Anda di halaman 1dari 27

1.

1 KONSEP DASAR HIPERTENSI


1.1.1 DEFINISI
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik
90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan
darah, semakin besar komplikasi yang akan mempengaruhinya.
Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan hipertensi
ini merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri atau tekanan
systole > 140 mmhg dan tekanan diastole sedikitnya 90 mmHg. Secara umum,
hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang
abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap
stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

1.1.2 ETIOLOGI
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang
beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol, jika hipertensi sekunder dapat diidentifikasi
penyebabnya, sehingga hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan
secara potensial (Fitrianda, 2018)
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial
yaitu terjadi peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik). Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-
50 tahun. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi
tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai
kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Beberapa faktor yang
yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial:
1. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara Potassium terhadap Sodium, individu
dengan orang tua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua
kali lebih besar daripada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi
2. Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin bertambah
usia seseorang maka resiko terkena hipertensi semakin meningkat.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan–perubahan pada, elastisitas dinding aorta
menurun, katub jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer. Peristiwa hipertensi meningkat
dengan usia 50-60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun
memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi
sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang yang berusia lebih
dari 50 tahun, dengan hampir 24% dari semua orang terkena pada
usia 80 tahun diantara orang dewasa, pembacaan TDS lebih baik
daripada TDD karena merupakan predikto yang lebih baik untuk
kemungkinan kejadian di masa depan seperti penyakit jantung
koroner, stroke, gagal jantung dan penyakit ginjal.
3. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan
tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya
lebih terlindung daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang
belum menopause dilindungi oleh oleh hormone estrogen yang
berperan meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung
dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat
menyebabkan hipertensi
4. Gaya hidup modern
Kerja keras penuh tekanan yang mendominasi gaya hidup masa
kini menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi ini memicu
berbagai penyakit seperti sakit kepala, sulit tidur, gastritis, jantung
dan hipertensi. Gaya hidup modern cenderung membuat
berkurangnya aktivitas fisik (olah raga). Konsumsi alkohol tinggi,
minum kopi, merokok. Semua perilaku tersebut merupakan
memicu naiknya tekanan darah
5. Pola makan tidak sehat
Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan
dan mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan,
tekanan darah akan meningkat akibat adanya retensi cairan dan
bertambahnya volume darah. Kelebihan natrium diakibatkan dari
kebiasaan menyantap makanan instan yang telah menggantikan
bahan makanan yang segar. Gaya hidup serba cepat menuntut
segala sesuatunya serba instan, termasuk konsumsi makanan.
Padahal makanan instan cenderung menggunakan zat pengawet
seperti natrium berzoate dan penyedap rasa seperti monosodium
glutamate (MSG). Jenis makanan yang mengandung zat tersebut
apabila dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena adanya natrium yang berlebihan
di dalam tubuh
6. Diabetes
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien
diabetes menurut studi penelitian terkini. Diabetes mempercepat
aterosklerosis dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada
pembuluh darah besar. Oleh karena itu hipertensi akan menjadi
diagnosis yang lazim pada diabetes, meskipun diabetesnya
terkontrol dengan baik. Ketika seorang klien diabetes didiagnosis
dengan hipertensi, keputusan pengobatan dan perawatan tindak
lanjut harus benar- benar individual dan agresif
7. Penyalahgunaan obat
Merokok, mengonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan
obat terlarang merupakan faktor-faktor risiko hipertensi. Pada dosis
tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat
menyebabkan naiknya tekanan darah secara langsung; namun
bagaimanapun juga, kebiasaan memakai zat ini telah turut
meningkatkan kejadian hipertensin dari waktu ke waktu. Kejadian
hipertensi juga tinggi di antara orang yang minum 3 ons etanol per
hari. Pengaruh dari kafein dalah kontroversial. Kafein
meningkatkan tekanan darah akut tetapi tidak menghasilkan efek
berkelanjutan.
8. Obesitas
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat
membuangnya melalui air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat,
karena kurang minum air putih, berat badan berlebihan, kurang
gerak atau ada keturunan hipertensi maupun diabetes mellitus.
Berat badan yang berlebih akan membuat aktifitas fisik menjadi
berkurang. Akibatnya jantung bekerja lebih keras untuk memompa
darah.Obesitas dapat ditentukan dari hasil indeks massa tubuh
(IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya
berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak
dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan. Indeks Masa Tubuh:

