Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen : Haerul Imam, S.Kep., Ners., MSN

Disusun oleh kelompok 1 :

Aditya Sri Lestari AK118004

Amellia Ellga Frissanthy AK118011

Asri Artika Sumirat AK118024

Badru Fajar AK118028

Dewi Safitri AK118045

Dinar Eka Putri Nendika AK118049

Siti Rhona Mariam AK118177

Kelas : III M

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah tentang “Ketoasidosis Diabetik (KAD)”. Untuk
mata kuliah Keperawatan Kritis dapat terselesaikan. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
dosen yang bersangkutan kepada kami sebagai mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana.

Makalah ini dibuat untuk mengetahui materi tentang “Ketoasidosis Diabetik


(KAD)”. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara
penulisan maupun isi dari makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik
maupun saran dari dosen pembimbing dan pembaca demi tercapainya
kesempurnaan dalam pembuatan berikutnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan


makalah ini, kami sampaikan terima kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa
senantiasa melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Bandung, Mei 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………….……...i

DAFTAR ISI………………………………………………………..….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………….…...1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….……..3
1.3 Tujuan Penulisan…………………………….....................................4

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Ketoasidosis Diabetik (KAD)………………………………………5

2.2 Etiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)……………………………..7

2.3 Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetik (KAD)…………………….8

2.4 Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetik (KAD)………………….9

2.5 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)………………………11


2.6 Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetik (KAD)…………..14

2.7 Komplikasi Ketoasidosis Diabetik (KAD)………………………..18

2.8 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD)…………………..21

2.9 Pencegahan Ketoasidosis Diabetik (KAD)……………………….24


2.10 Diagnosis Ketoasidosis Diabetik (KAD)………………………..26

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS


BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan…………………………………………………....….54

4.2 Saran…………………………………………………………..….54

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....55

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan epidemologi tentang pergeseran penyebab kematian, yang semula


didominasi oleh penyakit infeksi sekarang bergeser ke penyakit de- generatif atau
penyakit kronik yaitu diabetes melitus (Liesbeth, et al., 2008; Kelo, et al., 2011).
Angka kematian pasien dengan diabetes melitus cukup tinggi, menurut Liesbeth,
et al. (2008) dan Michael (2010) dalam penelitiannya menunjukkan sekitar 65%
pasien yang menjalani rawat inap meninggal dunia.
Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin dan kedua-duanya (American
Diabetes Associa- tion, 2012; Kowalak, 2013).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan darurat hiperglikemi yang
mengancam jiwa pasien dengan diabetes melitus. Ketoasidosis diabetik terja- di
ketika seseorang mengalami penurunan insulin relatif atau absolute yang ditandai
dengan hipergli- kemi, asidosis, ketosis dan kadar glukosa darah > 250 mg/dL
(American Diabetes Association, 2013; Chaithongdi, et al, 2011; Corwell, et al,
2014). KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Sudoyo, 2009). Berdasarkan data
surveilan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), insiden
ketoasidosis diabetik di Amerika Serikat mulai tahun 1988-2009 terjadi
peningkatan dari 80.000 menjadi 140.000 (43,8%) (Maletkovic and Drexler,
2013). Kegawatan KAD rata-rata ter- jadi pada 80–90% kegawatan hiperglikemi
dan angka kematiannya diperkirakan antara 4–10% (Andreoni, 2007; Chiasson, et
al., 2003; Corwell, et al., 2014). Faktor yang berhubungan dengan kegawatan
KAD antara lain faktor KAP (knowledge, attitude and practice/pengetahuan,
sikap dan perilaku) serta faktor stress.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa

4
seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik
(KAD)adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium
menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah
sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan
sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden
KAD sebesar 8/1000 pasien DM pertahun untuk semua kelompok umur,
sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien
DM pertahun. Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6–8/1000
pasien DM pertahun. KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari
100.000 pasien yang dirawat pertahun di Amerika Serikat. Walaupun data
komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak
sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan
insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama
pada pasien DM tipe 2.
Pasien dengan KAD sering dijumpai dengan penurunan kesadaran, bahkan
koma (10% kasus). Beberapa faktor yang dapat berperan dalam terjadinya KAD
yaitu diabetes mellitus yang tidak terkontrol, infeksi dan riwayat stroke.
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes melitus
merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan
sensitifitas jaringan terhadap insulin. Penyakit diabetes melitus ini dapat
mengakibatkan komplikasi yang berakibat fatal, seperti penyakit jantung,
penyakit ginjal, kebutaan, amputasi, dan mudah mengalami atherosklerosis jika
dibiarkan tidak terkendali.
Selain itu, komplikasi kronis khas diabetes disebabkan kelainan pada
pembuluh darah besar, pembuluh darah kecil/halus, atau pada susunan saraf.

5
Komplikasi pada pembuluh darah besar bisa menyebabkan atherosklerosis.
Walaupun penyakit atherosklerosis dapat terjadi pada seseorang yang bukan
pengidap diabetes melitus, adanya diabetes melitus mempercepat terjadinya
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis ini, antara lain penyakit jantung koroner,
hipertensi, stroke, dan gangrene pada kaki.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?


2. Apa Etiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
3. Sebutkan Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
5. Bagaimana Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
6. Apa saja Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
7. Sebutkan Komplikasi Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
9. Bagaimana Cara Pencegahan Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
10. Apa saja Diagnosis Ketoasidosis Diabetik (KAD) ?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kasus KAD ?

6
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan di atas penulisan makalah ini
bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui Ketoasidosis Diabetik (KAD).
2. Untuk mengetahui Etiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD).
3. Untuk mengetahui Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetik (KAD).
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetik (KAD).
5. Untuk mengetahui Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD).
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetik (KAD).
7. Untuk mengetahui Komplikasi Ketoasidosis Diabetik (KAD).
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD).
9. Untuk mengetahui Pencegahan Ketoasidosis Diabetik (KAD).
10. Untuk mengetahui Diagnosis Ketoasidosis Diabetik (KAD).
11. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Kasus KAD.

7
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Ketoasidosis Diabetik (KAD)


Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperos molalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni. Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan
diabetes tipe-1. Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epide
miologi dan angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan
tentang definisi KAD. Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari
hiperglikemia, ketosis dan asi demia. Konsensus diantara para ahli dibidang i
ni mengenai kriteria diagnost ik untuk KAD adalah pH arterial < 7,3, kadar
bikarbonat < 15 mEq/L, d an kadar glucosa darah > 250 m g/dL disertai
ketonemia dan ketonuria moderat.

Ketoasidosis diabetik merupakan kedaruratan pada penderita diabes melitus


yang ditandai dengan adanya hiperglikemi, ketonemia, dan asidemia. Istilah koma
hiperosmolar non-ketotik diganti dengan istilah status hiperosmolar hiperglikemi
karena beberapa alasan, antara lain :

a. Penurunan kesadaran kadanga-kadang tidak sampai menjadi koma.


b. Status hiperosmolar hiperglikemi dapat pula disertai dengan ketosis ringan
yang dapat dideteksi dengan metode nitroprusside.

Beratnya keadaan hiperglikemi pada KAD bervariasi dan tidak menemukan


beratnya ketoasidosis. Perubahan status mental atau kesadaran lebih banyak
ditentukan oleh asmolalitas serum.

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang


ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan

8
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat
dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat
dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.

Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa
seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan
urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan
asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma.

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam


jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh
penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan
sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama
berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh
kematian akibat KAD.

Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan


asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia
dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan
elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan,
sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum.

