Anda di halaman 1dari 201

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS 1

(KONSEP ASUHAN IBU HAMIL RESIKO TINGGI INFEKSI)

Dosen pembimbing : Inu Martina, S.ST, M.Si

DISUSUN OLEH :

IFATUR RODHIYAH (1810016)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
2020
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MILITUS
PADA IBU HAMIL

A. Definisi

Kehamilan merupakan proses yang diawali  dengan adanya


pembuahan (konsepsi), masa pembentukan bayi dalam rahim, dan diakhiri
oleh lahirnya sang bayi (Monika,2009). Jadi, kehamilan adalah
pertumbuhan dan perkembangan janin yang diawali dengan adanya
pembuahan dan diakhiri oleh lahirnya sang bayi di hitung dari hari
pertama haid terakhir

Diabetes melitus merupakan kelainan herediter dengan ciri


influensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula
darah tinggi, dan  berkurangnya glikogenesis (Wahyu Purwaningsih,
2010). Mengalami gangguan diabetes disaat hamil dapat mengakibatkan
dampak buruk bagi sang ibu dan juga janin yang tengah dikandungnya.

B. Etiologi

Penyakit diabetes melitus yang terjadi selama kehamilan


disebabkan karena kurangnya jumlah insulin yang dihasilkan oleh tubuh
yang dibutuhkan untuk membawa glukosa melewati membran sel.

C. Patofisiologi

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan


karbohidrat yang menunjang pemasukan makanan bagi janin serta
persiapan menyusui. Glukosa dapat difusi secara tetap melalui plasenta
pada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar
dalam darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar
gula ibu yang mempengaruhi kadar dalam janin. Pengendalian yang utama
dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormon lain yaitu estrogen,
steroid, plasenta laktogen. Akibat lambatnya reabsorbsi makanan maka
terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan menuntut kebutuhan insulin.
Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat mencapai 3 kali dari
keadaan normal yang disebut: tekanan diabetogenik dalam kehamilan.
Secara fisiologis telah terjadi retensi insulin yaitu bila ditambah dengan
estrogen eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia. Yang menjadi
masalah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin
sehingga relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia / diabetes
kehamilan. Retensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen,
progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen yang mempengaruhi
reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi fungsi insulin. keadaan
yang disebut hiperglikemia, sehingga dapat menyembuhkan kondisi
kompensasi  tubuh seperti meningkatkan rasa haus (polidipsi)
mengekskresikan cairan (poliuri), mudah lapar (polifagi).

D. Klasifikasi Diabetes Melitus

Tipe diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi:

a) DM Tipe 1 (IDDM) Insulin dependent diabetes mellitus atau


tergantung insulin (T1) yaitu kasus yang memerlukan insulin
dalam pengendalian kadar gula darah.

b) DM Tipe 11 (NIDDM) Non insulin dependent diabetes mellitus


atau tidak tergantung insulin (TT1) yaitu kasus yang tidak
memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula dara

c) Diabetes mellitus gestasional (DMG) atau diabetes laten  yaitu


diabetes yang hanya timbul dalam kehamilan. Pengobatan tidak
memerlukan insulin cukup dengan diit saja.

Ada beberapa macam klasifikasi berdasarkan kelas, salah satunya


menurut White (1965).
1. Kelas A. Diabetes kimiawi disebut juga diabetes
laten/subklinus atau diabetes kehamilan dengan kadar gula
darah normal setelah makan, tetapi terjadi meningkatkan
kadar glukosa 1 atau 2 jam. Ibu tidak memerlukan insulin,
cukup dioabati dengan perawatan diet.

2. Kelas B. Diabetes dewasa, terjadi setelah usia 19 tahun dan


berlangsung selama 10 tahun, tidak disertai kelainan
pembuluh darah.

3. Kelas C. Diabetes yang diderita pada usia 10-19 tahun dan


berlangsung selama 10-19 tahun dengan tidak disertai
penyakit vascular.

4. Kelas D. Diabetes yang sudah lebih dari 20 tahun, tetapi


diderita sebelum usia 10 tahun disertai dengan kelainan
pembuluh darah.

5. Kelas E. Diabetes yang disertai pengapuran pada pembuluh


darah panggul termasuk arteri uterus.

6. Kelas F. Diabetes dengan nefropati, termasuk


glomerulonefritis dan pielonefritis.

E. Faktor Risiko

Faktor risiko ibu hamil dengan diabetes melitus adalah :

1. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus

2. Glukosuria dua kali berturut-turut

3. Obesitas

4. Keguguran kehamilan yang tidak bisa dijelaskan (abortus spontan)


5. Adanya hidramnion

6. Kelahiran anak sebelumnya besar

7. Umur mulai tua

8. Herediter

F. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis patogenesis Diabetes Melitus menurut Mansjoer,


(2000), yaitu sebagai berikut :

1. Polifagia.

2. Poliuria

3. Polidipsi

4. Lemas

5. BB menurun

6. Kesemutan

7. Gatal.

8. Mata kabur

9. Pruritus vulva

10. Ketonemia

11. Glikosuria

12. Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.

13. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl


14. Gula darah puasa > 126 mg/dl.

Kejadian penyakit gula dalam kehamilan sering memberikan pengaruh


yang kurang menguntungkan dan dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pengaruh kehamilan, persalinan, dan nifas terhadap penyakit


gula diantaranya:

a) Keadaan pre-diabetes lebih jelas menimbulkan gejala


pada kehamilan, persalinan, dankala nifas

b) Penyakit diabetes (gula) makin berat.

c) Saat persalinan, karena meerlukan tenaga yang besar,


dapat terjadi koma diabetikum.

2. Pengaruh penyakit gula terhadap kehamilan diantaranya:

a) Dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin dalam


rahim: terjadi keguguran, persalinan premature,
kematian dalam rahim, lahir mati atau bayi yang besar.

b) Dapat terjadi hidramnion.

c) Dapat menimbulkan pre-eklampsia-eklampsia.

3. Pengaruh penyakit terhadap persalinan diantaranya:

a) Gangguan kontraksi otot rahim yang menimbulkan


persalinan lama atau terlantar.

b) Janin besar dari sering memerlukan tindakan opersai.

c) Gangguan pembuluh darah plasenta yang menimbulkan


asfiksia sampai lahir mati.
d) Perdarahan postpartum karena gangguan kontraksi otot
rahim.

e) Postpartum mudah terjadi infeksi.

f)  Bayi mengalami hipoglisemia postpartum dan dapat


menimbulkan kematian.

4. Pengaruh penyakit gula terhadap kala nifas diantaranya:

a) Mudah terjadi infeksi postpartum.

b) Kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi


mudah menyebar.

5. Pengaruh penyakit terhadap janin (bayi) diantaranya:

a) Dapat terjadi keguguran, persalinan prematuritas,


kematian janin dalam rahim (setelah minggu 36) dan
lahir mati.

b) Bayi dengan dismaturitas.

c) Bayi dengan cacat bawaan.

d) Bayi yang potensial mengalami kelainan saraf dan jiwa.

e) Bayi yang dapat menjadi potensial mengidap penyakit


gula.

G. Komplikasi Diabetes Melitus  Terhadap Kehamilan

Diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil dan janin
intrauteri.

Komplikasi ibu hamil dengan dibetes mellitus yang terjadi dalam berbagai
manifestasi klinik dapat bersumber dari :
1. Lamanya menderita diabetes mellitus.

2. Konsentrasi kolesterol darah yang tinggi.

3. Hiperglikemi glukosuria.

4. Banyak dan lamanya terdapat badan keton dalam darah.

Hal-hal tersebut dapat menimbulkan kerusakan sebagai berikuut:

1. Kerusakan pembuluh darah.

2. Viskositas darah meningkat, sehingga distribusi dan suplai


O2 ke jaringan makin menurun.

3. Pembuluh darah mengalami aterosklerosis sekunder dapat


menimbulkan hipertensi.

4. Hipertensi menimbulkan gangguan organ vital terkait


melalui:

a) Diabetika endarteritis.

b) Mikrokoagulasi.

c) Ekstravasasi cairan menimbulkan edema.

H. Pemeriksaan Diagnostik

a) Kriteria Diagnosis:

1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu ≤ 200 mg/dl. Gula


darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir. Atau

2. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl.Puasa diartikan pasien


tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:
3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO
dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang
dilarutkan dalam air

b) Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti


kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan
tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum


pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB


(anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum
dalam waktu 5 menit

5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk


pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban


glukosa

7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap


istirahat dan tidak merokok. Apabila hasil pemeriksaan
tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
dari hasil yang diperoleh.
 TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah
pembebanan antara 140 – 199 mg/dl

 GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125mg/dl.

 Reduksi Urine

c) Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan


urine rutin yang selalu dilakukan di klinik. Hasil yang (+)
menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat
dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:

1. Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes


skrining, bukan untuk menegakkan diagnosis

2. Nilai (+) sampai (++++)

3. Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti:


renal glukosuria, obat-obatan, dan lainnya

4. Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 –300 mg%

5. Reduksi (+++)  kemungkinan KGD: 300 – 400 mg%

6. Reduksi (++++) kemungkinan KGD:  400 mg%

7. Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan

8. Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan


pedoman.

I. Penatalaksanaan medis

a. Terapi Diet

Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes


mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
a) J I      :  jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.

b) J 2      : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan


terdaftar.

c) J 3      :jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan


makanan manis).

Diet pada penderita diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian
antara lain :

a) Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat


50 %, lemak 30 %, protein 20 %.

b) Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein


12 %.

c) Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein


20 %.

d) Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan


gangguan faal ginjal.

b. Terapi Insulin

Insulin yang dapat digunakan untuk terapi diantaranya:

1. Humulin

Dosis : Dosis disesuaikan dengan kebutuhan individu.


Diberikan secara injeksi SK, IM, Humulin R dapat
diberikan secara IV. Humulin R mulai kerja ½ jam,
lamanya 6-8 jam, puncaknya 2-4 jam. Humulin N mulai
kerja 1-2 jam, lamanya 18-24 jam, puncaknya 6-12 jam.
Humulin 30/70 mulai kerja ½ jam, lamanya 14-15 jam,
puncaknya 1-8 jam.
2. Insulatard Hm/ Insulatard Hm Penfill

Dosis : Jika digunakan sebagai terapi tunggal biasanya


diberikan 1-2x/hari (SK). Onset: ½ jam. Puncak: 4-12 jam.
Terminasi: setelah 24 jam. Penfill harus digunakan dengan
Novo pen 3 dengan jarum Novofine 30 G x 8mm.

3. Actrapid Hm/Actrapid Hm Penfill

Dosis : Jika digunakan sebagai terapi tunggal, biasanya


diberikan 3 x atau lebih sehari. Penfill SK, IV, IM. Harus
digunakan dengan Novo Pen 3 & jarum Novofine 30 G x 8
mm. Tidak dianjurkan untuk pompa insulin. Durasi daya
kerja setelah injeksi SK: ½ jam, puncak: 1-3 jam. Terminasi
setelah 8 jam.

4. Humalog/Humalog Mix 25

Dosis : Dosis bersifat individual. Injeksi SK aktivitas kerja


cepat dari obat ini, membuat obat ini dapat diberikan
mendekati waktu makan (15 menit sebelum makan)

5. Mixtard 30 Hm/Mixtard Hm Penfill

Dosis : Jika digunakan sebagai terapi tunggal biasanya


diberikan 1-2 x/hari. Onset: ½ jam. Puncak 2-8 jam.
Terminasi setelah 24 jam. Penfill harus digunakan dalam
Novo Pen 2 dengan jarum Novofine 30 G x 8 mm.

c. Olahraga

Kecuali kontraindikasi, aktivitas fisik yang sesuai


direkomendasikan untuk memperbaiki sensitivitas insulin dan
kemungkinan memperbaiki toleransi glukosa. Olahraga juga dapat
membantu menaikkan berat badan yang hilang dan memelihara
berat badan yang ideal ketika dikombinasi dengan pembatasan
intake kalori.

Konsep dasar asuhan keperawatan

Pada Ny. S Umur 31 Tahun G2P1A0AH1 Umur Kehamilan 30 minggu Di


BPM Haniyah, Sleman, Yogyakarta

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas klien

1. Nama                                  : Ny ‘S’                                  

2. Umur                                  :31th       

3. Suku/bangsa                       :Sumatera/Indonesia        

4. Agama                                  : Islam

5. Pendidikan             : SMA          

6. Pekarjaan                            : Pedagang                             

7. Alamat                                : Jl.Krapyak, Sleman

8.  No. Register                     : 01042013

9. Dx. Medis                           : DM

10. Tanggal masuk                 : Minggu, 31 Maret 2013

11. Tanggal pengkajian           : Minggu, 31 Maret 2013

b. Identitas penanggung jawab


1. Nama                                    : Tn. ‘Z’

2. Umur                                    : 34th

3. Jenis kelamin                    : laki-laki

4. Agama                                 : Islam

5. Pendidikan                            : D3

6. Pekarjaan                               : Karyawan swasta

7. Suku/Bangsa                          : Jawa/Indonesia

8. Alamat                                 : Jl.Krapyak, Sleman

9. Hubungan dengan klien       : Suami

2. Data Subjektif

a. Alasan Datang/ Dirawat :

Ibu mengatakan ingin memeriksakan keadaanya

b. Keluhan utama

Ibu mengeluh sering merasa haus, merasa lapar dan sering BAK

c. Riwayat kesehatan dahulu

Ibu mengatakan tidak pernah atau sedang menderita


penyakit menular seperti PMS, HIV/AIDS, TBC, penyakit
menurun seperti DM, Hipertensi, jantung, dan penyakit menahun
seperti Asma, jantung, dan Hipertensi. Dan Ibu mengatakan dulu
pernah melakukan operasi sesar.

d. Riwayat kesehatan keluarga


Ibu mengatakan keluarga ibu maupun keluarga suami tidak
pernah/sedang menderita penyakit menular seperti PMS,
HIV/AIDS, TBC, penyakit menurun seperti DM, Hipertensi,
jantung, dan penyakit menahun seperti Asma, jantung, dan
Hipertensi.

e. Riwayat Kehamilan Sekarang :

a) HPM           : 4-9-2012                    HPL    :   11-6-2013

b) ANC pertama umur kehamilan       :  6minggu

c) Kunjungan ANC

Trimester I

Frekuensi    : 6 Minggu

Keluhan      : mual muntah

Komplikasi :  tidak ada

Terapi                      :  belum diberikan

Trimester II

Frekuensi    :  2x

Keluhan      : pusing

Komplikasi : DMG

Terapi                      : tablet Fe, Lico Calk,

Trimester III

Frekuensi    : 2x
Keluhan      : sering haus, lapar, BAK

Komplikasi : DMG

Terapi                      : tablet fe

d) d.   Imunisasi TT: 

TT 1 : TT Caten

TT 2 : tanggal 25 September 2007

TT 3 : tanggal 28 Oktober 2007

TT 4 : tanggal        

TT 5 : tanggal        

e) Pergerakan janin selama 24 jam (dalam sehari)

Ibu mengatakan janinnya bergerak lebih dari 10x sehari.

f. Aspek psikologis

 Ibu mengatakan suami dan keluarga senang dan menerima


dengan kehamilan sekarang.

 Ibu mengatakan suami dan keluarga mendukung ibu


dengan kehamilan sekarang.

 Ibu mengatakan hubungan ibu, suami, keluarga, dan


tetangga baik-baik saja

g. Aspek sosial

 Hubungan klien dengan keluarga sangat baik, terbukti


keluarganya bergantian menjaganya selama di Rumah
Sakit.Hubungan klien dengan lingkungan juga sangat baik,
terbukti banyak yang menjenguknya,

h. Aspek spiritual

 Klien dan keluarga beragama islam menurut keluarga


selama sehatnya klien rajin beribadah, begitu juga selama
dirawat di rumah sakit.

i. Pengetahuan ibu (tentang kehamilan, persalinan, nifas)

 Ibu mengatakan belum mengetahui tentang kehamilan


trimester 1,2, dan 3.

 Ibu mengatakan belum mengetahui tentang masa


persalinan.

 Ibu mengatakan belum mengerti tentang masa nifas dan


menyusui.

3. Data Objektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum           : baik

Kesadaran                   : composmentis

Status emosional         : stabil

Tanda vital                  :

Tekanan darah             : 120/80mmhg             Nadi    : 72x/menit

Pernafasan                    : 25x/menit                  Suhu    : 36.50c


BB                                 : 68kg                          TB       : 150cm

b. Pemeriksaan Fisik

Kepala             : messocepal. Tidak ada benjolan, bersih, tidak


berketombe

Wajah              : simetris, tidak ada odema, ada cloasma


gravidarum

Telinga : simetris, terdapat lubang telinga

Mata               : simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih

Hidumg           : simetris, tidak polip, tidak ada sekret

Mulut               : simetris, tidak labioskisis/palatoskisis, tidak karies


gigi

Leher               : tidak ada pmbesaran vena jugularis, kelenjar


parotis/limfe

Dada                : simetris, tidak retraksi dinding dada.

Payudara         : simetris, putting menonjol, colustrum(-),


hyperpigmentasi

Abdomen        : linea(+), striae(+), tfu 3 jari atas pusat.

Palpasi           

 Leopold I        : pada bagian fundus teraba bulat, lunak, dan


ridak melenting yaitu bokong janin.

 Leopold II      : pada bagian kanan ibu teraba panjang,


datar, keras yaitu punggung janin, pada bagian kiri ibu
teraba bagian-bagian kecil yaitu ekstremitas janin.
 Leopold III     : Pada bagian terendah teraba bulat, keras,
melenting yaitu kepala janin.

 Leopold IV     : Bagian terendah janin belum masuk PAP

Auskultasi

 DJJ                                        : 144x/menit

 Ekstremitas atas                    : Simetris, tidak ada udema,jari


lengkap

 Ekstermitas bawah                : Simetris, tidak ada


udema,jari lengkap

 Genitalia luar                         : bersih, tidak ada tanda-tanda


infeksi

 Pemeriksaan panggul            : tidak dilakukan

c. Pemeriksaan penunjang

tanggal: 31-3-2013      jam: 09.30WIB

Cek GDS = 220 mg/dl

d. Data penunjang

GDP: 120 mg/dl 2 jam sesudah makan: 140mg/dl

HbA1c : 7%

e. System pengindraan

1. Sistem penglihatan
Inspeksi       : bentuk mata dan bola mata simetris, reflek
pupil klien baik, saat ada rangsangan cahaya miosis,
konjungtiva tak anemis, sclera tidak ikterik, gerakan bola
mata baik.

Palpasi         : tidak terdapat lesi atau oedema, tidak


dirasakan nyeri tekan.

2. Sistem pendengaran

Bentuk dan letak simetris, tidak ada serumen, fungsi


pendengaran cukup baik karena klien mampu mengerjakan
apa saja yang diperintahkan.

3. Sistem penciuman

Bentuk dan letak simetris, klien di tes dengan


mengguanakan alcohol dan kopi disertai dengan tulisan
alcohol dan kopi, klien dapat menunjuk dengan tepat bau
yang dirasakan.

4. Sistem pengecapan

Keadaan lidah sedikit kotor, klien dites dengan


menggunakan garam dan gula disertai tulisan garam dan
gula, klien dapat menunjuk dengan tepat apa yang
dirasakan.

5. Sistem integument

Gastisitas/turgor kulit baik walaupun saat di tarik kulit klien


kembali ke semuala +/- 3-5 detik karena proses penuaan,
tidak ada lesi, warna kulit putih,tidak ada masa, tampilan
umum kulit bersih, kulit kepala bersih, distribusi rambut
merata. 
6. Sistem pencernaan

Bentuk mulut simetris, gigi utuh mukosa bibir kering,


reflek menelan ada, auskultasi pada bising usus 10x/menit.

7.  Sistem pernafasan

Bentuk hidung simetris, tidak tampak polip, tidak aa


pernafasan cuping hidung, retraksi dada negative, tidak ada
nyeri tekan pada adda, tidak ada benjolan pada dada,
terdengar suara sonor pada dada sebelah kiri dan kanan,
tidak ada wheezing.

8. Sistem kardiovaskuler

Tachicardi, cyanotic negative pada akral bibir klien, tidak


terdapat peningakatan vena juularis, tidak ada bunyi
tambahan.

9.  Sistem perkemihan

Eliminasi urine tidak sering, ketok CVA tidak dirasaka


nyeri, tidak ada nyeri pada aderah supra pubis, blas tidak
teraba keras dan saat di palpasi tidak terasa nyeri.

10. System persarafan

N1 (olfaktorius)                       : klien dapat membedakan


bau minyak kayu putih

N2(optikus)                             : lapang pandang klien agak


berkurang behubungan dengan penuaan

N3 (okulomotorius)                 : normal (bila terkena cahaya


miosis dan midriasis bila tidak terkena cahaya)
N4 (trakelis)                            : mata masih terkoordinasi
sesuai perintah.

N5 (trigeminus)                       : reflek mengunyah ada,


kelopak mata(+), rahang dapat mengatup secara simetris

N6 (abdusen)                          : klien dapat menggerakan


bola mata ke kiri dan ke kanan.

N7 (fasialis)                             : klien dapat menggerakan


muka.

N8 (cochlealis)                        : pendengaran baik.

N9 (glosopharingeus)              : ada reflek menelan.

N10 (vagus)                             : kemampuan menelan baik.

N11 (accesorius)                      : kedua bahu masih mampu


mengatasi tahanan dengan cukup baik.

N12 (hipoglosus)                     : pergerakan lidah normal.

