tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai
dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
(Stark 1986).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II
dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005).
RDS adalah sindrom pada bayi prematur yang disebabkan oleh insufisiensi perkembangan produksi
surfaktan dan ketidak matangan struktural dalam paru-paru. Sindrom ini lebih sering pada bayi dari
ibu diabetes dan kedua lahir kembar prematur.
Stadium Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
b. Stadium 2 Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru.
c. Stadium 3 Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
d. Stadium 4 Seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi
surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula
kemungkinan terjadi RDS. Berikut adalah faktor penyebab RDS yaitu:
Prematur
Asfiksia perinatal Penyebab defisiensi surfaktan
Maternal diabetes
Seksual sesaria
Gangguan traktus Infeksi (pneumonia)
Luar traktus respiratoris
Manifestasi
manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan. Gejala klinikal yang timbul dalam 48-96 jam pertama setelah lahir yaitu:
. Patofisiologi Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung
90% fosfolipid dan 10% protein lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara
dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan
yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik
karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma
atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial
sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses
penyembuhan ini adalah komplek: pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto rongen
3. imatur lehcitin
5. kalsium serum
Pentalaksaan medis
2. pemberian oksigen
6. mencegah hipotermi
PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi
adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan sectio caesar yang tidak sesuai
dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi
resiko tinggi. Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
CONTOH KASUS
Contoh kasus
Saya dapat pasien bayi baru lahir dengan berat lahir 1700 gr, pasa usia kehamilan 35 minggu.
Bayi lahir secara sectio cesarea atas indikasi gemelli dengan letak lintang. Bayi ini bayi ke2. Apgar
score 7/9, saat lahir bayi segera menangis. Bayi lahir sekitar 1 jam yang lalu. Saat ini bayi
merintih, dan tampak sesak.
Pemeriksaan fisik:
Bayi tampak merintih, retraksi intercostal (+), HR 142x/mnt, RR 60x/mnt, Sat O2 80%. dada tidak
mengembang sempurna saat bernapas. Skor Down 5
Hasil lab:
- HB 16,4
- Leuk 6.980
- Eri 4,6
- Hmt 50,1
- Trombosit 214.000
- GDS 26
- CRP 10
- AGD: pH 7,37; pCO2 32, pO2 66, HCO3 18, BE -6,5
Diagnosis kerja: neonatus kurang bulan (NKB)- sesuai masa kehamilan (SMK) gemelli ke 2,
respiratory distress syndrome (RDS) ec suspek pneumonia, hipoglikemia