Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Skizofrenia

Pembimbing:
dr.Willy Steven, Sp.KJ

Penyusun:
Billy Tandra Julianto
112019204

Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Rumah Sakit Jiwa Seoharto Heerdjan

Periode 5 April 2021 – 2 Mei 2021

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat
yang diberikannya, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam menyusun referat ini, penulis banyak
menghadapi kesulitan-kesulitan baik dari penelitian sumber data maupun penyusunan kata
yang tepat. Namun, karena beberapa bantuan dari beberapa sumber, maka penulis dapat
menghadapi berbagai kesulitan yang ada sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Demikian kata pengantar ini saya buat sedemikian rupa. Mohon maaf apabila ada kesalahan
kata dan Terima Kasih.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4
Definisi Skizofrenia............................................................................................. 5
Epidemiologi........................................................................................................ 5
Etiologi................................................................................................................. 6
Kriteria Diagnostik Skizofrenia........................................................................... 7
Pola Perjalanan Penyakit...................................................................................... 10
Patofisiologi......................................................................................................... 12
Penatalaksanaan.................................................................................................... 14
DAFTAR PUSAKA.......................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
kognitif, dan persepsi, dan gejala-gejala lainnya. Gejala skizofrenia ini akan menyebabkan
pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani
hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk
di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun
dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi.
Prevelensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 persen dan biasanya
timbul pada usia sekitar 18 – 45 tahun, namun ada juga yang berusia lebih dini. Skizofrenia
adalah gangguan mental yang cukup luas dialami di Indonesia, dimana sekitar 99% pasien
rumah sakit jiwa di Indonesia adalah penderita Skizofrenia. Skizofrenia ini tidak hanya
menimbulkan penderitaan bagi penderitanya, tetapi juga bagi orang-orang terdekatnya.
Biasanya keluargalah yang terkena dampak hadirnya Skizofrenia di keluarga mereka.
Sehingga pengetahuan tentang skizofrenia dan pengenalan tentang gejala-gejala munculnya
skiofrenia oleh keluarga dan lingkungan sosialnya akan sangat membantu dalam pemberian
penanganan pasien penderita skizofrenia lebih dini sehingga akan mencegah berkembangnya
gangguan mental yang sangat berat ini.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah bahwa penderita skizofrenia umumnya pikirannya tidak konsisten


demikian juga perilakunya. Jadi mereka ini tidak konsisten, tidak rasional dan tidak pasti.1

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai individu


termasuk berfikir dan komunikasi, menerima dan menginterprestasikan realitas, merasakan
dan memajukan emosi serta perilaku dengan sikap yang tidak bisa diterima secara sosial.2

Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. 3

Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang funda mental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh efek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun deficit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.3

Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan


banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berfikir dan berkomunikasi
dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan
sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan
sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri.4

Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai


daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh
dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia
remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia
lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35

5
tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di
daerah urban dibandingkan daerah rural.5

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama


ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien
skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan
penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia
yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008). Di seluruh dunia prevalensi seusia hidup
skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%.
Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan
perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal usia dan onset-nya jelas.
Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai usia 36 tahun,
yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang
mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki.6

Etiologi Skizofrenia

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia,


antara lain :

1. Faktor Genetik

Menurut Maramis, faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini
telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia
terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%;
bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita
skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar
dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.

Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh
beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini
juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang
mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami

6
skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang
memiliki penyakit ini.6

2.Faktor Biokimia

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut


neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan

3. Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin
kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang
patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga. Banyak penelitian yang
mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia.
Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk
mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak- anaknya. Keluarga pada masa
kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua
terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk
berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak,
atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.6

Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Kriteria diagnostik di Indonesia menurut PPDG-III yang menuliskan bahwa walaupun


tidak ada gejala-gejala patognomonik khusus, dalam praktek dan manfaatnya membagi
gejala-gejala tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang
sering terdapat secara bersama-sama yaitu:

1. Thought echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitas
berbeda atau thought insertion or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
diluar dirinya (withdrawal) dan tought broadcasting yaitu isi pikiran tersiar keluar
sehingga orang lain mengetahuinya.