11. Sistem musculoskeletal

Tidak ada kelumpuhan pada ekstermitas, kekuatan otot


penuh, tidak ada nyeri dan tidak ada luka.

f. Pola aktivitas sehari-hari

No ADL(Activity Daily Sebelum Masuk Di RS


Living) RS
1. Nutrisi

1. Makan

Kalori
-          Frekuensi 3x/hari

-          Jenis Nasi dan lauk-pauk


(sayur, ikan, tempe,
-          Porsi/Jumlah
dll)

-          Makanan
Tidak Ada
pantangan

1. Minum

-          Frekuensi
6-7 gls/hari

± 1.500 – 1.750
-          Jumlah
ml/ha

2. Eliminasi

1. BAB

-          Frekuensi 1-2 x/hari 1 x/hari

-          Konsistensi Lembek Lembek

1. BAK Tidak tentu


1
/2 -1 cc/kg berat
-          Frekuensi ± 900 – 1.000
badan/jam
ml/hari
-          Jumlah urine
± 900 – 1.000
output Jernih
ml/hari

-          Warna Ya
Jernih

-          Terpasang
Tidak
kateter

3. Istirahat Tidur

-          Waktu Tidur  21.00 – 05.00 WIB 21.00 – 05.00


: Malam WIB
12.00 – 13.00 WIB
Siang 11.30 – 13.30
WIB
-          Lama Tidur   
± 8 jam
: Malam ± 8 jam

± 1 jam
Siang ± 2 jam

Tidak
-          Masalah tidur Tidak

4. Personal Hygiene

1. Mandi

-          Frekuensi 2x sehari 2x sehari

-          Penggunaan Ya Ya
Sabun

-          Cara
Sendiri Sendiri
1. Oral Hygiene

-          Frekuensi
2x sehari Tidak
-          Penggunaan
Ya Tidak
pasta gigi

Sendiri -
-          Cara
melakukan

1. Pemeliharaan Belum cuci


Rambut rambut
2x Seminggu
-          Frekuensi
Ya
-          Penggunaan -
shampoo
-
Sendiri
-          Cara
melakukan

Tidak tentu
1. Pemeliharaan
Tidak tentu
Kuku
sendiri
-          Frekuensi
-

-          Cara
melakukan

5. Aktivitas Klien mengatakan Klien


mulai beraktivitas melakukan
pada jam 05.30 – aktivitasnya
16.30 WIB sebagai Sendiri
Petani

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
dan menggunakan nutrisi kurang tepat.

2. Resiko cedera berhubungan dengan hipoglikemia atau


hiperglikemia
3. Resiko Tinggi cidera janin berhubungan dengan
peningkatan kadar glukosa maternal, perubahan pada
sirkulasi.

4. Resiko tinggi terhadap trauma, gangguan pertukaran gas


pada janin berhubungan dengan ketidakadekuatan kontrol
diabetik maternal, makrosomnia atau retardasi pertumbuhan
intra uterin.

C.   Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Resiko tinggi Setelah  Mempertahankan 1.Timbang berat 1. Penambahan
terhadap dilakukan kadar gula darah badan setiap berat badan
perubahan tindakan puasa antara 60- kunjungan adalah kunci
nutrisi kurang keperawat 100 mg/dl dan 2 prenatal. petunjuk untuk
dari kebutuhan an nutrisi jam sesudah memutuskan
berhubungan pasien makan tidak lebih penyesuaian
dengan terpenuhi. dari 140 mg/dl. kebutuhan kalori.
ketidakmampu
2.Membantu
an mencerna 2. Observasi
dalam
dan masukan kalori
mengevaluasi
menggunakan dan pola makan
pemahaman
nutrisi kurang dalam 24 jam
pasien tentang
tepat.
. aturan diet

3. Perhatikan 3.Mual dan


adanya mual dan muntah dapat
muntah mengakibatkan
khususnya pada defisiensi
trimester pertama. karbohidrat yang
dapat
mengakibatkan
metabolisme
lemak dan
terjadinya
ketosis.

4. Ajarkan pasien
4.Kebutuhan
tentang metode
insulin dapat
finger stick untuk
dinilai
memantau
berdasarkan
glukosa sendiri.
temuan glukosa
darah serum
secara periodic

5.Pembagian
5.Diskusikan
dosis insulin
tentang dosis ,
mempertimbang
jadwal dan tipe
kan kebutuhan
insulin.
basal maternal
dan rasio waktu
makan.

6.Diet secara
6. Kolaborasi spesifik pada
dengan ahli gizi. individu perlu
untuk
mempertahankan
normoglikemi.

7.Insiden
abnormalitas
7.Observasi kadar janin dan bayi
Glukosa darah. baru lahir
menurun bila
kadar glukosa
darah antara 60 –
100 mg/dl,
sebelum makan
antara 60 -105
mg/dl, 1 jam
sesudah makan
dibawah 140
mg/dl dan 2 jam
sesudah makan
kurang dari 200
mg/dl.

8.Memberikan
keakuratan
8.Tentukan hasil gambaran rata
HbA1c setiap 2 – rata control
4 minggu. glukosa serum
selama 60 hari . -
Kontrol glukosa
serum
memerlukan
waktu 6 minggu
untuk stabil.

2. Resiko cedera Setelah Pasien dapat 1.   - Jelaskan 1.   - Dengan


berhubungan dilakukan memverbalisasi pada pasien, meningkatnya
dengan tindakan pemahaman suami atau pengetahuan ibu,
hipoglikemia keperawat mengenai keluarga suami dan
atau an tidak hipoglekemia dan mengenai keluarga kondisi
hiperglikemia terjadi hiperglikemia hipoglikemia dan hipoglikemi dan
resiko termasuk sebab hiperglikemia hiperglikemi
cedera dan tanda termasuk dapat dicegah
gejalanya. penyyebab dan sehingga dapat
tanda gejalanya. meminimalkan
Pasien dapat
resiko cedera.
mengidentifikasi
konsekuensi 2.   -
2.   
potensial dari Dimungkinkan
hiperglikemi dan jika pada
- Anjurkan pasien
hipoglkemia pada keadaan
untuk membawa
dirinya dan hipoglikemia
insulin spuit, juga
janinnya. atau hiperglikemi
gula kerja-cepat
dapat dilakukan
saat bepergian
Hipoglikemia dan
penanganan
jauh dari rumah.
hiperglikemia
cepat.
dapat dicegah
atau 3.   
diminimalkan. 3.    - Diskusikan
-  Latihan fisik
hubungan latihan
dan kepatuhan
fisik dan diet dan
diet dan stres
efek keduanya
sangat
pada stres.
berpengaruh
pada kondisi ibu
maupun janin,
maka dari itu
perlunya
membatasi
kegiatan fisik
yang berlebih
dan kepatuhan
diet sangat
berperan dalam
menjaga kondisi
ibu dan janin.

3. Resiko Tinggi Setelah Menunjukan 1.     -  Observasi 1.     -


cidera janin dilakukan reaksi Non stress control diabetik Pengontrolan
berhubungan tindakan test dan Oxytocin sebelum konsepsi. secara ketat
dengan keperawat Challenge Test sebelum
peningkatan an tidak negative atau konsepsi
kadar glukosa terjadi Construction membantu
maternal, resiko Stress Test secara menurunkan
perubahan cidera normal. resiko mortalitas
pada sirkulasi. janin. janin dan
abnormal
konginental.
2.     - Observasi
gerakan janin dan
2.     - Terjadi
denyut janin
insufisiensi
setiap kunjungan.
plasenta dan
ketosis maternal
mungkin secara
negatif
mempengaruhi
gerakan janin
dan denyut
jantung janin.
3.    -  Observasi
3.   -   Untuk
tinggi fundus
mengidentifikasi
uteri setiap
pola
kunjungan.
pertumbuhan
abnormal

4.  -Tinjau ulang 4.      - Aktifitas


prosedur dan dan pergerakan
rasional untuk janin merupakan
Non stress Test petanda baik dari
setiap minggu. kesehatan janin.

5.      -Observasi 5.      - Tes serum


kadar albumin albumin
glikosilat pada glikosilat
getasi minggu ke menunjukkan
24 sampai ke 28 glikemia lebih
khususnya pada dari beberapa
ibu dengan resiko hari.
tinggi.

6.      - Dapatkan
6.     -  Insiden
kadar serum alfa
kerusakan tuba
fetoprotein pada
neural lebih
gestasi minggu ke
besar pada ibu
14 sampai
diabetik dari
minggu ke 16.
pada non
diabetik bila
kontrol sebelum
kehamilan sudah
buruk.

7.      -
7.      - Siapkan
Ultrasonografi
untuk
bermanfaat
ultrasonografi
dalam
pada gestasi
minggu ke 8, 12, memastikan
18, 28, 36 sampai tanggal gestasi
minggu ke 38. dan membantu
dalam evaluasi
retardasi
pertumbuhan
intra uterin.

4. Resiko tinggi Setelah 1.      - Kehamilan 1.      -  Tinjau 1.      -


terhadap dilakukan cukup bulan. ulang riwayat Hiperglikemia
trauma, tindakan pranatal dan maternal pada
2.      -
gangguan keperawat kontrol maternal. periode pranatal
Meningkatkan
pertukaran gas an pasien meningkatkan
keberhasilan
pada janin tidak makrosomia,
kelahiran dari
berhubungan mengalam membuat janin
bayi usia gestasi
dengan i trauma berisiko terhadap
yang tepat.
ketidakadekuat dan cedera kelahiran
an kontrol gangguan karena distosia
3.      - Bebas
diabetik pertukaran atau disporsia
cedera.
maternal, gas pada sefalopelvis.
makrosomnia janin. 4.      -
Kadar glukosa
atau retardasi Menunjukkan
maternal yang
pertumbuhan kadar glukosa
tinggi pada
intra uterin. normal, bebas
kelahiran
tanda
meransang
hipoglikemia
pankreas janin,
mengakibatkan
hiperinsulinemia.

2.      - Periksa 2.    -


adanya glukosa Peningkatan
atau keton dan glukosa dan
albumin dalam kadar keton
urin ibu dan menandakan
pantau tekanan ketoasidosis
darah. yang dapat
mengakibatkan
asidosis janin
dan potensial
cedera susunan
3.      - Observasi syaraf pusat.
tanda vital.
3.     
Peningkatan
infeksi asenden,
dapat
mengakibatkan
4.      - Anjurkan
sepsis neonatal.
posisi rekumben
lateral selama
4.     
persalinan.
Meningkatkan
perfusi plasenta
dan
meningkatkan
kesediaan n - ---
Peningkatan
infeksi asenden,
dapat
mengakibatkan
sepsis neonatal.
5.     - Tinjau hasil
tes pranatal - Meningkatkan
seperti profil perfusi plasenta
dan
biofisikal, tes meningkatkan
nonstres dan tes kesediaan
stres kontraksi. oksigen untuk
janin.

.      -
Memberikan
informasi tentang
cadangan pada
plasenta untuk
oksigenasi janin
selama periode
intrapartal.
6.      - Observasi
frekuensi denyut
6.     -  Tacikardi,
jantung janin.
bradikardi atau
deselerasi lambat
pada penurunan
variabilitas
menandakan
kemungkinan
hipoksia janin.

D. Evaluasi

Dari hasil intervensi yang tertulis, evaluasi yang diharapkan:

Diagnosa 1        : Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna dan
menggunakan nutrisi kurang tepat.
Evaluasi             : Pasien mampu mempertahankan nutrisi adekuat

Diagnosa 2        : Resiko cedera berhubungan dengan hipoglikemia atau


hiperglikemia

Evaluasi             : Cidera tidak terjadi

Diagnosa 3        : Resiko Tinggi cidera janin berhubungan dengan


peningkatan kadar glukosa maternal, perubahan pada sirkulasi.

Evaluasi             : Cidera terhadap janin tidak terjadi

Diagnosa 4        : Resiko tinggi terhadap trauma, gangguan pertukaran gas


pada janin berhubungan dengan ketidakadekuatan kontrol diabetik
maternal, makrosomnia atau retardasi pertumbuhan intra uterin.

Evaluasi             : Trauma tidak terjadi.

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN JANTUNG PADA IBU


HAMIL

A. Pengertian
Penyakit jantung adalah penyebab utama ketiga kematian pada
wanita berusia 25 tahun sampai 44 tahun. Karena relatif sering terjadi pada
wanita usia subur, penyakit jantung mempersulit pada sekitar 1 persen
kehamilan (Leveno, Kenneth J, 2009). Kehamilan dengan penyakit
jantung selalu saling mempengaruhi karena kehamilan dapat memberatkan
penyakit jantung yang dideritanya. Penyakit jantung dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung yang normal
dapat menyesuaikan diri terhadap segala perubahan sistem jantung dan
pembuluh darah yang disebabkan oleh kehamilan, yaitu dorongan
diafragma oleh besarnya janin yang dikandungnya sehingga dapat
mengubah posisi jantung dan pembuluh darah sehingga terjadi  perubahan
dari kerja jantung
Yang dapat mempengaruhi antara lain:
1. Pengaruh peningkatan hormone tubuh
2. Terjadi haemodelusi darah dengan puncaknya pada
kehamilan 28 – 32 minggu
3. Kebutuhan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan
dalam rahim Kembalinya darah setelah placenta lahir
karena kontraksi rahim dan terhentinya terhentinya
peredaran darah placenta
4. Kembalinya darah setelah placenta lahir karena kontraksi
rahim dan terhentinya terhentinya  peredaran darah placenta
5. Saat post partum sering terjadi infeksi. (Manuaba, Ida
Bagus Gde, 1998)
B. Klasifikasi
Klasifikasi asosiasi penyakit jantung New York pada ibu hamil:
a. Kelas 1 : pasien tidak terbatas dalam kegiatan fisik.
Kegiatan fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan yang
tidak semestinya, Palpitasi, sesak nafas atau nyeri angina.
b. Kelas 2 : pasien sedikit terbatas kegiatan fisikya. Kegiatan
fisik biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi, sesak nafas,
atau nyeri angina.
c. Kelas 3 : pasien jelas terbatas dalam kegiatan fisiknya.
Kegiatan fisik yang kurang dari biasa menyebabkan
kelelahan, palpitasi, sesak nafas, atau nyeri angina.
d. Kelas 4 : pasien tidak mampu melakukan sembarangan
kegiatan fisik tanpa merasa tidak enak. Gejala-gejala
insufisiensi jantung atau sindrom angina bisa ada sekalipun
dalam keadaan istirahat. Bila melakukan kegiatan fisik rasa
tidak enak bertambah berat. (Raybura, William F, 2001)
C. Etiologi
Etiologi kelainan jantung dapat berupa kelainan primer maupun
sekunder.
1. Kelainan Primer, kelainan primer dapat berupa kelainan
kongenital, bentuk kelainan katub, iskemik dan
cardiomiopati.
2. Kelainan Sekunder, kelainan sekunder berupa penyakit lain,
seperti hipertensi, anemia berat, hipervolumia, perbesaran
rahim, dll
D. Patofisiologi
Pada saat kehamilan curah jantung meningkat hingga 30 sampai 50
persen. Hampir separuh dari peningkatan total tersebut terjadi pada 8
minggu, dan maksimal pada  pertengahan kehamilan. Peningkatan dini
curah jantung terjadi akibat meningkatnya isi sekuncup disertai
berkurangnya resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah. Pada tahap
kehamilan selanjutnya juga terjadi peningkatan denyut nadi istirahat, dan
isi sekuncup semakin meningkat, mungkin berkaitan dengan
meningkatnya pengisisan diastolic akibat meningkatnya volume darah.
Karena pada awal kehamilan terjadi perubahan hemodinamik yang
signifikan, wanita dengan disfungsi jantung yang berat dapat mengalami
perburukan gagal jantung sebelum  pertengahan kehamilan. Pada wanita
yang lain, gagal jantung terjadi pada trimester ketiga saat hypervolemia
normal pada kehamilan mencapai puncaknya. Akan tetapi, pada sebagian
besar kasus gagal jantung terjadi peripartum saat timbul tambahan beban
hemodinamik. Kondisi ini merupakan saat kemampuan fisiologis jantung
mengubah curah jantung secara cepat sering kesulitan menghadapi
penyakit jantung structural (Leveno, Kenneth J, 2009).
E. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala seperti kelelahan, dan sesak nafas ringan dan tanda-
tanda klinik seperti desah sistolik, suara jantung ketiga, dan edema bisa
jadi tanda-tanda penyakit jantung merupakan hal fisiologik selama
kehamilan. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menetapkan
penyakit jantung jika ada sembarangan gejala dan tanda berikut, sesak
nafas yang cukup berat buat mengganggu kegiatan, ortopnea progresif,
sesak nafas malam hari yang paroksimal, nyeri dada seperti angina
menyertai setiap kegiatan fisik atau stress, emosional, desah sistolik yang
lebih dari III, IV (diastolic, prediastolik atau terus-menerus),  pembesaran
jantung yang nyata, aritmia berat, sianosis, dan pelebaran ujung-ujung jari
(clubbing) (Raybura, William F, 2001).
1. Cepat merasa lelah
2. Jantungnya berdebar-debar
3. Sesak nafas apalagi disertai sianosis (kebiruan)
4. Edema tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda
5. Mengeluh tentang bertambah besarnya Rahim yang tidak
sesuai
(Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)
1. Dyspnea atau ortopnea progresif
2. Batuk malam hari
3. Hemoptysis
4. Sinkop
5. Nyeri dada
6. Sianosis
7. Jari gada
8. Distensi menetap vena jugularis
9. Murmur sistolik derajat 3/3 atau lebih
10. Murmur diastolic
11. Kardiomegali
12. Aritmia persisten
13. Bunyi jantung kedua terpisah menetap (Leveno, Kenneth J,
2009)
F. Komplikasi
Penyakit jantung pada ibu hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan  perkembangan janin dalam rahim dalam bentuk :
1. Dapat terjadi keguguran  
2. Persalinan prematuritas atau berat lahir rendah
3. Kematian perinatal yang makin meningkat
4. Pertumbuhan dan perkembangan bayi mengalami hambatan
intelegensia atau fisik (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998).
5. Anemia
6. Tekanan darah tinggi atau Pregnancy Induced Hypertension
7. Placenta Previa
8. Kehamilan ganda
9. Pendarahan pasca melahirkan
G. Penatalaksanaan
Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam
kehamilan tergantung pada derajat fungsinya
a. Kelas I : tidak ada pengobatan tambahan yang dibutuhkan,
penanganannya biasa secara  berobat jalan. Pasien harus
beristirahat beberapa kali sehari untuk mengurangi kerja
jantung.
b. Kelas II : biasanya tidak memerlukan terapi tambahan
kurangi kerja fisik terutama antara kehamilan 28  – 36
minggu
c. Kelas III : memerlukan digitalisasi/ obat lainnya sebaiknya
dirawat di rumah sakit sejak kehamilam 28  – 30 minggu
d. Kelas IV : harus dirawat di rumah sakit dan diberikan
pengobatan bekerjasama dnegan kardiologi

Penatalaksanaan harus melibatkan ahli kandungan,


ahli jantung, ahli anestesi dan ahli  bedah jantung,
hipertensi pulmonal dan sindrom marfan merupakan kontra
indikasi untuk hamil. Sebagian besar otot-otot
kardiovaskuler dapat digunakan pada kehamilan dengan
mempertimbangkan potensi resiko terhadap ibu dan bayi.
Indikasi untuk operasi sama dnegan wanita yang tidak
hamil. Jika ada indikasi untuk operasi cardiopulmonary
bypasss support harus dnegan aliran tinggi.
H. Pemeriksaan penunjang
 EKG, untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi,
adanya kardiomegali, tanda penyakit pericardium , iskemia atau infark,
bisa ditemukan tanda-tanda aritmia. Pemeriksaan radiologi untuk
mengetahui dehidrasi dalam kehamilan namun jika memang diperlukan
dapat dilakukan dengan memberikan pelindung di abdomen dan pelvis.
1. Elektrokardiografi
Terdapat beberapa perubahan akibat kehamilan yang perlu
dipertimbangkan saat menginterpretasikan hasil pemeriksaan
elektrokardiografi. Sebagai contoh, karena pada kehamilan lanjut
diafragma terangkat, rata-rata terjadi deviasi 15 derajat sumbu kiri
di elektrokardiogram sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan
perubahan ST ringan di sadapan inferior. Selain itu, kontraksi
premature atrium dan ventrikel relative sering terjadi. Kehamilan
tidak mengubah temuan voltase.
2. Ekokardiografi
Metode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahui
fungsi dan anatomi bilik, katup, dan pericardium. Luasnya
penerapan ekokardiografi, sebagian besar penyakit jantung selama
kehamilan dapat diagnosis secara noninvansif dan akurat. Sebagai
perubahan normal yang dipicu oleh kehamilan dan terlihat pada
ekokardiografi adalah regurgitasi tricuspid dan  peningkatan
signifikan ukuran atrium kiri dan luas potongan melintang outflow
ventrikel kiri . Akan tetapi, sepanjang kehamilan dan masa nifas
perlu diberikan perhatian khusus terhadap pencegahan dan deteksi
dini gagal jantung. Infeksi terbukti merupakan factor  penting yang
memicu gagal jantung. Setiap pasien harus dianjurkan untuk
menghindari kontak dengan mereka yang mengidap infeksi saluran
napas, termasuk demam salesma, dan melaporkan setiap serta
mengurangi risiko aritmia yang mengancam jiwa. Wanita yang
bersangkut harus diberi antibiotic profilaksis jika terdapat
regurgitasi, kerusakan katup, atau factor risiko lain. (Leveno,
Kenneth J, 2009)
A. Pengkajian Askep
1. Pengkajian Primer
a) Airways
 Sumbatan atau penumpukan secret
 Wheezing atau krekles
b) Breathing
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler  dangkal
 Ronchi, krekles
 Ekspansi dada tidak penuh
 Penggunaan otot bantu nafas
c) Circulation
 Nadi lemah , tidak teratur
 Takikardi
 TD meningkat / menurun
 Edema
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas
Gejala :
a. Kelemahan
b. Kelelahan
c. Tidak dapat tidur
d. Pola hidup menetap
e. Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
a. Takikardi
b. Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :
a. Tekanan darah
 Dapat normal / naik / turun
 Perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk atau berdiri
b. Nadi
1. Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau
lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).

