Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Kelas : III M
FAKULTAS KEPERAWATAN
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah tentang “Ketoasidosis Diabetik (KAD)”. Untuk
mata kuliah Keperawatan Kritis dapat terselesaikan. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
dosen yang bersangkutan kepada kami sebagai mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………….……...i
DAFTAR ISI………………………………………………………..….ii
BAB I PENDAHULUAN
4.2 Saran…………………………………………………………..….54
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....55
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik
(KAD)adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium
menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah
sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan
sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden
KAD sebesar 8/1000 pasien DM pertahun untuk semua kelompok umur,
sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1000 pasien
DM pertahun. Sumber lain menyebutkan insiden KAD sebesar 4,6–8/1000
pasien DM pertahun. KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari
100.000 pasien yang dirawat pertahun di Amerika Serikat. Walaupun data
komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak
sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan
insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama
pada pasien DM tipe 2.
Pasien dengan KAD sering dijumpai dengan penurunan kesadaran, bahkan
koma (10% kasus). Beberapa faktor yang dapat berperan dalam terjadinya KAD
yaitu diabetes mellitus yang tidak terkontrol, infeksi dan riwayat stroke.
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes melitus
merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan
sensitifitas jaringan terhadap insulin. Penyakit diabetes melitus ini dapat
mengakibatkan komplikasi yang berakibat fatal, seperti penyakit jantung,
penyakit ginjal, kebutaan, amputasi, dan mudah mengalami atherosklerosis jika
dibiarkan tidak terkendali.
Selain itu, komplikasi kronis khas diabetes disebabkan kelainan pada
pembuluh darah besar, pembuluh darah kecil/halus, atau pada susunan saraf.
5
Komplikasi pada pembuluh darah besar bisa menyebabkan atherosklerosis.
Walaupun penyakit atherosklerosis dapat terjadi pada seseorang yang bukan
pengidap diabetes melitus, adanya diabetes melitus mempercepat terjadinya
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis ini, antara lain penyakit jantung koroner,
hipertensi, stroke, dan gangrene pada kaki.
6
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan di atas penulisan makalah ini
bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui Ketoasidosis Diabetik (KAD).
2. Untuk mengetahui Etiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD).
3. Untuk mengetahui Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetik (KAD).
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Ketoasidosis Diabetik (KAD).
5. Untuk mengetahui Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD).
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Ketoasidosis Diabetik (KAD).
7. Untuk mengetahui Komplikasi Ketoasidosis Diabetik (KAD).
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD).
9. Untuk mengetahui Pencegahan Ketoasidosis Diabetik (KAD).
10. Untuk mengetahui Diagnosis Ketoasidosis Diabetik (KAD).
11. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Kasus KAD.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
8
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat
dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat
dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.
Diabetic Keto Acidosis (DKA) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa
seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kondisi kehilangan
urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan
asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma.
9
2.2 Etiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan KHH. Di
samping itu, pemberian insulin dengan doisi yang tidak adekuat juga merupakan
faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor pencetus
lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru, dan infark
miokard. Berbagi jenis obat dapat pula menggangu metabolisme karbohidrat,
antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat
α dan β adrenergik serta diuretik, sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan
KHH, terutama pada penderita usia lanjut. Di samping itu, pada penderita DM
tipe 1. Onset baru biasanya terdiagnosa pertama kali KAD. KHH juga dapat
terjadi pada penderita DM tipe 2 usia lanjut yang tidak menyadari kondisi
hiperglikeminya dan urang mendapat asupan cairan yang cukup pada saat
diperlukan. Pada penderita DM tipe 1 yang disertai problem psikologik sehingga
terjadi gangguan selera makan dapat pula menjadi faktor pemicu KAD yang
berulang.
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1) Infeksi, merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan ini
infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang
biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada
keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis,
10
iskemia usus, apendisitis, divertkulitis, atau perforasi usus. Bila pasien
tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka
perlu dicari infeksi yang tersembunyi ( misalnya sinusitis, abses gigi, dan
abses perirektal . Seperti Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan
sepsis. diketahui bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa
indikasi yang mendasari infeksi.
2) Ketidakpatuhan : karena ketidakpatuhan dalam dosis penghentian insulin.
