Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

Mulut
Mencong/
Merot

Akut Kronis

Central Perifer Central Perifer

Vaskular Idiopatik Tumor Imunitas


 Stroke:  Bell’s Palsy:  Meningioma:  MiastemiaGravis
Lesi UMN, Lesi LMN, Tumor yang :
mencong, mencong mengenai Penyakit autoimun
bilateral, sudut unilateral, sudut selaput yang ditandai
nasolabial nasolabial adanya kelemahan
meningen.
bergeser ke bergeser ke atas.
Gejala: terasa otot bergaris
bawah, tanda- Etiologi:
idiopatik, lemas, kejang, karena reseptor
tanda defisit gangguan indera asetikolin di post
peningkatan
neurologis. suhu, parese pengecapan synaps NMJ.
Etiologi: nervus VII (sensorik), mati Gejala: ptosis,
vaskuler. perifer. rasa pada otot diplopia, disfagia
wajah, gangguan
Trauma bicara, Gangguan
 Trauma kelemahan pada Metabolisme
Mandibula/ otot wajah.
 Tyroid disease
Maksila:  Metastase
Perubahan posisi Tumor
rahang,  Neuroma
maloklusi, harus
Akustik
ada riwayat
trauma Kekakuan otot
wajah seperti
Infeksi mati rasa,
gangguan
 Ramsay Hunt
syndrom:
pendengaran,
Herpes zooster gangguan
yang mengenai keseimbangan
saraf auditoris,  Multiple
fasialis Sklerosis
ipsilateral,  Polineuropati
adanya vesikel di Gangguan
telinga. mengenai saraf
 Lyme Disease: tepi. Gejala:
I. Penyakit infeksi
nyeri, rasa tebal,
bakteri Barrekia
II. bongdarferi, mati rasa, kaku,
menular melalui paralysis
gigitan kutu.
 Herpes Zooster:
Gejala: nyeri, 1
kelumpuhan otot
wajah, tinitus,
sefalgia.
I.STROKE
DEVINISI

Gangguan fungsi otak akut ( fokal/ berlangsung > 24 jam oleh karena gangguan
peredaran darah otak

BATASAN (WHO Monica Project)

– Gangguan fungsi otak / global.

– Onset akut.

– Durasi > 24 jam.

– Etio : gangguan peredaran darah otak

FAKTOR RESIKO

Tidak dapat diubah Dapat diubah Yang masih diteliti


1. Umur 1. Hipertensi 1. Kurang gerak
2. Jenis kelamin 2. Hiperlipidemia, 2. Obesitas
3. Ras hiperkolesterol 3. Diet
4. Faktor keluarga/ 3. DM 4. Stress
keturunan 4. Penyakit jantung 5. Sosial-ekonomi
5. Lokasi geografis 5. Merokok, alkohol 6. Obat-obatan

Alasan keterlambatan

1. Tidak sadar kena stroke 56, 2%


2. 2. Masalah transportasi 21,5%
3. 3. Obat tradisional 11,8 %
4. 4. Berobat ke dukun 4,2%
5. 5. Sisa tidak diketahui 6,2%

KLASIFIKASI

2
A. NON –HEMORRHAGIC/ ISCHEMIC / INFARK

a. Secara Klinis Dibagi Menjadi:

1. TIA ( TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK)

– Sembuh sempurna ≠ ada gx sisa

– Serangan < 5’ (<1’)

– Durasi < 24 jam (< 4jam)

2. RIND ( REVERSIBLE ISCHEMIC NEUROLOGIC DEFICITE )

– Sembuh tanpa gx sisa

– Durasi > 24 jam sembuh dlm 2 mgg

– < 3 mgg dsbt PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurologic


Deficite)

3. Progresing Stroke = Incompleted

– Sembuh dg gx. sisa

4. Complete Stroke

– Gx klinis yg sdh menetap.

b. Secara Potogenesa Dibagi Menjadi

1. Oklusif

a) Stroke Trombosis

b) Stroke Emboli

2. Non Oklusif

a) Hiperviscositas → LED, PCV

b) Policitemia → Hb, HCT

c) Penurunan Perfusi / Hipoperfusi →shock ( akral dingin, takikardi,


TD ↓)

3. Tidak Diketahui Etiologi

3
B. HEMORRHAGIC / BLEEDING

A. Perdarahan Intracerebral

B. Perdarahan Subarachnoid

GEJALA KLINIS

• Lumpuh separuh badan ka/ ki.

• Separuh badan ≠ merasa, kesemutan, spt terbakar.

• Mulut mencong

• Lidah mencong bila dijulurkan.

• Bicara pelo.

• Sulit menelan.

• Bila makan / minum tersedak.

• Sulit berbahasa.

• Bicara tidak lancar.

• Bicara ≠ karuan(lancar tp tanpa artikulasi).

• ≠ memahami pembicaraan orla.

• Tidak bisa membaca, menulis.

• Tidak bisa memahami tulisan.

• Berjalan sulit langkah kecil – kecil.

• Kepintaran me↓, ≠bisa menghafal.

• Pelupa.

• Penglihatan terganggu.

• Pendengaran me ↓

• Puyeng, vertigo.

• Mudah menangis.

• Mudah tertawa.

4
• Melihat double.

• kelopak mata sulit dibuka.

• Banyak tidur.

• Gerakan tidak terkoordinasi.

• Pingsan sampai koma.

DIAGNOSIS

a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaaan penunjang

Berikut penjelasannya :

a. Anamnesis
 Kelumpuhan anggota gerak sebelah badan
 mulut mencong / bicara pelo
 tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Timbul sangat mendadak, dapat sewaktu
bangun tidur, aktivitas, atau sewaktu istirahat.
 Faktor resiko
 Pada penurunan kesadaran s/d koma : perkembangan kesadaran sejak serangan
terjadi.
b. Pemeriksaan fisik
 Vital sign
 Kesadaran
 Status Generalis
 Pemeriksaan Neurologis :
Pemeriksaan N. Kranialis
Pemeriksaan meningeal sign
Pemeriksaan motorik, sensorik, dan vegetatif
Refleks fisiologis dan patologis
Kelainan fungsi luhur

5
Gejala Klinis

1. Serangan Defisit Neurologis Fokal

a) Hemiparesis/ paresthesi

b) Afasia / disarthria/ hemianopsia homonym

c) Vertigo , dll.

2. Timbul Akut, Cepat, & mencapai puncaknya dlm bbrp Mnt/Jam.

3. Perjalanan Penyakit Dapat :

a) Sembuh sempurna(TIA, RIND)

b) Sembuh dg gx sisa ringan s/d berat dlm beberapa bulan.

c) † dlm beberapa hari / mgg

4. Biasanya Disertai Fx Resiko Stroke

c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
 Darah rutin
 Kimia darah lengkap
 Hemostasis (darah lengkap )
 Tambahan ( atas indikasi ): protein S, protein C, ACA, homosistein.
Pmx neurokardiologi
 EKG, TEE
Pmx radiologi
 CT- Scan
 Foto thoraks

DIAGNOSIS BANDING

6
LETAK LESI

GEJALA KORTIKAL SUB KORTIKAL

AFASIA + +

ASTEREOGNOSIS + +

2 POINT DISC + +
TERGANGGU

GRAPHESTESI + -
TERGANGGU

EXTINCTION + -
PHENOMENA

LOSS OF BODY IMAGE ++ -

KELUMPUHAN LENGAN ++ -
/ TUNGKAI TIDAKSAMA

KRITERIA DX PIS SAH TROMBOSIS EMBOLI

7
UMUR > 40 thn 20 – 50 – 70 thn Semua
30 thn umur

ONSET Aktif Aktif Bangun tidur ≠ tentu,


PERJALANAN cepat cepat cepat

GX PENYERTA ++ ++++ - -

-SAKIT KEPALA ++ ++++ - -

-MUNTAH + - +/- +/-

-VERTIGO

RISK FACTOR HT berat/ +/- +/- -


maligna
- HT - ASHD RhHD
HHD
- PX JANTUNG - ++ -
-
- DM - ++ -
-
-HIPERLIPIDEMI

KRITERIA DX PIS SAH TROMBOSIS EMBOLI

8
UMUR > 40 thn 20 – 30 50 – 70 thn Semua umur
thn

ONSET Aktif cepat Aktif Bangun tidur ≠ tentu,


PERJALANAN cepat cepat

GX PENYERTA ++ ++++ - -

-SAKIT KEPALA ++ ++++ - -

-MUNTAH + - +/- +/-

-VERTIGO

RISK FACTOR HT berat/ +/- +/- -


maligna
- HT - ASHD RhHD
HHD
- PX JANTUNG - ++ -
-
- DM - ++ -
-
-HIPERLIPIDEMI

SKORING STROKE

KONSENSUS PENGELOLAAN STROKE DI INDONESIA 1999:

A. SIRIRAJ STROKE SCORE (SSS)

B. ALGORITMA STROKE GAJAH MADA (ASGM)

A. SIRIRAJ STROKE SCORE (SSS)

9
SSS = ( 2,5 X kesadaran ) + ( 2 X muntah ) + ( 2 X sakit kepala ) + ( 0,1 X tek.
Diastole) – ( 3 X ateroma) – 12

B. ALGORITMA STROKE GAJAH MADA (ASGM)

TATALAKSANA

10
I. ATASI KEDARURATAN MEDIK ( 5 B):↓

i. B1 ( Breath)

ii. B2 ( Blood )

iii. B3 ( Brain )

iv. B4 ( Bowel )

v. B5 ( Bladder )

B1 ( Breath)

– Bebaskan jalan nafas, hisap lendir, lepas gigi palsu

– Beri O2

I. 6 – 10 L / menit (masker)

II. 2 – 4 L/ menit ( dg nafas / tanpa masker)

– Posisi berbaring lateral kiri / kanan

– Posisi extremitas pronasi.

– Kalau perlu foto thorax.

B2 ( Blood )

– T >220/160→ p’timbangkan anti HT PO

– T < 110 / 70 →rehidrasi inf NaCl 12 tts/Mnt. ( kl perlu inf dopamin 3 – 5


mg/kg)

– Pertahankan osmolaritas darah isotonik.

– EKG

– Inf Ringer Asetat

– Lab Cito ( GDA , BUN, Elektrolite )

– Jika gula darah > 200 mg % → insulin 4 U.

B3 ( Brain )

11
– Metabolik aktivator, ex: piracetam I.V. 12 gram.

– Jika kesadaran ↓→ manitol drip 0,25 – 0,5 mg / kg/ 4 jam. KI : decomp,


hipoksia, GGK.

B4 ( Bowel )

– Ggg. Menelan, kesadaran ↓→ NGT

B5 ( Bladder )

– Bila VU penuh →dauer catheter, catheter urine

II. Observasi TTV


III. Keseimbangan cairan & elektrolit.
IV. Rehabilitasi medis setelah 3 hari.
V. Pencegahan

I. Primer : cari faktor resiko

II. Sekunder :

a. Acetosal, Triclopidin, dsb

b. Regulasi TD, DM, dsb

12
II. BELL’S PALSY
DEVINISI

Bell’s Palsy Suatu kelumpuhan akut N. Fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir
Charles Bell (1774-1842) orang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik,
sejak itu semua kelumpuhan N. Fasialis perifer yang tidak di ketahui sebabnya disebut “Bell’s
Palsy”.

Bell’s Palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer akibat proses non - supuratif, non
neo-plasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema pada bagian nervus
fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya
akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi Bell’s Palsy dibeberapa negara cukup tinggi : Di Inggris dan Amerika
berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100.000 penduduk per tahun. Di Belanda 1 penderita
per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20.000 anak per tahun. Bell’s Palsy dapat menyerang
pria dan wanita pada setiap usia dengan tingkat persentase morbiditas yang sama.

ETIOLOGI

Penyebab kelumpuhan Bell’s palsy sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Umumnya paralisis n VII perifer dapat dikelompokkan sbb:

• Kongenital : anomali kongenital (sindroma Moebius), trauma lahir (fraktur tengkorak,


pendarahan intrakanial, dll )

• Didapat : trauma, penyakit tulang tengkorak (osteomielitis) , proses intracranial (tumor,


radang, pendarahan dll), proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus , infeksi
tempat lain(otitis media, herpes zoster dll), sindroma paralisis N. Fasialis familial

PATOFISIOLOGI

• TEORI ISKEMIK

• TEORI INFEKSI

• TEORI KOMBINASI

• HAL HAL LAIN: SUHU, KELEMBABAN, STRESS, KEHAMILAN DPT MEMICU


TIMBULNYA BELL ‘S PALSY

LETAK LESI

13
1. Lesi di for stilomastoideus

• Mulut tertarik kearah sisi mulut yg sehat.

• Lipatan kulit dahi menghilang.

• Mata yg terkena tidak bisa menutup.

2. Lesi di kanalis fasialis

• Melibatkan korda timpani.

• Gejala diatas ditambah

• Hilangnya daya pengecapan lidah sisi yang terkena

3. Lesi di muskulus stapedius

• Gejala tanda klinik diatas ditambah

• Hiperakusis.

4. Lesi di ganglion genikulatum

• Gejala tanda diatas ditambah

• Nyeri dibelakang telinga dan didalam liang telinga.

5. Lesi di meatus akustikus internus

• Gejala dan tanda diatas ditambah

• Tuli.

6. Lesi ditempat keluarnya n.fasialis dari pons.

• Gejala dan tanda klinik diatas ditambah

• Kelainan nervus trigeminus.

• N aksesorius.

• N. hipoglosus.

DIAGNOSIS

14
1. Anamnesis

Otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan. Fisura palpebral
tidak ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa
digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar
sehingga tertimbun di situ.

2. Pemeriksaan Fisik

- Test Lakrimasi ( shimmer test )

- Fungsi sensorik : glukosa 5 % --- manis as sitrat 1 % ---- asam sod kloride 2.5 % ----
asin quinine HCl 0,075 % ----- pahit

- Test refleks stapedius/hiperakusis

- Pemeriksaan fungsi motorik

Pemeriksaan fungsi motorik N. Fasial yang sistematik yaitu dengan mengamati


kelainan asimetri yang timbul pada wajah akibat kelumpuhan salah satu otot wajah.

House Brackmann Classification of Facial Function :

• Derajat 1 Fungsional normal

• Derajat 2 Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikitasimet ris.

• Derajat 3 Angkat alis sedikit, menutup mata komplit denganusaha, mulut bergerak sedikit
lemah dengan usahamaksimal.

• Derajat 4 Tidak dapat mengangkat alis, menutup matainkomplit dengan usaha, mulut bergerak
asimetrisdengan usaha maksimal.

• Derajat 5 Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut sedikit
bergerak

• Derajat 6 Tidak bergerak sama sekali

-Pemeriksaan Sensorik

Pemeriksaan fungsi sensorik yaitu dengan menilai dengan daya pengecapan (citarasa).
Hilangnya atau mengurangnya daya pengecapan dinamakan ageusia dan hipogeusia. Bilamana
pengecapan asin dirasakan sebagai asam-manis dan sebagainya, maka daya pengecapan yang
abnormal itu dinamakan Pargeusia.

DIAGNOSIS PENUNJANG

15
Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat
kerusakan N. Fasialis sebagai berikut:

 Uji kepekaan saraf(nerve excitability test)

 Uji Konduksi saraf(nerve conduction test)

 Elektromiografi

 Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah

 Uji Shirmer

 Laboratorium Darah Dibeberapa kasus terjadi peningkatan ringan dari limfosit dan sel-sel
mononuklear sehingga diikuti dengan peningkatan tekanan darah.