9
2.2 Etiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan KHH. Di
samping itu, pemberian insulin dengan doisi yang tidak adekuat juga merupakan
faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor pencetus
lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru, dan infark
miokard. Berbagi jenis obat dapat pula menggangu metabolisme karbohidrat,
antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat
α dan β adrenergik serta diuretik, sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan
KHH, terutama pada penderita usia lanjut. Di samping itu, pada penderita DM
tipe 1. Onset baru biasanya terdiagnosa pertama kali KAD. KHH juga dapat
terjadi pada penderita DM tipe 2 usia lanjut yang tidak menyadari kondisi
hiperglikeminya dan urang mendapat asupan cairan yang cukup pada saat
diperlukan. Pada penderita DM tipe 1 yang disertai problem psikologik sehingga
terjadi gangguan selera makan dapat pula menjadi faktor pemicu KAD yang
berulang.

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.


2) Keadaan sakit atau infeksi.
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.

Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah :

1) Infeksi, merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan ini
infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang
biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada
keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis,

10
iskemia usus, apendisitis, divertkulitis, atau perforasi usus. Bila pasien
tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka
perlu dicari infeksi yang tersembunyi ( misalnya sinusitis, abses gigi, dan
abses perirektal . Seperti Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan
sepsis. diketahui bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa
indikasi yang mendasari infeksi.
2) Ketidakpatuhan : karena ketidakpatuhan dalam dosis penghentian insulin.
Proses kejadian KAD pada pasien dengan pompa insulin lebih cepat bila
dibadingkan dengan pasien yang menghentikan satu dosis insulin
depokonvensional (subkutan).
3) Pengobatan : onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4) Kardiovaskuler : infark miokardium. Pada infark miokart akut terjadi
peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi
lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis, dan glikogenolisis.
5) Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.

2.3 Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan
yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :

1) Infeksi : meliputi 20 –55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan


oleh Infeksi. Infeksinya dapat berupa Pneumonia, Infeksi traktus urinarius,
Abses, Sepsis, Lain-lain.
2) Penyakit vaskular akut : Penyakit serebrovaskuler, Infark miokard akut,
Emboli paru, Thrombosis V.Mesenterika
3) Trauma, luka bakar, hematom subdural.
4) Heat stroke.
5) Kelainan gastrointestinal : Pankreatitis akut, Kholesistitis akut, Obstruksi
intestinal.
6) Obat-obatan : Diuretika, Steroid, Lain-lain.

11
Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang
bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak
adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda
dengan DM tipe 1, permasalahan psikologi yang diperumit dengan gangguan
makan berperan sebesar 20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis.
Faktor yang bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda
meliputi ketakutan akan naiknya berat badan pada keadaan kontrol
metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh dalam hypoglikemia,
pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit kronis.

Faktor pencetus KAD lain yang tidak terlalu sering ialah pankreatin,
kehamilan, stroke, hipokalemia, dan obat. Terdapat pada orang yang diketahui
diabetes oleh adanya stressor yang meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini
dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidak mampuan untuk
menjalani terapi yang telah ditentukan. Pencetus yang sering infeksi, stressor-
stersor utama lain yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis adalah
pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional.

2.4 Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri
perut sering disalah-artikan sebagai akut abdomen. Asidosis metabolik diduga
menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang
dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.

Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi


dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan
takikardi). Tanda lain adalah napas cepat dan dalam yang merupakan kompensasi
hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada napasnya.

12
Manifestasi klinis dari KAD adalah :

1) Hiperglikemi

Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan :

a. Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus).


b. Penglihatan yang kabur.
c. Kelemahan.
d. Sakit kepala.
e. Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin
akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
f. Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai
denyut nadi lemah dan cepat.
g. Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
h. Napas bau aseton (bau buah).
i. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.
j. Mengantuk (letargi) atau koma.
k. Glukosuria berat.
l. Asidosis metabolik.
m. Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
n. Hipotensi dan syok.
o. Koma atau penurunan kesadaran.

13
2.5 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Ketoasidosis diabetik berupa pkondisi metabolik asidosis akibat penumpukan


badan keton hasil konversi asam lemak bebas yang terjadi karena hiperglikemia
berat yang menyebabkan pelepasan asam lemak bebas tersebut.
a. Diuresis Osmotik
Ketoasidosis diabetik terjadi sebagai konsekuensi defisiensi insulin baik
absolut ataupun relatif diiringi dengan kenaikan hormon-hormon antagonis
insulin, seperti glukagon, kortisol, growth hormone, epinefrin, dan sitokin.
Hal ini menyebabkan terjadinya proses glukoneogenesis yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan
terjadinya diuresis osmotik sehingga menyebabkan terjadinya poliuria,
dehidrasi, dan polidipsia.
b. Metabolik Asidosis
Hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya pelepasan asam lemak bebas
dari jaringan lemak adiposa. Asam lemak bebas ini akan mengalami proses
beta oksidasi di hepar sehingga terkonversi menjadi badan keton yang
memiliki pH rendah. Penumpukan badan keton ini menyebabkan
terjadinya metabolik asidosis.
c. Kompensasi terhadap Kondisi Metabolik Asidosis
Tubuh akan merespon kondisi metabolik asidosis melalui sistem buffer
menggunakan bikarbonat. Metabolik asidosis yang tidak terkompensasi
dengan sistem buffer kemudian akan menyebabkan terjadinya
hiperventilasi untuk menurunkan kadar karbondioksida dalam darah,
sehingga pasien mengalami pola respirasi Kussmaul.
d. Edema Serebral
Ketoasidosis diabetik yang terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya
edema serebral. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
dehidrasi, asidosis, dan rendahnya kadar karbondioksida pada darah
(PaCO2). Faktor-faktor tersebut bersama dengan proses inflamasi yang
terjadi akibat ketoasidosis diabetik akan menurunkan aliran darah ke otak

14
sehingga terjadi risiko edema serebral saat terapi rehidrasi dilakukan.
Edema serebral ini akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga
berpotensi menyebabkan kematian.

Adanya defisiensi insulin disertai peningkatan hormon-hormon kontraregulator


seperti glucagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone, menyebabkan
hiperglikemia disertai peningkatan lipolisis dan produksi keton. Defisiensi insulin
yang menyebabkan hiperglikemia melalui 3 proses : peningkatan glikoneogenesis
yang terjadi di hati dan ginjal, peningkatan glikogenolisis, dan gangguan utilisasi
slukosa oleh jaringna perifer.

Adanya hiperglikemia menyebabkan deurisis osmotic, hal ini menyebabkan


dehidrasi, kehilangna mineral dan elektrolit (Na, K, Ca, Mg, Cl, dan PO 4). Nilai
ambang ginjal terhadap glukosa -+ 200 mg/dL dan keton akan terlampaui,
sehingga terjadi ekskresi glukosa melalui ginjal yang mencapai 200 gram/ hari.,
dengan total osmolaritas urine -+ 2000 mOsm. Efek osmotic dari glukosuria
menyebabkan tergangguanya reasorbsi NaCl dan H2O oleh tubules proksimal.

Kombinasidefisiensi insulin dan peningkatan hormone-hormon kontraregulator


menyebabkan aktifasi “hormone-sensitive lipase” pada jaringan lemak.
Peningkatan aktifitas lipase pada jaringan lemak ini menyebabkan pemecahan
trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol merupakan prekusor
glukoneogenesis di jaringan hati, sedangkan asam lemak bebas setelah mengalami
oksidasi di hati dengan dengan melalui stimulasi glucagon akan diubah menjadi
keton yang terdiri dari: asetoasetat, b-hidroksibutirat dan aseton. Asetoasetat dan
b-hidroksibutirat merupakan asam kuat yang dapat menyebabkan asidosis
metabolic. Insulin sendiri pada kadar yang rendah merupakan anti-lipolisis
daripada untuk up-take glukosa. Keberadaan insulin inilah yang merupakan salah
satu factor penentu terjadinya AKD pada penderita DM.