Proses kejadian KAD pada pasien dengan pompa insulin lebih cepat bila
dibadingkan dengan pasien yang menghentikan satu dosis insulin
depokonvensional (subkutan).
3) Pengobatan : onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4) Kardiovaskuler : infark miokardium. Pada infark miokart akut terjadi
peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi
lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis, dan glikogenolisis.
5) Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan
yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :
11
Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang
bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak
adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda
dengan DM tipe 1, permasalahan psikologi yang diperumit dengan gangguan
makan berperan sebesar 20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis.
Faktor yang bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda
meliputi ketakutan akan naiknya berat badan pada keadaan kontrol
metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh dalam hypoglikemia,
pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit kronis.
Faktor pencetus KAD lain yang tidak terlalu sering ialah pankreatin,
kehamilan, stroke, hipokalemia, dan obat. Terdapat pada orang yang diketahui
diabetes oleh adanya stressor yang meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini
dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidak mampuan untuk
menjalani terapi yang telah ditentukan. Pencetus yang sering infeksi, stressor-
stersor utama lain yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis adalah
pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional.
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri
perut sering disalah-artikan sebagai akut abdomen. Asidosis metabolik diduga
menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang
dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
12
Manifestasi klinis dari KAD adalah :
1) Hiperglikemi
13
2.5 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik (KAD)
14
sehingga terjadi risiko edema serebral saat terapi rehidrasi dilakukan.
Edema serebral ini akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga
berpotensi menyebabkan kematian.
15
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang
penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.
16
dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk
membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat
defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton
oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam
sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
17
2) Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg/dL glukosa lebih dari 100 mg/dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun,
tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
3) Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem
di tingkat potasium.
4) Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0-15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10-30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan
asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan
urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan
anion untuk menilai derajat asidosis.
5) Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 /L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
6) Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah
dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk
melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah
dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
18
7) Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
8) β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol /
L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
9) Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
10) Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam
keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O.
Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
11) Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
12) Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13) Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan
kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai
pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
19
b. Pemeriksaan Diagnostik
20
2.7 Komplikasi Ketoasidosis Diabetik (KAD)
21
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai
dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6) Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi
yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang
saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi
juga mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih
lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir
tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung
seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami
kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini
penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan
tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon
tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya
kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi
hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak
banyak dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada proses
kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami
keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat
bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan,
bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7) Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
22
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.
8) Komplikasi lainnya
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa
komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya :
a. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk
itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke
lambung.
b. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada
dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi,
sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
c. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.
23
mmol/liter dari 100 mmol/liter klorida di dalam serum. Asidosis ini tidak
berbahaya pada kondisi klinik penderita dan akan terkoreksi dalam 24-48
jam melalui ekskresi ginjal.
2.8 Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Prinsip pengobatan KAD adalah :
Pengobatan KAD ada 6 hal yang harus diberikan yaitu : Cairan, Garam,
Insulin, Kalium, Glukosa dan Asuhan keperawatan.
1) Penatalaksanaan KGD
a. Pertahankan jalan nafas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan simple mask.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal saline 0,9%) 20cc/kgBB.
d. Bila terdapat penuruna kesadaran perlu pemasangan naso gastrik tube
untuk menghindari aspirasi lambung.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penilaian kliniks awal : pemeriksaan fisik (BB, TD, tanda sidosis, GCS,
derajat dehidrasi), dan konfirmasi biokimia (analisa darah dan
urinalisa).
b. Pemantauan status volume cairan : pemeriksaan TTV (termasuk
memantau perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi
jantung), pengkajian paru, dan pemantauan asupan serta haluan cairan.
c. Pemantauan kalium.
3) Penatalaksanaan Medis
a. Elekrtolit
24
Kadar potasium mulai menurun saat diberikan insulin, oleh karena itu
pemberian potasium dimulai saat dimulainya pemberian insulin,
terkecuali pada penderita dengan kadar potasium > 6,0 mEg/L, mereka
yang anuri dan penderita gagal ginjal kronik yang biasanya sudah
disertai poatsium serum yang tinggi. Potasium diiberikan dengan dosis
10 – 30 mEg/jam, semakin rendah kadar potasium serum semakin besar
dosis yang diberikan sambil memantau kadar dalam serum. Kadar
potasium serum harus dipertahankan >3,5 mEg/L.
