Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH:

NAMA : SAEPU BAHRU

NIM : 2014201117

KELAS : A TRANSFER RANGKAS

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH TANGERANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

I. Gambaran Kasus
Ny. M berusia 32 tahun berjenis kelamin Perempuan, merupakan pasien yang dirawat
di RSJ sudah 2 kali. Pasien dibawa oleh keluarganya karena mengamuk dan marah-
marah. Saat dikaji oleh perawat pada pertemuan kedua didapatkan pasisen memiliki ide
untuk bunuh diri, hali ini dikarenakan karena rasa kehilangan suami karena suami
meninggal dunia dan pasien berfikiran untuk melakukan bunuh diri karena beranggapan
tidak mampu membesarkan anak-anaknya seorang diri, tidak mampu membiayai
kebutuhan keluarga dan biaya hidup lainnya
Berdasarkan pengkajian yang pada Ny. M, didapatkan analisa data sebagai berikut:
Data Subjektif (DS) klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak
dua kali dengan menggunakan tali. Klien memiliki perasaan gagal, tidak berguna, dan
merasa hidupnya tidak bahagia. Data Objektif (DO) klien bicara lambat, kontak mata
kurang karena klien cenderung memandang satu titik, bukan memandang lawan bicara.

II. Defenisi

Clinton dalam Mental Health Nursing Practice (1995: 262) menyebutkan

Bunuh Diri dalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri

kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya

untuk mati. Perilaku Bunuh Diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman

verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.

Bunuh Diri adalah suatu upaya yang didasari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya
untuk mati. Perilaku Bunuh Diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri (dalam
Davison, Neale, & Kring, 2004).

Bunuh Diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat megancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa Bunuh Diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri
sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas Bunuh Diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (Stuart dan Sundeen,
1995; dikutip Fitria, 2009).
Bunuh Diri adalah suatu tindakan agrsif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh Diri merupakan koping terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Jenny. Dkk., 2010).
Bunuh Diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Stuart, 2007, dikutip Dez, Delicious, 2009). Bunuh diri adalah beresiko
menyakiti diri sendiri dan cedera yang mengancam jiwa (Nanda-I, 2012).

III. Klasifikasi

a. Jenis Bunuh Diri


1) Bunuh Diri egoistik
Akibat seseorang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2) Bunuh Diri alturistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3) Bunuh Diri anomik
akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

b. Pengelompokan Bunuh Diri

1) Isyarat Bunuh Diri


Isyarat Bunuh Diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin Bunuh Diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “segala sesuatu
akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini Klien mungkin sudah
memiliki ide untukmengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan
ancaman dan percobaan Bunuh Diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus
asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
diri sendiri yang menggambarkan Risiko Bunuh Diri.

2) Ancaman Bunuh Diri


Ancaman Bunuh Diri umunya diucapkan oleh Klien, yang
berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk
mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif Klien telah memikirkan rencana
Bunuh Diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan Bunuh Diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba Bunuh
Diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja
dapat dimanfaatkan Klien untuk melaksanakan rencana Bunuh
Dirinya.

3) Percobaan Bunuh Diri


Percobaan Bunuh Diri adalah tindakan Klien mencederai
atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi
ini, Klien aktif mencoba Bunuh Diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.

IV. Faktor-Faktor Risiko Bunuh Diri


Menurut Nanda-I (2012), faktor-faktor Risiko Bunuh Diri adalah :
a. Perilaku
1) Membeli senjata,
2) Mengubah surat warisan,
3) Memberikan harta milik/kepemilikan,
4) Riwayat upaya Bunuh Diri sebelumnya,
5) Implusif,
6) Membuat surat warisan,
7) Perubahan sikap yang nyata,
8) Perubahan perilaku yang nyata,
9) Perubahan peforma/kinerja disekolah secara nyata,
10) Membeli obat dalam jumlah banyak,
11) Pemulihan euforik yang tiba-tiba dari depresi mayor.