c. Bunyi jantung
2. Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan
kontraktilits atau komplain ventrikel
d. Murmur
3. Bila ada menunjukkan gagal katup atau
disfungsi otot jantung
e. Friksi ; dicurigai Perikarditis
f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
g. Edema
4. Distensi vena juguler, edema dependent ,
perifer, edema umum,krekles mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel
h. Warna
5. Pucat atau sianosis, kuku datar , pada
membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
a. Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit
atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja ,
keluarga
b. Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri,
koma nyeri
4. Eliminasi
a. Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
a. Gejala :          mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati
atau terbakar
b. Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan
6. Hygiene
a. Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
a. Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk atau istrahat )
b. Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Gejala :
 Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau
tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun
kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
 Lokasi    : Tipikal pada dada anterior, substernal ,
prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium,
siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
 Kualitas    : “Crushing  ”, menyempit, berat,
menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
 Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami. 
 Catatan    : nyeri mungkin tidak ada pada pasien
pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia 
9. Pernafasan:
a. Gejala :
 dispnea tanpa atau dengan kerja
 dispnea nocturnal
 batuk dengan atau tanpa produksi sputum
 riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
b. Tanda :
 peningkatan frekuensi pernafasan
 nafas sesak / kuat
 pucat, sianosis
 bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10. Interaksi sosial
a. Gejala :
 Stress
 Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :
penyakit, perawatan di RS
b. Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang
 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
 Menarik diri
B. Diagnosa Keperawatan
1. resiko penurunan curah jantung b.d peningkatan volume sirkulasi,
distritmia, perubahan kontraktilitas, miokard dan perubahan
inotropik pada jantung
2. perfusi b.d perubahan resiko tinggi terhadap utero plasenta. Factor
resiko meliputi perubahan pada volume sirkulasi, pirao kanan ke
kiri
C. Intervensi keperawatan

No Diagnose Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional


keperawatan

1. resiko Klien -  ·   Pantau TTV Permulaan tahap


penurunan dapat Mengidentifika klien dekompensasi
curah jantung memperta si perilaku karena toleran
b.d hankan untuk terhadap beban
peningkatan curah meminimalkan sirkulasi, infeksi
volume jantung stressor dan atau ansietas dapat
sirkulasi,distr yang memaksimalka terlihat pertama-
itmia, adekuat   n fungsi tama dari
perubahan -  Mentoleransi·    perubahan yang
kontarktilitas tekanan dari membahayakan
miokard,dan peningkatan pada pola tanda
perubahan volume darah vital, berkenaan
inotropik sesuai indikasi dengan
pada jantung. sampai dengan peningkatan suhu,
nadi dalam nadi, pernapasan,
batas yang dan TD.
tepat secara
individu Meminimalkan
Berikan stress jantung dan
informasi menghemat energy,
tentang klien kelas IV
perlunya memerlukan tirah
istirahat yang baring selama
adekuat kehamilan

Klien dengan
Selidiki prolaps katup
adanya mitral dapat terjadi
keluhan nyeri aritmia terlihat
dada dan pada nyeri dada
palpitasi, dan palpitasi,
anjurkan pembatasan kafein
pembatasan dapat menurunkan
kafein ferkuensi
dengan cepat terjadinya

2. Perfussi b.d perfusi -  ·   Perhatikan Adanya masalah


perubahan tidak menunjukkan factor-faktor jantung
resiko tinggi terjadi TD, GDA dan individu dan sebelumnya
terhadap hitung sel status dipengaruhi oleh
utero darah putih sebelum peningkatan
plasenta. -   -  hamil kebutuhan sirkulasi
Factor resiko Mendemonstra selama kehamilan
meliputi sikan perfusi dapat
perubahan Plasenta mengakibatkan
pada volume adekuat sesuai kerusakan
sirkulasi, indikasi oksigenisasi
pirao kanan ·  jaringan
ke kiri
Kaji TD dan Takikardi
Nadi (frekuensi jantung
lebih besar) pada
istirahat,
peningkatan TD,
dan perubahan
perilaku pada
mendekati
kegagalan jantung
awal atau hipoksia
Berikan · Memudahkan
informasi frekuensi
tentang pernapasan dengan
penggunaan menurunkan
posisi tegak tekanan dari
yang diubah pembesaran uterus
selama tidur pada diafragma dan
dan istirahat membantu
meningkatkan
diameter vertikel
untuk ekspansi
paru

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN EKLAMPSIA PADA IBU


HAMIL

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi / Pengertian

Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa
nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia
(Hipertensi, oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan
peningkatan TD  (S > 180 mmHg, D > 110 mmHg), proteinuria,
oedema, kejang dan/atau penurunan kesadaran.

Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil


dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan
proteinuria. (Obsetri Patologi ; UNPAD).

Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika pre


eklampsia memburuk menjadi kejang (Helen Varney ; 2007).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat


disimpulkan yaitu eklampsia adalah suatu keadaan dimana pre
eklampsia tidak dapat diatasi sehingga mengalami gangguan yang
lebih lanjut yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria serta kejang.

2. Etiologi / Penyebab
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum
diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab
akibat dari penyakit ini, antara lain: 
a. Teori Genetik
b. Teori Imunologik
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
d. Teori Radikal Bebas
e. Teori Kerusakan Endotel
f. Teori Trombosit
g. Teori Diet Ibu Hamil

3. Patofisiologi

Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang


diduga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya
adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh
miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan
miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada
primipara, anak kembar atau hidraminion.

Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya


vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan
ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan
produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin
menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin
memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan
retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema
intima pada arterior.

Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi


dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan
penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit.
Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia.
Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan
karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors.
Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh
yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu
timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

4. Tanda dan Gejala Klinis

Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu:


kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat,
meliputi :

a. Tingkat awal atau aura (invasi)


Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa
melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan
bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.

b. Stadium kejang tonik

Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan


menggenggam dan kaki membengkok ke dalam,
pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah
dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.

c. Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu


yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah
berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka
kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2
menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik  nafas seperti mendengkur.

d. Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai


berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan
baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma
(Muchtar Rustam, 1998: 275).

5. Klasifikasi

Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi:

a. Eklampsia gravidarum

 Kejadian 50% sampai 60%


 Serangan terjadi dalam keadaan hamil

b. Eklampsia parturientum

 Kejadian sekitar 30% sampai 35%

 Batas dengan eklampsia gravidarum sukar


ditentukan terutama saat mulai inpartu

c. Eklampsia puerperium

 Kejadian jarang yaitu 10%

 Terjadi serangan kejang atau koma setelah


persalinan berakhir

6. Komplikasi

Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha


utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita
eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada
eklampsia :

a. Solusio plasenta.

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang  menderita


hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-
eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.

b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia.
Maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen
secara berkala.

c. Hemolisis

Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang


menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena
ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan
pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.

d. Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian


maternal penderita eklampsia.

e. Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang


berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

f. Edema paru-paru

Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69


kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.

g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas
untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan pada
penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-
enzimnyz.

h. Sindroma HEELP

Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low


platelet.

i. Kegagalan Ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu


pembengkakan sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal
tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat
timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

j. Komplikasi lain

Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat


kejang-kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC
(dessiminated intravaskuler coogulation)

k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.

7. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang

Pada umumnya diagnosa pre eklamsia didasarkan atas adanya 2


dari trias gejala utama. Uji diagnostik yang dilakukan pada pre
eklamsia menurut Prawirohardjo, S, 1999  adalah :

·  Uji Diagnostik Dasar diukur melalui :


Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine,
pemeriksaan oedem, pengukuran tinggi fundus uteri dan
pemeriksaan funduskopi.

·  Uji Laboratorium Dasar

·  Uji Untuk Meramalkan Hipertensi

Cara memeriksa :

Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur diastolik,


kemudian tidur terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit,
setelah itu bedakan diastol, tidur miring dan terlentang, hasil
pemeriksaan ; ROT (+) jika perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika
perbedaan < 15 mmHg. Hasil (+)  : > 85

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :

a. Data subyektif :

 Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,


< 20 tahun atau > 35 tahun

 Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi


peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur

 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit


ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik,
DM
 Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda,
mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya

 Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik


makanan pokok maupun selingan

 Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil


dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya
perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

b. Data Obyektif :

 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun


waktu 24 jam

 Palpasi : untuk mengetahui TFU (tinggi fundus


uteri), letak janin, lokasi edema

 Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung


janin) untuk mengetahui adanya fetal distress

 Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai


syarat pemberian SM (jika refleks + )

 Pemeriksaan penunjang ;

 Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring


atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam

 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau


midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt
atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar
hematokrit menurun, berat jenis urine meningkat,
serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml

 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1


kg/minggu

 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda


adanya kelainan pada otak

 USG ; untuk mengetahui keadaan janin

 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin


berhubungan dengan perubahan pada plasenta

2. Risiko cedera pada janin  berhubungan dengan tidak


adekuatnya perfusi darah ke placenta

3. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Diagnosa keperawatan 1

Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin


berhubungan dengan perubahan pada plasenta

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal


distress pada janin

Kriteria Hasil :
a. DJJ ( + ) : 12-12-12
b. Hasil NST : Normal
c. Hasil USG : Normal

Intervensi :

1. Monitor DJJ sesuai indikasi


R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hypoxia
prematur dan solusio plasenta
2. Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan
karena hipertensi sehingga timbul IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri
perut,  perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solution
plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin
4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin
dan fungsi jantung serta aktifitas janin
5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan
NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui
keadaan/kesejahteraan janin

b. Diagnosa keperawatan 2
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak
adekuatnya perfusi darah ke placenta

Tujuan : agar cedera tidak terjadi pada janin


Kriteria Hasil :
Intervensi :
1. Istirahatkan ibu
R/ dengan mengistirahatkan ibu diharapkan
metabolism tubuh menurun dan peredaran darah ke
placenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2
untuk janin dapat dipenuhi
2. Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
R/ dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava
dibagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang
membesar sehingga aliran darah ke placenta menjadi
lancer
3. Pantau tekanan darah ibu
R/ untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta
seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke placenta
berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin
berkurang.
4. Memantau bunyi jantung ibu
R/ dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau
menurukan  menandakan suplai O2 ke placenta
berkurang sehingga dapat direncanakan tindakan
selanjutnya.
5. Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/ dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan
penurunan after load jantung dengn vasodilatasi
pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun.
Dengan menurunnya tekanan darah, maka aliran darah
ke placenta menjadi adekuat.
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN PREEKLAMPSIA PADA
IBU HAMIL

A. Konsep dasar penyakit


1. Pengertian preeklampsia
Beberapa pengertian preeklamsia menurut para ahli
a) preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi
yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau
edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20
minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan
( Manuaba,  1998 )
b) Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan
protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam
Muctar, 1998 ).
c) Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. (Mansjoer, 2000)

Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai


oleh hipertensi, edema, dan proteinuria (kamus saku kedokteran
Dorland )

2. Etiologi/factor preeklampsia
Adapun penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun
ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab
preeklampsia, yaitu :
 Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan
ganda,hidramnion, dan mola hidatidosa.
 Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
 Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin dalam uterus.
 Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

Factor predisposisi preeklampsia

 Molahidatidos
 Diabetes mellitus
 Kehamilan ganda
 Hidropfetalis
 Obesitas
 Umur yang lebih dari 35 tahun
3. Klasifikasi preeklampsia
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
a) Preeklampsia Ringan :
 Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada
posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolik 15
mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
 Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan
berat 1 kg atau lebih per minggu.
 Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif
1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.
b) Preeklampsia Berat
 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
 Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
 Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
 Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri
pada epigastrium.
 Terdapat edema paru dan sianosis.

4. Patofisiologi preeklampsia
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan
perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme
merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler
menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari
sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan
kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai
pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation
5. Manifestasi klinis preeklampsia
 Pertambahan berat badan yang berlebihan
 Edema
 Hipertensi
 Proteinuria
 Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau
muntah
6. Pemeriksaan penunjang preklampsia
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar
normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr
%)
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3
)

2. Urinalisis

 Ditemukan protein dalam urine.

3. Pemeriksaan Fungsi hati.

 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )

 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat

 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

 Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT)


meningkat ( N= 15-45 u/ml )

 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT )


meningkat ( N= <31 u/l )

 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

4. Tes kimia darah


 Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )

b) Radiologi
 Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat,
dan volume cairan ketuban sedikit.
 Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
7. Pencegahan preeklampsia
a) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsi ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi
lebih berat.
b) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya
preeklampsi kalau ada faktor-faktor predisposisi.
c) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur,
ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak,
serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat
badan yang berlebihan.

8. Komplikasi preeklampsia
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang
termasuk komplikasi antara lain:

a) Pada Ibu

 Eklampsia

 Solusio plasenta

 Pendarahan subkapsula hepar

 Kelainan pembekuan darah ( DIC )


 Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes
dan low platelet count )

 Ablasio retina

 Gagal jantung hingga syok dan kematian.

b) Pada Janin

 Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus

 Prematur

 Asfiksia neonatorum

 Kematian dalam uterus

 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

B. Konsep dasar asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu dengan preeklampsia adalah :

1. Data subyektif :

 Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun


atau > 35 tahun

 Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,


edema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan
kabur

 Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,


vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
 Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola
hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan
preeklampsia atau eklampsia sebelumnya

 Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan


pokok maupun selingan

 Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat


menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril
untuk menghadapi resikonya

2. Data Obyektif :

 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

 Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema

 Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal


distress

 Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat


pemberian SM ( jika refleks + )

Pemeriksaan penunjang ;

 Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,


diukur 2 kali dengan interval 6 jam

 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream


(biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada
skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml

 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu


 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya
kelainan pada otak

 USG ; untuk mengetahui keadaan janin

 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2. Masalah keperawatan

1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan


fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )

2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan


perubahan pada plasenta

3. Perencanaan

Diagnosa keperawatan I :

Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan


fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu

Kriteria Hasil :

– Kesadaran : compos mentis, GCS : 15 ( 4-5-6 )

– Tanda-tanda vital :

Tekanan Darah : 100-120/70-80 mmHg Suhu : 36-37 C

Nadi : 60-80 x/mnt RR : 16-20 x/mnt

Intervensi :
1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam

R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan
indikasi dari PIH

2. Catat tingkat kesadaran pasien

R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

3. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,


penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak,


ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang

4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya


kontraksi uterus

R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan


memungkinkan terjadinya persalinan

5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM

R/. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk


mencegah terjadinya kejang.

Diagnosa keperawatan II :

Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan


perubahan pada plasenta

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada


janin

Kriteria Hasil :
– DJJ ( + ) : 12-12-12

– Hasil NST :

– Hasil USG ;

Intervensi :

1. Monitor DJJ sesuai indikasi

R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur


dan solusio plasenta

2. Kaji tentang pertumbuhan janin

R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena


hipertensi sehingga timbul IUGR

3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,


perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )

R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu
akibat hipoxia bagi janin

4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM

R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi


jantung serta aktifitas janin

5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST

R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin


MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA IBU
HAMIL

Konsep dasar penyakit

1. PENGERTIAN
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang
disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh
Dapatan. Acquired : Didapat, bukan penyakit keturunan. Immune : Sistem
kekebalan tubuh. Deficiency : Kekurangan. Syndrome : Kumpulan gejala-gejala
penyakit.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus
menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
(Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare).
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus epidemik menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk
pria homoseksual atau biseksual, penyalahgunaan obat intravena, penderita
hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dari individu
yang terinfeksi virus tersebut. (Kamus kedokteran Dorlan, 2002)
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
(Menurut Center for Disease Control and Prevention).
2. ETIOLOGI
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan
seksual).
2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai
alat suntik.
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan
kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi
HIV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui
transfusi atau jarum suntik yang terkontaminasi.
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Manifestasi Klinis Mayor
a) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
b) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
c) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan
2. Manifestasi Klinis Minor
a) Batuk kronis
b) Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida
Albicans
c) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
d) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh
tubuh
4. PATOFISIOLOGI
HIV AIDS Pada Ibu hami
Etiologi : Infeksi Virus
Faktor Resiko :
1. Seks Bebas
2. Berganti-ganti pasangan
3. Pengguna Narkoba suntik
4. Penerima transfusi darah
5. Tenaga medis
6. Ibu hamil-bayi

Penularan melalui :

1. Antepartum / in utero
2. Inpartum
3. Postpartum / melalui ASI
4. Cara Penularan HIV / AIDS dari ibu ke anak.
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita
yang menderita HIV / AIDS sebagian besar masih
berusia subur, sehingga terdapat resiko penularan
infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et
al., 1997).
5. Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau
pasangan yang sudah terinfeksi HIV / AIDS karena
sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup.
Penularan ini dapat terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal
ini disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh
virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru melindungi janin
dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada
plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan virus
pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan,
maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena itu, lamanya
persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak
selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi
lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan
darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
3. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.


Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu yang
menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan melalui
ASI tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting susu
dan infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
5. PENATALAKSANAAN

Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah


pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu :

1. Pengendalian infeksi oportunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi
opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat
enzim pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada proses
nya.Obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine,
recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
6. Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu
mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak
berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh
sehat.
7. Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang
sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi
imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana
menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi
dari masyarakat.
6. PENCEGAHAN

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah
persalinan. Cara tersebut yaitu:

1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan


untuk bayi yang baru dilahirkan.
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih
rendah sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh
kurang efektif untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat
rendah (1-2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak
memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang
dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama
waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir.
Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu
tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan
nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi
hanya 2 persen. Namun, resistensi terhadap nevirapine dapat muncul pada
hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal
ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu.
Resistensi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun
begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria


karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi
sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi
antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian,
pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah
yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per
vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan,
dan faktor lain.

3. Penatalaksanaan selama menyusui


Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan
untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil
penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI
yang terinfeksi.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan
obat-obatan
2. Penampilanumum : pucat, kelaparan
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola
hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati,
withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses
piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan
delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus,
ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia,
epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,
ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia
8. 8.Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan
ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,
diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
B. Diagnosa keperawatan
1. .Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi,
malnutrisi dan pola hidup yang beresiko
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan
infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat
ditransmisikan.
C. Intervensi keperawatan
a) Diagnosa keperawatan 1
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
 Intervensi Keperawatan
1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2. Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan
invasif. Cuci tangan sebelum meberikan
tindakan.
3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap
lingkungan yang patogen.
4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
 Rasional
1. Untuk pengobatan dini
2. Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang
diperoleh di rumah sakit.
3. Mencegah bertambahnya infeksi
4. Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan
5. Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan
 kriteriahasil
komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda
infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital
dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
b) Diagnosa 2
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan
dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat
ditransmisikan.
 Intervensi
1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya
metode mencegah transmisi HIV dan kuman
patogen lainnya.
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial
merawat pasien.
 Rasional
1. Pasien dan keluarga mau dan memerlukan
informasikan ini
2. Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
 Kriteria Hasil
Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan
memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa
kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV,
tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS PADA IBU
HAMIL
A. Pengertian Hepatitis
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang
dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan
serta bahan-bahan kimia. (SujonoHadi, 1999).

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis


dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).

B. Etiologi
1. Virus

Type Type B Type C Type D Type


A E
Fekal- Parenteral Parenteral Parenteral Fekalor
Metode oral seksual, jarang perinatal, al
transmisi melalui perinatal seksual, memerlukan
orang orang ke koinfeksi
lain orang, dengan type B
perinatal

Keparaha Tak Parah Menyebar Peningkatan Sama


n ikterik luas, dapat insiden kronis dengan
dan berkembang dan gagal D
asimto sampai hepar akut
matik kronis

Sumber Darah, Darah, Terutama Melalui darah Darah,

virus feces, saliva, melalui feces,


saliva semen, darah saliva
sekresi
vagina

2. Alkohol

Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.

3. Obat-obatan

Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan
hepatitis akut.

C. Klasifasi Hepatitis
1. Hepatitis A

Bahan penyebab yang dapat menjangkit Hepatitis A kemungkinannya


adalah virus RNA dari golongan enterovirus. Karakteristik Hepatitis A
adalah sama dengan sifat khas dari syndroma virus dan sering kali tidak
dapat dikenali. Penyebaran Hepatitis A melalui route oral-fecal dengan
ingesti oral dari ketidakbersihan fecal. Air yang tidak bersih mengandung
sumber penyakit atau infeksi, kerang-kerang yang diambil dari air yang
tercemar, dan makanan yang tidak bersih karena terjamah oleh HAV. Virus
dapat juga tersebar melalui aktivitas sex oral-anal dan kadang-kadang
melalui kontaminasi fecal dalam Rumah Sakit. Dalam kasus yang sama,
Hepatitis A dapat juga bertransmisi dalam aliran darah. Masa inkubasi
Hepatitis A antara dua sampai enam minggu dengan rata-rata waktu empat
minggu .

2. Hepatitis B
Hepatitis B berbentuk sebagai serum hepatitis. Virus Hepatitis B
(HBV) adalah partikeld ouble-sheel berisi DNA yang terdiri dari antigen
(HBcAg), permukaan antigen (HBsAg) dan protein independent (HBeAg)
dalam sirkulasi darah. Jenis penyebaran HBV adalah route
terkontaminasinya jaringan percutaneous dengan darah. Selain itu juga
penyebarannya melalui mukosa membran dengan lewat :

a. Kontak dengan cairan tubuh, seperti : semen , saliva , dan darah .

b. Kontaminasi dengan luka yang terbuka .

c. Peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi. Contoh terjadinya


transmisi ( penyebaran ), antara lain :  Jarum suntik (secara sengaja
atau kebetulan).

• Transfusi darah yang terkontaminasi


• Kontaminasi darah penderita dengan luka , goresan atau lecet

• Mulut atau mata yang terkontaminasi selama irigasi luka atau suction.

d. Prosedur bedah mulut atau gigi

HBV dapat terjadi pada klien yang menderita AIDS. HBV lebih
dominan atau berbahaya dari pada HIV, dimana sebagai penyebab AIDS.
Untuk penyebab ini Hepatitis B mendapat tempat terbesar untuk perawatan
kesehatan profesional. Hepatitis B dapat tersebar melalui hubungan sex dan
khususnya para gay (male-homo). Virus ini dapat juga tersebar dengan
melalui penggunaan peralatan “tato” dan pelubang daun telinga ;
penggunaan yang terkontaminasi pada perlengkapan pembagian obat
( terkontaminasinya perlengkapan pembagian obat ) ; berciuman ; dan
perlengkapan lainnya seperti : cangkir , pasta gigi , dan rokok. Perjalanan
penyakit Hepatitis B sangat beragam. Hepatitis B kemungkinan mempunyai
serangan tipuan dengan sinyal yang lemah dan sekumpulan penyakit atau
komplikasi yangs erius , seperti : masa inkubasi 40 sampai dengan 180 hari,
tetapi Hepatitis B secara umum akan berkembang 60 sampai 90 hari setelah
pembukaan (terserang). Penyakit liver kronik berkembang 5% pada klien
dengan infeksi HBV akut.
3. Hepatitis C

Virus Hepatits C (HCV) sama dengan HBV, dan mempunyai pengurai


seperti flavi-virus,virus pemutus rantai RNA. HCV penebarannya melalui
darah dan produksi darah dan terindentitas pada gay, tersebar selama
hubungan sex. Symptom berkembang 40 sampai 100 hari setelah
penyerangan virus. Masa inkubasi adalah 2 sampai 22 minggu , dengan
ratarata masa inkubasi 8 minggu. Akibat meningkatnya Hepatitis C dan
Hepatitis B pada klien yang sama, epidemiologi dan hepatologi harus
dipelajari dengan seksama. Klien yang menggunakan obat secara IV
menyebabkan 40% terjangkit HCV .

4. Hepatitis D

Hepatitis D disebabkan karena terinfeksi HDV, virus RNA yang tidak


sempurna membutuhkan fungsi pembantu HBV. HDV bergabung dengan
HBV dengan kehadirannya dibutuhkan untuk replikasi virus. Virus delta
dapat menjangkit pada klien secara simultan dengan HBV atau bisa juga
dengan meninfeksi secara superimpose pada klien yang terinfeksi HBV
super infeksi kemungkinan mempunyai waktu hidup yang sama dengan
Hepatitis B kronik dan mungkin juga berkembang dalam keadaan carrier
yang kronik. Transmisi primer penyakit ini melalui route nonpercuntaneous,
terutama hubungan personal yang tertutup (selingkuh). Durasi infeksi HDV
ditentukan dengan durasi infeksi HBV tidak lebih lama dari infeksi HBV.
Bagaimanapun infeksi HDV kronik menunjukkan adanya kemajuan yang
cepat dari penyakit liver, penyebab penambah kerusakan hati yang telah siap
disatukan dari infeksi HBV kronik.

5. Hepatitis E

Virus hepatitis sangat mudah dikenal dengan epidemis cairan dari


hepatitis, sejak ditemukan epidemi di Asia, Afrika dan Mexico. Di AS dan
Canada hepatitis E terjadi padaorang ± orang yang mengunjungi daerah
endemic. Virus rantai tunggal RNA dikirimkan melalui rute oral - fecal dan
menyerupai virus hepatitis A. HEV mempunyai periode inkubasi 2 - 9
minggu. Hepatitis E tidak menuju infeksi kronik atau carier

D. Manisfestasi Klinik
1. Masa tunas

a. Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)

b. Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)

c. Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)

2. Stadium praicterik

Berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,


anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas,
urin menjadi lebih coklat.

3. Stadium icterik

Berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada


sklera,kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang,
tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna
kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.

4. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi)

Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit


di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah
timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai
merasa segar kembali,

E. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan
kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada
hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah
normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel
hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari
tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang
sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal.

Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan


peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya
perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan
dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.

G. Hepatitis Pada Kehamilan


Ibu hamil dapat beresiko terkena virus hepatitis akut. Gejala dan tanda
infeksi hepatitis virus akut yang terjadi pada kehamilan umumnya tidak banyak
berbeda dengan mereka yang tidak hamil.Umumnya ibu hamil yang mengalami
hepatitis virus akut akan sembuh dalam 4 sampai 6 minggu (virus A).

Bila ibu hamil terinfeksi hepatitis virus B atau C, maka dokter akan
melakukan berbagai pemeriksaan lanjutan untuk menentukan apakah hepatitis
virusnya dalam kondisi aktif dan menularkan ke orang lain atau tidak, termasuk
ke janinnya.

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus


adalah sama dengan wanita tidak hamil pada umur yang sama. Kelainan hepar
yang mempunyai hubungan langsung dengan peristiwa kehamilan, ialah :
Acute fatty liver of pregnancy (Obstetric acute yellowatrophy). Recurrent
intrahepatic cholestasis of pregnancy. Infeksi hepatitis virus pada kehamilan
tidak berhubungan langsung dengan peristiwa kehamilan, namun tetap
memerlukan penanganan khusus, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin
timbul baik untuk ibu maupun janin.

Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter


II maka gejala-gejalanya akan sama dengan gejala hepatitis virus pada wanita
tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding
dengan gejala-gejala yang timbul pada trimester III, namun penderita
hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan
gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya menunjukkan
gejalagejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi,
dengan menimbulkan mortalitas ibu yang sangat tinggi, dibandingkan dengan
penderita tidak hamil. Pada trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropik
disertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita
mudah jatuh dalam acute hepatic necrosis. Tampaknya keadaan gizi ibu hamil
sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala
hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil.
Gizi buruk khususnya defisiensi protein, ditambah pula meningkatnya
kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin, menyebabkan infeksi hepatitis
virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat. Hepatitis
virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero maupun
segera setelah lahir.

Dilaporkan, bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B,


dengan gejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada
Ibu-lbu hamil yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5%
dari bayinya mengalami virus B antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum
jelas pengaruhnya terhadap kelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa
kelahiran prematur terjadi pada 66% kehamilan yang disertai hepatitis virus B.
Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada
janin. Kern icterus terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati
placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice. Bila penularan
hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu persalinan maka gejala-gejalanya
baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian. Sampai sekarang belum
dapat dibuktikan, bahwa hepatitis virus pada Ibu hamil dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan
yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang
menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan
virus B in utero, maka keadaan ini tidak memberikan kekebalan pada janin
dengan kehamilan berikutnya.
I. Penularan Infeksi Hepatitis Pada Ibu Hamil Ke Janin
Penularan virus hepatitis pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu :

1. Melewati placenta

Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga


terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati
pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat
menembus placenta, ialah virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus
hepatitis dapat menembus placenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen
dalam tubuh janin in utero atau pada janin baru lahir. Selain itu telah
dilakukan pula autopsi pada janin-janin yang mati pada periode neonatal
akibat infeksi hepatitis virus. Hasil autopsi menunjukkan adanya
perubahanperubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai
suatu bentuk cirrhosis. Perubahan-perubahan yang lanjut pada hepar ini,
hanya mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam
rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat
pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus hepatitis dari
Ibu ke janin dapat terjadi secara hematogen. Angka kejadian penularan virus
hepatitis dari Ibu ke janin atau bayinya, tergantung dari tenggang waktu
antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggi
didapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan trimester III.
Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis virus pada waktu hamil,
tidak memberi gejala-gejala icterus pada bayi-nya yang baru lahir, namun
hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir tidak mengandung virus
tersebut. Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan gejala-gejala
klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih
besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yang hanya merupakan carrier
tanpa gejala klinik.

2. Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan

Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu persalinan maka
gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian.
3. Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya.

4. Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.

J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium

a. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)

Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik


kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra
seluler yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas
dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati.

b. Darah Lengkap (DL)

SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan


enzim hati)atau mengakibatkan perdarahan.

c. Leukopenia

Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)

d. Diferensia Darah Lengkap

Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.

e. Alkali phosfatase

Meningkat (kecuali ada kolestasis berat)

f. Feses

Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)

g. Albumin Serum

Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum


disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai
gangguan hati.

h. Gula Darah

Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).


i. Anti HAVIgM

Positif pada tipe A

j. HbsAG

Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)

k. Masa Protrombin

Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau


berkurang.

Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.

l. Bilirubin serum

Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)

m. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein) Kadar darah meningkat.


BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi.
Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi
BSP.
n. Biopsi Hati

Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis

o. Urinalisa

Peningkatan kadar bilirubin.

Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.


Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin
menimbulkan bilirubinuria.

2. Scan Hati dan USG

Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.

K. Pengobatan
1. Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan
wanita tidak hamil.
2. Tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam
serum menjadi normal.

3. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapi tinggi protein


dan karbohidrat.

4. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.

5. Kortison baru diberikan bila diperlukan .

6. Perlu diingat,pada hepatitis virus yang aktip dan cukup


berat, mempunyairisiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena
menurunnya kadar vitamin K.

7. Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (termasuk carrier HBsAg kronik)
harus di terapi dengan kombinasi dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan
aktif imunisasi dengan vaksin hepatitis

8. Janin baru lahir hendaknya tetap diawasi sampai periode post natal dengan
dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus
antigensecara periodik.
9. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami
penyulit-penyulit lain.

L. Komplikasi
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan
oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan
menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
alkoholik.

M. Pencegahan
1. Mempertahankan gizi Bumil seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk
mempermudah penularan hepatitis virus.

2. Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung denganpenderita


hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg.
berat badan.
3. Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya
enam bulan setelah persalinan, dengan syarat :

a. Setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan laboratorium


telah kembali normal.

b. Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan


pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan
enam bulan kemudian.

Konsep dasar pengkajian


A. Pengkajian
1. Keluhan Utama

Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu


makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit
kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu

5. Riwayat Penyakit Yang Lalu

6. Riwayat Kesehatan Keluarga

7. Pengkajian Kesehatan

a. Aktivitas

• Kelemahan

• Kelelahan

• Malaise

b. Sirkulasi

• Bradikardi (hiperbilirubin berat)

• Ikterik pada sklera, kulit, membran mukosa


c. Eliminasi

• Urine gelap

• Diare feses warna tanah liat

d. Makanan dan Cairan

• Anoreksia

• Berat badan menurun

• Mual dan muntah

• Peningkatan oedema

• Asites

e. Neurosensori

• Peka terhadap rangsang

• Cenderung tidur

• Letargi

• Asteriksis

f. Nyeri / Kenyamanan

• Kram abdomen

• Nyeri tekan pada kuadran kanan

• Mialgia

• Atralgia

• Sakit kepala

• Gatal (pruritus)

g. Keamanan

• Demam
• Urtikaria

• Lesi makulopopuler

• Eritema

• Splenomegali

• Pembesaran nodus servikal posterior

h. Seksualitas

• Pola hidup / perilaku yang meningkatkan resiko terpajan

B. Diagnosa Keperawatan
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis:

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,


perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar


yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam
empedu

4. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular


dari agent virus

C. Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

a. Hasil yang diharapkan :

Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium


normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
b. Intervensi

1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan

R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan

2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi


sering dan tawarkan pagi paling sering

R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal


dan menurunkan kapasitasnya.

3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah


makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan
rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.

4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak

R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan


pemasukan

5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak

R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi,


sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan
membebani hepar.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar


yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta. a. Hasil yang
diharapkan :

Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis
kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)

b. Intervensi

1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat


digunakan untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman,
oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui
pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan
nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.

2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri

• Akui adanya nyeri

• Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya


R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan
kesehatan bahwa ia mengalami nyeri

3) Berikan informasi akurat dan

• Jelaskan penyebab nyeri

• Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui


R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan
nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang
dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)

4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek


hepatotoksi

R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk


mengurangi nyeri.

3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan


pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam
empedu

a. Hasil yang diharapkan :

Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.

b. Intervensi

1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering

• Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan


(kadtril, lanolin)
• Keringkan kulit, jaringan digosok

R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang


ujung syaraf

2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu


ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan

meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi

3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan


tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk

R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih


banyak pruritus

4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin R/


pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban
kekeringan

6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular


dari agent virus

a. Hasil yang diharapkan :

Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

b. Intervensi

1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat


untuk menangani semua cairan tubuh

• Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau
spesimen

• Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan


tubuh
• Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah
yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum
dengan cara apapun

R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus


hepatitis

2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh


dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan
yang terkontaminasi

R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan


materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit

3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien,


keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan. R/
mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai
transmisi infeksi

4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen


kesehatan yang tepat

R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber


pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi
D. Evaluasi
1. Kebutahan nutrisi terpenuhi

2. Rasa nyeri hilang atau berkurang

3. Tidak terjadi gangguan integritas kulit

4. Terjadi penurunan risiko transmisi infeksi


MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN EKTOPIK PADA IBU
HAMIL

1. Konsep dasar penyakit


A. Definisi kehamilan ektopik
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan
akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi
istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang
semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau
pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi
terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat
tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian
besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi
pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus
yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono
Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi
terjadi di luar rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat
tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih
besar dari 90 %). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar
biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri.
Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba,
ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim
di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervix, pars interstitialis
tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim (Obstetri Patologi. 1984.
FK UNPAD).
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan
hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri. (kapita selekta
kedokteran,2001)
Dari kedua difinisi diatas dapat disimpulkan kehamilan
ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni
dalam endometrium kavum uteri.
B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki,
tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo
Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa faktor yang
berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:
a. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan
ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang
menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba
dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa
tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan
implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/
infeksi pasca nifas, apendisitis, atau endometriosis,
yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen
 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum,
ostium asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang
terjadi
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau
terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki
patensi tuba pada sterilisasi
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma
uteri dan adanya benjolan pada adneksia
 Penggunaan IUD
b. Faktor Fungsional
 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus
perkembangan duktus mulleri yang abnormal
 Refluks menstruasi
 Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar
hormon estrogen dan progesterone
 Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap
ovum yang dibuahi.
 Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus
induksi sebelumnya.
C. Klasifikasi
Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam
bukunya mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan
lokasinya antara lain:
a) Tuba Fallopii
 Pars-interstisialis
 Isthmus
 Ampula
 Infundibulum
 Fimbrae
b) Uterus
 Kanalis servikalis
 Divertikulum
 Kornu
 Tanduk rudimenter
c) Ovarium
d) Intraligamenter
e) Abdominal
 Primer
 Sekunder
f) Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
D. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain
ampula tuba (lokasi tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis,
kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum
kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba
maupun secara intercolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot
melekat pada ujungatau sisi jonjot, endosalping yang relative
sedikitmendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian di
reabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara
dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh
jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping
dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas
pembuluh darah di tempat tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan
perkembangannya tersebut di pengaruhi oleh beberapa
faktor,  yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan
banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan
ektopikpun mengalami hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen
dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda
hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometriumpun berubah
menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel
endometriummenjadi hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi
lobular dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular demikian
disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat pada implantasi
pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya
kehamilan, suatu saat kehamilan akan terkompromi.           
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah :
 Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
 Abortus kedalam lumen tuba
 Ruptur dinding tuba.
E. Manifestasi klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi
tergantung dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan
ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan per vaginam.
Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang
dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah,
harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami
gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara
terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah,dan dispareuni.
Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan
intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri
pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis,
pembesaran uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan
gejala dari kehamilan ektopik harus dibedakan dengan appendisitis,
salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada
pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum
Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan
muda, seperti nyeri di perut bagian bawah, vagina uterus membesar
dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba
karena lembek.
Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi
secara tiba-tiba dengan intensitas tinggi disertai perdarahan,
sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan per
vaginam menunjukkan terjadi kematian janin.
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan
ektopik. Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
F. Tanda dan gejala
1. Tanda :
 Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea
atau spotting atau perdarahan vaginal.
 Menstruasi abnormal.
 Abdomen dan pelvis yang lunak.
 Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi
oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan.
Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
 Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi
hipovolemi.
 Kolaps dan kelelahan
 Pucat
 Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
 Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan
agak gembung.
 Gangguan kencing
2. Gejala:
 Nyeri:
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100%
kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral
atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.
 Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi
dan nekrose dan dikeluarkan dengan perdarahan.
Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang
banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke
abortus biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya
membentuk bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus
 Amenorhea:
 Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan
ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada saat
mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak
menyadari bahwa mereka hamil.
G. Pemeriksaan Penunjang
a) USG
b) Kadar HCG menurun
c) Laparaskopi
d) HB
e) Leukosit
f) Kuldossintesis
H. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalalah
laparotomi. Dalam tindakan demikian , beberapa hal harus
diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.
a) Kondisi ibu pada saat itu.
b) Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi
reproduksinya.
c) Lokasi kehamilan ektropik.
d) Kondisi anatomis organ pelvis.
e) Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
f) Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.

Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu di


lakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat
dilakukan pembedahan konservatif. Apakah kondisi ibu buruk,
misalnya dalam keadaan syok, lebih baik di lakukan
salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektropik di pars
ampularis tuba yang belum pecah biasanya di tangani dengan
menggunakan kemoterapi untung menghindari tindakan
pembedahan.
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka
deteksi dini dan pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana
yang disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan
melalui:
1. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak
dini. Obat yang digunakan adalah methotrexate (obat anti
kanker).

2. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa
minggu, operasi adalah tindakan yang lebih aman dan
memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada obat-
obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi
laparaskopi.

Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan,


terapi definitif adalah pembedahan :
 Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung
kehamilan (salfingo-ovarektomi) atau insisi
longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan
pemencetan agar kantung kehamilan keluar dari
luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit kembali.
 Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila
mungkin lakukan insisi pada tepi superior dan
kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
 Operasi Laparoskopik : Salfingostomi

Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung


kehamilan kecil serta kadar β-hCG rendah maka dapat
diberikan injeksi methrotexatekedalam kantung gestasi
dengan harapan bahwa trofoblas dan janin dapat
diabsorbsi atau diberikan injeksi methrotexate 50
mg/m3 intramuskuler.
Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan
ektopik:
a) Ukuran kantung kehamilan
b) Keadaan umum baik (“hemodynamically
stabil”)
c) Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan
dengan baik
Keberhasilan pemberian methrotexate yang
cukup baik bila :
 Masa tuba
 Usia kehamilan
 Janin mati
 Kadar β-hCG
Kontraindikasi pemberian Methrotexate :
 Laktasi
 Status Imunodefisiensi
 Alkoholisme
 Penyakit ginjal dan hepar
 Diskrasia darah
 Penyakit paru aktif
 Ulkus peptikum

Pasca terapi konservatif atau dengan


methrotexate, lakukan pengukuran serum
hCG setiap minggu sampai negatif. Bila
perlu lakukan “second look operation”.
I. Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder
akibat kesalahan diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau
pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara
cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau
uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat
menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain
adalah perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung
kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga
komplikasi terkait tindakan anestesi.

J. Pencegahan
Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan
ektopik. Wanita yang merokok memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk mengalami kehamilan ektopik. Berhubungan seksual
secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko
kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan
melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada
akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang
panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang
akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN EKTOPIK
A. Pengkajian
1. Anamnesis dan gejala klinis
 Riwayat terlambat haid
 Gejala dan tanda kehamilan muda
 Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan
 Terdapat aminore
 Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen,
terutama abdomen bagian kanan / kiri bawah
 Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
a. Mulut            :           bibir pucat
b. Payudara       :           hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
c. Abdomen      :           terdapat pembesaran abdomen.
d. Genetalia       :           terdapat perdarahan pervaginam
e. Ekstremitas   :           dingin

 Palpasi

a. Abdomen      :     uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada
UK, nyeri tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
b. Genetalia           : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.

 Auskultasi

Abdomen            : bising usus (+), DJJ (-)

 Perkusi

Ekstremitas : reflek patella + / +


3. Pemeriksaan fisik umum:
 Pasien tampak anemis dan sakit

 Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah


adneksa.

 Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar.

 Daerah ujung (ekstremitas) dingin

 Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat, adanya


tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas dinding abdomen.

 Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai syok

 Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan bebas darah,


nyeri saat perabaan.
4. Pemeriksaan khusus:
 Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks

 Kavum douglas menonjol dan nyeri

 Mungkin tersa tumor di samping uterus

 Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan.

 Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada


uteris kanan dan kiri
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang,
sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat
melakukan:

a. Laboratorium
 Hematokrit
Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang
terjadi.

 Sel darah putih


Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya leukositosis. Leoukosite
15.000/mm3.  Laju endap darah meningkat.
 Tes kehamilan
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-
hCG positif. Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG
meningkat 2 kali lipat setiap dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik
menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan
1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang normal.
Kadar hormon yang rendah  menunjukkan adanya suatu masalah seperti
kehamilan ektopik.
b. Pemeriksaan Penunjang/Khusus
 Setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.

 Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat


menggambarkan isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat
melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran tuba,
indung telur, maupun di tempat lain.
USG :
o Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
o Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
o Adanya massa komplek di rongga panggul

 Laparoskopi

peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik sudah diganti


oleh USG

 Laparotomi 

Harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan


gangguan hemostasis (tindakan diagnostik dan definitif).

 Kuldosintesis  
Memasukkan jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk
menentukan ada atau tidak adanya darah dalam cavum Douclassi.
Tindakan ini tak perlu dikerjakan bila diagnosa adanya perdarahan
intraabdominal sudah dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.

 Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

B. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrient ke sel.
3. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan
intraperitonial.
4. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman
atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
C. Intervensi keperawatan
1. Devisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
Kriteria hasil: ibu menunjukan kestabilan/ perbaikan keseimbangn cairan
yang di buktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler
cepat, sensorium tepat, serta frekuensi berat jenis urine adekuat.

No Rencana Inervensi Rasional


1 Lakukan pendekatan kepada Pasien dan keluarga lebih kooperatif
pasien dan keluarga.
2 Memberikan penjelasan mengenai pasien mengerti tentang keadaan dirinya
kondisi pasien saat ini dan lebih kooperatif terhadap tindakan.
3 Observasi TTV dan observasi parameter deteksi dini adanya
tanda akut abdoment. komplikasiyang terjadi.
4 Pantau input dan output cairan Untuk mengetahui kesaimbangan cairan
dalam tubuh
5 Pemeriksa kadar Hb mengetahui kadar Hb klien sehubungan
dengan perdarahan.
6 Lakukan kolaborasi dengan tim melaksanakan fungsi independent.
medis untuk penanganan lebih
lanjut.

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen


seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrient ke sel.
Kriteria hasil: menunjukan perfusi jaringan yang adekuat, misalnya:
Tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa warna merah muda, pengisian
kapilerbaik, haluaran urine adekuat, wajah tidak pucat dan mental seperti
biasa.