15
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang
penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya


jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton.
Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan
tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak
mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu
bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat
lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis


diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan
insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis
diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari
kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan


menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya
lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian
diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia,
asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik,
yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium,
kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat,
akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik.
Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan
derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan


air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian

16
dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk
membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat
defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam
sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

2.6 Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetik (KAD)


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah
dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000
mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan
dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis
berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100–200 mg/dl,
sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.

17
2) Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg/dL glukosa lebih dari 100 mg/dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun,
tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
3) Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem
di tingkat potasium.
4) Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0-15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10-30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan
asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan
urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan
anion untuk menilai derajat asidosis.
5) Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 /L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6) Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah
dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.

18
7) Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
8) β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol /
L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
9) Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
10) Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam
keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O.
Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
11) Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
12) Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13) Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan
kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai
pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.

19
b. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan


dengan cara :

1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).


Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
6) Aseton plasma : Positif secara mencolok.
7) Asam Lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meninggkat.
8) Elektrolit : Na normal/menurun, K normal/meningkat semu F turun.
9) Hemoglobin glikosilat : Meningkat 2-4 kali normal.
10) Gas Darah Arteri : pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
11) Trombosit darah
Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi.
12) Ureum/creatinin : meningkat/normal.
13) Amilase darah : meningkat mengindikasikan pancreatitis akut.

20
2.7 Komplikasi Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa :

1) Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)


Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2) Kebutaan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar
glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali
3) Syaraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak
merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan
demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir
dengan amputasi.
4) Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang
tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya
timbul rasa sesak, bengkak, dan lekas lelah.
5) Hipoglikemia

21
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai
dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6) Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi
yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang
saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi
juga mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih
lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir
tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung
seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami
kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini
penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan
tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon
tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya
kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi
hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak
banyak dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada proses
kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami
keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat
bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan,
bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7) Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara

22
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.
8) Komplikasi lainnya
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa
komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya :
a. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk
itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke
lambung.
b. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada
dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi,
sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
c. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.

Komplikasi Terapi sebagai berikut :

1) Hipoglikemia dan hipokalemia


Sebelum era penggunan insulin dosis rendah seperi saat ini kedua
komplikasi ini sering dijumpai dengan angka kejadian sampai kurang lebih
25%. Dengan penggunaan insulin dosis rendah seperti era sekarang
hipoglikemia akan dapat dihindari dengan monitoring dan evaluasi yang
lebih ketat, serta penggantian cairan rehidrasi dengan dektrosa 5 % ½ salin
bika KGD kurang dari 250 mg/dl. Demikian juga hipokalemia dapat
dicegah dengan monitoring ketat dan penambahan kalium pada cairan
rehidrasinya.
2) Edema serebri
Merupakan komplikasi yang paling berat dengan kejadian 0,7-1 % pada
anak KAD, dengan mortalitas 57-87 %.
3) Asidosis metabolic hiperkloremia
Hiperkloremia terjadi akibat pemberian NaCl 0,9 % yang mengandung
sekitar 154 mmol/liter natrium dan klorida, sehingga terjadi kelebihan 54

23
mmol/liter dari 100 mmol/liter klorida di dalam serum. Asidosis ini tidak
berbahaya pada kondisi klinik penderita dan akan terkoreksi dalam 24-48
jam melalui ekskresi ginjal.
2.8 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Prinsip pengobatan KAD adalah :

1) Penggantian cairan dan garam yang hilang.


2) Menekan lipolisis pada sel lemak dan glukoneogenesis pada sel hati
dengan pemberian insulin.
3) Mengatasi setres sebagai pencetus KAD.
4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal yang menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Pengobatan KAD ada 6 hal yang harus diberikan yaitu : Cairan, Garam,
Insulin, Kalium, Glukosa dan Asuhan keperawatan.

1) Penatalaksanaan KGD
a. Pertahankan jalan nafas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan simple mask.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal saline 0,9%) 20cc/kgBB.
d. Bila terdapat penuruna kesadaran perlu pemasangan naso gastrik tube
untuk menghindari aspirasi lambung.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penilaian kliniks awal : pemeriksaan fisik (BB, TD, tanda sidosis, GCS,
derajat dehidrasi), dan konfirmasi biokimia (analisa darah dan
urinalisa).
b. Pemantauan status volume cairan : pemeriksaan TTV (termasuk
memantau perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi
jantung), pengkajian paru, dan pemantauan asupan serta haluan cairan.
c. Pemantauan kalium.
3) Penatalaksanaan Medis
a. Elekrtolit

24
Kadar potasium mulai menurun saat diberikan insulin, oleh karena itu
pemberian potasium dimulai saat dimulainya pemberian insulin,
terkecuali pada penderita dengan kadar potasium > 6,0 mEg/L, mereka
yang anuri dan penderita gagal ginjal kronik yang biasanya sudah
disertai poatsium serum yang tinggi. Potasium diiberikan dengan dosis
10 – 30 mEg/jam, semakin rendah kadar potasium serum semakin besar
dosis yang diberikan sambil memantau kadar dalam serum. Kadar
potasium serum harus dipertahankan >3,5 mEg/L.
Pemberian sodium bikarbonat diberikan saat pH <7,0, kadar bikarbonat
<5,0 mEg/L, hiperkalemia berat >6,5 mEg/L. Pemberian bikarbonat
dosis 100 – 250 mEg dalam 100 – 250 ml 0,45%NaCl, diberikan antara
30 – 60 menit. Pemberian bikarbonat harus disertai dengan pemantauan
pH arteri, dan dihentikan apabila pH >7,1.
b. Rehidrasi
NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan
tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya diperlukan 1 – 2 liter
dalam jam pertama, bila kadar glukosa <200 mg% maka perlu diberikan
larutan ynag mengandung glukosa (dektrosa 5% atau 10%).
c. Insulin
Baru diberikan pada jam kedua. Sepuluh unit diberikan bolus intravena,
disusul dengan infus larutan insulin regular dengan laju 2 – 5 U/jam.
Sebaiknya larutan %U insulin dalam 50 ml NaCl 0,9%, bermuara dalam
larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju tetesnya secara terpisah.
Bila kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl atau kurang, laju insulin
dikurangi menjadi 1 – 2 U/ jam dan larutan rehidrasi diganti dengan
glukosa 5%. Pada waktu pasien dapat makan lagi, diberikan sejumlah
kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa porsi. Insulin regular diberikan
subkutan 3 kali sehari secara bertahap sesuai kadar glukosa darah.
d. Pemberian antibiotika yang adekuat.
e. Pemberian oksigen : bila PO2 <80 mmhg.
f. Heparin : bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).

25
Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen
berikut :

1) Cairan
Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat.
NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian cairan
normal salin hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-pasien yang
menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami
gagal jantung kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi
(200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.
2) Insulin

Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin intramuskular adalah


alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila akses vena mengalami
kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis yang terjadi dapat
diatasi melalui pemberian insulin yang akn menghambat pemecahan lemak
sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat
asam. Insulin diberikan melalui infus dengan kecaptan lambat tapi kontinu
( misal 5 unti /jam). Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa
ditambahkan kedalam cairan infus bila kadar glukosa darah mencpai 250 –
300 mg/dl untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu
cepat.