b. Demografik
1) Usia (mis, lansia, pria dewasa muda, remaja),
2) Perceraian,
3) Jenis kelamin,
4) Ras (mis, orang kulit putih, suku Asli-Amerika),
5) Janda/duda.
c. Fisik
1) Nyeri kronik,
2) Penyakit fisik,
3) Penyakit terminal.
d. Psikologis
1) Penganiayaan masa kanak-kanak,
2) Riwayat bunuh diri dalam keluarga,
3) Rasa bersalah,
4) Remaja homoseksual,
5) Gangguan psikiatrik,
6) Penyakit psikiatrik,
7) Penyalahgunaan zat,

e. Situasional
1) Remaja yang tinggal di tatanan nontradisional (mis, penjara anak-anak,
penjara, rumah singgah, rumah grup/kelompok);
2) Ketidakstabilan ekonomi,
3) Institusional,
4) Tinggal sendiri,
5) Kehilangan otonomi,
6) Kehilangan kebebasan,
7) Adanya senjata di dalam rumah,
8) Relokasi/pindah rumah,
9) Pensiun.

f. Sosial

1) Bunuh Diri massal/berkelompok,


2) Gangguan kehidupan keluarga,
3) Masalah disiplin,
4) Berduka,
5) Tidak berdaya,
6) Putus asa,
7) Masalah legal,
8) Kesepian,
9) Kehilangan hubungan yang penting,
10) Sistem dukungan yang buruk,
11) Isolasi sosial.

g. Verbal

1) Menyatakan keinginan untuk mati,


2) Mengancam bunuh diri.
V. Perilaku Yang Berisiko Bunuh Diri

FAKTOR RISIKO TINGGI RISIKO RENDAH

Umur > 45 th/ akil baliq 24-54 th/ < 12 th

Jenis Kelamin Pria Wanita


Status Kawin Cerai, pisah, janda, duda Kawin

Hidup Sosial Terisolasi Aktif bermasyarakat


Keahlian Profesional, Dr, Ahli Buruh

hukum, Mahasiswa

Pekerjaan Pengangguran Bekerja


Kesehatan Fisik Kronik/terminal Tak ada masalah medis serupa

Kesehatan Mental Depesi, dilusi, halusinasi Gangguan Kepribadian


Obat dan Alkohol Kecanduan Tidak Pernah
Usaha Bunuh Diri Minimal 1 x Tidak Pernah

Sebelumnya

Rencana Pasti/spefik Kabur (samar)


Cara Tembak, Loncat, Gantung Minum obat, racun

diri

Tersedianya Alat Selalu tersedia Tidak sedia

Tabel 2.1
Perilaku Yang Berisiko Bunuh Diri
(Mukhripah & Iskandar, 2012)
VI. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP)
untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan),
etiologi dari resiko bunuh diri adalah :

A. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :

1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.

3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.

4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).

B. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.

VII. Perilaku Koping


Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor,
baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan
bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi
stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
VIII. Pohon Masalah
Poses terjadinya Risiko Bunuh Diri menurut (Mukhripah & Iskandar, 2012)
dapat dirangkum dalam pohon masalah :

Effect Bunuh Diri

Core Problem Risiko Bunuh Diri

(Mencederai Diri Sendiri)

Causa Harga Diri Rendah Kronis

IX. Diagnosa keperawatan


Diagnosa yang diangkat berdasarkan pohon masalah adalah :
1) Risiko Bunuh Diri

X. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptive


Peningkatan Beresiko Destruktif Pencederaan Bunuh diri
diri destruktif diri tidak diri
langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh


diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.

XI. Rentang Respons


a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai 
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja
ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya
yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