Pemberian sodium bikarbonat diberikan saat pH <7,0, kadar bikarbonat
<5,0 mEg/L, hiperkalemia berat >6,5 mEg/L. Pemberian bikarbonat
dosis 100 – 250 mEg dalam 100 – 250 ml 0,45%NaCl, diberikan antara
30 – 60 menit. Pemberian bikarbonat harus disertai dengan pemantauan
pH arteri, dan dihentikan apabila pH >7,1.
b. Rehidrasi
NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan
tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya diperlukan 1 – 2 liter
dalam jam pertama, bila kadar glukosa <200 mg% maka perlu diberikan
larutan ynag mengandung glukosa (dektrosa 5% atau 10%).
c. Insulin
Baru diberikan pada jam kedua. Sepuluh unit diberikan bolus intravena,
disusul dengan infus larutan insulin regular dengan laju 2 – 5 U/jam.
Sebaiknya larutan %U insulin dalam 50 ml NaCl 0,9%, bermuara dalam
larutan untuk rehidrasi dan dapat diatur laju tetesnya secara terpisah.
Bila kadar glukosa turun sampai 200 mg/dl atau kurang, laju insulin
dikurangi menjadi 1 – 2 U/ jam dan larutan rehidrasi diganti dengan
glukosa 5%. Pada waktu pasien dapat makan lagi, diberikan sejumlah
kalori sesuai kebutuhan dalam beberapa porsi. Insulin regular diberikan
subkutan 3 kali sehari secara bertahap sesuai kadar glukosa darah.
d. Pemberian antibiotika yang adekuat.
e. Pemberian oksigen : bila PO2 <80 mmhg.
f. Heparin : bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).
25
Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen
berikut :
1) Cairan
Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat.
NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian cairan
normal salin hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-pasien yang
menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami
gagal jantung kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi
(200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.
2) Insulin
3) Potassium
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien
penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi
secara hebat. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan
pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik.
Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan
pompa otomatis, dan suplemen potasium ditambahkan kedalam regimen
cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita KAD
(ketoasidosis diabetikum) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia.
26
Penatalaksanaan Pasien Perawatan Akut
27
Fase Pemulihan
28
Didasarkan atas adanya “trias biokimia” yaitu : hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
1) Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
2) Asidosis, bila pH darah < 7,3.
3) Kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
29
KASUS I ( KAD DENGAN PENURUNAN KESADARAN)
Ny. P masuk melalui IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu
disertai batuk berdahak, nyeri ulu hati mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu.
BAB dan BAK dalam batas normal. Saat dilakukan pengkajian diruang ICU jam
10.30 wib, klien sesak hebat, nafas cepat dan dangkal, klien gelisah, akral dingin,
kesadaran samnolen, GCS 8 , muka pucat keringat dingin, CRT > 3 detik, keadaan
umum jelek, suhu 36.5 ̊c, TD 140/112 mmHg, nadi 138 x/menit, RR 46 x/menit,
GDS 316 mg/dl, IVFD terpasang NaCl 0.9% 60cc /jam, drip insulin 50 unit dalam
50cc nacl 0,9% dosis 0,5cc /jam via syringe pump, drip furosemide 100 mg dalam
100cc nacl 0,9% habis dalam 12 jam dengan tetesan 8,3cc /jam via infus pump,
terpasang NRM 10 liter/menit, SpO2 68%.
Data Laboratorium :
Hematologic
HB 12,2 gr/dl, Leukosit 13.900 sel/mm3 , hematokrot 40%, trombosir 321.000/
mm3 , LED 1 jam 15 mm/jam. Kimia darah: GDS: 316 mg/dl, ureum 33 mg/dl,
kreatinin 1,0 mg/dl, SGOT 71 U/dl, SGPT 40 U/dl, Natrium 150mg/dl, K 4,0
mg.dl, klorida 108 mg/dl, bend aketon (-).