7
2. Waham atau Delusinasi

1)  Delusion of control yaitu waham tentang dirinya sendiri dikendalilkan oleh


suatu kekuatan tertentu

2)  Delusion of influen yaitu waham tentang dirinya sendiri dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar

3)  Delusion of passivity yaitu waham tentang gerakan tubuh, pikiran maupun


tindakan tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar.

4)  Delusion of perception yaitu pengalaman indrawi yang tidak wajar yang


bermakna sangat khas dan biasanya bersifat mistik atau mukjizat.

3. Halusinasi Auditorik

1)  Suara halusinasi yang berkomentar terus menerus terhadap perilaku pasien.

2)  Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka senndiri (dia antara berbagai


suara yang berbicara).

3)  Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya dianggap tidak wajar dan
mustahil seperti waham bisa mengendalikan cuaca. Atau paling sedikit dua gejala
dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas.

5. Halusinasi yang menetap dari setiap panca indara baik disertai waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas
atau ide-ide berlebihan yang menetap atau terjadi setiap hari selama bermingu-minggu
atau berbulan-bulansecara terus menerus.

6. Arus fikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme.

7. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh, gelisah (excitement) sikap tubuh tertentu
(posturing) atau fleksibilitas serea, negattivisme, mutisme dan stupor.

8
8. Gejala-gejala negative seperti apatis, bicara jarang serta respon emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
social dan menurunnya kinerja social, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau neuroleptika.Adanya gejala-gejala kas tersebut
diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku
untuk setiap fase non psikotik prodormal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten
dan bermakna dalam muttu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku
pribadi, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri dan penarikan diri secara social.

Selain itu ahli membagi skizofrenia menjadi dua bagian yaitu gejala positif
dan gejala negative.

a. Termasuk gejala positif adalah :

1)  Disorganisasi pikiran dan bicara : penderita bisa menceritakan keadaan sedih denngan
mimic muka yang gembira atau sebaliknya.

2)  Waham : penderita merasa dirinya seorang pahlawan atau orang besar dan bertindak
seperti pahlawan atau orang besar.

3)  Halusinasi : melihat, mendengar atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

4) Agitasi atau mengamuk : hal ini sering membuat penderita dikurung atau dipasung.

b. Termasuk gejala negative adalah:

1)  Tidak ada dorongan kehendak atau inisiatif atau apatis.

2)  Menarik diri dari pergaulan social : penderita merasa senang jika tidak menjalani
kehidupan social.

3)  Tidak menunjukan reaksi emosional.7

Teori ini digunakan untuk memudahkan keluarga mengenal gejala- gejala yang
diialami oleh klien skizofrenia, sehingga dapat melakukan penanganan.

9
Pola Perjalanan Penyakit

a. Skizofrenia paranoid

Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi. Sebagai tambahan,


halusinasi dan waham harus menonjol, sedangkan gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relative tidak nyata.
Halusinasi yang mengancam atau member perintah halusinasi pembauan atau
pengecapan rasa, atau yang bersifat seksuaal. Waham dapat berupa hampir setiap
jenis tetapi waham dikendalikan, di pengaruhi atau keyakinan dikejar-kejar beraneka
ragam adalah yang paling kas.

b. Skizofrenia Hebefrenik

Kriteria umum skizofrenia yang harus dipenuhi. Biasanya diagnosis


hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda.
Kepribadian premorbid secara kas, tetapi tidak selalu, pemaludan menyendiri. Untuk
diagnosis hebefrenik yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinnu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa perilaku yang kas seperti
perilaku tidak tanggung jawab, mannerism, senyum sendiri memang benar bertahan.

c. Skizofrenia katatonik

Kriteria suatu diagnosis skizofrenia dan katatonik yang harus dipenuuhi.