No Tindakan intervensi rasional


1 Awasi tanda vital, kaji pengisian Memberikan informasi tentang
kapiler, warna kulit/membrane derajat/adekuat perfusi jaringan dan
mukosa, dasar kuku. membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
2 Catat keluhan rasa dingin, Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi
pertahankan suhu lingkungan dan perifer. Kenyamanan pasien/ kebutuhan
tubuh hangat sesuai indikasi. rasa hangat harus seimbang dengan
kebutuhan untuk menghindari panas
berlebihan.
3 Kolaborasi dengan tim medis Mengidentifikasi defisiensi dan
yang lain, awasi pemeriksaan kebuutuhan pengobatan atau terhadap
lab: misalnya: HB/HT terapi.
3. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan
intraperitonial.
Kriteria hasil: ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda
vital dalam batas normal, dan ibu tidak meringis atau menunjukan raut muka
yang kesakitan.

No Rencana Intervensi Rasional


Mandiri:
1 Tentukan sifat, lokasi dan Membantu dalam mendiagnosis dan
durasi nyeri. Kaji kontraksi menentukan tindakan yang akan dilakukan.
uterus hemoragi ataunyeri Ketidak nyamanan dihubungkan dengan
tekan abdomen. aborsi spontan dan molahidatiosa karena
kontraksi uterus yang mungkin diperberat
oleh infuse oksitosin. Rupture kehamilan
ektropik mengakibatkan nyeri hebat, karena
hemoragi tersembunyi saat tuba falopi
rupture ke dalam abdomen.
2 Kaji steres psikologi Ansietas terhadap situasi darurat dapat
ibu/pasangan dan respons memperberat ketidak nyamanan karena
emosional terhadap kejadian. syndrome ketegangan, ketakutan, dan nyeri..
3 Berikan lingkungan yang Dapat membantu dalam menurunkan tingkat
tenang dan aktivitas untuk asietas dan karenanya mereduksi
menurunkan rasa nyeri. ketidaknyamanan.
Instruksikan klien untuk
menggunakan metode
relaksasi, misalnya: napas
dalam, visualisasi distraksi,
dan jelaskan prosedur.
Kolaborasi:
4 Berikannarkotik atau sedative Meningkatkan kenyamanan, menurunkan
berikut obat-obat praoperatif komplikasi pembedahan
bila prosedur pembedahan
diindikasikan.
5 Siapkan untuk prosedur bedah Tingkatkan terhadap penyimpangan dasar
bila terdapat indikasi akan menghilangkan nyeri.

4. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahamaan


atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan: ibu berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan dalam istilah
sederhana, mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.

No Rencana Intervensi Rasional


1 Menjelaskan tindakan dan Memberikan informasi, menjelaskan
rasional yang ditentukan untuk kesalahan konsep pikiran ibu mengenai
kondisi hemoragia. prosedur yang akan dilakukan, dan
menurunkan sters yang berhubungan
dengan prosedur yang diberikan.
2 Berikan kesempatan bagi ibu Memberikan klisifikasi dari konsep yang
untuk mengaji\ukan pertanyaan salah, identifikasi masala-masalah dan
dan mengungkapkan kesalah kesempatan untuk memulai
konsep mengembangkan ketrampilan penyesuaian
(koping)
3 Diskusikan kemungkinan Memberikan informasi tentang
implikasi jangka ependek pada kemungkinan komplikasi dan
ibu/janin dari kedaan meningkatkan harapan realita dan kerja
pendarahan. sama dengan aturan tindakan.
4 Tinjau ulang implikasi jangka Ibu dengan kehamilan ektropik dapat
panjang terhadap situasi yang memahami kesulitan mempertahankan
memerlukan evaluasi dan setelah pengangkatan tuba/ovarium yang
tindakan tambahan. sakit.

D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi.

Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan


kesimpulan perawat, dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan lain.

Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil


keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.

E. Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN TORCH PADA IBU
HAMIL

1. Konsep dasar penyakit


A. Pengertian
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gahungan dari 4 jenis
penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes.
Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila
infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini diagnosis untuk penyakit infeksi telah
berembang antara lain kearah pemeriksaan secara imonologis. Prinsip dari
pemeriksan ini adalah deteksi adanya zat anti (Anti Body) yang spesifik
terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhdap
adanya benda asing (kuman, antibody yang terburuk dapat berupa
imonoglobin M (lgM) dan imonoglobin G (lgG).
a. Toxoplasma
Disebabkan oleh parasite yang disebut Toxoplasma Gondi.
Pada umumnya infers ini terjadi tanpa disertai gejala yang
spesifik. Toxoplasma yang disertai gejala ringan mirip gejala
influenza, bisa timbul rasa lelah demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah. Infeksi toxoplasma berbahaya bila
terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sisitem
kekebalan tubuh terganggu. Jika wanita hamil terinfeksi
toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran 4% atau lahir mati 3% atau bayi
menderita toxoplasma bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit
dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan
oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa
muda. Infeksi Rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil
muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya.jika
infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka resiko
terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi terjadi
trimester pertama maka resikonya menjadi 25% (menurut
America College of Obstatrician and Gvnecologists,1981).
c. Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini
termasuk golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya
keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten
dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang
hamil. Jika ibu terinfeksi, maka janin yang dikandung
mempunyai resiko tertular sehingga mengalami gangguan
misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian
retardasi mental, dan lain-lain.
d. Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh
herpes simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam
bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan
berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan
dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh
pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin
tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat
berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).
B. Etiologi
a. Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma
gondi. Tokoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada
pada hampir semua hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi
kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing pada makanan yang
berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung oocysts dari
toxoplasma gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Contoh lainnya
adalah pada saat berkebun atau saat membenahi tanaman
dipekarangan, kemudian tangan yang masih belum dibersihkan
melakukan kontak dengan mulut.
b. Rubella
c. Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella
pernah menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar
melalui droplet. Periode inkubasinya adalah 14-21 hari.
d. Cytomegalovirus
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran
tubuh penderita seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan aiSr
susu ibu. Bisa juga terjadi karena transplatasi organ.Kebanyakan
penularan terjadi karena cairan tubuh penderita menyentuh tangan
individu yang rentan.Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan
tangan.Teknik mencuci tangan dengan sederhana manggunakan sabun
cukup efektif untuk membuang virus dari tangan.Golongan sosial
ekonomi rendah lebih rentan terkena infeksi.Rumah sakit juga
marupakan tempat penularan virus ini, terutama unit dialisis,
perawatan neonatal dan ruang anak.Penularan melalui hubungan
seksual juga dapat terjadi melalui cariran semen ataupun lendir
endoserviks. Virus juga dapat ditularkan pada bayi melalui sekresi
vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu. Namun infeksi ini
biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis.Resiko infeksi
kongenital CMV paling besar terdapat pada wanita yang sebelumnya
tidak pernah terinfeksi dan mereka yang terinfeksi pertama kali ketika
hamil.Meskipun jarang, sitomegalovirus kongenital tetap dapat
terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu.Penularan dapat
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur
kehamilan semakin berat gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih
sering terjadi di negara berkembang dan di masyarakat denga status
sosial ekonomi lebih rendah dan merupakan penyeirus paling
signifikan cacat lahir di negara-negara industri. CMV tampaknya
memiliki dampak besar pada parameter pada kekebalan tubuh di
kemudian hari dan dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan
kematian.
e. Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada
media kultur, antigenic, dan lokasi klinis (tempat predileksi)
C. Patofisiologi
a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu
penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan
penyebab lainnya yang tergolong dalam TORCH. Hospes primernya
adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat
reinfeksi mereka dapat menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista.
Ookista ini dapat menginfeksi manusia dengan cara memakan daging,
buah-buahan, atau sayuran yang terkontaminasi atau karena kontak
dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan tubuh manusia, akan
terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan membesar.
Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang
di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan
otak, retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada
organ-organ tersebut, seperti microcephali, cerebral kalsifikasi,
chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma ditemukan dalam daging babi
atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang pada daging sapi
atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging dapat
dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya
berubah warna. Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga dapat
menstranmisikan parasit yang dapat dihancurkan dengan pembekuan
atau pendidihan. Infeksi T.gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu
begitu saja. Setelah masa inkubasi selama lebih kurang 9 hari, muncul
gejala flu seperti lelah, sakit kepala, dan demam yang dapat muncul
hampir bersamaan dengan limpadenopati, terutama di daerah serviks
posterior.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh
enchepalitis. Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus
respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe sekitar
dan mengalami multiplikasi serta mengawali terjadinya viremia dalam
waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya viremia
maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada
80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin
sangat tinggi pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi
sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan terinfeksi.
Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan
selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan
tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada
bayi yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara
kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang,
CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi
sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan reaktivasi virus
yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya
disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di negara
berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena
sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila
infeksi primer terjadi pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan
kerusakan otak, ikterus dengan pembesaran hepar dan lien,
trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi mental. Bayi juga
dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang
banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat
mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva,
semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat
menular melalui tranfusi.
d. Herpes
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam
HSV 1 dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan
mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital. Virus
ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik
lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan
mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai
6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi
lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di
mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan
mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa
dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami
peningkatan. Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang
terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru
lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan HSV pada saat
melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu yang
melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya.

D. Tanda dan Gejala


a. Toxoplasma
1. Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala
seperti gejala influenza, timbul rasa lelah, malaise, dan
demam.Akan tetapi umumnya tidak menimbulkan masalah
yang berarti.Pada umumnya, infeksi Toxoplasma tarjadi
tanpa disertai gejala yang spesifik. Walaupun demikian, ada
beberapa gejala yang mengkin ditemukan pada orang yang
terinfeksi toksoplasma, gejala-gejala tersebut adalah :
a) Pyrexia of unknow origin (PUO)
b) Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala,
rash,myalgia perasaan umum ( tidak nyaman atau
gelisah)
c) Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
d) Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga
dapat menyerang sel retina mata.

Infeksi Toxoplasma berbahaya bils terjadi saat ibu


sedang hamil atau pada orang dengan system
kekebalan tubuh tergantung (misalnya penderita
AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapat obat
penekan respon imun).
2. Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang
dapat terjadi pada janinnya adalah abortus spontan atau
keguguran, lahir mati, atau bayi menderita Toxoplasmosis
bawaan.Pada awal kehamilan infeksi toksoplasma dapat
menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi secara
berulang.Namun jika kandungan dapat dipertahankan, maka
dapat mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika lahir.
Diantaranya adalah :
a) Lahir mati (still birth)
b) Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
c) Anemia
d) Perdarahan
e) Radang paru
f) Penglihatan dan pendengaran kurang
g) Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti
kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-
kejang dan ensefalitis selain itu juga dapat merusak
otak janin.
h) Resiko terbentuk dari terjangkitnya infeksi ini pada
janin adalah saat infeksi maternal akut terjadi di
trimester ketiga
b. Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang
dewasa, ditandai dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran
pernafasan atas. Sebagian besar Negara saat ini memiliki program
vaksin rubella untuk bayi dan wanita usia subur dan hal ini merupakan
bagian dari screening prakonsepsi. Ibu hamil secara rutin diperiksa
untuk antibody rubella dan jika tidak memiliki kekebalan akan segera
diberikan vaksin rubella pada periode postnatal. Fakta-fakta terkini
menganjurkan bahwa kahamilan yang disertai dengan pemberian
vaksin rubella tidak seberbahaya yang dipikirkan.Infeksi terberat
terjadi pada trimester pertama dengan lebih dari 85% bayi ikut
terinfeksi.Bayi mengalami vireamia, yang menghambat pembelahan
sel dan menyebabkan kerusakan perkembangan organ.Janin terinfeksi
dalam 8 minggu pertama kehamilan.Oleh karena itu memiliki resiko
yang sangat tinggi untuk mengalami multiple defek yang
mempengaruhi mata, system kardiovaskuler, telinga, dan system
saraf.Arbosi spontan mungkin saja terjadi. Ketulian neurosensory
seringkali dsebabkan oleh infeksi setelah gestasi 14 minggu dan
beresiko kerusakan janin sampai usia 24 minggu. Pada saat lahir,
restriksi pertumbuhan intrauterine biasanya disertai hepatitis,
trombositopenia, dan penyakit nerologis seperti mikrosefali atau
hidrosefali.
c. Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya
mereka tidak akan sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini
merupakan infeksi primer, maka janin biasanya juga beresiko
terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di kenali setelah bayi
lahir.Diantara bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi lahir.
Diantara bayi tersebut hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam
Rahim dan kurang dari 15% akan menampakan gejala pada saat lahir.
Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa
pertumbuhan janin sitomegalovirus menampakan virulensinya pada
manusia. Pada wanita normal sebagian besar adalah asimptomatik atau
subkliik, tetapi bila menimbulkan gejala akan tampak gejala antara
lain:
1. Mononucleosis-like syndrome yaitu demam selama 3
minggu. Secara klinis timbul gejala lethargi, malaise
dan kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan
infeksi mononucleosis (tanpa tonsillitis atau faringitis
dan limfadenopati servikal). Kadang-kadang tampak
gambaran seperti hepatitis dan limfositosis atipik.
Secara klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip dengan
infeksi virus Epstein – bar dan dibedakan dari hasil tes
heterrofil yang negative. Gejala ini biasanya self
limitting tetapi komplikasi serius dapat pula terjadi
seperti hepatitis, peneumonitis, ensefalitis, miokarditis,
dan lain-lain. Penting juga dibedakan dengan tokso
plasmosis dan hepatitis B yang juga mempunyai gejala
serupa.
2. Sendroma post transfusi. Viremia terjadi 3-8 minggu
setelah transfusi. Tanpak gambaran panas kriptogenik,
splenomegali, kelainan biokimia dan hematologi.
Sindroma ini juga dapat terjadi pada tranplantasi ginjal.
3. Penyakit sistemik luas antara lain neomonits yang
mengancam jiwa yang dapat pasien dengan infeksi
kronis dengan thymoma atau pasien dengan kelainan
sekunder dari proses imonologi ( seperti HIV tipe 1 atau
2)
d. Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil
konsepsi setiap saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa
organogenesis (trimester I) atau selama periode pertumbuhan dan
perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi  kelainan yang serius.
Juga didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi
intrauterine dengan embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital
sitomegalovirus dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR,
klasifikasi intracranial pada ventrikel lateral dan traktus olfaktoris,
sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental,
hepatosplenomegali, ikterus, purpora trombositopeni, DIC. Infeksi
pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan
disebabkan karena kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukan
psikomotor.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk menangani
suatu penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan gejala klinis sering sukar
dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa laboratorik dengan memeriksa serum
darah, untuk mengukur titer-titer antibodi IgM atau IgG-nya. Penderita TORCH
kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik, bahkan bisa jadi sama
sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang dirasakan adalah mudah
pingsan, pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur, pendengaran terganggu,
radang tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah lesu, kesemutan, sulit
tidur, epilepsi, dan keluhan lainnya. Untuk kasus kehamilan: sulit hamil,
keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap, cacat fisik maupun mental, autis,
keterlambatan tumbuh kembang anak, dan ketidaksempurnaan lainnya. Namun
begitu, gejala diatas tentu belum membuktikan adanya penyakit TORCH sebelum
dibuktikan dengan uji laboratorik

2. Konsep asuhan keperawatan


A. Pengkajian
Komplikasi Potensial TORCH atau IMS Maternal: IUGR, Abortus
Spontan, KDP, Persalinan Kurang Bulan, Kematian Janin
Rujuk kerencana asuhan keperawatan kolaborasi umum komplikasiSeks oral,
potensial: Gangguan janin, Pecah ketuban dini, Persalinan kurang
ciuman
bulan
FOKUS PENGKAJIAN RASIONAL
1. Skrining dan identifikasi 1. Lihat pemeriksaan diagnostic
Hubungan sex
infeksi parental spesifik sebelumnya. Jenis organisme
infeksius menentukan cara
penanganan. Beberapa
infeksi tersebut mempunyai
dampak serius pada janin.
2. Pantau, dan ajurkan klien
untuk memantau aktifitas 2. Penurunan gerak janin
janin terbukti menjadi precursor
gangguan janin berat. Jika
ibu merasakan kurang dari 10
gerakan dalam periode 12
jam. Ia harus memberi tau
penyedia layanan kesehtan
secepatnya.
3. Kaji status ketuban ibu
3. Ketuban yang utuh dapat
menjadi barrier terhadap
beberapa organime infeksius
yang ditularkan melalui rute
4. Pantau tinggi Fundus asenden
(dengan pengukuran atau 4. Untuk mendiagnosis IUGR.
USG) Tinggi fundus harus terkait
dengan usia gestasi janin.
Infeksi seperti rubella dan
toxoplasma dapat
menyebabkan IUGR

5. Jika infeksi HSV II atau


5. CMV berulang tidak
CMV, tentukan apakah
menimbulkan maslah bagi
infeksi tersebut premier atau
janin. Tetapi bayi baru lahir
berulang
dapat terinfeksi HSV II
permier dan berulang namun
waktu luruh infus berkurang
pada infeksi berulang

Komplikasi Potensial TORCH atau IMS Maternal : Infeksi Janin


atau Neonatal (Transplasenta atau Selama Kelahiran) Dan
Malformasi serta Anomali Janin
FOKUS PENGKAJIAN RASIONAL
Tentukan organisme infeksius Usia gestasi ketika ibu terkena
spesifik dan tentukan usia gestasi infeksi sebagia menentukan efek
pada janin. Sebagai contoh jika
terinfeksi rubella pada trimester
pertama janin pasti akan terkena
efek teragonetik. Akan tetapi
jika terinfeksi pada trimester
kedua janin mempunyai
kesempatan terkena hanya 50%.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan system


imun, aspek kronis penyakit.
Definisi: Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen
Faktor-faktor resiko:
- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan
patogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
- Ruptur membrane amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Ketidakadekuatan imun buatan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan HB,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh,
trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,
perubahan sekresi pH, perubahan peristaltic)

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

 Immune Status Infection Control


 Knowledge: Infection (Kontrol Infeksi)
control  Bersihkan
 Risk control lingkungan setelah
Kiteria Hasil : dipakai pasien lain
 Klien bebas dari tanda  Pertahankan tehnik
dan gejala infeksi isolasi
 Mendeskripsikan proses  Batasi pengunjung
penularan penyakit, bila perlu
factor yang  Instruksikan pada
mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serta mencuci tangan
penatalaksanaannya saat berkunjung dan
 Menunjukkan setelah berkunjung
kemampuan untuk meniggalkan pasien
mencegah timbulnya  Gunakan sabun
infeksi antimikrobia untuk
 Jumlah leukosit dalam cuci tangan
batas normal  Cuci tangan setiap
 Menunjukkan perilaku sebelum dan
hidup sehat sesudah tindakan
keperawatan
 Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptic
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV
perifer dan line
central dan dressing
sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan antibiotic
bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Pertahankan tehnik
aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan tehnik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukkan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan
kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur
positif

b. Resiko pola nafas tidak afektif berhubungan dengan penurunan


energi dalam bernafas
Definisi: Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
adekuat
Batasan karakteristik:
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring
- Dyspnea
- Orthopnea
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior dan posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal
 Bayi: <25 atau >60
 Usia 1-4 : <20 atau >30
 Usia 5-14: <14 atau >25
 Usia >14:<11 atau >24
- Kedalaman pernafasan
 Dewasa volume tidalnya 500ml saat istirahat
 Bayi volume tidalnya 6-8ml/kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas vital
Factor yang berhubungan:
- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energy/kelelahan
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

 Respiratory status: Airway Management


Ventilation  Buka jalan nafas,
 Respiratory status: gunakan tehnik chin
Airway patency lift atau jaw thrust bila
 Vital sign Status perlu
Kiteria Hasil :  Posisikan pasien untuk
 Mendemonstrasikan memaksimalkan
batuk efektif dan ventilasi
suara nafas yang  Identifikasi pasien
bersih, tidak ada perlunya pemasangan
sianosis dan dyspneu alat jalan nafas buatan
(mampu  Pasang mayo bila
mengeluarkan perlu
sputum, mampu  Lakukan fisioterapi
bernafas dengan dada jika perlu
mudah, tidak ada  Keluarkan secret
pursed lips) dengan batuk atau
 Menunjukkan jalan suction
nafas yang paten  Auskultasi suara nafas,
(klien tidak merasa catat adanya suara
tercekik, irama nafas, tambahan
frekuensi pernafasan  Lakukan suction pada
dalam rentang normal, mayo
tidak ada suara nafas  Berikan bronkodilator
abnormal) bila perlu
 Tanda-tanda vital  Berikan pelembab
dalam rentang normal udara Kassa basah
(tekanan darah, nadi, NaCL Lembab
normal)  Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan
status O2

Oxygen Therapy
 Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan
nafas yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran
oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring
,duduk atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernafasan abnormal
 Monitor suhu ,
warna,dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang
melebar,bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

c. Kehilangan nafsu makan.


Definisi: Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik:
- Berat badan 20% atau lebih dibawah ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA
(Recomended Daily Allowance)
- Membran mukosa dan konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk mengunyah menelan
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah
makanan
- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
- Keengganan untuk makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan:
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

 Nutritional Status: food Nutrition Management


and Fluid Intake  Kaji adanya alergi
makanan
 Kolaborasi dengan ahli
Kriteria hasil: gizi untuk menentukan
 Adanya peningkatan jumlah kalori dan nutrisi
berat badan sesuai yang dibutuhkan pasien
dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk
 Berat badan ideal menungkatkan intake Fe
sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien untuk
badan meningkatkan protein dan
 Mampu vitamin C
mengidentifikasi  Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi  Yakinkan diet yang
 Tidak ada tanda-tanda dimakan mengandung
malnutrisi tinggi serat untuk
 Tidak terjadi mencegah konstipasi
penurunan berat badan  Berikan makanan yang
yang berarti terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
 Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak
atau orang tua selama
makan
 Monitor lingkungan
selama makan
 Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor tugor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
 Monitor mual dan mutah
 Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor makanan
kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake
nutrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

d. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit


Definisi: Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi
Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya
dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang
dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik:
- Laporan secara verbal atau nonverbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
- Gerakan melindungi
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan
proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh: jalan-jalan, menemui orang
lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi)
- Tingkah laku ekspresif (contoh: gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas panjang/ berkeluh kesah)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam
rentang lemah ke kaku)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

 Pain Level, Pain management


 Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level secara komprehensif
termasuk lokasi,
Kriteria hasil:
karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu  Observasi reaksi
menggunakan tehnik nonverbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
mengurangi nyeri,  Gunakan tehnik
mencari bantuan) komunikasi teraupetik
 Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri
dengan menggunakan  Kaji kultur yang
manajemen nyeri mempengaruhi respon
 Mampu mengenali nyeri
nyeri (skala, intensitas,  Evaluasi pengalaman
frekuensi dan tanda nyeri masa lampau
nyeri)  Evaluasi bersama pasien
 Menyatakan rasa dan tim kesehatan lain
nyaman setelah nyeri tentang ketidakefektifan
berkurang kontol nyeri masa lampau
 Tanda vital dalam  Bantu pasien dan keluarga
rentang normal untuk mencari dan
menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital signsebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

e. Kurang pengetahuan mengenai penularan, penanganan dan


perjalanan penyakit.
Definisi:
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan
dengan topic spesifik.
Batasan karakteristik:
Memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan:
Keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mancari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

 Knowiedge: disease Teaching : Disease Process


process  Berikan penilaian tentang
 Knowiedge: health tingkat pengetahuan
Behavior pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
Kriteria hasil:
 Jelaskan patofisiologi dari
 Pasien dan keluarga
penyakit dan bagaimana
menyatakan pemahaman
hal ini berhubungan
tentang penyakit,
dengan anatomi dan
kondisi, prognosis dan
fisiologi, dengan cara yang
program pengobatan
tepat.
 Pasien dan keluarga
 Gambarkan tanda dan
mampu melaksanakan
gejala yang biasa muncul
prosedur yang dijelaskan
pada penyakit, dengan
secara benar
cara yang tepat
 Pasien dan keluarga
 Gambarkan proses
mampu menjelaskan
penyakit, dengan cara
kembali apa yang
yang tepat
dijelaskan perawat/tim
 Identifikasi kemungkinan
kesehatan lainnya
penyebab, dengan cara
yang tepat
 Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
 Hindari harapan yang
kosong
 Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
 Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberian perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN HIPEREMESIS
GRAVIDARUM PADA IBU HAMIL

1. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan
sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena
terjadi dehidrasi. (Rustam Mochtar, 1998)
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat timbul
setiap saat dan bahkan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid dan berlangsung selama
kurang lebih 10 minggu.
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai
umur kehamilan 20 minggu, begitu hebat dimana segala apa yang
dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi
keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun,
dehidrasi, terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit
seperti Appendisitis, Pielitis dan sebagainya
Dalam buku obstetri patologi (1982) Hiperemesis
Gravidarum adalah suatu keadaan dimana seorang ibu hamil
memuntahkan segala apa yang di makan dan di minum sehingga
berat badannya sangat turun, turgor kulit kurang, diuresis kurang
dan timbul aseton dalam air kencing
Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu
hamil yang ditandai dengan muntah-muntah yang berlebihan
(muntah berat) dan terus-menerus pada minggu kelima sampai
dengan minggu kedua belas Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A.
Wahab Sjahranie Samarinda
B. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Frekuensi kejadian adalah 3,5 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor
predisposisi yang dikemukakan : ( Rustan Mochtar, 1998 )
a) Faktor Organik,
Yaitu karena masuknya vili khoriales dalam sirkulasi
maternal dan perubahan metabolik akibat kehamilan serta
resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap
perubahan-perubahan ini serta adanya alergi, yaitu
merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap
janin.
b) Faktor Psikologik.
Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini.
Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut
terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggungan sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik
mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai
ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil
atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
c) Faktor Endokrin
Hipertiroid, diabetes, peningkatan kadar HCG dan lain-
lain.
C. Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar
estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. Bila terjadi terus-
menerus dapat mengakibatkan dehidrasi dan tidak imbangnya
elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi.
Karena okisidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis
dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik,
dan aseton dalam darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga
cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida
darah turun. Selain itu, dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi,
sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan
jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang pula
tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Di samping dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada
selaput lendir esofagus dan lambung ( sindroma mollary-weiss ),
dengan akibat perdarahan gastrointestinal.
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan Gejala
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut
Hiperemesis  gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang
mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi
apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai
Hiperemesis gravidarum. Menurut berat ringannya gejala
dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
a) Tingkatan I (ringan)
 Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi
keadaan umum penderita
 Ibu merasa lemah
 Nafsu makan tidak ada
 Berat badan menurun
 Merasa nyeri pada epigastrium
 Nadi meningkat sekitar 100 per menit
 Tekanan darah menurun
 Turgor kulit berkurang
 Lidah mongering
 Mata cekung
b) Tingkatan II (sedang)
 Penderita tampak lebih lemah dan apatis
 Turgor kulit mulai jelek
 Lidah mengering dan tampak kotor
 Nadi kecil dan cepat
 Suhu badan naik (dehidrasi)
 Mata mulai ikterik
 Berat badan turun dan mata cekung
 Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan
konstipasi
 Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi
asetonuria
c) Tingkatan III (berat)
 Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun
dari somnolen sampai koma)
 Dehidrasi hebat
 Nadi kecil, cepat dan halus
 Suhu badan meningkat dan tensi turun
 Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang
dikenal dengan enselopati wernicke dengan gejala
nistagmus, diplopia dan penurunan mental
 Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah
hati
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji
usia gestasi janin dan adanya gestasi multipel, mendeteksi
abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
b. Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
c. Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.
F. Komplikasi
a) Dehidrasi berat
b) Ikterik
c) Takikardi
d) Suhu meningkat
e) Alkalosis
f) Kelaparan
g) Gangguan emosional yang berhubungan dengan kehamilan
dan hubungan keluarga
h) Menarik diri dan depresi
G. Penatalaksanaan
a) Pencegahan
 Pencegahan terhadap Hiperemesis gravidarum perlu
dilaksanakan dengan jalan memberikan penerapan
tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu
proses yang fisiologik, memberikan keyakinan
bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan
gejala yang flsiologik pada kehamilan muda dan
akan hilang setelah kehamilan 4 bulan,
mengajurkan mengubah makan sehari-hari dengan
makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering.
 Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat
tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau
biskuit dengan teh hangat.
 Makanan yang berminyak dan berbau lemak
sebaiknya dihindarkan.
 Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam
keadaan panas atau sangat dingin.
b) Obat-obataan
Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital.
Vitamin yang dianjurkan Vitamin B1 dan B6 Keadaan
yang lebih berat diberikan antiemetik sepeiti Disiklomin
hidrokhloride atau Khlorpromasin. Anti histamin ini juga
dianjurkan seperti Dramamin, Avomin
c) Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang tetapi
cerah dan peredaran udara yang baik. Tidak diberikan
makan/minuman selama 24 -28 jam. Kadang-kadang
dengan isolasi saja gejaia-gejala akan berkurang atau
hilang tanpa pengobatan.
d) Terapi psikologik
Perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat
disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan,
kurangi pekerjaan yang serta menghilangkan masalah dan
konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang
penyakit ini.
e) Cairan parenteral
Berikan cairan- parenteral yang cukup elektrolit,
karbohidrat dan protein dengan Glukosa 5% dalam cairan
garam fisiologik sebanyak 2-3 liter per hari. Bila perlu
dapat ditambah Kalium dan vitamin, khususnya vitamin B
kompleks dan vitamin C. Bila ada kekurangan protein,
dapat diberikan pula asam amino secara intra vena.
f) Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik,
bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan
medik dan psikiatri bila keadaan memburuk. Delirium,
kebutaan, tachikardi, ikterus anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan
demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik
sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tak boleh
menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ
vital.
g) Diet
 Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis
tingkat III.
Makanan hanya berupa rod kering dan buah-
buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan
tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang
dalam semua zat – zat gizi, kecuali vitamin C,
karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
 Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan
muntah berkurang.
Secara berangsur mulai diberikan makanan yang
bernilai gizi linggi. Minuman tidak diberikan
bersama makanan . Makanan ini rendah dalam
semua zat-zal gizi kecuali vitamin A dan D.
 Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita
dengan hiperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh
diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup
dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.

Konsep dasar asuhan keperawatan


1.      Pengkajian Keperawatan
A.    Identitas klien
Nama : Ny ‘K’
Umur : 23 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Darungan
B.     Keluhan utama
Pasien mengatakan mual dan selalu muntah pada pagi hari. Mual dan muntah
semakin berat bila membau makanan yang merangsang.
C.     Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poli kandungan dengan keluhan terlambat haid 3 minggu,terakir
mendapat haid tanggal 12 januari 2013, mual dan selalu muntah pada pagi hari.
Pasien juga mengeluh badannya terasa lemas dan mau pingsan karena sudah
beberapa hari sulit makan.
D.    Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit gastritis.
E.     Pola kebiasaan sehari-hari
1. Pola nutrisi
Sebelum hamil : Makan 3 x (nasi,sayur,lauk)
Minum 7 gelas/hari
Selama hamil : makan berkurang, minum berkurang
2. Pola eliminasi
Sebelum hamil : BAB 1 x tiap pagi, BAK 5 x/hari
Sesudah hamil : BAB 1 x tiap pagi, BAK 3 x/hari
3. Pola istirahat tidur
Sebelum hamil : Siang 2 jam/hari, malam 8 jam /hari
Sesudah hamil : Siang 3 jam/hari, malam 5 jam/hari
4. Pola aktivitas
Sebelum hamil : Membantu pekerjaan rumah
Sesudah hamil : Membantu pekerjaan rumah
5. Perilaku kesehatan sehari-hari
Penggunaan obat/jamu/rokok
Sebelum hamil : Tidak pernah
Sesudah hamil : Obat dan vitamin dari bidan
6. Lain – lain (personal hygiene)
Mandi : 2 x/hari
Ganti baju : 2 x/hari
Keramas : 3 x/minggu
Gosok gigi : 2 x/hari
F. Riwayat Haid
 Menarche : -
 Siklus haid : 28 hari (teratur)
 Lama haid : 6-7 hari
 Banyaknya : 3-4 softek/hari
 Dismenorea : -
 HPHT : 6 januari 2013
 UK : -
 TP : -
G.    Riwayat Perkawinan
Nikah : 1x
Lama menikah : 1 tahun
Umur pertama kali nikah : 22 tahun
H.    Riwayat KB
Ibu mengatakan setelah menikah ibu tidak menggunakan KB apapun.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
K/U : lemah, wajah pucat
Kesadaran : composmentis
BB sebelum hamil :60 kg
BB saat ini :55 kg
TB :157 cm
LILA : 25 cm
TD :90/60 mmHg
Nadi :100 x/menit (teratur)
RR :20 x / menit (teratur)
Suhu :36,50 C (axilla)
b. Inspeksi
Hiperemis tingkat satu pada inspeksi ditemukan keadaan umum lemah,
turgor kulit sedikit menurun, lidah kering, dan mata cekung. Hiperemis
tingklat dua ditemukan ibu tampak lebih lemah dan aptis, turgor kulit lebih
menurun, lidah kering dan tampak kotor, aceton dapat tercium dalam hawa
pernafasan, badan kurus dan berat badan munurun, kulit kering dan
kadang – kadang ada icterus.
c. Palpasi
Dengan palpasi dapat mengetahui umur kehamilan dengan melihat tinggi
fundus uteri. Karena pada ibu hiperemis gravidarum biasanya terjadi pada
umur kehamilan satu sampai empat bulan, dimana tinggi fundus uteri
sekitar setengah simphisis pusat
d. Auskultasi
Untuk memantau sudah terdengar detak jantung janin atau belum dan
gerakan anak.
e. Pemeriksaan tanda – tanda vital
Pada sekitar hiperemis tingkat satu akan ditemukan nadi meningkat sekitar
100 x/menit, tekanan darah sistolik menurun, suhu normal.
f. Pengukuran berat badan
Pada ibu hamil dengan masalah hiperemis gravidarum pada umumnya
terjadi penurunan BB
3.      Analisa Data
Kelompok Data Masalah Kemungkinan
Penyebab
1.                  Ds : Px Gangguan Mual muntah
mengatakan mual dan selalu cairan dan
muntah pada pagi hari, elektrolit
Do : - k/u lemah
- wajah pucat
-turgor kulit menurun
-TTV,
TD = 90/60 mm/Hg
N=100x/menit
S= 36,5 C
R= 20

2.                   Ds : Px Mual muntah


mengatakan tidak nafsu Gangguan
makan nutrisi
Do : -k/u lemah
- makanan tidak
habis
-muntah
-TTV,
TD=90/60
mm/Hg
N =
100x/menit
S = 36,5 C
R= 20
4.      Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan akibat
vomitus dan asupan cairan yang tidak adekuat yang ditandai dengan:
Ds : Px mengatakan mual dan selalu muntah pada pagi hari
Do : - k/u lemah
- wajah pucat
-turgor kulit menurun
-TTV : TD = 90/60 mm/Hg
N=100x/menit
S= 36,5 C
R= 20 x/menit
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan nausea dan volume yang menetap yang di tandai dengan :
Ds : Px mengatakan tidak nafsu makan
Do : -k/u lemah
- makanan tidak habis
-muntah
-TTV : TD=90/60 mm/Hg
N = 100x/menit
S = 36,5 C
R= 20 x/mnit

5.      Intervensi keperawatan


1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan akibat
vomitus dan asupan cairan yang tidak adekuat yang ditandai dengan:
Ds : Px mengatakan mual dan muntah pada pagi hari
Do : - k/u lemah
- wajah pucat
-turgor kulit menurun
-TTV : TD = 90/60 mm/Hg
N =100x/menit
S = 36,5 C
R = 20
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada ibu selama 1x 24
jam, mual dan muntah px berkurang :
Kriteria hasil :
Px mengatakan mual dan muntah berkurang
         k/u lemah
         wajah pucat
         turgor kulit meningkat
         TTV : TD = 100/70 mm/Hg
N=100x/menit
S= 36,5C
R= 20x/mnit
2. Pantau dan catat TTV setiap 2 jam atau sesering mungkin sesuai keperluan
sampai stabil. Kemudian pantau dan catat TTV setiap 4 jam
R/ Takikardia, dispnea, atau hipotensi dapat mengindikasikan kekurangan
volume cairan atau ketidakseimbangan elektrolit
3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan laporkan
perubahan yang signifikan termasuk urine, feses, muntahan, drainase luka,
drainase nasogastrik, drainase slang dada, dan haluaran yang lain.
R/ Haluaran urine yang rendah dan berat jenis urine yang tinggi
mengindikasikan hipovolemia
4. Mengkaji dan mendokumentasi turgor kulit ,kondisi membran mukosa
,tanda-tanda vital dan berat jenis urine
R/ Pengkajian status cairan dan elektrolit yang akurat menjadi dasar
penyusunan rencana dan evaluasi intervensi
5. Menimbang berat badan setiap hari
R/Upaya memperbaiki keseimbangan elektrolit dan cairan dan dilakukan
melalui pemberian terapi parenteral sampai dalam menoleransi asupan
normal
6. Memantau nilai laboratorium dan melaporkan nilai-nilai yang tidak normal
R/ Keseimbangan cairan dan elektrolit harus di koreksi untuk mencegah
komplikasi yang berat, seperti asidosis metabolik dan kematian janin dan
ibu
7. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan nausea dan volume yang menetap yang di tandai dengan :
Ds : Px mengatakan tidak nafsu makan
Do : - k/u lemah
- makanan tidak habis
- muntah
- TTV : TD=90/60 mm/H
N = 100x/menit
S = 36,5 C
R= 20 x/mnit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam,kebutuhan
nutrisi ibu terpenuhi dengan kriteria hasil :
Px mengatakan nafsu makan meningkat
Do : -k/u lemah
- makanan habis 1 porsi
-muntah berkurang
-TTV : TD=100/70 mm/Hg
N = 100x/menit
S = 36,5 C
R= 20 x/mnit
Intervensi
1. Kaji TTV klien
R/ untuk mengetahui keadaan umum pasien
2. Timbang dan catat berat badan pasien pada jam yang sama setiap hari
R/ Untuk mendapatkan pembacaan yang paling akurat
3. Pantau asupan dan haluaran pasien
R/ Karena berat badan dapat meningkat sebagai akibat dari retensi cair
4. Kaji dan catat bising usus pasien satu kali setiap ergantian tugas jaga
R/ Untuk memantau peningkatan dan penurunann
5. Auskultasi dan catat suara napas pasien setiap 4 jam
R/ Untuk memantau aspirasi
6. Untuk berkonsultasi dalam menyusun rencana pengaturan menu yang
memenuhi kebutuhan nutrisi selama hamil
R/ Nutrisi maternal yang adekuat sangat penting untuk kesehatan ibu
Memulai pemberian asupan oral
7. Mendiskusikan pentungnya nutrisi yang adekuat
R/ Mengatur janji dengan ahli diet dan pertumbuhan serta perkembangan
janinnya
8. Memantau berat badan klien
R/ Mengetahui perkembangan janin dan ibu

6. Implementasi
NO Waktu Implementasi TTD
Dx Pelaksanaan
1. 14 – 03 - 1. memantau dan mencatat TTV setiap 2
2013 jam atau sesering mungkin sesuai
08.00 keperluan sampai stabil. Kemudian
pantau dan catat TTV setiap 4 jam
TTV
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x/ mnit
Suhu : 36,7 C
RR : 21 x/mnit
Mengukur asupan dan haluaran setiap 1
sampai 4 jam. Catat dan laporkan
perubahan yang signifikan termasuk
urine, feses, muntahan, drainase luka,
drainase nasogastrik, drainase slang dada,
dan haluaran yang lain.

Mengkaji dan mendokumentasi turgor


kulit ,kondisi membran mukosa ,tanda-
tanda vital dan berat jenis urine
Menimbang berat badan setiap hari
              Memantau nilai laboratorium dan
2. melaporkan nilai-nilai yang tidak normal

Mengkaji TTV klien:


TTV
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x/ mnit
Suhu : 36,7 C
RR : 21 x/mnit

Menimbang dan catat berat badan pasien


pada jam yang sama setiap hari
Memantau asupan dan haluaran pasien
Mengkaji dan catat bising usus pasien
satu kali setiap pergantian tugas jaga
Mengauskultasi dan catat suara napas
pasien setiap 4 jam
 

7. Evaluasi
NO Tanggal Evaluasi
Dx
1. 14 – 03 – 2013 S : Px mengatakan mual dan muntah berkurang
09.00 O: k/u lemah
- wajah pucat
- turgor kulit meningkat
- TTV : TD = 100/70 mm/Hg
N=100x/menit
S= 36,5C
R = 20x/mnit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan no 1,2,3,4

S : Px mengatakan nafsu makan meningkat


2. O: - makanan habis 1 porsi
- muntah berkurang
- TTV : TD=100/70 mm/Hg
N = 100x/menit
S = 36,5 C
R= 20 x/mnit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjut kan no 1,2,3,4

 
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANTEPARTUM PADA IBU
HAMIL

1. Perdarahan Antepartum
A. Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam
semasa kehamilan di mana umur kehamilan telah melebihi 28
minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010).
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum
adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan
kedua pada kira-kira 3% dari semua kehamilan. Jadi dapat
disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
pada akhir usia kehamilan
B. Jenis-jenis Perdarahan Antepartum
a. Plasenta Previa
1. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut
dengan ari-ari yang letaknya tidak normal, yaitu pada
bagian bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal ari-
ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro, 2005).
2. Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba
jaringan plasenta atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir
pada waktu tertentu.
 Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh
pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
atau ari-ari.
 Plasenta previa parsialis, yaitu apabila
sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta.
 Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila
pinggir plasenta atau ari-ari berada tepat
pada pinggir pembukaan jalan ari.
 Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak
tidak normal pada segmen bawah rahim
akan tetapi belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir (Wiknjosastro, 2005).
3. Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada
segmen bawah rahim tidak selalu jelas. Plasenta previa bisa
disebabkan oleh dinding rahim di fundus uteri belum
menerima implantasi atau tertanamnya ari-ari dinding
rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk
memberikan nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa
yang belum di ketahui atau belum jelas, bermacam-macam
teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting
adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang
menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan browne
menekankan bahwa faktor terpenting ialah villi khorialis
persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologinya :
 Umur dan Paritas
 Pada primigravida, umur di atas 35 tahun
lebih sering dari pada umur di bawah 25
tahun.
 Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas
rendah
 Di Indonesia, plasenta previa banyak
dijumpai pada umur muda dan paritas kecil,
hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia
menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang.
 Hipoplasia endometrium, bila kawin dan
hamil pada umur muda
 Endometrium cacat pada bekas persalinan
berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan
manual plasenta.
 Korpus luteum bereaksi lambat, dimana
endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
 Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip
endometrium.
 Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba,
2010).

4. Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri
merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa.
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada
triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak
kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah rahim
telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan
lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka.
Apabila plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah
rahim, pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan
leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding
rahim. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang
terobek karena terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan
pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal, makin
rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi
(Winkjosastro, 2005)
5. Frekuensi
Frekuensi plasenta previa pada Ibu yang hamil
berusia lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering
dibandingkan dengan Ibu yang kehamilan pertamanya
berumur kurang dari 25 tahun. Pada Ibu yang sudah
beberapa kali hamil dan melahirkan dan berumur lebih dari
35 tahun. Kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan yang
berumur kurang dari 25 tahun. (Winkjosastro, 2003)
6. Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya
perdarahan secara tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri.
Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga tidak
berbahaya tapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak dari pada sebelumnya apalagi kalau sebelumnya
telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun
perdarahannya dikatakan sering terjadi pada triwulan ketiga
akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20
minggu karena sejak saat itu bagian bawah rahim telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat
pendarahan yang terjadi berwarna merah segar, sumber
perdarahannya ialah sinus rahim yang terobek karena
terlepasnya ari-ari dari dinding rahim. Nasib janin
tergantung dari bahayanya perdarahan dan hanya kehamilan
pada waktu persalinan (Winkjosastro, 2005)
7. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali
harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa
sampai kemudian ternyata dugaan itu salah. Sedangkan
diagnosis bandingnya meliputi pelepasan plasenta prematur
(ari-ari lepas sebelum waktunya), persalinan prematur dan
vasa previa (Winkjosastro, 2005)
8. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22
minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama
pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat
dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan darah
(Winkjosastro, 2005)
9. Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna
mengatasi perdarahan antepartum yang disebabkan oleh
plasenta previa. Perlu dilakukan beberapa langkah
pemeriksaan.
 Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan
letak janin
 Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui sumber terjadinya perdarahan
 Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui
secara pasti letak plasenta atau ari-ari.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan
radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
 Penentuan letak plasenta secara langsung.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menegakkan diagnosis yang tepat tentang
adanya dan jenis plasenta previa dan
pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan
secara langsung meraba plasenta melalui
kanalis servikalis (Winkjosastro, 2005).
10. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah
janin tidak terdorong ke dalam pintu atas panggul, sehingga
terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin seperti letak
kepala yang mengapung, letak sungsang atau letak
melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran
sebelum waktunya karena adanya rangsangan koagulum
darah pada leher rahim. Selain itu jika banyak plasenta atau
ari-ari yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi
kontraksi, juga lepasnya ari-ari dapat merangsang kontraksi
(Mochtar, 2003)
11. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan
a. Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan
akan menjadi tidak normal
b. Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau
dipecahkan dapat menyebabkan terjadinya prolaps
funikuli
c. Sering dijumpai inersia primer
d. Perdarahan (Mochtar, 2011)

12. Komplikasi Plasenta Previa


a. Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
b. Prolaps plasenta
c. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual
dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
d. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
e. Perdarahan setelah kehamilan
f. Infeksi karena perdarahan yang banyak
g. Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah
(Mochtar, 2011)

13. Pragnosis Plasenta Previa


Karena dahulu penanganan plasenta previa relatif
bersifat konservatif, maka angka kesakitan dan angka
kematian Ibu dan bayi tinggi, kematian Ibu mencapai 8-
10% dari seluruh kasus terjadinya plasenta previa dan
kematian janin 50-80% dari seluruh kasus terjadinya
plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini,
maka angka kematian dan kesakitan Ibu dan bayi baru lahir
jauh menurun. Kematian Ibu menjadi 0,1-5% terutama
disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara dan trauma
karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-
25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia,
prolaps funikuli dan persalinan buatan (Mochtar, 2003).
14. Penanganan Plasenta Previa
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan
di atas 22 minggu harus dianggap penyebabnya adalah
plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah. Penderita
harus dibawa ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
1. Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir
sebelum waktunya dan tindakan yang dilakukan
untuk meringankan gejala-gejala yang diderita.
Penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan
dalam melalui kanalis servikalis.
Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi
ekspektatif adalah kehamilan belum matang,
belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan
umum Ibu cukup baik dan bisa dipastikan janin
masih hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi
ekspektatif adalah rawat inap, tirah baring dan
pemberian antibiotik, kemudian lakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan
tempat menempelnya plasenta, usia kehamilan
letak dan presentasi janin bila ada kontraksi.
Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV, Nifedipin 3
x 20 mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34
minggu, plasenta masih berada di sekitar ostium
uteri internum maka dugaan plasenta previa
menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan
observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba,
2010).
2. Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan
perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak
harus segera dilaksanakan secara aktif tanpa
memandang kematangan janin. Bentuk
penanganan terapi aktif.
 Segera melakukan operasi persalinan untuk
dapat menyelamatkan Ibu dan anak atau
untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
 Memecahkan ketuban di atas meja operasi
selanjutnya pengawasan untuk dapat
melakukan pertolongan lebih lanjut
 Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta
previa dapat mengambil sikap melakukan
rujukan ke tempat pertolongan yang
mempunyai fasilitas yang cukup.
 Pertolongan seksio sesarea merupakan
bentuk pertolongan yang paling banyak
dilakukan (Manuaba, 2010).

b. Solusio Plasenta
1. Pengertian Solusio Plasenta
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau
ari-ari dari tempat perlekatannya yang normal pada rahim
sebelum janin dilahirkan (Saifuddin, 2006).
2. Klasifikasi Solusio Plasenta
Menurut derajat lepasnya plasenta
a. Solusio Plasenta Parsialis
Bila hanya sebagian saja plasenta terlepasnya dari
tempat perletakannya.
b. Solusio Plasenta Totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepasnya dari tempat
perlekatannya
c. Prolapsus Plasenta
Bila plasenta turun ke bawah dan teraba pada
pemeriksaan dalam.

3. Etiologi Solusio Plasenta


Penyebab Solusio Plasenta adalah
1. Trauma langsung terhadap Ibu hamil
2. Terjatuh trauma tertelungkup
3. Tendangan anak yang sedang digendong
4. Atau trauma langsung lainnya.
5. Trauma Kebidanan, artinya solusio plasenta terjadi
karena tindakan kebidanan yang dilakukan :
a. Setelah versi luar
b. Setelah memecahkan air ketuban
c. Persalinan anak kedua hamil kembar
6. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang
pendek faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta
adalah:
a. Hamil tua
b. Mempunyai tekanan darah tinggi atau eklampsia
c. Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
d. Tekanan vena kava inferior yang tinggi
e. Kekurangan asam folik (Manuaba, 2010).
4.  Patofisiologi Solusio Plasenta
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah
plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada
desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya
akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara
rahim dan plasenta belum terganggu dan tanda serta
gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus
menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh
kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban
masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan
ekstravasasi diantara serabut otot rahim.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dari dinding rahim. Apabila sebagian besar atau
seluruhnya terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian
janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak
berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan
darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak
terjadinya solusio plasenta, makin hebat terjadinya
komplikasi (Manuaba, 2010).
5. Frekuensi Solusio Plasenta
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50
persalinan (Winkjosastro, 2005).
6. Tanda dan Gejala Solusio Plasenta
Solusio Plasenta yang ringan pada umunya tidak
menunjukkan gejala yang jelas, perdarahan yang
dikeluarkan hanya sedikit. Tapi biasanya terdapat perasaan
sakit yang tiba-tiba diperut, kepala terasa pusing,
pergerakan janin awalnya kuat kemudian lambat dan
akhirnya berhenti. Fundus uteri naik, rahim teraba tegang.
7. Diagnosis Solusio Plasenta
Diagnosis solusio plasenta bisa ditegakkan bila pada
anamnesis ditemukan perdarahan disertai rasa nyeri,
spontan dan dikutip penurunan sampai terhentinya gerakan
janin dalam rahim.
8. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan rasa sakit yang tiba-tiba
diperut, perdarahan, dari jalan lahir yang sifatnya hebat
berupa gumpalan darah besar dan bekuan-bekuan darah.
9. Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat untuk
mengatasi solusio plasenta, pemeriksaan yang bisa
dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan fisik secara umum
b. Pemeriksaan khusus berupa palpasi abdomen,
auskultasi, pemeriksaan dalam serta ditunjang
dengan pemeriksaan ultrasonogravi.

10. Komplikasi Solusio Plasenta


a. Komplikasi langsung.
Adalah perdarahan, infeksi, emboli dan syok obstetrik.
b. Komplikasi tidak langsung
Adalah couvelair rahim, hifofibrinogenemia, nekrosis
korteks renalis yang menyebabkan tidak diproduksinya
air urin serta terjadi kerusakan-kerusakan organ seperti
hati, hipofisis dan lain-lain (Mochtar, 2003).

11. Prognosis Solusio Plasenta


1. Terhadap Ibu
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80%
dari seluruh jumlah kasus Solusio plasenta. Hal ini
dikarenakan perdarahan sebelum dan sesudah
persalinan, toksemia gravidarum, kerusakan organ
terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.
2. Terhadap Anak
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80%
dari seluruh jumlah kasus solusio plasenta. Hal ini
tergantung pada derajat pelepasan dari pelepasan
plasenta, bila yang terlepas lebih dari sepertiga ari-ari
maka kemungkinan kematian anak 100% selain itu juga
tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
3. Terhadap Kehamilan Berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler
dengan solusio plasenta yang lebih hebat dengan
persalinan prematur (Mochtar, 2011)
12. Penanganan Solusio Plasenta
a. Terapi Konservatif
Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan
kemudian persalinan berlangsung spontan. Sambil
menunggu berhentinya perdarahan kita berikan suntikan
morfin subkutan, stimulasi kardiotonika seperti
coramine, cardizol dan pentazol serta transfusi darah.
b. Terapi aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan
dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan
pedarahan berhenti.
Pertolongan persalinan diharapkan dapat terjadi
dalam 3 jam, umumnya dapat bersalin secara normal.
Tindakan bedah seksio sesarea dilakukan apabila,
janin hidup dan pembukaan belum lengkap, gawat janin
tetapi persalinan normal tidak dapat dilaksanakan
dengan segera, persiapan untuk seksio sesarea,
hematoma miometrium tidak mengganggu kontraksi
rahim dan observasi ketat kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang.
Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin
hidup, gawat janin, pembukaan lengkap dan bagian
terendah didasar panggul, janin telah meninggal dan
pembukaan > 2 cm (Saifuddin, 2006).
Konsep dasar asuhan keperawatan

I. IDENTITAS

A. PASIEN

1. Nama  : Ny U

2. Tempat/tgl lahir/umur : Bumiayu/ 24 Januari 1968/ 41 tahun

3. Agama : Islam

4. Status perkawinan   : Menikah

5. Pendidikan terakhir  : SMA

6. Pekerjaan  : Ibu rumah tangga

7. Alamat  : Pruwatan RT 7/ RW 3 Bumiayu

8. Suku Bangsa  : Jawa

9. Diagnosa Medis  : Perdarahan antepartum, plasenta


previa totalis.

10. Nomor RM/CM  : 772552

11. Tanggal Masuk RS  : 1 Maret 2015

12. Tanggal/jam pengkajian  : 2 Maret 2015/ 10.00 WIB

B. PENANGGUNG JAWAB

1. Nama  : Tn S

2. Umur  : 41 tahun

3. Pendidikan terakhir  : SMA

4. Pekerjaan  : Swasta

5. Alamat  : Pruwatan RT 7/ RW 3 Bumiayu

6. Hubungan dengan pasien  : Suami


II. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan utama:

Perdarahan saat kehamilan

2. Riwayat kesehatan sekarang:

Klien datang/kiriman dari Rumah Bersalin (RB) Alam Medica pada


tanggal 1 Maret 2015, G3P2A0 dengan plasena previa totalis. rembesan air
tidak ada, perdarahan pervaginam bergumpal sejak tanggal 1 Maret 2015
jam 01.30 .

3. Riwayat kesehatan dahulu

Klien tidak memiliki riwayat penyakit yang menyertai kehamilan, seperti


penyakit jantung, paru, hipertensi, DM.

4. Riwayat obstetrik yang lalu:

G3 P2 A0

No Masalah Tipe Keadaan bayi Masalah pada


kehamilan persalinan masa nifas
1. Tidak ada VE Bayi lahir aterm, jenis Tidak ada
kelamin laki-laki, BBL masalah selama
4 kg, lahir langsung masa nifas.
menangis.
2. Tidak ada VE Bayi lahir aterm, jenis Tidak ada
kelamin perempuan, masalah selama
BBL 3,1 kg, lahir masa nifas.
langsung menangis.
3. Hamil sekarang Belum - -
ini mengalami mengalami
perdarahan persalinan.
pervaginam,
placenta previa
totalis.
5. Riwayat kehamilan saat ini:

HPHT  : 30-7-2014

HPL  : 6-5-2015

TB  : 155 cm

BB sebelum hamil  : 56 kg

Penambahan BB selama hamil : 8 kg

Lila  : 25 cm

Usia Keluhan TFU Letak DJJ Data lain


gestasi janin/presentasi
30 Perdarahan 28 cm Presentasi + Punggung
minggu pervaginam kepala. janin di
(12,11,12)
antepartum bagian
dengan kanan
pasenta (PUKA),
previa. kepala
belum
masuk PAP.
6. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit yang menurun, seperti


penyakit jantung, paru, hipertensi, dan DM. Dalam keluarga, tidak ada
anggota keluarga lain yang pernah mengalami penyakit yang serupa
dengan yang diderita oleh klien.
7. Pola kesehatan fungsional (menurut Gordon, Handerson/modifikasi)

a. Pola nutrisi

Sebelum masuk RS, klien dalam sehari makan 3x sehari dengan


menghabiskan 1 porsi makan. Saat hamil ini terkadang klien merasa
mual, sehingga klien kadang makan tidak teratur yaitu 2x dalam sehari.
Setalah klien masuk RS pola nutrisi klien tidak banyak mengalami
perubahan, yaitu klien tetap makan 3x sehari dengan menghabiskan 1
porsi makan yang diberikan dari RS.

b. Pola eliminasi

Sebelum masuk RS pola eliminasi klien dalam hal BAB tidak ada
masalah yaitu dalam sehari klien BAB 1x sehari. Sedangkan elama
hamil untuk BAK, klien mengalami peningkatan frekuensi BAK, yaitu
klien lebih sering BAK tetapi dalam BAK tidak ada keluhan yang
dapat mengganggu klien BAK. Setelah masuk RS pola eliminasi (BAB
dan BAK) klien tidak ada masalah yang dapat mengganggu dalam
proses BAB dan BAK klien.

c. Pola aktivitas, istirahat dan tidur

Saat dirumah, sebelum klien mengalami perdarahan dan masuk RS,


aktivitas klien sebagai ibu rumah tangga. Kegiatan hariannya hanya
membersihkan rumah dan mengurus suami saja. Namun setelah hamil
aktivitas yang berat-berat saat dirumah sudah dikurangi oleh klien.
Dalam kesehariaanya klien tidur jam 21.00 malam dan bangun jam
04.00. terkadang klien tidur siang dan terkadang tidak. Tidur siang
biasanya lamanya 2 jam.

d. Pola kebersihan diri

Sebelum sakit klien bisa melakukan ADL secara mandiri, namun


setelah sakit dan dirawat di RS dalam memenuhi ADLnya klien
memerlukan banuan minimal. Dalam hal kebersihandiri, klien bisa
melakukan kebersihan diri secara mandiri.
e. Pola reproduksi seksual:

Menstruasi pertama 12 tahun, lama siklus 7-8 hari,


keputihan terkadang ada, dismenore ada dan biasanya terjadi pada
hari pertama dan kedua haid, permasalahan dalam hubungan
seksual tidak ada masalah, operasi pada alat reproduksitidak pernah.

f. Aspek mental, intelektual, sosial, spiritual:

· Konsep diri:

Identitas diri:

Klien adalah seorang wanita dengan umur 41 th, pernah hamil 3x,
melahirkan 2x, abortus belum pernah. Pertama haid, klien berumur
12 tahun. Kondisi genetalia klien normal tidak ada masalah.

Harga diri:

Dalam kesehariannya klien sering berkumpul dengan tetangganya


dirumah, klien juga aktif mengikuti kegiatan yang diadakan
dikampungnya yaitu seperti arisan PKK, pengajian ibu-ibu, kerja
bakti dll. Dalam berhubungan dengan orang lain klien tidak pernah
merasa minder atau malu.

· Intelektual (pengetahuan tentang penyakit yang diderita dan


kesehatan secara umum):

Menurut klien kesehatan itu merupakan hal yang sangat penting,


sehingga selama hamil klien selalu rutin memeriksakan
kehamilannya di bidan praktek yang ada di kampungnya. Namun
saat klien mengalami perdarahan saat hamil ini klien belum
mengetahui secara jelasmengenai sakit yang dideritanya dan klien
belum paham mengenai penyebab sakit yang dialaminya sekarang.

· Hubungan interpersonal/sosial: hubungan perkawinan, keluarga dan


masyarakat:
Dalam beruhungan dengan anggota keluarga yang lain, hungungan
dengan masyarakat klien tidak ada masalah.

· Mekanisme koping individu:

Dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi sekarang klien


berusaha untuk sabar dan tegar menghadapi sakitnya ini, walaupun
klien terkadang merasa cemas dengan kondisi janin yang ada
dalam rahimnya bila sering terjadi perdarahan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum: tingkat kesadaran CM status gizi tidak ada masalah, gizi


tercukupi.

2. TTV: suhu 37,1 0C, nadi 84 x/mnt, tekanan darah 100/70


mmHg, respirasi 20 x/mnt.

3. Pemeriksaan head to to:

a. Kepala: kesan wajah (chloasma gravidarum) ada dibagian pipi, kondisi


rambut: rambut klien pendek berwarna hitam, kebersihan rambut agak
kotor karena selama masuk RS klien belum pernah keramas.
b. Mata: kebersihan bersih, discharge tidak ada, refleks terhadap
cahayanormal, konjuctiva normal yaitu tidak pucat, sclera normal yaitu
warna sklera putih tidak ada kemerahan.
c. Hidung: simetris, bersih, discharge tidak ada.
d. Telinga: bentuk normal, kebersihan bersih dan discharge tidak ada,
fungsi pendengaran normal.
e. Mulut dan tenggorokan: kemampuan bicara tidak terdapat masalah,
klien dapat bicara secara normal, kebersihan bersih, tidak ada sianosis,
adakah deviasi tidak ada.
f. Leher: peningkatan JVP tidak ada, tiroid: pembesaran kelenjar tiroid
tidak ada.
g. Tengkuk: kaku kuduk tidak ada.
h. Dada: inspeksi bentuk dada simetris, retraksi dinding dada tidak
ada,gerakan nafas tidak ada usaha napas tambahan, palpasi suara
napasvesikuler, suara ronkhi dan wezing tidak ada, nyeri tekan tidak
ada, perkusi bunyi paru dan batas jantung dan paru perkusi paru sonor,
batas antara jantung dan paru jelas, auskultasi suara paru vesikuler,
bunyi jantung (I, II, III) S1 > S2, irama jantung reguler, murmur tidak
ada, gallop tidak ada.
i. Payudara: bentuk simetris, ukurannya mulai membesar,
kebersihan bersih, aerola terjadi peningkatan pigmentasi, ASI belum
keluar, kolostrumbelum keluar, konsistnsi/massa tidak ada,
putting: menonjol.
j. Abdomen: dinding perut supel, tidak ada pembesaran hati dan limpa,
peristaltik usus normal yaitu 12 x/mnt.
k. Punggung: vertebrae, ginjal dalam batas normal.
l. Panggul: normal
m. Genetalia wanita: edema vulva ada, varises ada, keputihan tidak ada,
kebersihan bersih, condiloma tidak ada, pembesaran kelenjar
Bartolinitidak ada.
n. Anus dan rectum: pembesaran vena tidak ada, haemoroid tidak ada,
massa tidak ada.
o. Ekstremitas atas dan bawah: kelengkapan anggota
gerak lengkap edemabagian kedua kaki, tonus otot normal, varises ada,
refleks: refleks patologis positif dan refleks patologis negatif, turgor
kulit baik (<>
4. Pemeriksaan khusus obstetrik:

Dilakukan pemeriksaan USG abdomen dengan hasil:

a. Tampak janin tunggal hidup intrauteri

b. Tampak plasenta previa menutupi orifisium uteri interna dengan disertai


gambaran hipoekoik diantaranya.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan urin lengkap (protein, reduksi, urobilin, bilirubin)


Pemeriksaan urin lengkap tidak dilakukan.
2. Pemeriksaan darah lengkap (Hb, golongan darah,VDRL- papsmear bila
ada indikasi)
a. Pemeriksaan darah lengkap

1) Hb = 9,1 gr/dL (L = 14-18, P = 13-16 gr/dL)

2) Leukosit = 8.000 / µL (5.000-10.000 / µL)

3) Ht = 28 % (L = 40-48, P = 37-43 %)

4) Eritrosit = 3,61 jt/ µL (L = 4,5 – 5,5 jt/ µL, P = 4-5 jt/ µL)

5) Trombosit = 179.000 / µL (150.000-400.000 / µL)

6) MCV = 77,8 fl (80-97 fl)

7) MCH = 25,2 pgr (26-32 pgr)

8) MCHC = 32,4 % (31-36 %)

b. Pemeriksaan hitung jenis

1) Basofil = 0 % (0-1 %)

2) Eosinofil = 1 % (1-4 %)

3) Batang = 0 % (2-5 %)

4) Segmen = 73 % (40-70 %)

5) Limfosit = 21 % (19-48 %)

6) Monosit = 5 % (3-9 %)

c. Faal hemostasis

1) PT = 13,8 dtk (10,8-14,4 dtk)

2) APTT = 29,7 dtk (24-36 dtk)

V. TERAPI

1. Vicillin 1x1 gr
2. Konservatif s/d aterm
3. Histolan tab 3x1
4. Dexametason 2x6 mg (2 hari)
5. Diit biasa
VI. PERSIAPAN PERSALINAN

 Senam hamil:
Tidak dilakukan.

 Rencana tempat melahirkan:


Klien berencana melahirkan di RS.

 Perlengkapan kebutuhan bayi:

Sudah dipersiapkan tetapi baru sedikit.

 Kesiapan mental ibu dan keluarga:

Ibu dan keluarga sudah siap mental untuk melahirkan karena ini
sebelumnya klien sudah pernah melahirkan 2x.

 Pengetahuan ibu tentang tanda-tanda melahirkan, cara menangani nyeri,


proses persalinan:
Ibu sudah mengetahui tanda-tanda saat akan melahirkan yaitu terjadi
kontraksi di bagian perut bawah, kontraksi makin lama makin kenceng.
Keluar cairan ketuban saat akan melahirkan. Menurut klien saat persalinan
biasanya klien dibimbing oleh perawat RS atau bidan tempat klien
melahirkan untuk melakukan mengejan dan pengaturan napas pada saat
melahirkan. Tetapi klien belum mengetahui cara menangani nyeri pada
saat persalinan. Klien hanya mengetahui untuk mengurangi nyeeri saat
persalinan yaitu klien diberikan obat.