Kategori IMT
Kurus Kekurangan BB Tingkat Berat < 17,0
Kekurangan BB Tingkat Ringan 17,0-18.4
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan BB Tingkat Ringan 25,1-27,0
Obesitas Kelebihan BB Tingkat Berat >27
2. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan hipertensi
sekunder yaitu yang penyebabnya dapat diketahui atau dapat diartikan
sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi yang ada
sebelumnya dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab hipertensi sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat
ini dapat dilihat pada tabel 1. Faktor pencetus dari hipertensi sekunder
antara lain : penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik
(tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan
volume intravaskular, luka bakar, dan stres (Arifin, 2016)

1.1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi tekanan darah adalah untuk dewasa berusia ≥ 18 tahun.
Seventh Joint National Committee (JNC-7) memperkenalkan klasifikasi
prehipertensi bagi tekanan darah sistolik yang berkisar antara 120-139 mmHg
dan atau diastolic antara 80-89 mmHg yang berlawanan dengan klasifikasi
JNC-6 yang memasukkan dalam kategori normal dan normal tinggi. Kategori
prehipertensi mempunyai peningkatan risiko untuk menjadi hipertensi.
The Eigth Joint National Committee (JNC-8) pada tahun 2014 tidak
mengeluarkan klasifikasi hipertensi baru, tetapi terdapat rekomendasi tata
laksana hipertensi, dimana guidelines ini berbasis bukti dan reviewer dan
berbagai macam keahlian yang berhubungan dengan hipertensi. Klasifikasi
hipertensi menurut European Society of Hypertension (ESH) dan European
Society of Cardiology (ESC) tidak berubah dari tahun 2003, 2007 dan 2013.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolic ≥90 mmHg, berdasarkan bukti penelitian, pasien
dengan tekanan darah tersebut bila diberikan terapi untuk menurunkan tekanan
darah, menujukkan suatu manfaat.

Tabel Klasifikasi hipertensi menurut JNC-6 dan JNC-7 (mmHg) tahun 2015

Kategori JNC-6 Tekanan Darah Sitolic (TDS) Kategori JNC-7


Tekanan Darah Distolic (TDD)
Optimal < 120/80 Normal
Normal 120-129/80-84 Prehipertensi
Borderline 130-139/85-89 Prehipertensi
Hipertensi ≥140/90 Hipertensi
Stadium 1 140-159/90-99 Stadium 1
Stadium 2 160-179/100-109 Stadium 2
Stadium 3 ≥180/110 Stadium 3

Tabel Klasifikasi hipertensi menurut ESH/ESC guideline tahun 2015

Kategori Sistolik / Distolik


Optimal < 120 / < 80
Normal 120-129 / 80-84
Normal tinggi 130-139 / 85-89
Hipertensi grade 1 140-159 / 90-99
Hipertensi grade 2 160-179 / 100-109
Hipertensi grade 3 ≥ 180 / ≥ 100
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 / < 90

1.1.4 PATHOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin. yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Indivindu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisiol dan steroit lainya, yang dapat memperkuat respons
vasokontriksi pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin 1 yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II.
Suatu vasokonstrikor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi atriosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Manurung, 2018)

1.1.5 MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
1. Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan perna
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang sering dikeluhkan kebayakan pasien yang mencari
pertolongan medis yaitu:
a. Gejala orang yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama
pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum
gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:
b. Sakit kepala
c. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
d. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
e. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
f. Telinga berdenging (Fitrianda, 2018)

Crowin (2000) dalam Yuli & Praptiani (2016) menyebutkan bahwa sebagian
besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan mntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi, yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk
terasa pegal dan lain-lain (Yuli & Praptiani, 2016).