XII. Rencana Tindakan Keperawatan


A. Tindakan Keperawatan Ners
1. Individu
a. Mengidentifikasi beratnya masalah resiko bunuh diri : isyarat, ancaman dan
percobaan (jika percobaaan segera rujuk)
b. Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien)
c. Melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri : buat daftar aspek
positif diri sendiri, latihan afirmasi berfikir aspek postif yang dimiliki.
d. Melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri : buat aspek positif
keluarga dan lingkungan, latih afirmasi berfikir aspek positif keluarga dan
lingkungan
e. Mendiskusikan harapan dan masa depan
f. Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masa depan
g. Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
h. Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan
2. Keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya resiko bunuh diri
(gunkan booklet)
c. Menjelaskan cara merawat resiko bunuh diri
d. Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberikan dukungan
pencapaian masa depan
e. Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana aman
dan nyaman
f. Postif dalam keluarga : tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
g. Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan
h. Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh dan rujukan
3. Kelompok
a. Terapi kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan resiko bunuh diri
adalah :
TAK stimulasi persepsi untuk harga diri rendah, meliputi kegiatan
mengidentifikasi kemampuan atau hal positif pada diri dan melatih kemampuan
hal positif pada diri sendiri.
b. Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga klien resiko bunuh diri
4. Keluarga : Psikoedukasi Keluarga
a. Sesi 1 : mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi dalam merawat
anggota keluarga yang sakit dan merawat satu masalah kesehatan anggota
keluarga
- Mengidentifikasi masalah kesehatan anggota keluarga yang sakit
1. mengidentifikasi masalah kesehatan anggota keluarga yang sakit
2. mengidentifikasi masalah kesehatan dalam merawat anggota keluarga
yang sakit
- merawat satu msalah kesehatan anggota keluarga yang sakit
1. mengetahui tentang masalah kesehatan yang dialamai oleh anggota
keluarga yang sakit (pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat, cara
merawat)
2. latihan merawat anggota keluarga yang sakit
3. melakukan perawatan angota keluarga yang sakit secara terjadwal (jadwal
kegiatan harian)
4. menggunakan fasilitas kesehatan
b. sesi 2 : Merawat masalah kesehatan yang kedua dari anggota keluarga yang sakit
- evaluasi cara merawat anggota keluarga yang sakit
1. mengetahui jadwal kegiatan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit
2. mengevaluasi lingkungan keluarga yang mendukung perawatan anggota
keluarga yang sakit
3. mengevaluasi penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan

5. mendiskusikan cara mengatasi beban yang dialami keluarga dalam


merawat anggota keluarga yang sakit
6. menyepakati pembagian peran dalam mengatasi beban keluarga
c. Sesi 3 : Manajemen stres keluarga
- Menetahui masalah kesehatan / stres yang dialami ( pengertian, penyebab
tanda dan gejala, akibat dan hubungannya dengan anggota keluarga yang
sakit)
- Mengidentifikasi cara pengasuh dalam mengatasi kesehatan/stress yang
dialami
- Latihan mengatasi masalah kesehatan/stress yang dilamai pengasuh
- Melakukan latihan mengatasi masalah kesehatan/ stress yang dialami
pengasuh secara terjadwal
d. Sesi 4 : Manajemen beban keluarga
- Mengidentifikasi beban sunbyektif dan obyektif yang dialami keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit
- Mengidentifikasi cara keluarga mengatasi beban yang dialami dalam merawat
anggoota keluarga yang sakit
- Mendiskusikan cara mengatasi beban yang dilamai keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit
- Menyepakati pembagian peran dalam mengatasi beban keluarga
e. Sesi 5 : Memanfaatkan sistem pendukung
- Mendiskusikan bantuan dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, kelompok
swabantu dll dan manfaatnya.
f. Sesi 6 : Mengevaluasi manfaat psikoedukasi keluarga

XIII. Tindakan Kolaborasi


Kolaborasi dengan dokter dengan menggunakan pendekatan ISBAR dan TBak untuk
menyampaikan kondisi pasien, mengetahui program terapi dokter, memastikan
ketepatan informasi dengan dokter dan menjelaskan obat dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. L.J & Moyet. (2006) handbook of nursing diagnosis 11 th edition. Philadelphia:
Lippineott William & Wilkins.
Captain, C. 2008. Assessing Suicide Risk, Nursing Made Incredibly Easy. Volume 6(3). p 46–
53
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan: Laporn Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. 1999. Proses Kesehatan Jiwa.Edisi I. Jakarta: EGC
Stuart, G.W & Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide
to Psychiatric Nursing, oleh Achir Yani S, Hamid. Edisi ketiga. Jakarta: EGC
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai