Sistem finansial memiliki peran penting dalam sebuah sistem perekonomian dunia
dan juga negara,yang berfungsi dalam menyediakan mekanisme perpindahan dana
dari pihak yang surplus (pihak yang mempunyai dana yang dapat dipinjamkan)
kepada pihak yang defisit (pihak peminjam dana), untuk keperluan konsumsi dan
investasi di bidang yang produktif dan sebagai saluran yang esensial bagi
kebijaksanaan pemerintah dalam mengatur perekonomiannya.
Proses dalam sistem finansial inilah yang menentukan berapa biaya kredit dan
bagaimana kredit itu akan disediakan untuk membayar beribu-ribu jenis barang
dan jasa yang dibeli setiap harinya, yang akan membantu pemerintah dalam
penyediaan dana bagi industri-industri rumah tangga dalam sektor riil,
menciptakan tenaga kerja dan menstabilkan perekonomian. Namun jika sebuah
krisis terjadi, yang merupakan sebuah goncangan pada salah satu unsur sistem
finansial, maka akan berakibat pada kondisi perekonomian sebuah negara secara
keseluruhan. Krisis finansial akan menjadi sebuah kondisi yang menakutkan dan
mengakibatkan penurunan tingkat pertumbuhan perekonomian serta kestabilan
perekonomian negara.
Dampak yang signifikan akibat krisis ini dialami oleh sejumlah negara-negara
maju, karena pertumbuhan perekonomiannya sebagian ditopang dalam sektor
finansial, tidak terkecuali oleh negara-negara dalam anggota Uni Eropa (UE).
Besarnya dampak krisis ekonomi yang melanda Eropa menyebabkan negara-
negara Eropa harus menyuntikkan dana lebih besar ke pasar-pasar keuangan dan
finansial serta mengucurkan dana talangan milyaran euro untuk menyelamatkan
bank-bank dan institusi finansial yang terancam bangkrut. Krisis ekonomi yang
melanda kawasan Eropa pertama kali terjadi di negara Yunani bulan Mei tahun
2009. Penyebab krisis Yunani adalah utang swasta yang terlalu besar. Peningkatan
utang pemerintah cukup drastis sehingga rasio utang swasta terhadap
perekonomian melonjak.
Oleh karena itu, Warin et al. (2021) dalam artikelnya yang berjudul “Banks’
Foreign Claims in the Aftermath of the 2008 Crisis: Institutional Response,
Financial Efficiency, and Integration of Cross-Border Banking in the Euro Area’,
mencoba untuk meninjau efisiensi pasar keuangan Eropa setelah terjadinya krisis
global 2008 dan menyoroti beberapa potensi anomali yang dapat menghambat
pasar keuangan Eropa dengan perspektif risiko sistematis melalui sistem
perbankannya.
Pada Juni 2012, para pemimpin Uni Eropa sepakat bahwa serikat perbankan untuk
kawasan euro adalah langkah untuk memutus hubungan khusus antara bank dan
pemerintah di mana kawasan euro berada pada risiko serius selama pertengahan
tahun 2012. Disepakati bahwa EBU akan terdiri dari dua pilar yang beroperasi
penuh yaitu Single Supervisory Mechanism (SSM) dan Single Resolution
Mechanism (SRM).
Laporan Lima Presiden tentang Penyelesaian Uni Ekonomi dan Moneter Eropa
menyarankan Asuransi Deposito Eropa untuk menyelesaikan EBU. Pada
November 2015, Komisi Eropa menerbitkan proposal legislatif untuk membuat
skema asuransi simpanan Eropa (EDIS). Hingga pada awal tahun 2020, hal ini
masih dinegosiasikan di antara negara-negara anggota UE, meskipun terdapat
konsensus yang luas bahwa serikat perbankan Eropa yang tangguh membutuhkan
EDIS.
Penulis memperkirakan persamaan yang terdiri dari variabel HOS (ukuran pasar,
kesamaan pendapatan dan dukungan faktor relatif) dan termasuk tiga proxy untuk
konvergensi Eropa (perbedaan suku bunga, perbedaan anggaran, dan selisih
utang).
Warin et al. (2021) menyelidiki sejauh mana klaim bank asing dipengaruhi oleh
ukuran pasar, kesamaan pasar, dan faktor relatif. Seperti diketahui bahwa ukuran
pasar (Gij, t) adalah ukuran dari keseluruhan ruang ekonomi, dan dihitung sebagai
logaritma natural dari jumlah PDB negara tuan rumah dan negara asal. Sehingga
Warin et al. (2021) berhipotesa bahwa semakin tinggi ukuran ekonomi di kedua
negara, semakin rendah klaim bank bilateral asing yang diharapkan. Validitas
hubungan yang dihipotesiskan ini bergantung pada pasar keuangan domestik dan
prevalensi efek preferensi nasional. Kesamaan pasar (Sij, t) adalah indeks yang
menangkap ukuran relatif dari dua ekonomi yang dibatasi antara divergensi
absolut dalam ukuran dan kesetaraan dalam ukuran negara. Secara apriori, tanda
yang diharapkan adalah negatif, karena klaim bank asing lebih mungkin terjadi di
antara pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Faktor pendukung relatif (Rij, t)
adalah perbedaan dana abadi faktor antara dua negara. Secara empiris, faktor
endowment ditentukan oleh rasio pembentukan modal tetap bruto terhadap
populasi suatu negara. Variabel endowmen mengambil nilai minimum 0,
mewakili kesetaraan dalam dana abadi faktor relatif, dan nilai maksimum yang
mendekati 1, perbedaan terbesar yang mungkin terjadi dalam sumbangan faktor
relatif.