 FOTO CT. SCAN/MRI Computed Tomography (CT) scan, juga disebut computerized
axial tomography (CAT) scan, digunakan untuk membuat gambar dari semua sisi dari
struktur tubuh .FOTO CT. SCAN/MRI CT scan dapat digunakan untuk memeriksa
struktur di dalam abdomen dan pelvis(misalnya: liver, gallbaldder, pankreas, spleen,
intestines, dan organ reproduksi), di dada(misalnya: hati, aorta, dan lambung), dan di
kepala(misalnya: otak, tulang tengkorak, sinositis). Ini juga dapat digunakan untuk
mendeteksi keanehan pada leher dan spine(misalnya: vertebrae, intervertebral discs,
spinal cord) dan di saraf dan tempat darah.

 EMG Test ini dapat memastikan adanya kerusakan saraf dan tingkat keparahannya.
Sebuah EMG dapat mengukur aktifitas electric otot sebagai respons terhadap stimulan
dan alam dan kecepatan dari konduksi impulse elektrik dalam aliran saraf

DIAGNOSIS BANDING

 Otitis media

 Ramsay hunt syndrome

 Lyme Disease

 Polineuropati

 Tumor metastase

 Multiple sclerosis

PENATALAKSANAAN

16
1.Medikamentosa

Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell ’s Palsy. Beberapa ahli percaya bahwa :

 Kortikosteroid, misalnya Prednison harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari
setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu. Dosis 1mg/kg bb /hari atau
60mg p.o diturunkan sec tapp off.

 Acyclovir 400mg diberikan 5 kali sehari selama 7 hari

 Vitamin B1, B6 & B12. Dengan dosis tinggi, digunakan untuk pertumbuhan serabut
syaraf yang rusak.

 Botox Botolinum toxin type A atau yang lebih dikenal dengan botox merupakan alternatif
terapi yang dapat digunakan dan berfungsi untuk relaksasi otot-otot wajah.

2. Fisioterapi

Cara yang sering digunakan yaitu:

 mengurut (massage) otot wajah selama 5 menit pagi – sore atau dengan faradisasi.
Gerakan yang dapat dilakukan berupa tersenyum, mengatupkan bibir, mengerutkan
hidung, mengerutkan dahi, gunakan ibu jari dan telunjuk untuk menarik sudut mulut
secara manual, mengangkat alis secara manual dengan keempat jari menutup mata.

 Terapi panas Superficial Digunakan untuk menghilangkan pembengkakan pada jaringan.

 Stimulasi listrik/electrical stimulation merangsang otot yang innervasinya terganggu,


dapat dalam bentuk bentuk E -stimuli, dan akupuntur.

3.Operasi.

Tindakan operasi umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan
komplikasi lokal maupun intra-kranial tindakan operasi dilakukan apabila : tidak terdapat
penyambuhan spontan, tidak ada bukti bahwa operasi untuk mengurangi saraf wajah efektif, dan
mungkin berbahaya. Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total.

KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI

 Tidak boleh duduk di mobil dengan jendela terbuka

 Tidak boleh tidur di lantai atau setelah “bergadang”

 Istirahat terutama pada keadaan akut .

17
 Tiap malam mata diplester. Gunanya melatih mata yang tidak dapat menutup supaya
dapat menutup bersamaan.

 Pakailah helm teropong. Ini dilakukan untuk menghindari sentuhan langsung dengan
angin.

KOMPLIKASI

1. Fenomena air mata buaya ; waktu makan keluar air mata. ( akibat regenerasi serabut saraf
otonom yg salah arah )

2. Kontraktur otot wajah

3. Sinkinesis ; gerakan sadar menutup mata, terjadi pengangkatan sudut mulut, kontraksi otot
platisma, atau pengerutan dahi ( regenerasi serabut saraf mencapai otot yg salah ).

4. Hemifacial spasme

5. Ptosis alis

6. Bell’s palsy rekuren

PROGNOSIS

 80-90 % mengalami perbaikan pada otot- otot ekpresi wajah bila terdapat tanda
kesembuhan otot wajah sebelum hari ke 18 : maka kesembuhan sempurna atau hampir
sempurna dapat terjadi

 Perbaikan komplit dimulai setelah 8 minggu dan maksimal 9 bulan-1 tahun

III.MENINGIOMA
1. Pengertian
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung
yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat
manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi umumnya terjadi di hemisfer
otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan
meningioma malignan jarang terjadi.

2. Faktor resiko
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari semua
tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60
tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia
yang lebih lanjut.Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 %

18
malignan. Meningioma malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma
benign lebih banyak terjadi pada wanita.

3. Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun sebagian
besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma.
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan
ini tidak diketahui.

4. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat
pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-
beda di tiap derajatnya.
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika
tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I
diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang berkelanjutan.
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih
tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II
biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 %
dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama
untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan
kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor
:
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaput
yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri
mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas
otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang
mata. Banyak terjadi pada wanita.

19
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur
antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan
dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri
radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di sekitar
matacavumorbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh
bagian otak.

5. Gejala
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada
otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya
fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh
darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala
awal.Gejalaumumnyaseperti:
a. Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
b.Perubahanmental
c.Kejang
d.Mualmuntah
e. Perubahan visus, misalnya pandangan kabur

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :


a. Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
b. Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan
status mental
c. Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang,
kebutaan, dan penglihatan ganda.
d. Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
e. Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot
wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
f. Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
g. Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
h. Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
i. Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

20
6. Tatalaksana
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi
tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada
kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi,
rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi
tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk
dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.

Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat
segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis
beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan
sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian
cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas,
serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi
direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial :


· Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
· Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
· Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura atau
mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang
hiperostotik ).

1. Radioterapi

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai


untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk
melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang
didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak
dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien
yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan
keefektifitasannya.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi
yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami
kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi
pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.

21
2. Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak


diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali
diaplikasikan pada pasien.

IV.MIASTENIA GRAVIS
1. Pengertian
Miastenia Gravis adalah penyakit autoimun kronis yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.

2. Etiologi
Miastenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah
bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya
kerja otot. Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya
Myasthenia Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir,
syaraf bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin
berjalan menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot
(persimpangan neuromukcular) menuju serabut otot dimana banyak diikat oleh reseptor
asetilkolin. Otot menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin.
Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka reseptor asetilkolin.
Penurunan ini disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi reseptor
asetilkolin.

3. Gejala klinis
Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang
menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda).
Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak
mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya
sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
Miastenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini
dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot
palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan
bicara (dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai
tanda rahang menggantung.

22
Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan
akhirnya dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien
tidak lagi mampu untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada
kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan
pada semua otot-otot rangka.
Kelemahan otot pada Miastenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus
menerus dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan
tenaga sepanjang hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang
berakhirnya aktivitas. Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya
berkembang menjadi kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai
kelemahan tersebut cenderung menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai macam
stress, kepanasan, infeksi serta pada penderita dengan akhir masa kehamilan.

4. Tatalaksana
Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang palingdapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan
penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada
miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis
generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan
imunomodulasi yang dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang
ventilasi, mampu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada
penderita miasteniagravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat
memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebihlambat tetapi
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.

V.RAMSAY HUNT SYNDROME


1. Pengertian

Ramsay Hunt syndroma (Herpes zoster otikus) merupakan infeksi pada saraf di
kepala (saraf ke VII dan VIII) oleh virus herpes zoster.

2. Faktor resiko
Siapa saja yang telah memiliki cacar air dapat mengembangkan sindrom ramsay
hunt. Tapi lebih umum pada orang dewasa yang lebih tua, biasanya mempengaruhi orang
tua yang lebih dari 60. Sindrom Ramsay hunt langka pada anak-anak. Sindrom Ramsay
hunt tidak menular. Namun, Reaktivasi varicella – virus zoster dapat menyebabkan cacar
air pada orang-orang jika anda melakukan kontak dengan mereka dan jika mereka
sebelumnya belum menderita cacar air atau telah divaksinasi untuk cacar air. Infeksi
dapat menjadi serius bagi orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

23
3. Etiologi
Infeksi herpes zoster terjadi akibat reaktivasi virus varicella-zoster, yaitu virus
penyebab cacar air. Virus ini diam pada pangkal saraf dan bisa teraktivasi kembali dan
berjalan melalui serat saraf ke kulit dan menyebabkan lesi yang terasa nyeri.
Sindrom Ramsay hunt adalah sebuah wabah herpes zoster yang mempengaruhi
saraf wajah di dekat salah satu telinga Anda. Hal ini biasanya juga menyebabkan
beberapa derajat kelumpuhan sepihak pada wajah dan pendengaran.

4. Gejala

Sindroma ramsay hunt (herpes zoster otikus) terjadi ketika virus mengenai saraf
kepala (saraf kranial) ke VII dan VIII. Saraf ini berperan dalam pendengaran,
keseimbangan, dan juga pengaturan beberapa otot wajah. Akibatnya penyakit ini
menyebabkan timbulnya nyeri telinga yang hebat, kelumpuhan otot wajah yang
sementara atau menetap (mirip dengan Bell palsy), vertigo (sensasi pusing berputar) yang
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu, serta hilangnya pendengaran yang bisa
menetap atau bisa juga pulih sebagian atau sepenuhnya.

Kelemahan otot wajah pada sisi saraf yang terkena bisa tampak sebagai : 

 kesulitan untuk menutup mata pada sisi tersebut


 kesulitan untuk makan (makan keluar dari sudut mulut yang lemah)
 kesulitan untuk membuat ekspresi wajah, misalnya menyeringai
 wajah sisi yang terkena tampak lebih turun
 kelumpuhan pada satu sisi wajah

Pada telinga bagian luar dan di dalam saluran telinga terbentuk lepuhan-lepuhan
kecil berisi cairan (vesikel). Vesikel juga bisa terbentuk di kulit wajah atau leher yang
dipersarafi oleh saraf yang terinfeksi.

5. Tatalaksana

Obat-obat biasanya diberikan untuk mengatasi gejala-gejala yang ada.


Kortikosteroid (misalnya prednisolon) bisa diberikan untuk menghambat peradangan.
Obat-obat anti-virus (misalnya Asiklovir atau Valasiklovir) bisa membantu mengurangi
durasi infeksi. Serangan vertigo bisa diredakan dengan pemberian Diazepam, dan nyeri
yang timbul bisa diatasi dengan pemberian obat-obat pereda nyeri golongan opioid.

Penderita yang mengalami kelumpuhan lengkap pada otot wajah mungkin


memerlukan tindakan bedah untuk mengatasi tekanan pada saraf wajah (saraf ke VII),
misalnya dengan memperlebar lubang yang dilalui oleh saraf wajah.

