginan anggota warga negara untuk menjamin hak-haknya yang mungkin terancam dan
sekaligus membatasi tindakan-tindakan penguasa;
2. Adanya keinginan dari pihak yang diperintah atau yang memerintah dengan harapan untuk menjamin
rakyatnya dengan menentukan bentuk suatu sistem ketatanegaraan tertentu;
3. Adanya keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara penyelenggaraan
ketatanegaraan;
4. Adanya keinginan untuk menjamin kerja sama yang efektif antar negara bagian.

C.   Sifat dan Fungsi Konstitusi

Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel (luwes) dan rigit (kaku). Konstitusi negara memiliki sifat
fleksibel / luwes apabila konstitusi itu memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai
perkembangan jaman /dinamika masyarakatnya. Sedangkan konstitusi negara dikatakan rigit / kaku
apabila konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.

Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai suatu kumpulan
kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh beberapa pembatasan dalam
konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang dipergunakan untuk memerintah itu tidak
disalahgunakan. 
Dengan demikian diharapkan hak-hak warganegara akan terlindungi. Sesuai dengan istilah konstitusi
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang diarti kan sebagai:
1) Segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan;
2) Undang-undang Dasar suatu negara. Berdasarkan pengertian tersebut, konstitusi merupakan tonggak
atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi penyelenggara negara. Oleh sebab
itu, konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara.
Konstitusi juga menjadi tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah
perjuangan para pendahulu sekaligus memuat ide-ide dasar yang digariskan oleh pendiri negara     ( the
founding fathers ). Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam
mengemudikan negara menuju tujuannya.

D.Tujuan Konstitusi
Secara garis besar konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenangpemerintah,
menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat. Sehingga pada hakekatnya tujuan konstitusi merupakan perwujudan paham tentang
konstitusionalisme yang berate pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah diastu pihak dan jaminan
terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk dipihak lain.

Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wanang pemerintah dan menjamin hak-hak
rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan,
hakekat dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu
pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara
maupun setiap penduduk di pihak lain.
Sedangkan, menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat Steenbeck, menyatakan bahwa terdapat
tiga materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu:
1. Jaminan hak-hak manusia;
2. Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:
1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
2. Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3. peradilan yang bebas dan mandiri.
4. pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan
rakyat.
Keempat cakupan isi konstitusi di atas merupakan dasar utama dari suatu pemerintah yang
konstitusional. Namun demikian, indikator suatu negara atau pemerintah disebut demokratis tidaklah
tergantung pada konstitusinya. Sekalipun konstitusinya telah menetapkan aturan dan prinsip-prinsip
diatas, jika tidak diimplementasikan dalam praktik penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa
dikatakan sebagai negara yang konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi.

Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi tiga tujuan, yaitu
:
1.Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap
kekuasaan politik;
2.Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri;
3.Konstitusi berjuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan
kekuasaannya. 

E.Pentingnya Konstitusi Dalam Negara


Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin terbentuk, maka
konstitusi menempati posisi yang sangat krusial dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Negara
dan konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dr. A. Hamid S.
Attamimi, dalam disertasinya berpendapat tentang pentingnya suatu konstitusi atau Undang-undang
Dasar adalah sebagai pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara
harus dijalankan.
Sejalan dengan pemahaman di atas, Struycken dalam bukunya Net Staatsrecht van Het Koninkrijk der
Nederlanden menyatakan bahwa konstitusi merupakan barometer kehidupan bernegara dan berbangsa
yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh
the founding father, serta memberi arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan
suatu negara yang akan dipimpin. Semua agenda penting kenegaraan ini tercover dalam konstitusi,
sehingga benarlah kalau konstitusi merupakan cabang yang utama dalam studi ilmu hukum tata negara.
Pada sisi lain, eksistensi suatu ”negara” yang diisyaratkan oleh A. G. Pringgodigdo, baru riel ada kalau
telah memenuhi empat unsur, yaitu:
1) Memenuhi unsur pemerintahan yang berdaulat,
2) Wilayah Tertentu
3) Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan
4) Pengakuan dari negara-negara lain.
Dari keempat unsur untuk berdirinya suatu negara ini belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi
kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang mengaturnya. Hukum dasar yang
dimaksud adalah sebuah konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya konstitusi dari dua segi. Pertama, dari segi sisi (naar de
Inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari struktur dan memuat fungsi negara. Kedua, dari segi
bentuk (Naar de Maker) oleh karena yang memuat konstitusi bukan sembarangan orang atau lembaga.
Mungkin bisa dilakukan oleh raja, raja dengan rakyatnya, badan konstituante atau lembaga diktator.
Pada sudut pandang yang kedua ini, K. C. Wheare menggkaitkan pentingnya konstitusi dengan peraturan
hukum dalam arti sempit, dimana konstitusi dibuat oleh badan yang mempunyai ”wewenang hukum”
yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk memberikan kekuatan hukum pada konstitusi.

F. Perubahan Konstitusi di Negara  Indonesia


Dalam UUD 1945 menyediakan satu pasal yang berkenaan dengan caraperubahan UUD, yaitu pasal 37
yang menyebutkan:

1.    Untuk mengubah UUD sekurang-kuranngnya 2/3 daripada anggota MPR harus hadir;

2.    Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah angggota yang hadir.

Pasal 37 terrsebut mengandung tiga norma, yaitu:

1.    Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga tertinggi negara;

2.    Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang dipenuhi sekurang-kurangnya adalh 2/3 dari sejumlah
anggota MPR;

3.    Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
anggota MPR yang hadir.