3) Potassium
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien
penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi
secara hebat. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan
pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik.
Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan
pompa otomatis, dan suplemen potasium ditambahkan kedalam regimen
cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita KAD
(ketoasidosis diabetikum) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia.

26
Penatalaksanaan Pasien Perawatan Akut

Tujuan Terapi sebagai berikut :

1) Memberikan nutrisi selular.


2) Terapi insulin.

SEKUELE KLINIS TERKAIT KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)


Komplikasi Tanda dan Gejala
Kolaps sirkulasi TDS <90 mm Hg, FJ >120 kali/menit, perubahan
status mental, kulit dingin dan lembab, denyut nadi
menurun
Gagal ginjal Oliguria, peningkatan BUN dan kreatinin
Ketidakseimbangan Disritmia yang mengancam jiwa, ileus
elektrolit
Edema serebri Latergi, mengantuk, sakit kepala selama terapi yang
berhasil
BUN, nitrogen urea darah; FJ, frekuensi jantung, TDS, tekanan darah sistolik.

2.9 Pencegahan Ketoasidosis Diabetik (KAD)


Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin
yang tidak adekuat dan infeksi.

Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM


tipe 1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolic
dan penanganan yang tepat sebagai berikut :

1) Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak


menghentikan pemberian insulin, managemen insulin yang tepat di saat
sakit.)
2) Menghindari stress.
3) Menghindari puasa berkepanjangan.
4) Mencegah dehidrasi.
5) Mengobati infeksi secara adekuat.
6) Melakukan pemantauan kadar gula darah atau keton secara mandiri.

27
Fase Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk :

1) Memulai diet per-oral.


a. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD <
250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak
mual/muntah.
b. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x
sampai 30 menit sesudah snack berakhir.
c. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
d. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x
sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme
stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
b. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan
insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan
diberikan.
c. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual
tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih
1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
d. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum
makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack
menjelang tidur.

2.10 Diagnosis Ketoasidosis Diabetik (KAD)

28
Didasarkan atas adanya “trias biokimia” yaitu : hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

1) Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
2) Asidosis, bila pH darah < 7,3.
3) Kadar bikarbonat < 15 mmol/L).

Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Ringan : bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.


b. Sedang : bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
c. Berat : bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

29
KASUS I ( KAD DENGAN PENURUNAN KESADARAN)
Ny. P masuk melalui IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu
disertai batuk berdahak, nyeri ulu hati mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu.
BAB dan BAK dalam batas normal. Saat dilakukan pengkajian diruang ICU jam
10.30 wib, klien sesak hebat, nafas cepat dan dangkal, klien gelisah, akral dingin,
kesadaran samnolen, GCS 8 , muka pucat keringat dingin, CRT > 3 detik, keadaan
umum jelek, suhu 36.5 ̊c, TD 140/112 mmHg, nadi 138 x/menit, RR 46 x/menit,
GDS 316 mg/dl, IVFD terpasang NaCl 0.9% 60cc /jam, drip insulin 50 unit dalam
50cc nacl 0,9% dosis 0,5cc /jam via syringe pump, drip furosemide 100 mg dalam
100cc nacl 0,9% habis dalam 12 jam dengan tetesan 8,3cc /jam via infus pump,
terpasang NRM 10 liter/menit, SpO2 68%.

Data Laboratorium :
Hematologic
HB 12,2 gr/dl, Leukosit 13.900 sel/mm3 , hematokrot 40%, trombosir 321.000/
mm3 , LED 1 jam 15 mm/jam. Kimia darah: GDS: 316 mg/dl, ureum 33 mg/dl,
kreatinin 1,0 mg/dl, SGOT 71 U/dl, SGPT 40 U/dl, Natrium 150mg/dl, K 4,0
mg.dl, klorida 108 mg/dl, bend aketon (-).

Obat yang digunakan :


Catopril 12,5mg/24 jam, Piroxicam10mg/12 jam Setelah makan, Ibuprofen
500mg/8 jam, dan B Kompleks1 tab/24 jam.

A. Pengkajian

30
1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. P

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : tidak ada dalam kasus

Alamat : tidak ada dalam kasus

Agama : tidak ada dalam kasus

Diagnosa Medis : Ketoasidosis diabetik

b. Identitas Penanggung Jawat

Nama :

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 43 tahun

Alamat : Bandung

Agama : Islam

Hubungan dengan pasien : Suami

2. Keluhan Utama

sesak nafas

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

31
Saat dilakukan pengkajian diruang ICU jam 10.30 wib, klien sesak
hebat, nafas cepat dan dangkal, klien gelisah, akral dingin, kesadaran
samnolen, GCS 8 , muka pucat keringat dingin, CRT > 3 detik, keadaan
umum jelek, suhu 36.5 ̊c, TD 140/112 mmHg, nadi 138 x/menit, RR 46
x/menit, GDS 316 mg/dl

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

sesak nafas sejak 1 hari yang lalu disertai batuk berdahak, nyeri ulu hati
mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu. BAB dan BAK dalam batas
normal

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak terdapata dalam kasus

4. Pola Pengkajian Fungsional Virginia Henderson

a. Pola Oksigenasi

Sebeum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : sesak nafas sejak 1 hari yang lalu disertai batuk
berdahak, nyeri

b. Kebutuhan Nutrisi

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : IVFD terpasang NaCl 0.9% 60cc /jam, drip insulin
50 unit dalam

50cc nacl 0,9% dosis 0,5cc /jam via syringe pump,


drip furosemide 100 mg dalam 100cc nacl 0,9%
habis dalam 12 jam dengan tetesan 8,3cc /jam via
infus pump, terpasang NRM 10 liter/menit

c. Pola Eliminasi

32
Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : BAB dan BAK dalam batas normal

d. Istirahat dan Tidur

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : tidak terdapat dalam kasus

e. Pola Aktivitas

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : tidak terdapat dalam kasus.

f. Mempertahankan Suhu

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : tidak terdapat dalam kasus

g. Berpakaian

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : tidak terdapat dalam kasus

h. Personal hygiene

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : tidak terdapat dalam kasus

i. Rasa Aman dan Nyaman

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

33
Saat sakit : nyeri ulu hati, mual dan muntah, klien
gelisah, kesadaran samnolen

j. Berkomunikasi

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : kesadaran samnolen

k. Kebutuhan Spiritual

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : tidak terdapat dalam kasus

l. Bekerja

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : Pasien tidak dapat beraktifitas dan kesadaran


samnolen

m. Berekreasi

Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus

Saat sakit : Pasien tidak dapat bepergian dan kesadaran


samnolen

DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Kesadaran : samnolen

Keadaan Umum : jelek

Tekanan Darah : 140/112 mmHg

34
Nadi : 138 x/menit

Pernafasan : 46 x/menit

Suhu : 36.5 oC

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala : tidak terdapat dalam kasus


b. Mata : tidak terdapat dalam kasus
c. Hidung : tidak terdapat dalam kasus.
d. Telinga : tidak terdapat dalam kasus
e. Mulut : tidak terdapat dalam kasus
f. Leher : tidak terdapat dalam kasus
g. Toraks : klien sesak hebat, nafas cepat dan dangkal
- Inspeksi : klien gelisah, muka pucat dan keadaan
umum jelek
- Perkusi : Tidak terdapat dalam kasus
- Palpasi : akral dingin, keringat dingin, CRT > 3
detik
- Auskultasi : Tidak terdapat dalam kasus
h. Abdomen : nyeri ulu hati dan mual
- Inspeksi : Tidak terdapat dalam kasus
- Auskultasi : Tidak terdapat dalam kasus
- Perkusi : Tidak terdapat dalam kasus
- Palpasi : Tidak terdapat dalam kasus
i. Kulit : akral dingin
j. Genitalia : Tidak terdapat dalam kasus
k. Ekstremitas
- Atas : Tidak terdapat dalam kasus
- Bawah : Tidak terdapat dalam kasus