 Perawatan payudara:

selama kehamilan anak pertama dan ke dua, klien telah diajari cara
melakukan perawatan payudara agar ASI yang diberikan untuk bayi bisa
keluar.

ANALISA DATA
Nama klien : Ny U

Ruang : Flamboyan

Tgl/jam Data Masalah Etiologi


2 Maret DS: Gangguan perfusi Hipovolemia
2015 jaringan karena kehilangan
· Klien mengatakan mengalami
(plasental) tidak darah
Jam perdarahan sejak tanggal 1 Juni 2009
efektif. (perdarahan).
12.00 mulai jam 01.30 WIB.

· Klien mengatakan usia kehamilannya


saat ini baru 30 minggu.

· Menurut klien, perdarahan pertama


yang keluar bentuknya bergumpal.

· Klien mengatakan saat ini perdarahan


yang keluar sudah agak berkurang dari
pada kemarin.

DO:

· Hasil USG diperoleh gambaran


plasenta previa menutupi orifisium
uteri interna dengan disertai gambaran
hipoekoik diantaranya.

· Hb 9,1 gr/dL

· Ht 28 %

· Eritrosit 3,61 jt/ µL

· Konjungtiva klien pucat

· Suhu 37,1 0C, nadi 84 x/mnt, TD


100/70 mmHg, RR 20 X/mnt.
2 Maret DS: Cemas Perubahan yang
2015 menyertai
· Klien mengatakan terkadang merasa
Jam cemas dengan kondisi janin yang ada kehamilan.
12.00 dalam rahimnya bila sering terjadi
perdarahan.

· Klien mengatakan takut kalu


mengalami keguguran.

DO:

· Klien gelisah dan lebih sering diam.

· Klien lebih sering melamun.


2 Maret DS: Kurang Keterbatasan
2015 pengetahuan informasi
· Klien mengatakan kurang mengetahui
mengenai
Jam tentang kelainan kehamilan yang
plasenta previa.
12.00 dialaminya.

· Klien mengatakan ingin mengetahui


lebih banyak mengenai kelainan
dalam kehamilannya saat ini.

DO:

· Klien bingung ketika di tanya


mengenai penyebab kelainan dalam
kehamilannya saat ini.

Prioritas diagnosis keperawatan:

1. Gangguan perfusi jaringan (plasental) tidak efektif b.d. hipovolemia


karena kehilangan darah (perdarahan).
2. Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan informasi mengenai plasenta previa.
3. Cemas b.d. perubahan yang menyertai kehamilan.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama Klien : Ny U

Ruang : Flamboyan

Tgl/Jam Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
2 Maret Gangguan Setelah dilakukan tindakan · Kaji penyebab terjadinya
2015 perfusi keperawatan selama 3x24 perdarahan(abrasi
jaringan jam diharapkan pasien plasenta, plasenta
Jam
(plasental) dapat menunjukkan perfusi previa, merokok,
12.00
tidak efektif yang adekuat, dengan penggunaan kokain,
b.d. kriteria hasil: PIH (pregnance
hipovolemia induced hiertention).
· Tanda-tanda vital stabil
karena
· Kaji secara akurat
kehilangan · Membrane mukosa
kemunginan harapan
darah berwarna merah muda
hidup janin, kaji juga
(perdarahan). · Pengisian kapiler normal kapan menstruasi
(<> terakhir ibu,

· Haluaran urin adekuat. prioritaskan pelaporan


yang didapat dari
· Pernapasan adekuat
Ultrasound atau riwayat
obstetrik.

· Inspeksi keadaan
perineum, hitung
jumlah dan
karkateristik
perdarahan.

· Monitor TTV

· Lakukan persiapan
prosedur emergency
antepartum , partum,
seperti terapi oksigen,
terapi parenteral IV dan
mungkin infuse
parallel.

· Catat masukan dan


pengeluaran makanan
dan minuman.

· Elevasikan ekstremitas
bawah untuk
meningkatkan perfusi
ke organ vital dan fetus.
2 Maret Kurang Setelah dilakukan tindakan Pembelajaran : kelainan
2015 pengetahuan keperawatan selama 3X24 dala kehamilan
b.d. jam, klien dan keluarga
Jam · Kaji tingkat pengetahuan
keterbatasan mampu memperoleh
12.00 klien tentang plasenta
informasi pengetahuan mengenai
previa.
mengenai kelainan dalam kehamilan
plasenta yang ditandai dengan: · Jelaskan tanda dan gejala

previa. plasenta previa.


· Mengenal kelinan
kehamilan yang sedang · Identifikasi kemungkinan

dialami klien. penyebab plasenta


previa.
· Mengetahui faktor
penyebab atau faktor · Berikan informasi tentang

pencetus kondisi klien.

· Mengetahui tanda dan · Berikan informasi tentang

gejala hasil pemeriksaan


diagnostik.
· Mengetahuikomplikasi
dari plesenta previa · Diskusikan tentang
pilihan terapi.
· Mengetahui cara
mencegah komplikasi · Instruksikan klien untuk
melaporkan tanda dan
· Menjelaskan gejala kepada petugas.
penatalaksanaan
· Jelaskan cara mencegah
plasenta previa.
komplikasi.

· Jelaskan cara
penatalaksaan plsaenta
previa.
2 Maret Cemas b.d. Setelah dilakukan tindakan · Membantu klien
2015 perubahan keperawatan selam 3x24 mengidentifikasi
yang menyertai jam diharapkan klien dapat: penyebab cemas yang
Jam
kehamilan. dialaminya.
12.00 · Tidak terjadi trauma fisik
selama perawatan. · Mengajari klien cara
melakukan teknik
· Mempertahankan tindakan
relaksasi
yang mengontrol cemas.
· Klien dapat menyebutkan
· Mengidentifikasi tindakan
penyebab cemas yang
yang harus diberikan
sedang di alaminya.
ketika terjadi cemas.
· Memberikan penjelasan
· Memonitor faktor risiko
kepada klien mengenai
dari lingkungan.
kondisi penyakit yang
sedang dialaminya.

CATATAN KEPERAWATAN

Nama Klien : Ny U

Ruang : Flamboyan

No Tgl/Jam Implementasi Respon


Dx
1. 2 Maret · Mengkaji penyebab perdarahan ·Perdarahan karena plasenta
2015 previa.
· Memonitor TTV (nadi, suhu, TD,
Jam 14.00 RR). ·N = 84 x/mnt, S = 360C, TD =
100/60, RR = 21 x/mnt.
Jam 16.00 · Memonitor KU klien.
·Klien mengeluh agak lemes dan
Jam 17.30 · Mengobservasi membran mukosa
mengantuk. KU cukup, kesadaran
(konjungtiva) klien.
Jam 20.30 CM.
· Memonitor dan mengobservasi
3 Maret ·Konjungtiva klien masih agak
perdarahan.
2015 pucat.
· Mengobservasi jumlah dan bentuk
Jam 08.00 ·Perdarahan masih keluar, dari tadi
perdarahan.
Jam 10.30 pagi sampai sekarang sudah ganti
· Mengecek suhu klien. pembalut 2x.

· Mengganti plabot infus dengan ·Jumlah perdarahan dalam 2x


tranfusi set. ganti pembalut penuh semua.

· Mengobservasi pengeluaran urin. Perdarahan bentuknya gumpalan


dan cair.
· Mengecek kapiler revil pada jari
tangan. ·Suhu klien 36,60C.

· Mengobservasi DJJ janin. ·Darah masuk melalui tranfusi set


sebanyak 500cc.
· Memposisikan klien yang nyaman.
·Dalam sehari klien sudah BAK
· Memonitor TTV ( suhu, nadi, TD).
4x, jumlah ± setengah gelas
· Memonitor masukan cairan dan belimbing.
makanan.
·Kapiler revil baik (<>
·Observasi Ku klien.
·DJJ +
·Mengganti transfusi set dengan RL.
·Tidur/istirahat dengan posisi
·Mengobservasi perdarahan. fowler/semi fowler.

·Mengobservasi KU klien. · S = 36,90C, N = 96 x/mnt, TD =


100/70 mmHg.
·Mengecek TTV (suhu, nadi,TD).
·Cairan infus + RL 500 cc sudah
·Mengobservasi dan memeriksa
masuk setengahnya, tranfusi set
warna konjungtiva klien. (PRC) 500 cc, makanan dari RS
habis, minum sudah ± 5 gelas
·Memonitor perdarahan, jumlah,
belimbing.
bentuk perdarahan.
·KU klien cukup, kesadaran CM.
·Mengobservasi kondisi janin.
·Infus RL masuk.
·Mengobservasi kapiler revil.
·Perdarahan masih ada, jumlah
·Melepas/ aff infus.
mulai berkurang dari jam 14.00
·Memberikan discharge planning siang sampai sekarang belum
sebelum klien pulang meliputi: ganti pembalut lagi.

- Menganjurkan klien untuk tetap ·Ku klien cukup, kesadaran CM.


mengkonsumsi makanan
·S = 360C, N = 84 x/mnt, TD =
dengan gizi seimbang.
110/70 mmHg.
- Menganjurkan klien untuk
·Konjungtiva klien sudah tidak
mengurangi aktifitas/lebih
pucat.
banyak istirahat.
·Perdarahan yang keluar hanya
- Menganjurkan klien untuk
bercak-bercak, di pembalut tidak
kontrol rutin.
penuh, dan ganti pembalut baru
- Menganjurkan klien untuk tidak 1x setelah mandi pagi tadi.
melakukan hubungan sex
·DJJ +
selama kehamilan ini.
·Kapiler revil baik (<>

·Klien persiapan pulang.

·Klien mau menyimak discharge


planning yang diberikan.
2. 2 Maret ·Memberikan informasi mengenai ·Klien mau mendengarkan dan
2015 plasenta previa kepada klien. menyimak informasi yang
diberikan.
Jam 14.00 ·Menjelaskan penyebab, tanda dan
gejala, hasil pemeriksaan USG, ·Sekarang klien mengetahui
3 Maret
2015 cara mencegah komplikasi dari mengenai kelainan dalam
plecenta previa. kehamilannya saat ini dan kondisi
Jam 10.30
kehamilannya.
·Menganjurkan klien untuk tidak
melakukan hubungan sex selama ·Klien mau mengikuti saran yang
kehamilan ini. diberikan.

·Menganjurkan klien untuk lebih ·Klien lebih banyak tiduran saat


banyak istirahat/tidak banyak diberikan informasi.
melakukan aktivitas.
·Klien merasa senang karena telah
·Mengevaluasi dan mengobservasi diberi penjelasan mengenai
pengetahuan klien mengenai cara masalah kehamilannya.
mencegah perdarahan yang
·Klien bisa menjawab dengan
berulang pada plasenta previa.
benar cara mencegah perdarahan
·Memberikan discharge planning berulang pada plasenta pervia.
sebelum klien pulang meliputi:
·Klien mau menyimak discharge
- Menganjurkan klien untuk tetap planning yang diberikan dan mau
mengkonsumsi makanan mengikuti saran yang diberikan.
dengan gizi seimbang.

- Menganjurkan klien untuk


mengurangi aktifitas/lebih
banyak istirahat.

- Menganjurkan klien untuk


kontrol rutin.

- Menganjurkan klien untuk tidak


melakukan hubungan sex
selama kehamilan ini.
3. 2 Maret ·Mengidentifikasi penyebab cemas ·Klien mengatakan khawatir
2015 yang dialami klien. dengan kondisi kehamilannya
saat ini.
Jam 16.00 ·Mengajari klien teknik relaksasi
dengan cara distraksi dan napas ·Klien mau diajari cara
Jam 17.30 dalam. mengontrol cemas dengan
distraksi dan napas dalam.
3 Maret ·Mengobservasi perasaan klien.
2015 ·Klien mengatakan sudah mulai
·Mengobservasi perasaan klien
berkurang rasa cemasnya.
Jam 08.30 mengenai kecemasan yang
dialaminya. ·Klien merasa sudah tidak cemas.
Jam 10.30
·Mengobservasi teknik relaksasi ·Klien menggunakan napas dalam
yang digunakan klien untuk untuk mengatasi kecemasan.
mengatasi kecemasan.
·Klien mau menyimak discharge
·Memberikan discharge planning planning yang diberikan dan mau
sebelum klien pulang meliputi: mengikuti saran yang diberikan.

- Menganjurkan klien untuk tetap


mengkonsumsi makanan
dengan gizi seimbang.

- Menganjurkan klien untuk


mengurangi aktifitas/lebih
banyak istirahat.

- Menganjurkan klien untuk


kontrol rutin.

- Menganjurkan klien untuk tidak


melakukan hubungan sex
selama kehamilan ini.

- Menganjurkan klien untuk tetap


menggunakan teknik relaksasi
yang telah diajarkan untuk
mengurangi perasaan cemas.
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien : Ny U

Ruang : Flamboyan

Tgl/Jam No Status perkembangan masalah klien


Dx
2 Maret 1. S:
2015
1. · Klien mengeluh agak lemes dan
Jam 21.00 mengantuk.

3 Maret · Klien mengatakan perdarahan masih keluar,


2015 dari tadi pagi sampai sekarang sudah ganti
pembalut 2x.
Jam 14.00
· Klien mengatakan perdarahan masih ada,
jumlahnya mulai berkurang dari jam 14.00
siang sampai sekarang belum ganti
pembalut lagi.

O:

· S = 36,90C, N = 96 x/mnt, TD = 100/70


mmHg.

· Cairan infus + RL 500 cc sudah masuk


setengahnya, tranfusi set (PRC) 500 cc,
makanan dari RS habis, minum sudah ± 5
gelas belimbing.

· KU cukup.

· Konjungtiva klien masih agak pucat.

· Dalam sehari klien sudah BAK 4x, jumlah


± setengah gelas belimbing.

· Kapiler revil baik (<>


· DJJ +

· Posisi klien tidur/istirahat dengan posisi


fowler/semi fowler.

A:

Masalah teratasi sebagian yang ditandai


dengan KU klien cukup, kapiler refil baik (<>

P:

Lanjutkan intervensi:

· Observasi perdarahan

· Pantau tanda vital

· Cek Hb

· Berikan injeksi Dexametason 2x5 mg


sesuai instruksi dokter.

S:

· Menurut klien perdarahan yang keluar


sekarang hanya bercak-bercak, di pembalut
tidak penuh, dan ganti pembalut baru 1x
setelah mandi pagi tadi.

· Klien persiapan pulang.

· Klien mau menyimak discharge planning


yang diberikan.

O:

· Ku klien cukup, kesadaran CM.

· S = 360C, N = 84 x/mnt, TD = 110/70


mmHg.
· Konjungtiva klien sudah tidak pucat.

· DJJ +

· Kapiler revil baik (<>

A:

Masalah teratasi sebagian yang ditandai


perdarahan yang keluar saat ini hanya bercak-
bercak, dan baru ganti pembalut 1x setelah
mandi pagi. Dan pasien persiapan untuk
pulang.

P:

Memberikan discharge planning sebelum klien


pulang meliputi:

- Menganjurkan klien untuk tetap


mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang.

- Menganjurkan klien untuk mengurangi


aktifitas/lebih banyak istirahat.

- Menganjurkan klien untuk kontrol rutin.

- Menganjurkan klien untuk tidak melakukan


hubungan sex selama kehamilan ini.
2 Maret 2. S:
2015
2. · Klien mengatakan mau mengikuti saran
Jam 21.00 yang diberikan yaitu tidak malakukan
hubungan sex selama kehamilannya ini dan
3 Maret
banyak beristirahat.
2015
· Klien merasa senang karena telah diberi
Jam 14.00
penjelasan mengenai masalah
kehamilannya.

O:

· Klien mau mendengarkan dan menyimak


informasi yang diberikan.

· Sekarang klien mengetahui mengenai


kelainan dalam kehamilannya saat ini dan
kondisi kehamilannya.

· Klien lebih banyak tiduran saat diberikan


informasi.

A:

Masalah teratasi yang ditandai dengan klien


merasa senang mengenai penjelasan yang
telah diberikan, klien mengerti cara
penataksanaan kehamilan dengan placenta
previa.

P:

Pertahankan intervensi.

S:

·Klien mengatakan cara-cara mencegah


terjadinya perdarahan berulang pada plasenta
previiak boleh melakukan hubungan sex
selama kehamilannya ini.

·Klien mengatakan mau mengikuti saran yang


telah diberikan.

O:

Klien menyimak discharge planning yang


diberikan.
A:

Masalah teratasi.

P:

·Memberikan discharge planning sebelum


klien pulang meliputi:

- Menganjurkan klien untuk tetap


mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang.

- Menganjurkan klien untuk mengurangi


aktifitas/lebih banyak istirahat.

- Menganjurkan klien untuk kontrol rutin.

- Menganjurkan klien untuk tidak melakukan


hubungan sex selama kehamilan ini.
2 Maret 3. S:
2015
3. · Klien mengatakan khawatir dengan kondisi
Jam 21.00 kehamilannya saat ini.

3 Maret · Klien mengatakan mau diajari cara


2015 mengontrol cemas dengan distraksi dan
napas dalam.
Jam 14.00
· Klien mengatakan sudah mulai berkurang
rasa cemasnya.

O:

· Teknik relaksasi distraksi dan napas dalam


telah diajarkan.

A:

Masalah teratasi sebagian yang ditandai klien


sudah berkurang rasa cemasnya.

P:

Lanjutkan intervensi:

· Menganjurkan klien untuk melakukan


teknik relksasi distraksi dan napas dalam
bila rasa cemasnya muncul.

S:

· Klien merasa sudah tidak cemas.

· Klien mengatakan mau mengikuti saran


yang diberikan.

· Klien mengatakan menggunakan napas


dalam untuk mengatasi kecemasan.

O:

· Klien mau menyimak discharge planning


yang diberikan

A:

Masalah teratasi 
P:

Memberikan discharge planning sebelum


klien pulang meliputi:

- Menganjurkan klien untuk tetap


mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang.

- Menganjurkan klien untuk mengurangi


aktifitas/lebih banyak istirahat.

- Menganjurkan klien untuk kontrol rutin.


- Menganjurkan klien untuk tidak melakukan
hubungan sex selama kehamilan ini.

- Menganjurkan klien untuk tetap


menggunakan teknik relaksasi yang telah
diajarkan untuk mengurangi perasaan
cemas.

DAFTAR PUSTAKA

Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. Salemba Medik

Bobak, lowdermik, dan Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.


Edisi 4. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Bagus Gede dan I N Chandranita Manuaba. 2007.


Pemgantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Purwaningsih, Wahyu dan Siti Fatmawati. 2010. Asuhan Keperawatan


Maternitas. Jogjakarta : Nuha Medika
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan : pedoman
untuk perencanaan dan  pendokumentasian perawatan pasien.,edisi 3. Jakarta:
EGC

Leveno, Kenneth J. (2009). Obstetri williams edisi 21.Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan


dan keluarga berencana . Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi


VII. Volume II.

Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997

Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ;


1998

Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process


approach.

Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran;


1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical –
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A.  Jakarta: EGC; 2000
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta:


EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Heller, Luz. 1988. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakrta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Wiknojosatro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan.. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Persis Mary Hamilton, (1995), Dasar-dasar Keperawatan Maternitas,


EGC, Jakarta
R. Sulaeman Sastrawinata, (1981), Obstetri Patologi, Elstar Offset,
Bandung. ——(1995), Ilmu Penyakit Kandungan UPF Kandungan Dr.Soetomo.
Surabaya

Hartati Nyoman, Suratiah, Mayuni IGA Oka. Ibu Hamil dan HIV-AIDS.
Gempar: Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol. 2 No.1 Juni 2009.

Doku Paul Narh. Parental HIV/AIDS status and death, and Children’s Phychological
Wellbeing. International Journal of Mental Health system 2009;3(26):1-8

Siregar FA. Pengenalan dan Pencegahan HIV-AIDS. Medan. Universitas Sumatera


Utara, 2004.

Heemanides HS, Lonneke AVV, Ralph V, Fred DM, Aimee D, Gerard VO, et all.
Developinh quality indicators for the care of HIV-infected pregnant women in the
Dutch Caribbean. Aids Research and Therapy 2011; 8(32) : 1-9.
Wamoyi J, Martin M, Janet S, Josephine B, Shabbar J. Changes in sexual
desires and behaviours of people living with HIV after initiation of ART:
Implications for HIV prevention and health promotion. BMC Public Health 2011;
11(633): 1-11.
Bradley-Springer L, Lyn S, Adele W. Every Nurse Is an HIV Nurse. AJN
2010;110(3):33-39.

Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


EGC, Jakarta.

Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.

Hadi Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.

Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk


Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan


Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.

Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.

Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono,


Edisi I, jakarta, Salemba Medika.

Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga,
Balai Penerbit FKUI, jakarta.
Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi.
Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2005

Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid I.
Media Aesculapius FKUI

http://www.google.com/Gambaran Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu


di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Provinsi Riau Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005

http://www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar


kandungan/page:1-4

Bagian obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. 1984. Obstetri Patologi.


Bandung : FK UNPAD

Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP

Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP

Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas


Kesehatan Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC
Bobak, I.M., Deitra, L.L., Margaret,D.J., Snannon, E.P.2004. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta. EGC NANDA.2010.Nursing Diagnosis
– Definition And Clasification 2009– 2011.Jakarta:EGC

Hidayati Ratna.2009.Asuhan Keperawatan Pada Kehamilan Fisiologis Dan


Patologis. Jakarta : Salemba Medika

Tiran Denise. 2006. Seri Asuhan Kebidanan Mual dan Muntah Kehamilan.
Jakarta : EGC

Lowdermilk, Jensen Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas


Edisi 4. Jakarta : EGC

Hartono Andry. 1999. Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC


Prawirohardjo Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Trisada Printer

pada-pasien-perdarahan-antepartum/ (diakses 12 Maret 2015)


Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk.
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana


Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.

Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Hanafi Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina


Pustaka. 

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina


.

Anda mungkin juga menyukai