24
VI.LYME DISEASE

Definisi

Penyakit Lyme merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi yang disebarkan oleh
kutu yang termasuk ke dalam spesies lxodes.
Kasus ini pertama kali ditemukan di Lyme, dengan kebanyakan kasus di Amerika Serikat
melibatkan bakteri borrelia burgdorferi. 
Namun, kebanyakan kasus di Eropa melibatkan bakteri borrelia burgdorferi dan
Borreliagarinii. Saat ini, penyakit Lyme dapat ditemukan nyaris di semua benua kecuali.
Penyakit ini juga sering disebut lyme borreliosis atau tick-borne borreliosis. Penyakit ini
bersifat multisistemik yang dapat mempengaruhi kulit, sistem saraf, jantung, dan persendian.

Etiologi

Kebanyakan kasus penyakit ini disebarkan oleh nimfa (belum dewasa) kutu rusa, namun
kutu dewasa juga dapat menyebarkan penyakit ini. Banyak orang bahkan tidak menyadari bahwa
mereka telah digigit oleh nimfa kutu rusa karena gigitannya nyaris tanpa nyeri. Satu-satunya
pertanda anda telah digigit adalah bekas gigitan dan karena kemerahan yang mengelilingi area
bekas gigitan.

Bakteri borrelia burgdorferi masuk ke kulit manusia melalui gigitan kutu. Setelah 3-32
hari bakteri keluar dari kulit dan menyebar melalui getah bening atau darah atau ke organ lain.
Penyakit Lyme tidak menular. Namun, jika wanita yang sedang hamil terkena penyakit ini, maka
penyakit ini akan ditularkan pada anak yang sedang dikandungnya.

Faktor Resiko

Faktor-faktor risiko yang paling umum untuk penyakit Lyme meliputi:

 Menghabiskan waktu di daerah berhutan atau berumput. Anak-anak yang menghabiskan


banyak waktu di luar rumah di daerah ini memilki risiko yang tinggi. Orang dewasa
dengan pekerjaan di luar ruangan juga memiliki resiko tinggi.
 Kulit yang terkena gigitan. Kutu mudah menenpel pada kulit yang terbuka. Jika anda
berada di daerah di mana kutu berkembang, lindungi diri dan anak-anak dengan
mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang. Jangan biarkan hewan peliharaan
anda untuk berkeliaran pada tempat yang memiliki gulma dan rumput.
 Tidak mengobati gigitan dan menghilangkan kutu dengan cepat. Bakteri dari gigitan kutu
bisa masuk ke aliran darah Anda hanya jika kutu tetap melekat pada kulit anda selama 36
hingga 48 jam atau lebih. Jika anda mengobati gigitan dalam waktu dua hari, maka risiko
terkena penyakit Lyme akan lebih kecil.

25
Gejala

 Eritema migrans dengan gejala kelelahan, mengggigil, demam, sakit kepala, kaku duduk
dan sakit otot dan sendi. Gejala lainnya yang juga bisa timbul adalah nyeri punggung,
mual dan muntah, nyeri tenggorokan, pembengkakan kelenjar getah bening dan
pembesaran limpa. Meskipun gejala-gejala tersebut hilang timbul, tetapi rasa tidak enak
badan dan kelelahan bisa menetap selama berminggu-minggu.
 Timbul bintik merah yang melebar pada kulit, biasanya timbul di daerah paha, bokong,
daerah yang tertutup celana pendek atau ketiak. Bintik ini akan melebar sampai diameter
15 cm. Sebanyak 75% penderita penyakit lyme akan menunjukkan tanda awal ini.
Hampir 50% penderita memiliki bintik yang lebih kecil setelah timbulnya bintik lebar ini.
 Beberapa minggu atau sebulan kemudian terjadi kelaianan fungsi saraf pada sekitar 15%
penderita, yang akan berlangsung selama beberapa bulan dan biasanya sembuh total.
Masalah yang paling sering terjadi adalah infeksi selaput otak (meningitis), yang
menyebabkan kaku kuduk, sakit kepala, peradangan saraf wajah dan kelumpuhan separuh
wajah. Juga bisa terjadi kelumpuhan di tempat lain. Pada 8% penderita, terjadi kelainan
jantung (aritmia dan perikarditis). Perikarditis bisa menyebabkan nyeri dada.
 Selain itu, beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah gejala dimulai, 50% penderita
mengalami artritis. Pada beberapa kasus, artritis timbul setelah 2 tahun. Episode
pembengkakan dan nyeri pada beberapa sendi yang besar, terutama sendi lutut,akan
terjadi secara berulang selama beberapa tahun. Lutut yang terkena biasanya bengkak,
terasa panas jika disentuh dan kadang-kadang tampak merah. Dibalik lutut bisa terbentuk
kista dan bisa pecah, sehingga rasa sakit akan menghebat secara tiba-tiba. Sekitar 10%
penderita artritis Lyme akan memiliki masalah lutut yang menetap.