3. Pemeriksaan Penunjang

35
a. Data laboratorium
- Hematologic

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Haemoglobin 12,2 gr/dl 11,5 – 16,5 (P)
gr/dl
13,0 – 18,0 (L)
gr/dl
Leukosit 13.900 sel/mm3 4.000-11.000/mm3
hematokrot 40% 40-50 (L) %
37-43 (p) %
trombosit 321.000/ mm3 150.000-
400.000/mm3
LED 1 jam 15 mm/jam 0-10 (L) mm/jam
0-15 (P) mm/jam

- Kimia Darah

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


GDS 316 mg/dl 70-150 mg/dl
ureum 33 mg/dl 8-24 (L) mg/dl
6-12 (p) mg/dl
kreatinin 1,0 mg/dl 0,6-1,2 (L) mg/dl
0,5-1,1 (P) mg/dl
SGOT 71 µ/L 5–40 µ/L
SGPT 40 µ/L 7–56 µ/L
Natrium 150mg/dl 135-145 mg/dl
Kalsium 4,0 mg/dl 9-11 mg/dl
Klorida 108 mg/dl 96–106 mg/dl
bend aketon (-) (-) tidak terjadi
cincin ungu pada
perbatasan kedua
lapisan cairan
(+) terjadi cincin
ungu pada
perbatasan kedua
lapisan cairan

36
Nilai Normal : (-)
tidak terjadi cincin
ungu pada
perbatasan kedua
lapisan cairan

b. Obat

Nama obat Dosis Waktu


Catopril 12,5mg /24 jam
Piroxicam 10mg /12 jam Setelah
makan
Ibuprofen 500mg /8 jam
B Kompleks 1 tab /24 jam

4. Analisa Data

Diagnosa
No. Data Fokus Etiologi
Keperawatan

1. DS : Pasien sesak Kekurangan Pola napas tidak


nafas. Insulin efektif

DO :
Pemecahan
a. klien sesak lemak Meningkat
hebat.
b. nafas cepat dan
Pemecahan
dangkal Nafas
lemak (lipolisis)
berat. menjadi asam-
c. RR 46 x/menit. asam lemak
bebas dan
d. NRM 10
liter/menit gliserol
e. SpO2 68%
f. CRT > 3 detik
Asam lemak

37
bebas akan
diubah menjadi
badan keton oleh
hati

Asidosis
metabolic

Kompesansi
tubuh
meningkatkan O2

Hiperventilasi

Pernapasan cepat
dan dangkal

Ketidak efektifan
pola napas

38
2. DS : Pasien mual penurunan Ketidakseimbangan
muntah jumlah insulin nutrisi kurang dari
kebutuhan
DO :
Dipakainya
a. kesadaran jaringan lemak
samnolen untuk memenuhi
kebutuhan energy
b. muka pucat
Perubahan
keringat dingin
Menurunnya
c. keadaan umum
transport glukosa
jelek kedalam jaringan
d. IVFD tubuh
terpasang NaCl
0.9% 60cc
Menimbulkan
/jam, kehilangan
e. drip insulin 50
air dan elektrolit
unit dalam
50cc nacl 0,9%
dosis 0,5cc Ketidakcukupan
insulin,
/jam via
penurunan
syringe pump, masukan oral,
f. drip status
furosemide hipermetabolisme

100 mg dalam
100cc nacl Perubahan nutrisi
0,9% habis kurang
dalam 12 jam dari kebutuhan
dengan tetesan tubuh

39
8,3cc /jam via
infus pump
3. DS:pasien nyeri ulu Kekurangan nyeri
hati insulin

DO:
Menurunnya
a. mual dan muntah transport
b. klien gelisah
glukosa kedalam
c. muka pucat jaringan tubuh
d. keringat dingin
e. nadi 138 x/menit,
Menimbulkan
f. RR 46 x/menit
hiperglikemia
yang
meningkatkan
glukosuria

Glikosuria akan

Menyebabkan
diuresis

Osmotic

Menimbulkan
kehilangan

air dan elektrolit

Menimbulkan
syok

Hipovolemik

Refleks mual dan

40
muntah

Nyeri pada
abdomen

Nyeri

4. DS : - penurunan Ketidak efektifan


jumlah insulin perfusi jaringan
DO :

a. akral dingin
Hiperglikemia
b. CRT > 3 detik
c. SpO2 68%
d. GDS: 316 visikositas darah
meningkat
mg/dl

Akral dingin,
CRT >3 detik

Ketidakefektifan
perfusi jaringan

5. DS: - Hiperglikemia Resiko jatuh

DO:
Perfusi jaringan
a. kesadaran
ke otak menurun
samnolen
b. GCS 8
c. keadaan umum Hipoksia otak
jelek
d. GDS 316 Stroke iskemik
mg/dl

41
e. klien gelisah

Penurunan
kesadaran

Resiko jatuh

5. DIAGNOSA
a. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan asidosis dan
respirasi yang meningkat
b. Ketidakefektifan per fusi jaringan berhubungan dengan hiperglikemia
c. Perubahan nutrisi : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan ketidak cakupan insulin
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan reflex mual mutah
dan nyeri abdomen
e. Resiko jatuh berhubungan dengan adanyan penurunan kesadaran

B. Intervensi Keperawatan

n DX Tujuan intervensi Rasional


o
1 Ketidak Tupan 1. Kaji 1. Menilai dan
efektifan pola Setelah diberikan kebutuhan mengobservasi
napas tindakan optimal oksigen sejauh
berhubungan keperawatan selama klien mana tingkat
dengan 5 hari Gangguan kebutuhan okigen
asidosis dan pola napas tidak klien
respirasi yang efektif dapat 2. Membantu klien
meningkat teratasi. 2. Berikan agar dapat
posisi yang mengoptimalkan
Tupen nyaman bagi polanapas dan
Setelah diberikan klien retraksi dada yang
tindakan optimal
keperawatan selama
3 hari gangguan 3. Membantu dalam
pola napas tidak penyelasaian pola
efektif berangsur- 3. Berikan napas klien yang
angsur membaik oksigen sesua tidak efektif agar
Kriteria Hasil indikasi dapat bernapas
Kebutuhan : dengan optimal
1. Oksigen 4. Mengobservasi
menurun sejauh mana tingkat
2. Nafas permasa lahan dan

42
spontan, perkembangan pola
adekuat 4. Evaluasi napas klien
3. Tidak sesak irama,kedalama
4. Tidak ada n, dan frekuensi
retraksi pernapasan