A. Pengkajian
30
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Nama :
Usia : 43 tahun
Alamat : Bandung
Agama : Islam
2. Keluhan Utama
sesak nafas
3. Riwayat Kesehatan
31
Saat dilakukan pengkajian diruang ICU jam 10.30 wib, klien sesak
hebat, nafas cepat dan dangkal, klien gelisah, akral dingin, kesadaran
samnolen, GCS 8 , muka pucat keringat dingin, CRT > 3 detik, keadaan
umum jelek, suhu 36.5 ̊c, TD 140/112 mmHg, nadi 138 x/menit, RR 46
x/menit, GDS 316 mg/dl
sesak nafas sejak 1 hari yang lalu disertai batuk berdahak, nyeri ulu hati
mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu. BAB dan BAK dalam batas
normal
a. Pola Oksigenasi
Saat sakit : sesak nafas sejak 1 hari yang lalu disertai batuk
berdahak, nyeri
b. Kebutuhan Nutrisi
Saat sakit : IVFD terpasang NaCl 0.9% 60cc /jam, drip insulin
50 unit dalam
c. Pola Eliminasi
32
Sebelum sakit : tidak terdapat dalam kasus
e. Pola Aktivitas
f. Mempertahankan Suhu
g. Berpakaian
h. Personal hygiene
33
Saat sakit : nyeri ulu hati, mual dan muntah, klien
gelisah, kesadaran samnolen
j. Berkomunikasi
k. Kebutuhan Spiritual
l. Bekerja
m. Berekreasi
DATA OBJEKTIF
Kesadaran : samnolen
34
Nadi : 138 x/menit
Pernafasan : 46 x/menit
Suhu : 36.5 oC
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
35
a. Data laboratorium
- Hematologic
- Kimia Darah
36
Nilai Normal : (-)
tidak terjadi cincin
ungu pada
perbatasan kedua
lapisan cairan
b. Obat
4. Analisa Data
Diagnosa
No. Data Fokus Etiologi
Keperawatan
DO :
Pemecahan
a. klien sesak lemak Meningkat
hebat.
b. nafas cepat dan
Pemecahan
dangkal Nafas
lemak (lipolisis)
berat. menjadi asam-
c. RR 46 x/menit. asam lemak
bebas dan
d. NRM 10
liter/menit gliserol
e. SpO2 68%
f. CRT > 3 detik
Asam lemak
37
bebas akan
diubah menjadi
badan keton oleh
hati
Asidosis
metabolic
Kompesansi
tubuh
meningkatkan O2
Hiperventilasi
Pernapasan cepat
dan dangkal
Ketidak efektifan
pola napas
38
2. DS : Pasien mual penurunan Ketidakseimbangan
muntah jumlah insulin nutrisi kurang dari
kebutuhan
DO :
Dipakainya
a. kesadaran jaringan lemak
samnolen untuk memenuhi
kebutuhan energy
b. muka pucat
Perubahan
keringat dingin
Menurunnya
c. keadaan umum
transport glukosa
jelek kedalam jaringan
d. IVFD tubuh
terpasang NaCl
0.9% 60cc
Menimbulkan
/jam, kehilangan
e. drip insulin 50
air dan elektrolit
unit dalam
50cc nacl 0,9%
dosis 0,5cc Ketidakcukupan
insulin,
/jam via
penurunan
syringe pump, masukan oral,
f. drip status
furosemide hipermetabolisme
100 mg dalam
100cc nacl Perubahan nutrisi
0,9% habis kurang
dalam 12 jam dari kebutuhan
dengan tetesan tubuh
39
8,3cc /jam via
infus pump
3. DS:pasien nyeri ulu Kekurangan nyeri
hati insulin
DO:
Menurunnya
a. mual dan muntah transport
b. klien gelisah
glukosa kedalam
c. muka pucat jaringan tubuh
d. keringat dingin
e. nadi 138 x/menit,
Menimbulkan
f. RR 46 x/menit
hiperglikemia
yang
meningkatkan
glukosuria
Glikosuria akan
Menyebabkan
diuresis
Osmotic
Menimbulkan
kehilangan
Menimbulkan
syok
Hipovolemik
40
muntah
Nyeri pada
abdomen
Nyeri
a. akral dingin
Hiperglikemia
b. CRT > 3 detik
c. SpO2 68%
d. GDS: 316 visikositas darah
meningkat
mg/dl
Akral dingin,
CRT >3 detik
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
DO:
Perfusi jaringan
a. kesadaran
ke otak menurun
samnolen
b. GCS 8
c. keadaan umum Hipoksia otak
jelek
d. GDS 316 Stroke iskemik
mg/dl
41
e. klien gelisah
Penurunan
kesadaran
Resiko jatuh
5. DIAGNOSA
a. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan asidosis dan
respirasi yang meningkat
b. Ketidakefektifan per fusi jaringan berhubungan dengan hiperglikemia
c. Perubahan nutrisi : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan ketidak cakupan insulin
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan reflex mual mutah
dan nyeri abdomen
e. Resiko jatuh berhubungan dengan adanyan penurunan kesadaran
B. Intervensi Keperawatan
42
spontan, perkembangan pola
adekuat 4. Evaluasi napas klien
3. Tidak sesak irama,kedalama
4. Tidak ada n, dan frekuensi
retraksi pernapasan
43
3 Perubahan Tupan 1. Pantau 1. Mengkaji
nutrisi : Setelah diberikan berat pemasukan
Ketidakseimb tindakan badan makanan
angan nutrisi keperawatan selama setiap yang
kurang dari 5 kebutuhan nutrisi hari atau adekuat
kebutuhan terpenuhi. sesuai termasuk
berhubungan indikasi absorpsi dan
dengan Tupen utilitasnya
ketidak Setelah diberikan 2. Mengidentif
cakupan tindakan ikasi
insulin keperawatan selama 2. Tentuka kekurangan
3x24 jam kebutuhan n dan
nutrisi berangsur- program penyimpang
angsur terpenuhi diet dan an dari
Kriteria Hasil pola kebutuhan
Kebutuhan : makan terapeutik
1. kesadaran pasien 3. Hiperglikem
dan ia dan ggn
meningkat
banding keseimbang
2. muka tidak kan an cairan
dengan dan
pucat , tidak
makanan elektrolit
keringat yang dapat
dihabisk menurunkan
dingin
an motilitas/fun
3. keadaan 3. Auskulta gsi lambung
si bising (distensi
umum baik
usus , atau ileus
4. insulin catat paralitik)
adanya yang akan
meningkat
nyeri mempengar
5. abdomen uhi pilihan
/perut intervensi.
kembun 4. Pemberian
g, mual makanan
dan yang dapat
muntah mudah di
makanan cerna pasien
yang agar fungsi
belum gastrointesti
dicerna nal baik
5. Memberikan
informasi
pada
keluarga
untuk
44
memahami
kebutuhan
4. Berikan nutrisi
makanan pasien
yang 6. Hipoglikemi
mangand a dapat
ung terjadi
nutrient karena
kemudia terjadinya
n metabolism
upayaka karbohidrat
yang yang
dapat berkurang
ditoleran sementara
si tetap
diberikan
5. Libatkan insuli, hal
keluarga ini dapat
pasien mengancam
pada
perencan
aan
sesuai
indikasi
6. Observa
si tanda
hipoglik
emia
atau
hiperglik
emia
4 Gangguan Tupan 1. Pantau 1. Variasi
. rasa nyaman Setelah diberikan atau penampilan
nyeri intervensi dalam catat dan priaku
berhubungan waktu 5 hari karakteri pasien
dengan reflex diharapkan nyeri stik karena nyeri
mual mutah pasien berkurang nyeri, terjadi
dan nyeri Tupen catat sebagai
abdomen Setelah di berikan Variasi temuan
terapi 2 x 24 jam penampi pengakajian.
nyeri berangsur lan dan Riwayat
angsur menghilang priaku verbal dan
dengan kriteria hasil pasien penyelidikan
: karena ebih dalam
45
1. Menyatakan laporan terhadap
nyeri hilang verbal, faktor
atau peyunju pencetus
terkontrol k verbal harus
2. Pasien tidak nyeri ditunda
gelisah terjadi sampai nyeri
3. Muka tidak sebagai hilang.
pucat dan pengakaj Pemapasan
tidak ian. non mungkin
berkeringat temuan meningkat
dingin repon sebagai
4. Nadi dan hemodin akibat nyeri
pernapasan amik dan
dalam batas (meringi berhubunga
normal s, n dengan
menangi cemas,
s, sementara
Riwayat hikangnya
verbal stress
dan menimbulka
penyelid n
ikan katolekamin
kbih akan
dalam meningkatka
gelisah, n kecepatan
berkerin jantung dan
gat, TD.