Tes untuk mengetahui penyakit Lyme

Berikut ini tahapan tes untuk mengetahui apakah seseorang terkena penyakit Lyme atau tidak,
yaitu:

 Tahap pertama yaitu menggunakan sebuah tes ELISA (imunoasai enzim) atau IFA
(antibodi fluoresensi tidak langsung). Tes ini dirancang sangat sensitif dengan arti bahwa
hampir setiap orang dengan penyakit Lyme, dan beberapa orang tidak mempunyai
penyakit Lyme ini akan tes positif. Jika ELISA atau IFA negatif, adalah sangat tidak
serupa dengan orang yang mempunyai penyakit Lyme ini, dan dianjurkan untuk tidak tes
lebih lanjut. Jika ELISA atau IFA adalah positif atau tak tentu (kadang-kadang disebut
samar) tahap kedua akan ditunjukkan untuk konfirmasi pada hasil.
 Tahap kedua yang menggunakan sebuah tes Imonublot (Western blot). Cocok digunakan
karena tes ini dirancang secara khusus dengan maksud bahwa biasanya akan positif hanya
jika seseorang benar-benar terinfeksi. Jika tes Imunoblot adalah negatif, itu memberi
kesan bahwa tes pertama positif yang salah, yang mana dapat terjadi untuk beberapa

26
alasan. Suatu waktu ada dua tipe pada western blot yang ditunjukan “IgM” and “IgG”.
Pasien yang positif oleh “IgM” tetapi tidak “IgG” akan tes ulang selama beberapa
kemudian jika mereka tetap sakit. Jika mereka masih positif hanya oleh IgM dan masih
sakit berkepanjangan selama satu bulan, ini adalah seperti sebuah positif yang sumbang.

Terapi

Sejumlah penelitian tentang pengobatan penyakit Lyme yang didanai oleh National Institutes
of Health (NIH), menunjukkan bahwa orang dapat disembuhkan selama minggu periode
beberapa waktu dengan mengambil antibiotik oral. Amoksisilin, Doxycycline, dan Cefuoxime
axetil adalah salah satu antibiotik yang lebih umum digunakan dalam pengobatan penyakit
Lyme. Beberapa pasien yang memiliki penyakit jantung atau neurologis baik mungkin perlu
perawatan intravena dengan antibiotika seperti penisilin atau Cetriaxone.

Meskipun semua stadium penyakit Lyme memberikan respon terhadap pemberian antibiotik,
tetapi pengobatan pada stadium awal adalah yang terbaik untuk membantu mencegah berbagai
komplikasi. Antibiotik seperti tetrasiklin, doksisiklin, amoksisilin, penisilin atau eritromisin bisa
diberikan per-oral (melalui mulut) selama stadium awal penyakit, yaitu menghilangkan gejala-
gejala dini dan mempercepat penyembuhan lesi kulit. Tetrasiklin mungkin lebih efektif daripada
penisilin untuk pencegahan manifestasi lanjut. Antibiotik juga membantu mengurangi artritis,
meskipun diperlukan pengobatan selama lebih dari 3 minggu. Artritis yang telah terjadi
seringkali memberi respon terhadap dosis yang tinggi dari penisilin. Untuk mengurangi sakit
pada persendian yang bengkak bisa diberikan aspirin atau obat-obat anti peradangan non-steroid.
Cairan yang terkumpul di sendi bisa didrainase (dibuang) dan penderita bisa dibantu dengan
tongkat penyangga.

Pada kasus-kasus yang susah disembuhkan, seftriakson lebih efektif. Hampir 50% pasien
yang diobati dengan tetrasiklin atau penisilin secara dini pada perjalanan penyakit Lyme
mengalami komplikasi minor yang lebih lambat (sakit kepala, nyeri sendi, dll). Artritis Lyme
berlangsung lama dapat diobati dengan doksisiklin atau amoksisiklin ditambah probenesid
selama 30 hari.

Pasien yang diobati dengan antibiotik pada stadium awal infeksi biasanya sembuh dengan
cepat dan secara menyeluruh. Pemberian secara intravena (melalui pembuluh darah) dilakukan
terhadap penderita stadium lanjut, penyakit yang berat atau menetap

Pencegahan Penyakit Lyme

Proses pencegahan penyakit ini bisa dilakukan dengan langkah sederhana. Cara yang paling
efektif adalah dengan menghindari tempat-tempat yang mungkin menjadi habitat dari kutu
penyebar penyakit Lyme, contohnya semak belukar atau rerumputan. Ada pula langkah-langkah
sederhana lain yang bisa kita lakukan, seperti:

27
 Selalu menjaga kebersihan dalam keluarga Anda, khususnya setelah bepergian.
 Mengenakan pakaian tertutup, terutama saat berada di luar ruangan.
 Menggunakan losion anti serangga.

VII.HERPES ZOSTER
Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai
kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella
dalam bentuk cacar air).

Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
Gejala

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom
yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi,
seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak)
dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada
daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan
eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula
yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian,
lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang
berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan
erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap,

28
walaupun krustanya sudah menghilang.

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1. Herpes zoster oftalmikus


Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus
(N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari
sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak
dan sukar dibuka.
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.
3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Komplikasi
1. Neuralgia pasca herpetic
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa
tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 %
dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi

29
persentasenya.

2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia
lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
4. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis
dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
anus. Umumnya akan sembuh spontan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium diperlukan bila terdapat gambaran klinis yang meragukan.
 Tes Tzanck (adanya perubahan sitologi sel epitel dimana terlihat multi nucleated giant
sel)

Terapi :
 Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7-10hari atau
 Asiklovir iv 3x10 mg/kgBB/hari
 Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
 Famsiklovir untuk dewasa: 3x250 mg/hari selama 7 hari

30
VIII.POLINEUROPATI

Definisi

Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa demielinisasi atau degenasi aksonal
atau kedua-duanya.