1.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang berikut ini dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis hipertensi:
a. Urinalisis dapat memperlihatkan protein, sedimen, sel darah merah atau sel
darah putih yang menunjukkan kemungkinan penyakit renal; keberadaan
ketekolamin dalam urine yang berkaitan dengan feokromositoma; atau
keberadaan glukosa dalam urine, yang menunjukkan diabetes.
b. Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan kadar ureum
dan kreatinin serum yang memberi kesan penyakit ginjal atau keadaan
hipokalemia yang menunjukkan disfungsi adrenal (hiperaldosteronnisme
primer)
c. Hitung darah lengkap dapat mengungkapkan penyebab hipertensi yang
lain, seperti polisitemia atau anemia.
d. Urografi ekskretorik dapat mengungkapkan atrofi renal, menunjukkan
penyakit renal yang kronis. Ginjal yang satu lebih kecil daripada yang lain
memberi kesan penyakit renal unilateral.
e. Elektrokardiografi dapat memperlihatkan hiperatrofi ventrikel kiri atau
iskemia.
f. Foto rotgen toraks dapat memperlihatkan kardiomegali.
g. Elektrokardiografi dapat mengungkapkan hiperatrofi ventrikel kiri
(Fitrianda, 2018)

1.1.7 KOMPLIKASI
Menurut Aspiani 2016, komplikasi yang terjadi pada penderita hipertensi
adalah:
a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat yang terlepas dari pembuluh selain otak yng terpajan tekanan
darah tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh
darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan
c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah
ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan
kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian
e. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,
kemudian cepat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami
kejang selama atau sebelum proses persalinan

1.1.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu:
1) Mempertahankan berat badan ideal Mempertahankan berat badan yang
ideal sesuai Body Mass Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI
dapat diketahui dengan rumus membagi berat badan dengan tinggi
badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang
terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya
protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat
menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha,
2008).
2) Mengurangi asupan natrium (sodium) Mengurangi asupan sodium
dilakukan dengan melakukan diet rendah garam yaitu tidak lebih dari
100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau
dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg setara
dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5
mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi asupan garam
menjadi ½ sendok teh/hari
3) Batasi konsumsi alkohol Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per
hari pada pria atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat
meningkatkan tekanan darah, sehingga membatasi atau menghentikan
konsumsi alkohol dapat membantu dalam penurunan tekanan darah
(PERKI, 2015).
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet Kalium menurunkan tekanan
darah dengan cara meningkatkan jumlah natrium yang terbuang
bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak
3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium menjadi cukup.
Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500
mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
5) Menghindari merokok Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada
penderita hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan
utama rokok adalah tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin
yang membuat jantung bekerja lebih keras karena mempersempit
pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta
tekanan darah
6) Penurunan stress Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah sementara. Menghindari stress pada penderita
hipertensi dapat dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot,
yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga
menurunkan tekanan darah yang tinggi
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
1) Golongan Diuretik Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal
membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di
seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.
2) Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri dari
alfa- blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
menghambat sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem
saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stress,
dengan cara meningkatkan tekanan darah.
3) ACE-inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-
inhibitor) menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara
melebarkan arteri.
4) Angiotensin-II-bloker Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan
tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang berbeda.
6) Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah
7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat
yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera.
Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan
sebagian besar diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside,
nitroglycerin, labetalol.

PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan secara sistematik
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pengkajian yang sistematis meliputi
pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data
diperoleh dengan cara intervensi, observasi, assessment. Dalam pengumpulan data
dapat menggunakan pendekatan teori Carol A.Miller atau disebut teori konsekuensi
fungsional untuk promosi kesehatan bagi lansia. Perawat dapat menggunakan
model keperawatan ini di berbagai situasi dimana tujuan dari keperawatannya ialah
promosi kesehatan bagi lansia (Handoyo, 2018).

A. Pengkajian Umum:
1. Biodata pasien ( Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah
sakit, nama penanggung jawab dan catatan kedatangan)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan utama klien datang ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan klien yang dirasakan saat melakukan pengkajian. Riwayat
kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Tanyakan kepada
pasien berapa lama pasien menderita penyakit hipertensi,
bagaimana cara menanganinya, mendapat terapi obat apa,
bagaimana cara minum obat apakah teratur atau tidak, makanan
apa saja yang biasanya dimakan sehari-hari dan apa saja yang
dilakukan pasien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit hipertensi adalah penyakit yang sudah lama dialami oleh
klien dan dilakukan pengkajian tentang riwayat minum obat klien
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang menderita riwayat
penyakit hipertensi
e. Aktivitas dan Istirahat
Menanyakan Kepada pasien apa ada keluhan letih, lemah, sulit
bergerak/berjalan, kram otot dan tonus otot menurun
f. Status Imunisasi
Mengkaji status imunisasi yang sudah didapatkan klien
g. Nutrisi
Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan minum,
pola konsumsi makanan dan riwayat peningkatan berat badan.
Biasanya pasien dengan hipertensi perlu memenuhi kandungan
nutrisi seperti karbohidrat, protein, mineral, air, lemak, dan serat.
Tetapi diet rendah garam juga berfungsi untuk mengontrol tekanan
darah pada klien
3. Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien
dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan
tanda klinis dari suatu penyakit dengan teknik inpeksi, aukultasi,
palpasi dan perkusi.
a) Pada pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan
bentuk kepala, penyebaran rambut, warna rambut, struktur
wajah, warna kulit, kelengkapan dan kesimetrisan mata,
kelopak mata, kornea mata, konjungtiva dan sclera, pupil
dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola mata, cuping
hidung, lubang hidung, tulang hidung, dan septum nasi,
menilai ukuran telinga, ketegangan telinga, kebersihan
lubang telinga, ketajaman pendengaran, keadaan bibir, gusi
dan gigi, keadaan lidah, palatum dan orofaring, posisi
trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena jugularis serta denyut
nadi karotis.
b) Pada pemeriksaan payudara meliputi inpeksi terdapat atau
tidak kelainan berupa (warna kemerahan pada mammae,
oedema, papilla mammae menonjol atau tidak,
hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada pengeluaran
cairan pada putting susu), palpasi (menilai apakah ada
benjolan, pembesaran kelenjar getah bening, kemudian
disertai dengan pengkajian nyeri tekan).
c) Pada pemeriksaan thoraks meliputi inspeksi terdapat atau
tidak kelainan berupa (bentuk dada, penggunaan otot bantu
pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian vocal premitus),
perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat kelainan),
dan auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya suara nafas
tambahan).
d) Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi
(mengamati ada tidaknya pulsasi serta ictus kordis), perkusi
(menentukan batas-batas jantung) untuk mengetahui ukuran
jantung), auskultasi (mendengar bunyi jantung, bunyi
jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur)
e) Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau
tidak kelainan berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa,
bayangan pembuluh darah, warna kulit abdomen, lesi pada
abdomen), auskultasi(bising usus atau peristalik usus
dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat
nyeri tekan, benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran
hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara abdomen serta
pemeriksaan asites). Pemeriksaan
f) Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan
kekuatan dan kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara
berjalan
g) Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan,
kehangatan, warna, turgor kulit, tekstur kulit, kelembaban
serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi atau tidak.
h) Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan
tingkatan kesadaran (GCS), pemeriksaan saraf otak (NI-
NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta pemeriksaan
reflex
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berikut ini dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis hipertensi:
1. Urinalisis dapat memperlihatkan protein, sedimen, sel darah
merah atau sel darah putih yang menunjukkan kemungkinan
penyakit renal; keberadaan ketekolamin dalam urine yang
berkaitan dengan feokromositoma; atau keberadaan glukosa
dalam urine, yang menunjukkan diabetes.
2. Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan
kadar ureum dan kreatinin serum yang memberi kesan penyakit
ginjal atau keadaan hipokalemia yang menunjukkan disfungsi
adrenal (hiperaldosteronnisme primer)
3. Hitung darah lengkap dapat mengungkapkan penyebab
hipertensi yang lain, seperti polisitemia atau anemia.
4. Urografi ekskretorik dapat mengungkapkan atrofi renal,
menunjukkan penyakit renal yang kronis. Ginjal yang satu
lebih kecil daripada yang lain memberi kesan penyakit renal
unilateral.
5. Elektrokardiografi dapat memperlihatkan hiperatrofi ventrikel
kiri atau iskemia.
6. Foto rotgen toraks dapat memperlihatkan kardiomegali.
7. Elektrokardiografi dapat mengungkapkan hiperatrofi ventrikel
kiri (Fitrianda, 2018)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu keluarga
atau masyarakat yang diperoleh dari suatu proses pengumpulan data dan analisis
cermat dan sistematis, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan- tindakan
dimana perawat bertanggung jawab melaksanakannya (Shoemaker dalam
Setyowati, 2011). Diagnosa yang dapat diambil menurut buku SDKI (2017)
Yaitu:
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Pola Tidur
c. Ansietas
2.2.3 INTERVENSI

No Diagnosis (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
disfungsi sistem asuhan keperawatan Observasi:
keluarga diharapkan Verbalisasi 1. Identifikasi penurunan
Tingkat Ansietas dapat tingkat energy,
menurun dengan Kriteria ketidakmampuan
Hasil : berkonsentrasi atau
1. kekhawatiran gejala lain yang
akibat kondisi yang mengganggu
dihadapi menurun kemampuan kognitif.
(5) 2. Identifikasi kesediaan,
2. Perilaku gelisah kemampuan dan
menurun (5) penggunaan teknik
3. Perilaku tegang sebelumnya.
menurun (5) 3. Periksa ketegangan
4. Keluhan pusing otot, frekuensi nadi,
menurun (5) tekanan darah dan suhu
5. Tekanan darah sebelum dan sesudah
menurun (5) latihan.
4. Monitor respons
terhadap terapi
relaksasi.
Terapeutik:
5. Ciptakan lingkungan
tenang tanpa gangguan
dengan pencahayaan
dan suhu ruang nyaman
6. Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi.
7. Gunakan pakaian
longgar.
8. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai.
Edukasi:
9. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot
progresif).
10. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih.
11. Anjurkan mengambil
posisi nyaman.
12. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih.

2.2.4 IMPLEMENTASI
Implemetasi keperawatan merupakan pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap klien yang di dasarkan pada rencana
keperawatan yang telah disusun untuk mencapai tujuan yang
diinginkan meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan penyakit dan memfasilitasi koping. Implementasi
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila klien
mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan selama tahap implementasi keperawatan. Perawat
memberi dan memantau terapi non farmakologi kepada klien dengan
ketidakpatuhan program diet, agar kepatuhan klien hipertensi dapat
meningkat diharapkan klien bekerja sama dengan keluarga dalam
melakukan pelaksanaan agar tercapai tujuan dan kriteria hasil yang
sudah di buat dalam intervensi.

2.2.5 EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan
hasil. Evaluasi terdiri dari evalusi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektif pengambilan keputusan.
Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP (subjektif, objektif,
assessment, planning) (Achjar, 2012). Adapun komponen SOAP yaitu
S (subjektif) dimana perawat menemui keluhan yang dikatakan pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (objektif) adalah data yang
didapat berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung pada pasien dan yang dirasakan setelah tindakan
keperawatan, A (assessment) adalah interpretasi dari data subjektif dan
objektif, P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana
tindakan keperawatan yang telah ditentukan saat melakukan intervensi
keperawatan sebelumnya (Arifin, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, R. (2016). BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan. 1969, 9–26.

Fitrianda, M. I. (2018). Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember


Jember Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember.

Manurung, lisma nurlina. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga. Fakultas Ilmu Kesehatan
Ump, 2010, 8–42. http://repository.ump.ac.id/2753/

Riskesdas (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Triyanto,Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Jogjakarta : Graha Ilmu

WHO (2015), World Health Day 2015 : Measure your blood pressure, reduce
yourrisk.http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/world_health_day_20
130403/ en/. Diunduh pada 9 November 2018
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

Nama Puskesmas : Puskesmas Turen No. Register : -


Nama Perawata : Faizatul Kholisoh Tanggal Pengkajian : 01 Juni 2021
A. DATA KELUARGA

Nama Keluarga Ny. K Bahasa Sehari-hari Jawa


Alamat Rumah & Telp Dusun Madiorenggo, Talok Yankes Terdekat, Jarak Kurang Lebih 700 Meter
Pekerjaan Swasta Alat Transportasi Sepedah Motor
Agama & suku Islam & Jawa Status Kelas Sosial
DATA ANGGOTA KELUARGA
No Nama Hub Umur JK Suku Pendidikan Terakhir Pekerjaan Saat Ini Status Imunisasi Dasar
Dg KK
1. Tn.B Adik Pasien 38 th L Jawa SMA Tidak Bekerja Lengkap
2 Ny.S Adik Ipar 34 th P Jawa SMA Tidak Pekerja Langkap
Pasien
3 An.F Anak Pasien 6 th L Jawa TK Siswa Lengkap
LANJUTAN
No Nama Alat Bantu/protesa Status Kesehatan saat Riwayat Penyakit/alergi
ini
1 Tn.B Tidak Ada Sehat Tidak Ada
2 Ny.S Tidak Ada Sehat Tidak Ada
3 An.F Tidak Ada Sehat Tidak Ada

B. TAHAP DAN RIWAYAT PERKEMBANGAN KELUARGA


Tahap Perkembangan Klg Saat Ini : Dapat Dijalankan
Tugas Perkembangan Keluarga : Dapat Dijalankan
C. STRUKTUR KELUARGA
Pola Komunikasi : Baik
Peran Dalam Keluarga : Tdk Ada Masalah
Nilai/Norma KLg : Tdk ada konflik nilai
D. FUNGSI KELUARGA
Fungsi Afektif : Berfungsi
Fungsi Sosial : Berfungsi
Fungsi Ekonomi : Baik
E. POLA KOPING KELUARGA
Mekanisme koping : Efektif Tidak

F. DATA PENUNJANG KELUARGA

Rumah dan Sanitasi Lingkungan PHBS Di Rumah Tangga


Kondisi Rumah Jika ada Ibuu nifas, Persalinan ditolong oleh tenaga
Type rumah : permanen kesehatan : Ya

Lantai : keramik. Jika ada bayi, Memberi ASI ekslusif : Ya, bayi disusui oleh ASI

Kepemilikan rumah : sendiri Ibu


Ventilasi : jika ada balita, Menimbang balita tiap bln :Ya, ibu rutin ke
Baik (10-15% dari luas lantai): Baik posyandu sesui jadwal
Jendela setiap hari dibuka: ya, jendela Menggunakan air bersih untuk makan & minum: iya
dibuka setiap pagi hari dan di tutup menggunakan air bersih untuk makan dan minum
menjelang maghrib Menggunakan air bersih untuk kebersihan diri: Iya,
PencahayaanRumah : selalu menggunakan air bersih untuk kebersihan
Baik diri seperti mandi, gosok gigi dll
 Saluran Buang Limbah: Tertutup Mencuci tangan dengan air bersih & sabun : selalu menggunakan
Air Bersih : air bersih untuk mencuci tangan
Sumber air bersih: PDAM Melakukan pembuangan sampah pada tempatnya : iya, sampah
Kualitas air: Baik, jernih selalu dikumpulkan dan dibuang pada tempatnya
 Jamban Memenuhi Syarat : Menjaga lingkungan rumah tampak bersih : iya,
Kepemilikan jamban : ya anggota keluarga selalu menjaga kebersihan
Jenis jamban : leher angsa lingkungan rumah sehingga nyama untuk
Jarak septic tank dengan sumber air: dekat ditempati
Tempat Sampah: Mengkonsumsi lauk dan pauk tiap hari : iya,
Kepemilikan tempat sampah : Iya anggota keluarga yang memasak selalu
Jenis : Tertutup menyediakan lauk untuk konsumsi setiap
harinya
Rasio Luas Bangunan Rumah dengan Jumlah Anggota Menggunakan jamban sehat : iya, menggunakan jamban sehat
Keluarga (8m2/orang) Ya/Tidak * Memberantas jentik di rumah sekali seminggu : Iya
membersihkan kamar mandi dan selokan dengan
cara menguras, mengubur, menutup
Makan buah dan sayur setiap hari : tidak, terkadang seminggu 3
kali
Melakukan aktivitas fisik setiap hari : iya, seperti memasak,
bekerja dll
Tidak merokok di dalam rumah : Iya
Penggunaan alkohol dan zat adiktif : Tidak

G. KEMAMPUAN KELUARGA MELAKUKAN TUGAS PEMELIHARAAN KESEHATAN ANGGOTA KELUARGA

1) Adakah perhatian keluarga kepada anggotanya yang menderita sakit:


 Ada, Anggota keluarga yang sehat selalu merawat anggota keluarganya yang sakit hingga sembuh
2) Apakah keluarga mengetahui masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya :
 Iya
3) Apakah keluarga mengetahui penyebab masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya:
 Iya
4) Apakah keluarga mengetahui tanda dan gejala masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya :
 IYa
5) Apakah keluarga mengetahui akibat masalah kesehatan yang dialami anggota dalam keluarganya bila tidak
diobati/dirawat :
 Iya
6) Pada siapa keluarga biasa menggali informasi tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:
 Keluarga dan Tenaga Kesehatan
7) Keyakinan keluarga tentang masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:
 Perlu berobat ke fasilitas yankes
8) Apakah keluarga melakukan upaya peningkatan kesehatan yang dialami anggota keluarganya secara aktif :
(bagaimana bentuk tindakan upaya peningkatan kesehatan),
 Iya, Keluarga melakukan peningkatan kesehatan yang dialami oleh anggota keluarganya dengan rutin kontrol ke
posyandu dan layanan kesehatan terdekat.

9) Apakah keluarga mengetahui kebutuhan pengobatan masalah kesehatan yang dialami yang dialami anggota
keluarganya :
 Iya, keluarga mengetahui kebutuhan pengobatan terkait masalah kesehatan yang dialami
10) Apakah keluarga dapat melakukan cara merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan yang dialaminya:
 Iya, keluarga dapat melakukan perawatan anggota keluarganya yang kurang sehat
11) Apakah keluarga dapat melakukan pencegahan masalah kesehatan yang dialami anggota keluarganya:
 Iya, Dapat melakukan pencegahan tentang masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga
12) Apakah keluarga mampu memelihara atau memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan anggota keluarga
yang mengalami masalah kesehatan :
 Iya, mampu memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan anggota keluarga
13) Apakah keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber di
Masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya:
 Iya, Mampu mnggali dan memanfaatkan sumber dimasyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan anggota
keluarganya

KEMANDIRIAN
KELUARGA
Kriteria : Kemandirian I : Jika memenuhi kriteria 1&2
a. Menerima petugas puskesmas Kemandirian II : jika memenuhi kriteria 1 s.d 5
b. Menerima yankes sesuai rencana Kemandirian III : jika memenuhi kriteria 1 s.d 6
c. Menyatakan masalah kesehatan secara benar Kemandirian IV : Jika memenuhi kriteria 1 s.d 7
d. Memanfaatkan faskes sesuai anjuran
e. Melaksanakan perawatan sederhana sesuai anjuran
f. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
g. Melaksanakan tindakan promotif secara aktif
Kategori :
Kemandirian I
Kemandirian II √
Kemandirian III
Kemandirian IV √

Anda mungkin juga menyukai