mengcen 2. Nyeri
gkam sebagai
dada, pengalaman
terhadap subjektif
faktor dan harus
pencetus digambarka
harus n oleh
ditunda pasien.
sampai
nafas
cepat,
TD/
frekwens
i jantung
nyeri 3. Membantu
hilang. dalam
Pemapas penurunan
an persepsi/
mungkin respon
46
meningk nyeri.
at Memberikan
berubah) control
situasi
meningkatka
2. Ambil n prilaku
Gambara positif.
n 4. Menurunkan
lengkap rangsangan
terhadap eksternal
nyeri dimana
Nyri seb ansietas dan
dari regangan
pasien jantung serta
termasuk keterbatasan
lokasi, kemampuan
intensita koping dan
s (0- keputusan
digamba terhadap
r 10), situasi saat
lamanya, ini
kualitas
(dangkal
menyeba
r) dan
penyebar
an
3. Bantu
mehkuka
n teknik
relaksasi
,
misalkan
: napas
dalam,
bimbing
an
imajinasi
4. Berikan
lingkung
an yang
tenang
aktivitas
47
perlahan
, dan
tindakan
nyaman.
Pendekat
an
pasien
dengan
tenang
dan
dengan
percaya.
5 Resiko jatuh Tupan 1. Kaji 1. Mengetahui
. berhubungan setelah diberikan ulang faktor-faktor
dengan intervensi dalam adanya resiko jatuh
adanyan waktu 5 hari faktor- yang
penurunan diharapkan pasien faktor dimiliki
kesadaran memperlihatkan resiko pasien
upaya menghindari jatuh 2. Mengurangi
cedera (jatuh) atau pada resiko tinggi
cidera (jatuh) tidak klien. jatuh
terjadi,
Tupen: 2. Lakukan
Setelah diberikan modifika
intervensi 2x24 jam si
resiko jatuh dapat lingkung
terhindari an agar
Dengan kriteria lebih 3. Dokumentas
hasil : aman i factor-
1. Mengidentif (memasa faktor resiko
ikasi bahaya ng jatuh
lingkungan pinggira
yang dapat n tempat
meningkatka tidur,
n dll)
kemungkina sesuai
n cidera hasil
2. Mengidentif pengkaji
ikasi an
tindakan bahaya
preventif jatuh
atas bahaya pada
tertentu poin 1
3. Meaporkan 3. Tulis
penggunaan dan
cara yang laporkan
48
tepat dalam adanya
melindungi faktor-
diri dari faktor
cidera. resiko
Pertanyaan :
Jawab : Ny. P masuk melalui IGD dengan keluhan sesak hebat, nafas
cepat dan dangkal dengan RR 46 x/menit menyebabkan hiperventilasi
yang terjadi secara bertahap pada awalnya dan kemudian terjadi sangat
cepat dan makin jelas ketika pH turun dibawah 7,2. Peningkatan cepat
49
pada ventilasi yang terjadi lebih cepat dalam peningkatan kecepatan
nafas, dikenal sebagai pernafasan kussmaul. Adanya pernafasan
kussmaul yeng mencolok merupakan tanda bahwa pH 7,2 atau dibawah
7,2 yang secara relatif merupakan derajat asidosis.
2) Berapa pengeluaran urin pasien ?
Jawab : Pengeluaran urine normal urin sekitar 1400-1500 ml per 24 jam,
atau sekitar 30-50 ml per jam
3) Kenapa harus nacl 0.9 ?
50
makan: kurang dari 140 mg/dL. Sedangkan di kasus gds pasien yaitu 316
mg/dl
6) Kenapa diberikan Aspirin ?
Jawab : karena aspirin itu untuk pengencer darah selain itu untuk
mengurangi rasa sakit dan menurunkan demam. Di dalam kasus pasien
tersebut mengalami rasa nyeri pada ulu hatinya.
7) Kenapa melalui Syimpe pump ?
Jawab : drip insulin 50 unit dalam 50cc nacl 0,9% dosis 0,5cc /jam via
syringe pump , dikarenakan syringe pump lebih praktis.
Jawab : Ureum : Tidak normal. Karena Ureum klien berada pada angka 33
mg/dl sedangkan normalnya bagi wanita 7-18 mg/dl
Jawab : Sebab gds nya tinggi, sehingga insulin haruz lewat drip. Gds
normal yaitu Sebelum makan: sekitar 70-130 mg/dL. Dua jam setelah
makan: kurang dari 140 mg/dL. Sedangkan di kasus gds pasien yaitu 316
mg/dl
51
12) Kenapa tekanan darahnya tinggi ?
Jawab : klien sesak hebat, nafas cepat dan dangkal, klien gelisah dengan TD
140/112 mmHg
Jawab : SGOT biasanya ada di berbagai jaringan organ tubuh seperti pada
hati, jantung, ginjal, otak, dan otot. SGOT akan terlepas apabila ada
jaringan dari organ-organ tersebut yang rusak. Oleh karena itu, kadar
SGOT yang tinggi tidak hanya bisa mengindikasikan kerusakan hati
melainkan juga bisa mengindikasikan kerusakan jantung, otot, dan lainnya.
sebagian besar SGPT ditemukan terletak di dalam hati. SGPT akan keluar
ke dalam aliran darah apabila ada kerusakan pada hati. Oleh karena itu,
hasil dari SGPT lebih pasti mengindikasikan adanya gangguan pada hati.
Jadi pasien pada kasus tersebut tidak mempunyai masalah pada hati
melainkan pada jantung dikarenakan adanya penurunan kesadaran dan
jaringan aliran darah tidak terpenuhi.
52
ekstrinsik lambung (1,5,11). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
adanya gastroparesis pada penderita-penderita diabetes mellitus sangat
berkorelasi dengan keberadaan autonom dari nervus vagus (8,16,17,42,43).
Namun demikian, penelitian morfologis terhadap nervus vagus masih
menunjukkan hasil yang bertentangan. Pada sebagian penderita diabetes
dengan atau tanpa gastroparesis dapat ditunjukkan adanya penurunan
densitas serabut myelinated vagus dan degenerasi serabut unmyelinated
(44). Sedangkan penelitian lain tidak menemukan adanya kelainan
morfologis dari nervus vagus abdominalis pada penderita gastroparesis
diabetika, baik jumlah maupun penampilan dari neuron dan axonnya (45)
Keadaan hiperglikemia merupakan factor penting lainnya yang
menyebabkan terjadinya gastroparesis (1,5,10). Ternyata bahwa
peningkatan kadar gula darah meskipun masih dalam rentang normal dapat
menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung pada orang normal
maupun penderita diabetes (41). Burgstaller dkk mengatakan bahwa
pengosongan lambung melambat secara bermagna pada keadaan
hiperglikemia dibandingkan dengan keadaan euglikemia pada penderita
diabetes (pengosongan lambung ± 1180 menit pada kadar gula darah 5,5
mmol / 1, dan ± 240 menit pada kadar gula darah 14 mmol / 1) (14).
Diduga mekanisme hiperglikemia memperlambat pengosongan lambung
adalah secara tak langsung yang melibatkan perubahan pada aktivitas
vagus, aktivitas listrik lambung, sekresi hormon-hormon gastrointestinal
dan mekanisme miogenik (7). Fischer dkk menunjukkan bahwa
hipergilemia post prandial pada aktivitas penderita diabetes menyebabkan
terjadinya penurunan aktiviamioelektrik lambung, pengurangan aktivitas
motorik antrum dan keterlambatan pengosongan lambung (47). Studi oleh
Barnett dan Ow yang menunjukkan bahwa motilitas antrum puasa akan
menurun pada kadar gula darah 7,8 mmol/1 sedangkan motilitas antrum
postprandial akan menurun pada kadar gula darah 9,7 mmol/1 (48).
Adanya korelasi antara kadar gula darah yang tinggi dengan keterlambatan
pengosongan lambung dijumpai pada IDDM maupun NIDDM (8,9,43).