2 Ketidakefekti Tupan 1. Kaji keadaan 1. Vasokontriksi


. fan per fusi Setelah diberikan umum klien sistemik
jaringan tindakan diakibatkan
berhubungan keperawatan selama oleh penurunan
dengan 5 hari ketidak curah jantung
hiperglikemia efektifan perfusi yang mungkin
jaringan teratasi. dibuktitikan
oleh penurunan
Tupen perfusi kulit
Setelah diberikan dan penurunan
tindakan 2. Kaji fungsi nadi
keperawatan selama gastrointesti 2. Penurunan
3 hari ketidak nal, catat airan darah
efektifan perfusi apakah ada dapat
jaringan berangsur- anoreksia, mengakibatkan
angsur membaik apakah ada disfungsi
Kriteria Hasil peningkatan gastrointestinal,
Kebutuhan : atau contoh :
1. Kulit hangat penurunan kehilangan
dan kering bising usu, bunyi
2. Nadi teraba peristaltic
kuat 3. Kaji status 3. Perfusi serebral
3. TTv dalam mental klien secara langsung
batas normal terhubung
4. Pasien sadar dengan curah
atau dapat jantung dan
berorientasi juga
5. Bebas dari dipengaruhi
rasa nyeri oleh
atau elektrolit/varias
ketidaknyam i asam baasa,
anan 4. Lakukan hipoksia atau
kolaborasi emboli sistemik
denga pihak 4. Indikator
labiratorium perfusi / fungsi
dalam organ
pemeriksaan
GDA, BUN,
Kreatinin,
Elektrolit

43
3 Perubahan Tupan 1. Pantau 1. Mengkaji
nutrisi : Setelah diberikan berat pemasukan
Ketidakseimb tindakan badan makanan
angan nutrisi keperawatan selama setiap yang
kurang dari 5 kebutuhan nutrisi hari atau adekuat
kebutuhan terpenuhi. sesuai termasuk
berhubungan indikasi absorpsi dan
dengan Tupen utilitasnya
ketidak Setelah diberikan 2. Mengidentif
cakupan tindakan ikasi
insulin keperawatan selama 2. Tentuka kekurangan
3x24 jam kebutuhan n dan
nutrisi berangsur- program penyimpang
angsur terpenuhi diet dan an dari
Kriteria Hasil pola kebutuhan
Kebutuhan : makan terapeutik
1. kesadaran pasien 3. Hiperglikem
dan ia dan ggn
meningkat
banding keseimbang
2. muka tidak kan an cairan
dengan dan
pucat , tidak
makanan elektrolit
keringat yang dapat
dihabisk menurunkan
dingin
an motilitas/fun
3. keadaan 3. Auskulta gsi lambung
si bising (distensi
umum baik
usus , atau ileus
4. insulin catat paralitik)
adanya yang akan
meningkat
nyeri mempengar
5. abdomen uhi pilihan
/perut intervensi.
kembun 4. Pemberian
g, mual makanan
dan yang dapat
muntah mudah di
makanan cerna pasien
yang agar fungsi
belum gastrointesti
dicerna nal baik
5. Memberikan
informasi
pada
keluarga
untuk

44
memahami
kebutuhan
4. Berikan nutrisi
makanan pasien
yang 6. Hipoglikemi
mangand a dapat
ung terjadi
nutrient karena
kemudia terjadinya
n metabolism
upayaka karbohidrat
yang yang
dapat berkurang
ditoleran sementara
si tetap
diberikan
5. Libatkan insuli, hal
keluarga ini dapat
pasien mengancam
pada
perencan
aan
sesuai
indikasi

6. Observa
si tanda
hipoglik
emia
atau
hiperglik
emia
4 Gangguan Tupan 1. Pantau 1. Variasi
. rasa nyaman Setelah diberikan atau penampilan
nyeri intervensi dalam catat dan priaku
berhubungan waktu 5 hari karakteri pasien
dengan reflex diharapkan nyeri stik karena nyeri
mual mutah pasien berkurang nyeri, terjadi
dan nyeri Tupen catat sebagai
abdomen Setelah di berikan Variasi temuan
terapi 2 x 24 jam penampi pengakajian.
nyeri berangsur lan dan Riwayat
angsur menghilang priaku verbal dan
dengan kriteria hasil pasien penyelidikan
: karena ebih dalam

45
1. Menyatakan laporan terhadap
nyeri hilang verbal, faktor
atau peyunju pencetus
terkontrol k verbal harus
2. Pasien tidak nyeri ditunda
gelisah terjadi sampai nyeri
3. Muka tidak sebagai hilang.
pucat dan pengakaj Pemapasan
tidak ian. non mungkin
berkeringat temuan meningkat
dingin repon sebagai
4. Nadi dan hemodin akibat nyeri
pernapasan amik dan
dalam batas (meringi berhubunga
normal s, n dengan
menangi cemas,
s, sementara
Riwayat hikangnya
verbal stress
dan menimbulka
penyelid n
ikan katolekamin
kbih akan
dalam meningkatka
gelisah, n kecepatan
berkerin jantung dan
gat, TD.
mengcen 2. Nyeri
gkam sebagai
dada, pengalaman
terhadap subjektif
faktor dan harus
pencetus digambarka
harus n oleh
ditunda pasien.
sampai
nafas
cepat,
TD/
frekwens
i jantung
nyeri 3. Membantu
hilang. dalam
Pemapas penurunan
an persepsi/
mungkin respon

46
meningk nyeri.
at Memberikan
berubah) control
situasi
meningkatka
2. Ambil n prilaku
Gambara positif.
n 4. Menurunkan
lengkap rangsangan
terhadap eksternal
nyeri dimana
Nyri seb ansietas dan
dari regangan
pasien jantung serta
termasuk keterbatasan
lokasi, kemampuan
intensita koping dan
s (0- keputusan
digamba terhadap
r 10), situasi saat
lamanya, ini
kualitas
(dangkal
menyeba
r) dan
penyebar
an
3. Bantu
mehkuka
n teknik
relaksasi
,
misalkan
: napas
dalam,
bimbing
an
imajinasi

4. Berikan
lingkung
an yang
tenang
aktivitas

47
perlahan
, dan
tindakan
nyaman.
Pendekat
an
pasien
dengan
tenang
dan
dengan
percaya.
5 Resiko jatuh Tupan 1. Kaji 1. Mengetahui
. berhubungan setelah diberikan ulang faktor-faktor
dengan intervensi dalam adanya resiko jatuh
adanyan waktu 5 hari faktor- yang
penurunan diharapkan pasien faktor dimiliki
kesadaran memperlihatkan resiko pasien
upaya menghindari jatuh 2. Mengurangi
cedera (jatuh) atau pada resiko tinggi
cidera (jatuh) tidak klien. jatuh
terjadi,
Tupen: 2. Lakukan
Setelah diberikan modifika
intervensi 2x24 jam si
resiko jatuh dapat lingkung
terhindari an agar
Dengan kriteria lebih 3. Dokumentas
hasil : aman i factor-
1. Mengidentif (memasa faktor resiko
ikasi bahaya ng jatuh
lingkungan pinggira
yang dapat n tempat
meningkatka tidur,
n dll)
kemungkina sesuai
n cidera hasil
2. Mengidentif pengkaji
ikasi an
tindakan bahaya
preventif jatuh
atas bahaya pada
tertentu poin 1
3. Meaporkan 3. Tulis
penggunaan dan
cara yang laporkan

48
tepat dalam adanya
melindungi faktor-
diri dari faktor
cidera. resiko

Pertanyaan :

1) Kenapa pasiennya bisa sesak nafas ?

Jawab : Ny. P masuk melalui IGD dengan keluhan sesak hebat, nafas
cepat dan dangkal dengan RR 46 x/menit menyebabkan hiperventilasi
yang terjadi secara bertahap pada awalnya dan kemudian terjadi sangat
cepat dan makin jelas ketika pH turun dibawah 7,2. Peningkatan cepat

49
pada ventilasi yang terjadi lebih cepat dalam peningkatan kecepatan
nafas, dikenal sebagai pernafasan kussmaul. Adanya pernafasan
kussmaul yeng mencolok merupakan tanda bahwa pH 7,2 atau dibawah
7,2 yang secara relatif merupakan derajat asidosis.
2) Berapa pengeluaran urin pasien ?
Jawab : Pengeluaran urine normal urin sekitar 1400-1500 ml per 24 jam,
atau sekitar 30-50 ml per jam
3) Kenapa harus nacl 0.9 ?

