Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS YURIDIS WANPRESTASI MERGER

PT. FUJISEI METAL INDONESIA DENGAN


HANYUNG ALCOBIS Co.Ltd BERBASIS
PERJANJIAN JOINT VENTURE
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang diimbangi dengan kemudahan mendapatkan
sumber daya serta lahirnya era perdagangan bebas menyebabkan semakin
berkurangnya batasan-batasan dalam persaingan usaha yang menyebabkan
meningkatnya persaingan diantara perusahaan-perusahaan yang ada dan menuntut
perusahaan untuk selalu melakukan penyesuaian dan pengembangan strategi
untuk dapat bertahan dan terus berkembang agar dapat meningkatkan kinerja
keuangan perusahaannya.

Dalam pengembangan strategi bisnis, perusahaan tidak hanya mengedepankan


tujuan jangka pendek, namun perusahaan harus mampu memilih strategi ditingkat
perusahaan (coorporate strategy) yang dapat dijadikan sebagai tujuan jangka
panjang. Pemilihan strategi yang tepat dan baik akan membuat perusahaan
mampu bertahan untuk menciptakan sebuah keunggulan yang kompetitif dan
diharapkan akan membawa dampak positif terhadap perusahaan.

Pada manajemen keuangan, terdapat tiga jenis keputusan strategik yaitu pertama
keputusan pendanaan yang berkaitan dengan penentuan struktur modal, kedua
keputusan deviden yang berkaitan dengan pertimbangan antara laba yang ditahan
dengan dividen yang akan dibagikan, dan ketiga adalah keputusan investasi yang
berkaitan dengan cara pengalokasian dana kedalam bentuk-bentuk investasi.

Keputusan investasi dapat digunakan oleh perusahaan untuk melakukan ekspansi


atau memperluas jaringan usahanya dalam mencapai efisiensi, kompetitif dan
peningkatan profit. Dalam hal ini, ekspansi dapat dikelompokkan menjadi
ekspansi internal dan ekspansi eksternal. Pada ekspansi internal, perluasan
perusahaan dilakukan dengan melakukan metode penjualan baru dan peningkatan
kinerja produksi tanpa melibatkan organisasi diluar perusahaan. Sedangkan pada
ekspansi eksternal, pengembangan perusahaan biasanya dilakukan dengan cara
merger dan akuisisi perusahaan untuk memperbesar ukuran perusahaan dan
mengurangi persaingan.

Merger merupakan strategi usaha dengan menggabungkan dua atau lebih


perusahaan menjadi perusahaan induk yang lebih besar. Pada dasarnya,
penggabungan perusahaan merupakan bentuk lain dalam rangka mendapatkan
pengendalian atas aktivitas maupun opersional perusahaan. Strategi ini dianggap
sebagai salah satu cara untuk mencapai beberapa tujuan yang lebih bersifat
ekonomis dan jangka panjang.

Merger dilakukan oleh perusahaan dengan harapan mampu mendatangkan


sejumlah keuntungan. Kondisi saling menguntungkan akan terjadi apabila merger
yang dilakukan memperoleh sinergi. Pengaruh sinergi sendiri berupa
penghematan operasi yang dihasilkan dari skala ekonomis manajemen,
pemasaran, produksi; penghematan keuangan; perbedaan efisiensi; dan
peningkatan penguasaan pasar akibat berkurangnya persaingan.

PT. Fujisei Metal Indonesia merupakan perusahaan berbadan hukum Indonesia,


yang bergerak dibidang industri komponen-komponen almari pendingin dan
memiliki pangsa pasar besar di Indonesia. Maka guna memperbesar usaha
perusahaan dalam merambah pangsa pasar, PT. Fujisei Metal Indonesia
melakukan kerjasama patungan (merger) dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd.

Perusahaan Hanyung Alcobis Co.Ltd merupakan perusahaan berbadan hukum


asing yang berkedudukan di Korea yang memproduksi komponen almari
pendingin. Pada tanggal 10 Juli 2008 PT.Fujisei Metal Indonesia dan Hanyung
Alcobis Co.Ltd merealisasikan perjanjian patungan tersebut dengan ditandangani
Preiminary Joint Venture Contract.