Gejala katatonik yang bersifat sementara dapat terjadi pada setiap subtype skizofrenia,
tetapi untuk diagnosis skizofrenia katatonik satau atau lebih dari perilaku berikut ini
harus mendominasi gambaran klinisnya : stupor (amat berkurang aktivitas terhadap
lingkungan dan gerakan, kegelisahan, sikap tubuh yang tidak wajar, perlawanan
terhadap intruksi, sikap tubuh yang kaku, meterhadap perintah dan mempertahankan
posisi tubuh yang dilakukan dari luar dan gejala otomatisme terhadap perintah dan
preserverasi kata atau kalimat.

d. Skizofrenia tak terinci

10
Memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia, tidak memenuhi untuk
kriterianskizofrenia paranoid, hebefrenik dan katatonik, tidak memenuhi criteria untuk
skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

e. Depresi pasca skizofrenia

Diagnosis ditegakkan hanya kalau pasien telah menderita skizofrenia


(memenuhi criteria umum skizofrenia selama 12 bulan terakhir), beberapa gejala
skizofrenia masih tetap ada dan gejala-gejala depresi yang menonjool dan
mengganggu, memenuhi sedikitnya episode depresi dan telah ada untuk waktu
sedikitnya 2 minggu.

f. Skizofrenia residual

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi :

1) Gejala negative skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor,


aktivitas menurun, afek tumpul, sikap pasif, miskin dalam kuantitas atau isi
pembicaraan, komunikasi non verbal buruk seperti kkontak mata, ekspresi muka,
sikap tubuh, perawatan diri dan kinerja social buruk.

2)  Sedikitnya ada riwayat pisode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi
criteria diagnostic untuk skizofrenia.

3)  Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekkuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang dan
telah timbul sindrom negative skizofrenia.

4)  Tidak dapat demensia atau penyakit otak organic lain, depresi kronis, atau
insttitusionalisasi yang dapat menjelaskan hendaya negative tersebut.

g. Skizofrenia simpleks

Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinkan,
karena tergantung pada pemestian perkembangan yang berjalan perlahan, profresif dari gejala
negative yang kas dari skizofrenia residual tanpa riwayat halusi nasi, waham atau manifestasi
lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya dan disertai perubahan perilaku yang

11
bermakna yang bermanifestasi sebagai kkehilangan minat yang mencolok, kemalasan dan
penarikan diri secara social.

Patofisiologi Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “shizein” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa. Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik
dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi perasaan pikir, waham yang tidak wajar,
gangguan persepsi, afek (perasaan) yang upnormal. Meskipun demikian kesadaran yang
jernih, kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu, mengalami ketidakmampuan berat
dalam menilai kenyataan (pekerjaan, sosial, dan waktu senggang).8

Secara biologis, penyebab skizofrenia adalah gangguan neurofisiologis yang bersifat


bawaan. Selain faktor biologis, skizofrenia disebabkan oleh faktor psikososial dan
sosiokultural.9 Faktor lingkungan yang menyebabkan skizofrenia meliputi penyalahgunaan
obat, pendidikan yang rendah, dan status ekonomi. 10 Onset (gejala awal suatu penyakit)
skizofrenia biasanya terjadi pada masa akhir remaja atau awal dewasa usia 20 tahun, pada
masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh. 11 Angka kejadian pria lebih
banyak dari pada wanita dengan perbandingan 1,4 : 1.12

Patofisiologi Skizofrenia dihubungankan dengan genetik dan lingkungan. Faktor


genetik dan lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi terjadinya Skizofrenia.
Neurotransmitter yang berperan dalam patofisiologinya adalah DA, 5HT, glutamat, peptide,
norepinefin. Pada pasien Skizofrenia terjadi hiperreaktivitas sistem dopaminergik
(hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik kemudian berkaitan dengan gejala positif dan
hipodopaminergia pada sistem mesocortis dan nigrostriatal lalu yang bertanggungjawab
terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal). Reseptor dopamine yang terlibat adalah
reseptor dopamine-2 (D2) yang akan dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada
jaringan otak pasien Skizofrenia. Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem
mesolimbik yang bertanggungjawab terhadap gejala positif. Sedangkan peningkatan aktivitas
serotonergik akan menurunkan aktivitas dopaminergik pada sistem mesocortis yang
bertanggungjawab terhadap gejala negative.8

12
Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Gejala Positif dan Gejala Negatif pada Gangguan
Psikotik8

Adapun jalur dopaminergik syaraf yang terdiri dari beberapa jalur, yaitu:

1. Jalur nigrostriatal: dari substantia migra ke bassal ganglia (fungsi gerakan, EPS).
2. Jalur mesolimbik: dari tekmental area menuju ke limbik (memori, sikap, kesadaran,
proses stimulus).
3. Jalur mesocortical: dari tekmental area menuju frontal cortex (kognisi, fungsi sosial,
komunikasi, respon terhdapa stres).
4. Jalur tuberoinfendibular: dari hipotamalus ke kelenjar tituitary (pelepasan prolaktin).