Jawab : Karena kebanyakan menyarankan pemakaian cairan Psiologis


(NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan. Cairan Þsiologis
(NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 – 20 ml/kgBB/jam atau
lebih selama jam pertama (± 1 – 1,5 liter). Sebuah sumber memberikan
petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut : 1 liter pada jam
pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam
sampai pasien terehidrasi. Pilihan cairan selanjutnya tergantung dari status
hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine. Pada umumnya,
cairan NaCl 0,45% diberikan jika kadar natrium serum tinggi (> 150
mEq/l), dan diberikan dextrose seperti (dextrose 5%, dextrose 5%
pada NaCl 0,9%, atau dextrose 5% pada NaCl 0,45%) untuk
menghindari hipoglikemia dan mengurangi kemunginan edema serebral
akibat penurunan gula darah yang terlalu cepat.

4) Kenapa harus habis dalam 12 jam ?


Jawab : Karena dalam perhitungannya tetesan infus dalam 1 labu =500 CC
=14 ttes/mnt. Sehingga NaCL habis dalam 12 jam.
5) Kenapa harus lewat drift ?
Jawab : Sebab gds nya tinggi, sehingga insulin haruz lewat drip. Gds
normal yaitu Sebelum makan, sekitar 70-130 mg/dL. Dua jam setelah

50
makan: kurang dari 140 mg/dL. Sedangkan di kasus gds pasien yaitu 316
mg/dl
6) Kenapa diberikan Aspirin ?
Jawab : karena aspirin itu untuk pengencer darah selain itu untuk
mengurangi rasa sakit dan menurunkan demam. Di dalam kasus pasien
tersebut mengalami rasa nyeri pada ulu hatinya.
7) Kenapa melalui Syimpe pump ?

Jawab : drip insulin 50 unit dalam 50cc nacl 0,9% dosis 0,5cc /jam via
syringe pump , dikarenakan syringe pump lebih praktis.

8) Berapa output urine ?


Jawab : Dalam kondisi normal, output urin sekitar 1400-1500 ml per 24
jam, atau sekitar 30-50 ml per jam
9) Urium kreatinin apakah nilainya normal ?

Jawab : Ureum : Tidak normal. Karena Ureum klien berada pada angka 33
mg/dl sedangkan normalnya bagi wanita 7-18 mg/dl

Kreatinin : Normal . Kreatinin pasien berada di angka 1,0 mg/dl yang


mana berada dibatas normal pada wanita 0,6-1,2 mg/dl

10) Apakah ada gangguan nutrisi ?


Jawab : Terdapat gangguan nutrisi yang disebabkan oleh mual dan muntah
yang dialami pasien

11) Kenapa insulin harus didrip ?

Jawab : Sebab gds nya tinggi, sehingga insulin haruz lewat drip. Gds
normal yaitu Sebelum makan: sekitar 70-130 mg/dL. Dua jam setelah
makan: kurang dari 140 mg/dL. Sedangkan di kasus gds pasien yaitu 316
mg/dl

51
12) Kenapa tekanan darahnya tinggi ?

Jawab : klien sesak hebat, nafas cepat dan dangkal, klien gelisah dengan TD
140/112 mmHg

13) Apakah pasien mempunyai gangguan hati ?

Jawab : SGOT biasanya ada di berbagai jaringan organ tubuh seperti pada
hati, jantung, ginjal, otak, dan otot. SGOT akan terlepas apabila ada
jaringan dari organ-organ tersebut yang rusak. Oleh karena itu, kadar
SGOT yang tinggi tidak hanya bisa mengindikasikan kerusakan hati
melainkan juga bisa mengindikasikan kerusakan jantung, otot, dan lainnya.
sebagian besar SGPT ditemukan terletak di dalam hati. SGPT akan keluar
ke dalam aliran darah apabila ada kerusakan pada hati. Oleh karena itu,
hasil dari SGPT lebih pasti mengindikasikan adanya gangguan pada hati.
Jadi pasien pada kasus tersebut tidak mempunyai masalah pada hati
melainkan pada jantung dikarenakan adanya penurunan kesadaran dan
jaringan aliran darah tidak terpenuhi.

14) Berapa perhitungan NACL ?

Jawab : ketoasidosis membutuhkan insulin untuk menurunkan


hiperglikemia. Berikan bolus insulin 0,1 unit/kgBB dilanjutkan
maintenance infus insulin intravena dosis tetap 0,1 unit/kgBB/jam, dibuat
dengan mencampur 50 unit insulin dengan 50 mL NaCl 0,9%.

15) Ulu hati menandakan apa?

Jawab : Menurut SRI MARYANI SUTADI

“Meskipun belum sepenuhnya dimengerti, yang dianggap sebagai faktor


patogenetikterpenting dalam terjadinya gastroparesis diabetika dalah
terjadinya neuropati diabetika yang mengakibatkan rusaknya syaraf-syaraf

52
ekstrinsik lambung (1,5,11). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
adanya gastroparesis pada penderita-penderita diabetes mellitus sangat
berkorelasi dengan keberadaan autonom dari nervus vagus (8,16,17,42,43).
Namun demikian, penelitian morfologis terhadap nervus vagus masih
menunjukkan hasil yang bertentangan. Pada sebagian penderita diabetes
dengan atau tanpa gastroparesis dapat ditunjukkan adanya penurunan
densitas serabut myelinated vagus dan degenerasi serabut unmyelinated
(44). Sedangkan penelitian lain tidak menemukan adanya kelainan
morfologis dari nervus vagus abdominalis pada penderita gastroparesis
diabetika, baik jumlah maupun penampilan dari neuron dan axonnya (45)
Keadaan hiperglikemia merupakan factor penting lainnya yang
menyebabkan terjadinya gastroparesis (1,5,10). Ternyata bahwa
peningkatan kadar gula darah meskipun masih dalam rentang normal dapat
menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung pada orang normal
maupun penderita diabetes (41). Burgstaller dkk mengatakan bahwa
pengosongan lambung melambat secara bermagna pada keadaan
hiperglikemia dibandingkan dengan keadaan euglikemia pada penderita
diabetes (pengosongan lambung ± 1180 menit pada kadar gula darah 5,5
mmol / 1, dan ± 240 menit pada kadar gula darah 14 mmol / 1) (14).
Diduga mekanisme hiperglikemia memperlambat pengosongan lambung
adalah secara tak langsung yang melibatkan perubahan pada aktivitas
vagus, aktivitas listrik lambung, sekresi hormon-hormon gastrointestinal
dan mekanisme miogenik (7). Fischer dkk menunjukkan bahwa
hipergilemia post prandial pada aktivitas penderita diabetes menyebabkan
terjadinya penurunan aktiviamioelektrik lambung, pengurangan aktivitas
motorik antrum dan keterlambatan pengosongan lambung (47). Studi oleh
Barnett dan Ow yang menunjukkan bahwa motilitas antrum puasa akan
menurun pada kadar gula darah 7,8 mmol/1 sedangkan motilitas antrum
postprandial akan menurun pada kadar gula darah 9,7 mmol/1 (48).
Adanya korelasi antara kadar gula darah yang tinggi dengan keterlambatan
pengosongan lambung dijumpai pada IDDM maupun NIDDM (8,9,43).