Bahwa untuk merealisasikan perjanjian merger tersebut, maka kedua belah pihak
menandatangani Preliminary Joint Venture Contract pada tanggal 10 Juli 2008
dan dilanjutkan dengan penandatanganan Agreement Contract pada tanggal 17
Oktober 2008 dengan nilai dan bentuk investasi dari Perusahaan Hanyung Alcobis
Co.Ltd berupa mesin-mesin senilai USD 1,5 juta (26,79%).

Namun, dalam pelaksanaan perjanjian merger tersebut, pihak Perusahaan


Hanyung Alcobis Co.Ltd telah melakukan wanprestasi dimana dalam proses
penggabungan (merger) antara PT.Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung
Alcobis Co.Ltd ada salah satu pihak yang tidak memiliki i’tikad yang baik yakni
dengan surat yang menyatakan bahwa perubahan metode investasi untuk
menyelesaikan masalah cukai di Indonesia bukan di korea serta akan menarik
investasinya sebesar USD 1,5 Juta dan memiliki 26,79% dari jumlah total saham
PT.Hanyung Fujisei yang jelas-jelas uang yang di investasikan tersebut
merupakan uang dari PT.Fujisei Metal Indonesia sendiri yang sudah disetorkan
seakan-akan yang menyetor adalah Hanyung Alcobis Co.Ltd dan jika akan
menarik investasinya dilakukan dengan cara menjual sahamnya kepada pemegang
saham lain atau pihak ketiga dan menarik kembali saham dengan porsi 26,79%
dari aset bersih sebelum dilakukan merger beserta perlengkapan mesin yang
diinvestasikan. Oleh karena itu, analisis hukum tentang perbuatan melawan
hukum dari proses merger pada kasus tersebut akan dipaparkan lebih lanjut oleh
penulis dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah bentuk wanprestasi yang telah dilakukan oleh perusahaan
merger berbasis perjanjian joint venture?
2. Apa implikasi hukum dari perusahaan merger yang melakukan wanprestasi?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang bentuk wanprestasi yang dilakukan
perusahaan merger berbasis perjanjian joint venture.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis apa saja implikasi hukum atau akibat
hukum bagi perusahaan merger yang telah melakukan wanprestasi.
PEMBAHASAN
A. Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan
kelasngsungan hidup serta mengembangkan perusahan. Berdasarkan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 22 paragraf 8 tahun 1999,
penggabungan usaha berarti penyatuan dua atau lebih perusahaan (entitas)
menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan
lain ataupun memperoleh kendali (kontrol) atas aktivas dan operasi perusahaan
lain (Kuncoro, 2014).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggabungan usaha secara umum adalah


suatu keadaan dimana dua perusahaan atau lebih yang terpisah melakukan
penyatuan menjadi satu entitas ekonomi atau mendapatkan kendali atas aktiva dan
operasi perusahaan lain. Dalam beberapa kondisi kadang dinyatakan bahwa
penggabungan usaha tidak lain adalah pengambilalihan. Pada dasarnya kedua
istilah tersebut tidak berbeda, hanya saja dalam pengambilalihan salah satu
perusahaan bermaksud membeli perusahaan lain dan kerap kali berada di luar
kemauan pimpinan perusahaan atau kelompok-kelompok pemegang saham.

B. Merger
Merger merupakan kombinasi dari dua perusahaan atau lebih untuk membentuk
sebuah perusahaan baru (Scott C. Whitaker dalam Kuncoro, 2014). Merger biasa
digunakan dalam perusahaan sebagai proses penggabungan suatu usaha.

Merger dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:


a. Merger internal; dilakukan saat perusahaan target berada dalam satu grup
kepemimpinan yang sama.
b. Merger eksternal; dilakukan saat perusahaan target berada dalam grup
kepemimpinan yang berbeda yang pada umumnya perusahaan besar akan
tetap bertahan atas nama dan status hukum yang berlaku sedangkan untuk
perusahaan yang kecil akan dibubarkan dan pemegang saham menerima
sejumlah uang tunai ataupun saham dari perusahaan pengambil alih (Kuncoro,
2014).

Gambar 1. Ilustrasi Merger Perusahaan

Secara umum merger/penggabungan usaha dapat dibagi menjadi empat kelompok


(Sartono, 2001):
1. Merger Horisontal
Terjadi bila suatu perusahaan menggabungkan diri dengan perusahaan yang
ada pada satu jenis usaha yang sama.
2. Merger Vertikal
Terjadi bila sebuah perusahaan melakukan penggabungan dengan perusahaan
yang masih memiliki keterkaitan dengan usahanya. Hal ini dimaksudkan
untuk melakukan penghematan biaya operasi karena perusahaan memiliki
akses langsung ke hulu maupun hilir usaha.
3. Merger Kongeneric
Penggabungan dua usaha yang sejenis tetapi mempunyai produk yang
berbeda.
4. Merger Konglomerat
Penggabungan usaha dari dua atau lebih industri yang sama sekali tidak
terkait.