53
Tidak jelasnya kolerasi antara kadar HbA1c dengan keterlambatan
pengosongan lambung menunjukkan bahwa keterlambatan pengosongan
lambung lebih merupakan efek akut hiperglikemia ketimbang efek
kronisnya (8,9,16,17,40). Peranan hormon-hormon gastrointestinal dalam
mengatur motilitas lambung telah diketahui, namun kebermaknaan
perubahan hormon tersebut terhadap motilitas yang abnormal masih belum
jelas (7). Tingginya kadar motilin plasma pada penderita gastroperasis
diabetika menunjukkan bahwa kelainan motilitas yang terjadi kelihatannya
tidak berkaitan dengan defisiensi motilin (42). Pemberian infus
cholecystokinin octapeptida(CCK8) pada penderita baru NIDDM jelas
mengakibatkan
54
samar-samar berupa rasa tidak enak di perut, ataupun angat jelas yang
terasa di abdomen bagian tengah dan atas (4). Rasa nyeri ini tidak
berkaitan langsung dengan distensi lambung, namun disangkakan sebagai
akibat keterlibatan syaraf simpatis visceral dan juga neuropati somatic
nervus thoracalis abdomen (11). Gastroparesis, meskipun tanpa
gejaladapat menyebabkan gangguan terhadap kontrol gula darah dan
absorbsi obat-obatan (5,11). Pada penderita gastroparesis diabetika, akibat
ketidak sesuaian antara onset insulin ataupun obat hipoglikemik oral
dengan absorbsi bahan nutrisi di usus halus, dpat terjadi kendali gula darah
yang tidak stabil (4,7,8,43)”
a. Data laboratorium
- Hematologic
- Kimia Darah
55
0,5-1,1 (P) mg/dl
SGOT 71 µ/L 5–40 µ/L
SGPT 40 µ/L 7–56 µ/L
Natrium 150mg/dl 135-145 mg/dl
Kalsium 4,0 mg/dl 9-11 mg/dl
Klorida 108 mg/dl 96–106 mg/dl
bend aketon (-) (-) tidak terjadi cincin
ungu pada perbatasan
kedua lapisan cairan
(+) terjadi cincin ungu
pada perbatasan kedua
lapisan cairan
Nilai Normal : (-) tidak
terjadi cincin ungu
pada perbatasan kedua
lapisan cairan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperos molalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni. Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan
diabetes tipe-1.
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KAD dan KHH. Di
56
samping itu, pemberian insulin dengan doisi yang tidak adekuat juga merupakan
faktor pencetus untuk terjadinya KAD pada penderita DM tipe 1. Faktor pencetus
lain adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru, dan infark
miokard. Berbagi jenis obat dapat pula menggangu metabolisme karbohidrat,
antara lain : kortikosteroid, pentamidine, obat-obat simpatomimetik, penghambat
α dan β adrenergik serta diuretik, sehingga dapat pula mencetuskan KAD dan
KHH, terutama pada penderita usia lanjut.
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa
hari menjelang KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri
perut sering disalah-artikan sebagai akut abdomen. Asidosis metabolik diduga
menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang
dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
4.2 Saran
Semoga Makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi kita semua sehingga
dapat membantu proses pembelajaran dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas Mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk
menunjang proses pembelajaran selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
57
Liesbeth, A.D., Gogeris, G., Quwens, M., Wens, J., Heyrman, J., and Richard,
P.T.M. 2008. Diversity in Diabetes Care Programmes and Views on High
Quality Diabetes Care: Are We in Need of a Standardized Framework.
International of Integrated Care. 8:1–16.
Ludfitri, Ririn. 2015. Analysis Of Factor Affecting The Emergency Of Diabetic
Ketoacidosis In Patient Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Hesti Wira
Sakti, Volume 3, Nomor 3, Oktober 2015, hlm. 12-17.
Maletkovic, J., and Drexler, A., 2013. Diabetic Ketoacidosis and Hyperglycemic
Hyperosmolar State. Endocrinology Metabolism Clinics. 10: 677–695.
Nusantara, ana fitria, dkk. 2019. Pengawasan anak dengan diabetes militus tipe 1
sebagai pencegahan terhadap kejadian komplikasi ketoasidosis diabetikum.
Sulawesi selatan. Yayasan ahmar cendekia : Indonesia.
Rehatta Margarita. 2019. Anestesiologi dan terapi intensi f: buku teks kati-
perdatin. Jakarta : Gramedia pustaka utama.
58