53
Tidak jelasnya kolerasi antara kadar HbA1c dengan keterlambatan
pengosongan lambung menunjukkan bahwa keterlambatan pengosongan
lambung lebih merupakan efek akut hiperglikemia ketimbang efek
kronisnya (8,9,16,17,40). Peranan hormon-hormon gastrointestinal dalam
mengatur motilitas lambung telah diketahui, namun kebermaknaan
perubahan hormon tersebut terhadap motilitas yang abnormal masih belum
jelas (7). Tingginya kadar motilin plasma pada penderita gastroperasis
diabetika menunjukkan bahwa kelainan motilitas yang terjadi kelihatannya
tidak berkaitan dengan defisiensi motilin (42). Pemberian infus
cholecystokinin octapeptida(CCK8) pada penderita baru NIDDM jelas
mengakibatkan

keterlambatan pengosongan lambung (49) akan tetapi belum pernah diteliti


begaimana kadar CCK pada penderita gastroparesis diabetika (5) Gejala-
gejala yang bisa ditemukan pada penderita gastroparesis diabetika antara
lain mual, muntah, anoreksia, nyeri abdomen, rasa cepat kenyang, rasa
tidak enak diperut bagian atas, rasa terbakar di dada (heart burn),
regurgitasi asam, sendawa, halitosis dan penurunan berat badan
(5,8,9).Karena gastroparesis diabetika sering disertai gangguan pada
saluran cerna lainnya maka gejala-gejala disgfagi (disfungsi esophagus),
diare dan atau konstipasi (disfungsi usus halus dan colon) sering pula
ditemui. Mual dan muntah merupakan keluhan yang paling sering
mengganggu pada gastroparesis diabetika, dan seringkali merupakan
petunjuk adanya gastroparesis, terutama bila volume yang seperti ini
diakibatkan oleh stasis dan distensi lambung, dan akan mereda oleh
dekompresi akibat muntah itu sendiri ataupun pemasangan NGT. Muntah
bisa pula bersifat refleks terjadi segera setelah makan, bisa pula terjadi
pada keadaan puasa terutama pada pagi hari dengan bahan muntahan yang
bercampur cairan empedu yang menandakan adanya refluxduodeno-gastrik
(11). Mual dan muntah yang terjadi bisa hilang sendiri, serangan-serangan
ataupun terus menerus. Nyeri abdomen pada gastroperasis diabetika bisa

54
samar-samar berupa rasa tidak enak di perut, ataupun angat jelas yang
terasa di abdomen bagian tengah dan atas (4). Rasa nyeri ini tidak
berkaitan langsung dengan distensi lambung, namun disangkakan sebagai
akibat keterlibatan syaraf simpatis visceral dan juga neuropati somatic
nervus thoracalis abdomen (11). Gastroparesis, meskipun tanpa
gejaladapat menyebabkan gangguan terhadap kontrol gula darah dan
absorbsi obat-obatan (5,11). Pada penderita gastroparesis diabetika, akibat
ketidak sesuaian antara onset insulin ataupun obat hipoglikemik oral
dengan absorbsi bahan nutrisi di usus halus, dpat terjadi kendali gula darah
yang tidak stabil (4,7,8,43)”

16) Nilai normal pemeriksaan LAB ?

Jawab : Pemeriksaan Penunjang

a. Data laboratorium
- Hematologic

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Haemoglobin 12,2 gr/dl 11,5 – 16,5 (P) gr/dl

13,0 – 18,0 (L) gr/dl


Leukosit 13.900 sel/mm3 4.000-11.000/mm3
hematokrot 40% 40-50 (L) %
37-43 (p) %
trombosit 321.000/ mm3 150.000-400.000/mm3
LED 1 jam 15 mm/jam 0-10 (L) mm/jam
0-15 (P) mm/jam

- Kimia Darah

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


GDS 316 mg/dl 70-150 mg/dl
ureum 33 mg/dl 8-24 (L) mg/dl
6-12 (p) mg/dl
kreatinin 1,0 mg/dl 0,6-1,2 (L) mg/dl

55
0,5-1,1 (P) mg/dl
SGOT 71 µ/L 5–40 µ/L
SGPT 40 µ/L 7–56 µ/L
Natrium 150mg/dl 135-145 mg/dl
Kalsium 4,0 mg/dl 9-11 mg/dl
Klorida 108 mg/dl 96–106 mg/dl
bend aketon (-) (-) tidak terjadi cincin
ungu pada perbatasan
kedua lapisan cairan
(+) terjadi cincin ungu
pada perbatasan kedua
lapisan cairan
Nilai Normal : (-) tidak
terjadi cincin ungu
pada perbatasan kedua
lapisan cairan

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperos molalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni. Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan
diabetes tipe-1.
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan KHH. Di

56
samping itu, pemberian insulin dengan doisi yang tidak adekuat juga merupakan
faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor pencetus
lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru, dan infark
miokard. Berbagi jenis obat dapat pula menggangu metabolisme karbohidrat,
antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat
α dan β adrenergik serta diuretik, sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan
KHH, terutama pada penderita usia lanjut.
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri
perut sering disalah-artikan sebagai akut abdomen. Asidosis metabolik diduga
menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang
dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.

4.2 Saran
Semoga Makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi kita semua sehingga
dapat membantu proses pembelajaran dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas Mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk
menunjang proses pembelajaran selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2013. Standards of Medical Care in Diabetes


2013. Diabetes Care. 36: S11-S69.
Andreoni. 2007. Sheehy’s Manual of Emergency Care. Singapore : Elsevier
Mosby.
Corwell, B., Knight, B., and Olivieri, L. 2014. Current Diagnosis and Treatment
of Hyperglycemic Emergencies. Emergency Medical Clinics. 32:427–452.
Kitabchi, A.E., et al., Hyperglycemic Crises in Adult Patients With Diabetes.
Diabetes Care, 2009. 32(7): p. 1335.
Kowalak, P.J. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.

57
Liesbeth, A.D., Gogeris, G., Quwens, M., Wens, J., Heyrman, J., and Richard,
P.T.M. 2008. Diversity in Diabetes Care Programmes and Views on High
Quality Diabetes Care: Are We in Need of a Standardized Framework.
International of Integrated Care. 8:1–16.
Ludfitri, Ririn. 2015. Analysis Of Factor Affecting The Emergency Of Diabetic
Ketoacidosis In Patient Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Hesti Wira
Sakti, Volume 3, Nomor 3, Oktober 2015, hlm. 12-17.
Maletkovic, J., and Drexler, A., 2013. Diabetic Ketoacidosis and Hyperglycemic
Hyperosmolar State. Endocrinology Metabolism Clinics. 10: 677–695.
Nusantara, ana fitria, dkk. 2019. Pengawasan anak dengan diabetes militus tipe 1
sebagai pencegahan terhadap kejadian komplikasi ketoasidosis diabetikum.
Sulawesi selatan. Yayasan ahmar cendekia : Indonesia.

Rehatta Margarita. 2019. Anestesiologi dan terapi intensi f: buku teks kati-
perdatin. Jakarta : Gramedia pustaka utama.

Shahab, Alwi. 2017. Dasar-dasar Endokrinologi. Jakarta Timur : Rayyanan


Komunikasindo.
Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Suyono, S., Soegondo, S., Soewondo, dan P., Subekti, I. 2011 . Pe nata laks
anaa n Di abet es M elit us Terpadu. Jakarta : FKUI.
Wolfsdorf, J., N. Glaser, and M.A. Sperling, Diabetic Ketoacidosis in Infants,
Children, and Adolescents. Diabetes Care, 2006. 29(5): p. 1150.

58

Anda mungkin juga menyukai