Sedangkan menurut prosesnya merger dibagi menjadi dua yaitu:


A. Friendly Merger; merger yang disetujui oleh kedua belah pihak, dimana kedua
pihak sepakat untuk melakukan penggabungan dan percaya bahwa
penggabungan ini akan membawa manfaat bagi kedua belah pihak.
B. Hostile Merger; ketika kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat dalam
penggabungan usaha dimana perusahaan target merasa harga yang ditawarkan
terlalu rendah dan juga dimungkinkan dengan ketakutan para manajer akan
kehilangan jabatan ketika terjadi penggabungan usaha.
Motif dan teori yang melatarbelakangi perusahaan untuk melakukan aktivitas
merger menurut Santo (2011) yaitu: (1) Adanya manajemen yang tidak efisien,
(2) Untuk menciptakan adanya sinergi operasi, (3) Menciptakan sinergi keuangan,
(4) Penyusunan kembali strategis, (5) Penilaian Terlalu rendah sehingga
menciptakan keuntungan bagi perusahaan pengakuisisi, (6) Informasi dan
pemberian tanda, (7) Masalah keagenan dan Manajerialisme, (8) Penyusunan
kembali Insentif Manajerial, (9) Kutukan bagi pemenang, (10) Kekuatan Pasar,
(11) Pertimbangan Pajak dan (12) Redistribusi.

Sedangkan menurut Sartono (2001) Alasan perusahaan melakukan merger adalah:


Economies of Scale; Memperbaiki Manajemen; Penghematan Pajak;
Diversifikasi / Risk Reduction; dan Meningkatkan Corporate Growth Rate.

Tahapan proses merger menurut Simanjutak (2014), dapat dijelaskan sebagai


berikut:
a. Sebelum Merger (Pre-Merger)
- Penunjukkan Pihak Profesional
- Pemeriksaan Hukum (Legal Due Dilligence)
- Penyusunan Rencana Penngabungan dan Proses Akta Merger
- Menyampaikan Rancangan Penggabungan kepada Kreditur
- Pelaksanaan RUPS.
b. Saat Merger (At Merger) dan Setelah Merger (Post-Merger)
- Permohonan Persetujuan Menteri Kehakiman atas Perubahan Anggaran
Dasar
- Pelaporan kepada Menteri Kehakiman atas Perubahan Anggaran Dasar
- Penandatanganan Akta Merger
- Pendaftaran Dalam Daftar Perusahaan dan Pengumuman dalam Berita
Negara
- Pengumuman Merger di Surat Kabar
- Peralihan Hak dan Kewajiban Demi Hukum.

Kelebihan Merger adalah pengambilalihan yang dilakukan bersifat lebih


sederhana serta lebih murah dibandingkan bentuk pengambilalihan yang lain.
Kekurangan Merger yakni waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan merger
cenderung lebih lama karena dalam merger harus ada persetujuan dari para
pemegang saham masing-masing perusahaan, yang tentunya akan memakan
waktu lama dalam perundingan untuk menyakinkan mereka tentang manfaat dari
merger.

C. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum


Badan hukum adalah subjek hukum, subjek hukum adalah manusia dan segala
sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh
hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum mencakup
hal-hal sebagai berikut:
1. Perkumpulan orang (organisasi)
2. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) hubungan-hubungan
hukum (rectsbetrekking)
3. Memiliki harta kekayaan tersendiri
4. Memiliki pengurus
5. Memiliki hak dan kewajiban
6. Dapat digugat dan menggugat dalam pengadilan (Subekti, 2002).

Definisi otentik PT ditemukan dalam pasal 1 angka 1 UUPT. Perseroan Terbatas


berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPT yakni:

“Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan


perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-
undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Pasal ini menyebutkan bahwa PT merupakan badan hukum yang merupakan


persekutuan modal, yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham.