Jika dihadapkan pada klasifikasi yang disampaikan KC. Wheare, merupakan bentuk konstitusi bersifat
“tegar”, karena selain tata cara perubahannya tergolong sulit, juga karena dibutuhkannya prosedur
khusus. Menurut KC. Wheare, tingkat kesulitan perubahan-perubahan konstitusi memilki motif-motif
tersendiri yaitu:
1.    Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan
dengan sadar (dikehendaki);

2.    Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan;

3.    Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau kebudayaanya
mendapat jaminan.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 yang diberlakukan
di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya di Indonesia, yakni dengan
rincian sebagai berikut:

1.    Undang-undang dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);

2.    Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);

3.    Undang-undang Dasar Semntara Rrepublik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950-5Juli 1959);

4.    Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999);

5.    Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000);

6.    Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 Nopember 2001);

7.    Undang-undang Dasar 1945 dan peereubahan I, II, dan III (9 Nopember 2001-10 Agustus 2002);

8.    Undang_undang Dasar 1945 dan perubahan I,II, III dan IV (10 Agustus 2002).

G.  Sejarah Lahirnya Konstitusi Di Indonesia


Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai dalam bahasa Jepang yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta
sebagai wakil dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa,3 orang dari Sumatra,
dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. BPUPKI ditetapkan berdasarkan
Maklumat Gunseikan Nomor 23 bersamaan dengan ultah Tenno Heika pada tanggal 29 April 1945.

BPUPKI menentukan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang
dikenal dengan nama UUD 1945. tokoh-tokoh perumusnya antara lain Dr.Rajman Widiodiningrat, Ki
Bagus Hadi Koesemo, Oto Iskandardinata, Pangeran purboyo, Pangeran Soerjohamindjojo dan lain-lain.
UUD 1945 dibentuk untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Setelah
kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi,
dan segera harus dirumuskan sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah Negara yang berdaulat.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan
sebagai berikut :

1.    Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan Undang –
Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.

2.    menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang
disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.

3.    memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua Drs.
Muhammad Hatta sebagai wakil presiden.

4.    pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia(Komite Nasional).

Dengan terpilihnya atas dasar UUD 1945 ,maka secara formal Indonesia sempurna menjadi sebuah
Negara, sebab syarat – syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada, yaitu adanya :

1.    Rakyat .

2.    Wilayah.

3.    Kedaulatan.

4.    Pemerintahan

5.    Tujuan Negara.

6.    Bentuk Negara

Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal yaitu sejak zaman yunani yang
memiliki beberapa kumpulan hokum (semacam kitab hokum pada 624 – 404 SM) sehingga, sebagai
Negara hokum Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak
29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia
(BPUPKU) yang mana tugas pokok badan ini sebenarnya menyusun rancangan UUD. Namun dalam
praktik persidangannya berjalan berkepanjangan khususnya pada saat membahas masalah dasar
Negara.diakhir siding I BPUPKIberhasil membentuk panitia kecil yang disebut panitia sembilang, panitia
ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah naskah
mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam siding II BPUPKI tanggal 11 Julu 1945. Setelah itu Ir.
Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas
menyusun rancangan UUD dan membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara republic Indonesia diatukan ditetapkan
oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi
suatu Negara modern karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945.

Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama
maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :

1) UUD 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949.

2) Konstitusi republic Indonesia serikat yang lazim dikenal dengan sebutan konstitusi RIS (17 Desember
1949 – 17 Agustus 1950).

3) UUD 1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959).

4) UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan masa
berlakunya sejak dekrit presiden 05 Juli 1959 – Sekarang.

H.   Klasifikasi Konstitusi
Konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a) Konstitusi tertulis dan tidak tertulis

1) Konstitusi tertulis merupakan suatu instrument atau dokumen yang dapat dijumpai pada sejumlah
hokum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi dengan tujuan untuk
memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi proses undang-undang biasa untuk mengembangkan
konstitusi itu sendiri dalam aturan-aturang yang sudah disiapkan.

2) Konstitusi tidak tertulis dalam perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang misalnya
dalam penentuan Qourum, Amandemen, Referendum dan konvensi.

b) Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku


1) Ciri-ciri konstitusi fleksibel yaitu

a. Elastic

b. Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama.

2) Cirri-ciri konstitusi yang kaku

a. Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-undang yang lain.

b. Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat.

c) Konstitusi derajat tinggi dan komstitusi derajat tidak tinggi

1) Konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang paling tinggi dalam
Negara dan berada diatas peraturan perundang-undang yang lain.

2) Konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat.

d) Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan

1) Jika bentuk Negara itu serikat maka akan didapatkan system pembagian kekuasaan antara
pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian.

2) Dalam Negara kesatuan, pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya terpusat
pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.

e) Konstitusi system pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan parlementer.

Konstitusi yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintrahan presidensial dapat diklasifikasikan
kedalam konstitusi system pemerintah presidensial begitu pula sebaliknya

Penutup
 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1.Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar.
2.Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan
hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi
3.Dalam praktiknya, konstitusi dustur terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-undang) dasar
dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
4.Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara.
5.Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur
hubungan antar Negara dan warga Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairul, Konstitusi dan kelembagaan Negara, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 1999.

Daud, Abu Busroh dan Abubakar Busro, Asas-asas Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983,
cet. Ke-1

Kusnardi, Moh., et.ai., Ilmu Negara, Jakarta:Gaya Media Pratama, 2000, cet.ke-4.

Lubis, M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung: Alumni, 1982.

Thaib, Dahlan,et.al., Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: PT> Raja Grafindo Persada, 2001, cet.ke-2.

Ubaidillah, Ahmad, et.al., Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, HAM dan Masyarakat
Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000, edisi pertama. 

madaniannis.blogspot.com/2013/11/makalah-konstitusi.html

Anda mungkin juga menyukai