Sistem saraf perifer terdiri dari bermacam-macam tipe sel dan elemen yang membentuk
saraf motorik, saraf sensorik, dan saraf autonom. Polineuropati adalah istilah yang digunakan
untuk menjelaskan sindroma yang terjadi dari lesi yang mengenai saraf-saraf, dimana
dimanifestasikan sebagai kelemahan, kehilangan kemampuan sensorik, dan disfungsi autonom.
Menurut Mattle et all, polineuropati adalah kondisi yang mengenai saraf-saraf perifer.

Etiologi
1. Polineuropati Herediter
 Hereditary motor and sensory neuropathies
 Neuropathy with tendency to pressure palsy
 Prophyria
 Primary amyloidosis
2. Polineuropati karena kelainan metabolik
 Diabetic neuropathy
 Uremia
 Cirrhosis
 Gout
 Hypothyroidism
3. Polineuropati karena penyakit infeksi
 Leprosy

31
 Mumps
 Typhus
 HIV infection
4. Polineuropati karena penyakit arteri
 Polyarteritis nodosa
 Atherosclerosis
5. Polineuropati karena kurang gizi
6. Polineuropati karena malabsorbsi vitamin B12
7. Polineuropati karena disproteinemia atau paraproteinemia
8. Polineuropati karena zat-zat toksik eksogen

KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi untuk polineuropati
1. Menurut onsetnya: akut, subakut, kronik
2. Menurut fungsi yang terganggu: motor, sensor, autonom, campuran
3. Menurut perjalan patologisnya: axonal, demyelinisasi
4. Berdasar penyebabnya: vaskuler, infeksi, toksin, tumor, metabolik

GEJALA KLINIS :
Nyeri didaerah distal, nyeri mungkin bisa tiba-tiba saja timbul atau mungkin dicetus oleh
stimulasi pada daerah kulit dan nyerinya tajam atau terbakar.
Parastesi biasanya digambarkan dengan rasa tebal, gringgingen, terbakar, atau
kesemutan.
Kelemahan dirasakan paling hebat pada otot-otot kaki pada kebanyakan polineuropati,
memungkinkan juga paralisa dari otot-otot intrinsik pada kaki dan tangan yang mengakibatkan
footdrop atau wristdrop. Refleks tendon biasanya hilang, terutama pada neuropati demyelinisasi.
Pada kasus polineuropati yang berat, pasien bisa quadriplegi atau mengalami kelumpuhan pada
semua alat gerak dan mengalami respirator-dependent. Saraf-saraf kranialis juga bisa terkena,
biasanya pada GBS dan difteri.
Kemampuan sensor kutan hilang pada distribusi kasus stocking-and-glove. Segala macam
mode sensor perasa tersebut akan bermasalah. Kerusakan pada sistem saraf-saraf autonom dapat
menyebabkan miosis (mengecilnya pupil), anhidrosis (tidak bisa berkeringat), hipotensi
ortostatik, impotensi, dan keabnormalan vasomotor.
Di negara Amerika Serikat, penyebab tersering gangguan saraf-saraf autonom tersebut
adalah penyakit diabetes melitus. Penyebab lainnya adalah amyloidosis. Takikardi, perubahan
tekanan darah yang cepat, kulit kemerah-merahan dan berkeringat, dan gangguan pada sistem
gastrointestinal biasanya disebabkan karena keracunan thallium, prophyria, atau GBS.

32
Terapi

Terapi pasien dengan polineuropati dapat dibagi menjadi tiga cara: terapi spesifik
dilakukan bergantung kepada etiologi penyebab dari pasien tersebut, terapi simptomatis, dan
meningkatkan kemampuan pasien self-care.
Terapi simptomatis dari polineuropati terdiri dari mengurangi atau menghilangkan dari
nyeri yang diderita dan fisioterapi. Intubasi trakhea dan suport pernafasan mungkin dibutuhkan
untuk pasien GBS. Proteksi kornea diberikan apabila terdapat kelemahan untuk menutup mata.
Kasur tidur tempat pasien selalu dibersihkan dan penutupnya dibuat halus untuk mencegah
cedera kulit pada kasus anesthetic skin. Fisioterapi termasuk pijat untuk otot yang lemah dan
melakukan pergerakan pasif terhadap semua sendi. Ketika pasien sudah bisa untuk bergerak lagi,
latihan otot dapat dilakukan setiap hari. Pasien mungkin tidak diperbolehkan untuk jalan terlebih
dahulu sebelum tes otot mengindikasikan bahwa otot-otot tersebut sudah siap untuk digunakan.
Pada kasus polineuropati dengan footdrop, sebuah orthosis untuk kaki dapat digunakan untuk
membantu pasien berjalan. Pasien-pasien dengan hipotensi postural, disuruh untuk bangun secara
bertahap.
Terapi spesifik sebagai contoh pada kasus SGB, pemberian intravenous immunoglobulins
(IVIG) 0,4g/kg untuk 5 hari diketahui memiliki output yang bagus. pasien dengan diabetes,
mengkontrol kadar gula darah sangat penting.

33

Anda mungkin juga menyukai