Berdasarkan definisi Perseroan yang dikemukakan sebelumnya sebagai


perusahaan badan hukum, Perseroan harus memenuhi unsur-unsur berupa:
bertindak sebagai badan hukum, didirikan berdaarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha, memiliki modal dasar, dan memenuhi persyaratan Undang-
Undang. Selain itu, pendirian Perseroan sebagai badan hukum harus memenuhi
syarat:

1) Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih


2) Pendirian Berbentuk Akta Notaris
3) Dibuat dalam bentuk bahasa Indonesia
4) Setiap pendiri wajib mengambil saham
5) Mendapat pengesahan dari MENKUM & HAM (Menteri).

Pelakanaan merger yang berbentuk Perseroan Terbatas, hanya dapat dilakukan


apabila rancangan penggabungan telah mendapatkan persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham masing-masing badan usaha yang terlibat. Usulan rencangan
Merger yang telah ditandatangani oleh direksi masing-masing perseroan yang
melakukan merger dan dengan persetujuan komisaris kemudian akan menjadi
dasar penyusunan suatu rancangan penggabungan yang akan disusun secara
bersama-sama oleh direksi perseroan-perseroan yang akan melakukan merger.

D. Perjanjian Joint Venture

Dari sudut ekonomi, joint venture adalah suatu persetujuan diantara dua pihak
atau lebih untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Hartanto (2000)
merumuskan joint venture merupakan kerjasama antara pemilik modal asing
dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka
(contractual).

Kontrak joint venture merupakan istilah yang diambil dalam bahasa Inggris yakni
joint venture contract atau joint venture agreement yang merupakan kontrak
patungan antara pihak asing dengan pihak interprises nasional untuk melakukan
kegiatan bisnis diwilayah negara Republik Indonesia.

Kontrak joint venture di Indonesia dibedakan menjadi dua macam yaitu Joint
venture domestik yang terjadi pada perusahaan-perusahaan domestik atau
perusahaan-perusahaan nasional (dalam negeri) dan Joint venture Internasional
yang salah satu perusahaan (pihak) yang melakukan kerja sama tersebut
merupakan perusahaan asing (Hartono, 2000).

E. Analisis Hukum
Berdasarkan hasil putusan yang tertuang dalam Direktori Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 76/Pdt/G/2010/PN/BKS, penggabungan
(merger) PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd diawali
dengan preliminary joint venture yang dilakukan pada tanggal 10 Juli 2008 dan
agreement contract yang ditandatangani pada tanggal 17 Oktober 2008 dengan
pengaturan:
1. Setelah perusahaan patungan memulai bisnis, nama PT. Fujisei Metal
Indonesia berubah menjadi PT. Hanyung Fujisei
2. Modal yang disetor oleh Hanyung Alcobis Co.Ltd adalah sebagai berikut:
a. Mesin-mesin yang disesuaikan dengan daftar senilai USD 1,200,000.-
kapasitas mesin setelah beroperasi normal sebanyak 150,000 unit per
bulan.
b. Semua ongkos atau beban yang timbul sampai mesin-mesin siap untuk
dikomersilkan senilai USD 300.000,- termasuk transportasi, instalasi,
perawatan, test laboratorium.
c. Kondisi dari semua mesin tersebut harus dalam keadaan baik.

Berdasarkan Preliminary Joint venture Contract yang sudah dikemukan antara


PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd dalam
pelaksanaannya sudah memenuhi syarat perjanjian joint venture yang memuat
klausula sebagai berikut:
1. Pihak-Pihak dalam Kontrak; PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung
Alcobis Co.Ltd.
2. Pertimbangan atau Konsideran berupa;
- Nama dua perusahaan PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung
Alcobis berubah menjadi PT. Hanyung Fujisei
- Nilai dan bentuk investasi dalam perusahaan patungan oleh Hanyung
Alcobis Co.Ltd berupa mesin-mesin
3. Tujuan; memperbesar jenis usahannya
4. Waktu; direalisasikan pada tanggal 10 Juli 2008 dengan penandatanganan
Preliminary Joint Venture Contract, kemudian tanggal 17 Oktober 2008
penandatanganan Agreement contract
5. Peralihan Saham; Harus ada pengaturan mengenai peralihan saham
perusahaan joint venture PT.Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis
Co.Ltd.