Warin et al. (2021) menyebutkan data set berisi 552 (24 × 23) pasang negara
selama 11 tahun (2005-2015) mewakili 6072 pengamatan negara-pasangan-tahun.
Ringkasan statistik untuk variabel dependen dan variabel penjelas disajikan pada
tabel dibawah ini.
Hasil analisa dari Warin et al. (2021) yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini
menunjukkan dampak positif keseluruhan dari keanggotaan EMU, bahkan setelah
Krisis Keuangan Global 2008. Namun, krisis tersebut memiliki dampak yang
lebih dramatis di Eropa karena arsitektur kelembagaannya. Keseimbangan antara
EDIS sebagai perangkat berbagi risiko dan tindakan lain harus meningkatkan
alokasi dan manajemen risiko bank.
Langkah lebih lanjut menuju perbaikan kerangka regulasi dan resolusi dapat
mengatasi kekhawatiran yang tersisa tentang pergerakan modal bebas, efisiensi
keuangan yang lebih tinggi, dan likuiditas yang tidak terhalang dalam kelompok
perbankan. Konsekuensinya, fragmentasi finansial harus menghilang demi
integrasi finansial. Sistem keuangan yang terintegrasi dengan baik juga
memerlukan langkah-langkah untuk:
1. Meningkatkan kerangka kerja akuntansi dan audit bank untuk
meningkatkan disiplin pasar
2. Mendorong harmonisasi peraturan lebih lanjut
3. Mengakhiri pemagaran modal dan likuiditas berbahaya yang melintasi
perbatasan nasional di dalam kawasan eropa karena mendukung
fragmentasi geografis yang merugikan
4. Mendorong beberapa harmonisasi perpajakan bank dan aktivitas
perbankan di kawasan eropa.
ARTIKEL 2
Financing Growth through Remittances and Foreign Direct Investment:
Evidences from Balkan Countries.
Dampak krisis yang dialami negara akan berbeda karena perbedaan fundamental
kebijakan ekonomi yang diambil oleh negara. Namun secara global, terpuruknya
perbankan di sejumlah negara yang ditandai dengan anjloknya harga saham, yang
mengakibatkan krisis kepercayaan dan kepanikan investor, akan berdampak
terhadap macetnya sistem pembayaran dan penyaluran kredit global sebagai
oksigen untuk bernapasnya dunia bisnis, hingga akhirnya dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi suatu negara dan perekonomian dunia.
Selanjutnya, dampak dari krisis global 2008 yang terjadi juga dirasakan oleh
negara-negara berkembang. Dalam kasus negara berkembang, tujuan utama bank
sentral di seluruh dunia adalah memperkokoh fondasi pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan setelah terjadinya krisis global 2008 sehingga membutuhkan waktu,
upaya besar, perhatian, dan banyak sumber daya agar dapat dicapai sepenuhnya.
Sehingga, Jushi et al. (2021) dalam artikelnya yang berjudul “Financing Growth
through Remittances and Foreign Direct Investment: Evidences from Balkan
Countries” mencoba menjelaskan tren, besaran, dan signifikansi dampak arus
remitansi terhadap pembangunan ekonomi yang diukur dengan pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) bertujuan untuk memberikan bukti statistik yang
kuat tentang peran potensial aliran tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi,
terutama yang berkaitan dengan negara-negara Balkan Barat dengan meninjau
pada temuan dan kesimpulan mengenai keilmuan serta pengambilan keputusan
dan pengaturan kebijakan sehari-hari di lembaga pemerintahan dan perbankan.
Strategi analisis data primer pada penelitian dalam artikel tersebut menggunakan
estimasi model regresi dengan pertumbuhan PDB sebagai prediktor. Analisis
komprehensif melalui alat ekonometrik dan perangkat lunak EViews yang
digunakan untuk membuat kesimpulan yang mendalam tentang masalah ini.
1. Tingkat keterbukaan perdagangan saat ini masih jauh dari tingkat optimal
sehingga tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan.
2. Volume perdagangan bervariasi antara ekonomi makro dan iklim politik di
Albania sehingga ketidakstabilan ini menyebabkan perdagangan
menghasilkan nilai yang negatif pada pertumbuhan PDB.
3. Mayoritas aktivitas yang terkait dengan perdagangan lebih berkaitan
dengan impor daripada ekspor. Strategi berorientasi ekspor dapat
mendorong pertumbuhan, tetapi Albania perlu berinvestasi banyak dalam
teknologi dan R&D agar produk dalam negeri dapat bersaing di pasar
Eropa dan sekitarnya.
4. Volatilitas FDI juga dapat menjadi penyebab mengapa variabel ini
signifikan. Tingkat FDI yang rendah ditambah dengan fluktuasi yang
parah dari satu tahun ke tahun berikutnya, menyebabkan variabel tersebut
memiliki dampak marjinal sebesar 0,66 poin persentase yang bernilai
negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Jushi, E., Hysa, E., Cela, A., Panait, M., & Voica, M. C. (2021). Financing
Growth through Remittances and Foreign Direct Investment: Evidences
from Balkan Countries. Journal of Risk and Financial Management, 14(3),
117.
Warin, T., & Stojkov, A. (2021). Banks’ Foreign Claims in the Aftermath of the
2008 Crisis: Institutional Response, Financial Efficiency, and Integration of
Cross-Border Banking in the Euro Area. Journal of Risk and Financial
Management, 14(2), 61.