Gambar 2.2 Jalur Dopaminergik Syaraf8

13
Pemeraiksaan CT scan dan MRI pada penderita Skizofrenia menunjukan atropi lobus
frontalis yang menimbulkan gejala negatif dan kelainan pada hippocampus yang
menyebabkan gangguan memori.8

Gambar 2.3 Perbedaan Keadaan Otak Normal dengan Otak8

Skizofrenia Skizofrenia merupakan penyakit yang memperngaruhi otak. Pada


otakterjadi proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmiter) yang akan
menerukan pesan sekitar otak. Pada pasien Skizofrenia atau ODS (Orang Dengan
Skizofrenia), produksi neurotransmiter-dopamin berlebihan, sedangkan kadar dopamin
tersebut berperan penting pada perasaan (afek) senang dan pengalaman mood yang berbeda.
Bila kadar dopamin tidak seimbang, berlebihan atau kurang penderita dapat mengalami gejala
postif dan negatif. Penyebab ketidakseimbangan dopamin ini masih belum diketahui atau
dimengerti sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal terjadinya Skizorfrenia kemungkinan
disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tersebut.8 Faktor- faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi terjadinya Skizorfrenia, antara lain:

1. Sejarah keluarga (genetik/keturunan)


2. Tumbuh kembang ditengah-tengah kota (lingkungan)
3. Penyalahgunaan obat seperti amphetamine
4. Stres yang berlebihan
5. Komplikasi kehamilan

Penatalaksanaan

14
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi
psikososial.6

1. Terapi Biologis

Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan
menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi
dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang
digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua
obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol
(haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa
kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang
sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi
penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan.

Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada


penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy (ECT)
diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia. Tetapi terapi ini telah menjadi pokok
perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di
berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Antusiasme
awal terhadap ECT semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak
menguntungkan bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini
masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi
dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien
seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan
ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya
ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak
mengakibatkan berbagai cacat fisik.

Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak (prefrontal lobotomy),
yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang “stone of madness” atau disebut dengan
batu gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku yang terganggu. Cara ini cukup berhasil
dalam proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku
kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita
kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

15
2.Terapi Psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di


dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara
historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang
mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi
terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial
terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga.

Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini,
beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator
dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan feedback
tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang
mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta
dalam kemampuan berkomunikasi.

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Terapi ini
digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama
keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa
mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi
tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang
negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-
sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk
menghadapinya. Dari beberapa penelitian, ternyata campur tangan keluarga sangat membantu
dalam proses penyembuhan, atau sekurang- kurangnya mencegah kambuhnya penyakit
penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

16
Daftar Pustaka

1. Lumbantobing. (2007). Skizofrenia. Jakarta : FKUI


2. Isaacs, Ann, (2005). Mental Health and Psychiatric Nursing. Alih Bahas : Dian Patri
Rahayuningsih. Jakarta :EGC
3. Maslim, R. (1997). Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT
Nuh Jaya.
4. Hoeksema, (2004). Skizofrenia. Jakarta : EGC

5. Kaplan, H.I & Saddock, B.J. Sinopsis Psikiatri. 8th ed. Jakarta: Bina Rupa Aksara;
2005.
6. Durand, V. M, Barlow, D.H. (2007). Essentials of Abnormal Psychology. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
7. Hawari D (2003). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Jakarta :
FKUI

8. Fitri Fauziah & Julianty Widuri. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta.

9. Supratiknya. 2003. Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:

10. Carpenter, W. T. (2010). Conceptualizing schizophrenia through attenuated symptoms


in the population. American Journal of Psychiatry, 167, 9.

11. Nevid, Jeffrey S, dkk. 2005. Psikologi Abnormal edisi kelimaJilid 1. Jakarta: Erlangga.

12. McGrath, J., Saha, S., Chant, D. & Welham, J., 2008. Schizophrenia: A Concise
Overview of Incidence, Prevalence, and Mortality. Oxford Journal, 30(1)

17

Anda mungkin juga menyukai