Dalam pembentukan Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) baru,


seharusnya tahapannya meliputi komponen perjanjian Preliminary Joint Venture
Contract yang kemudian dilanjutkan dengan agreement contract yang
direalisasikan dalam Akta merger. Namun pada kenyataannya antara PT. Fujisei
Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd, komponen-komponen
perjanjian awal tersebut tidak dikonstruksikan dalam perjanjian merger yang
kemudian dituangkan ke dalam Akta pendirian PT baru berdasarkan perjanjian
merger.

Pada tanggal 23 Juni 2009, diadakan pertemuan guna membicarakan perubahan


jenis Investasi yang awalnya investasi berupa mesin senilai USD 1,5 Juta menjadi
uang sebesar USD 1,5 Juta yang kemudian di tuangkan dalam addendum dengan
beberapa point sebagai berikut:
1) Investasi dari Hanyung Alcobis Co.Ltd akan diubah menjadi eksport mesin
melalui kontrak penjualan untuk mempermudah masalah cukai dan PPh di
Indonesia dan dinyatakan Hanyung Alcobis Co.Ltd menerima uang dari PT.
Fujisei Metal Indonesia dengan nilai jumlah yang sama dengan nilai barang
(mesin) yang di Investasikan
2) PT. Fujisei Metal Indonesia harus menolong Hanyung Alcobis Co.Ltd dalam
mengubah cara Investasi dari mesin ke uang tunai terhadap pemerintah dan
perbankan Korea.

Addendum yang ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 13 Juli 2009,
selanjutnya di warmeking oleh Helmi S.H. pada tanggal 14 Juli 2009 yang
berkedudukan di Bekasi. Pada tanggal 30 Agustus 2009 diadakan pertemuan lagi
antara para pihak yang intinya meminta agar:
1. Adendum tanggal 23 Agustus 2008 disahkan oleh RUPS
2. Mengubah Investasi Hanyung Alcobis Co.Ltd dari mesin ke dalam bentuk
uang
3. Perubahan susunan Direksi
4. Pengangkatan Doong Soo Choi sebagai Komisaris.

Pihak PT. Fujisei Metal Indonesia meminta agar addendum yang dibuat tersebut
hanya untuk kepentingan Internal Hanyung Alcobis Co.Ltd saja namun, pada
kenyataannya yang terjadi Hanyung Alcobis Co.Ltd mengirimkan surat kepada
PT. Fujisei Metal Indonesia yang intinya berisi:
1) Perubahan dari mesin ke uang untuk menyelesaikan masalah cukai dan pajak
di Indonesia bukan untuk mempermudah masalah perbankan di Korea serta
perubahan Investasi dari mesin ke uang adalah atas usulan PT. Fujisei Metal
Indonesia.
2) Hanyung Alcobis Co.Ltd telah berinvestasi sebesar US$ 1,5 Juta dan memiliki
26,79% dari jumlah total saham PT. Hanyung Fujisei. Apabila Hanyung
Alcobis Co.Ltd menarik Investasi dari PT. Fujisei Metal Indonesia akan
dilakukan dengan cara:
a. Menjual sahamnya kepada pemegang saham lain atau kepada pihak ketiga
b. Menarik kembali saham dengan porsi 26,79% dari aset bersih sebelum
merger (penggabungan) menjadi PT. Hanyung Fujisei

Pada kasus ini tidak ada realisasi pembentukan perusahaan patungan (PT. PMA)
baru sebagaimana yang telah disepakati dalam Preliminary Joint Venture
Contract tertanggal 10 Juli 2008 dan Agreement Contract tanggal 17 Oktober
2008 antara PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis. Maka
konstruksinya yang seharusnya sesuai Undang-Undang pada kasus ini oleh salah
satu melakukan wanprestasi karena tidak ada realisasi pendirian PT. PMA baru
hasil merger yang mengakibatkan addendumnya menjadi bermasalah dan salah
satu pihak wanprestasi.

Terjadinya wanprestasi tersebut karena tidak ada realisasi pendirian PT. PMA
baru berdasarkan hasil perjanjian merger yang harus dituangkan dalam Akta
Pendirian PT merger antara PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis
Co.Ltd, sehingga pada saat dilakukan addendum pada contract agreement
menjadi bermasalah pada perubahan jenis investasi Hanyung Alcobis Co.Ltd
kepada PT. Fujisei Metal Indonesia yang berbentuk mesin atau barang berubah
menjadi uang senilai USD 1,5 Juta.

Pada kasus ini, addendum yang akan dituangkan dalam kesepakatan justru
disalahgunakan yang mana seharusnya inti pokok dari merger adalah penuangan
perubahan jenis investasi oleh Hanyung Alcobis Co.Ld dari mesin menjadi
eksport mesin melalui kontrak penjualan untuk memudahkan masalah cukai dan
PPn di Indonesia senilai USD 1,5 Juta dan dinyatakan bahwa Hanyung Alcobis
Co.Ltd menerima uang dari PT. Fujisei Metal Indonesia dengan nilai jumlah yang
sama dengan nilai-nilai mesin yang harus diinvestasikan dalam bentuk uang tunai
senilai USD 1,5 Juta yang setara dengan nilai saham 26,79% yag dimiliki
Hanyung Alcobis Co.Ltd dengan kata lain meminjam uang dari PT. Fujisei Metal
Indonesia yang dimasukkan dalam pembukuan modal Perusahaan merger yang
akan dibentuk.

Awalnya PT. Fujisei Metal Indonesia tidak mau menandatangani addendum


tersebut sebelum ada pernyataan dari pihak Hanyung Alcobis Co.Ltd bahwa
addendum tersebut hanya dipakai untuk masalah internal Hanyung Alcobis
Co.Ltd berkaitan dengan masalah perbankan di Korea dan dokumen tersebut tidak
memiliki kekuatan di Indonesia. Pihak Hanyung Alcobis Co.Ltd mampu
meyakinkan PT. Fujisei Metal Indonesia bahwa addendum harus segera
ditandatangani dan addendum tersebut ditandatangani oleh pihak PT. Fujisei
Metal Indonesia pada tanggal 13 Juli 2009 dan diwarmeking oleh pihak Hanyung
Alcobis Co.Ltd tanggal 14 Juli 2009.

Namun Hanyung Alcobis Co.Ltd melakukan kecurangan pada addendum yang


merugikan pihak PT. Fujisei Metal Indonesia. Kecurangan yang diilakukan
Hanyung Alcobis Co.Ltd dengan mengirim surat yag intinya memutar balikan isi
addendum yakni:
1. Perubahan metode Investasi dari mesin ke uang adalah untuk menyelesaikan
masalah cukai dan pajak di Indonesia, bukan untuk mempermudah masalah
perbankan Korea dan perubahan jenis investasi tersebut adalah usulan PT.
Fujisei Metal Indonesia
2. Hanyung Alcobis Co.Ltd telah investasi sebesar USD 1,5 juta dan memiliki
26,79% dari jumlah total saham PT. Fuisei Metal Indonesia, Apabila Hanyung
Alcobis Co.Ltd menarik investasinya di PT. Fujisei Metal Indonesia dilakukan
dengan cara:
a. Menjual sahamnya kepada pemegang saham lain atau pihak ketiga
b. Menarik kembali 26,79% dari aset bersih sebelum merger PT. Hanyung
Fujisei termasuk perlengkapan mesin yang diinvestasikan oleh Hanyung
Alcobis Co.Ltd.

Berdasarkan doctrin piercing The Corporate Vell (Penyikap Tirai Perusahaan)


bahwa tanggung jawab terbatas bagi perseroan sebagai badan hukum yang
biasanya dinikmati oleh mereka tidak diakui, manakala ada kerugian pihak ketiga,
maka tanggung jawabnya dilimpahkan kepada direksi atau komisaris, sehingga
jika diterapkan dalam kasus merger antara PT. Fujisei Metal Indonesia dengan
Hanyung Alcobis Co.Ltd yang harus bertanggung jawab atas kecurangan dalam
kesepakatan didalam addendum yang dilakukan Hanyung Alcobis Co.Ltd
dilimpahkan pada Direksi atau Komisaris.

Kecurangan yang dilakukan oleh Hanyung Alcobis Co.Ltd dalam kasus tersebut
yakni terdapat elemen-elemen penipuan dengan cara menyalahgunakan badan
hukum perseroan dalam perjanjian merger yakni dengan memutar balikkan
addendum seakan-akan perubahan investasi dari mesin ke uang adalah keinginan
PT. Fujisei Metal Indonesia dan perubahan investasi mesin ke uang tersebut
diakui modal milik Hanyung Alcobis Co.Ltd namun ternyata uang tersebut
sebenarnya modal milik PT. Fujisei Metal Indonesia. Pihak Hanyung Alcobis
Co.Ltd menyampaikan penarikan investasi pada PT. Fujisei Metal Indonesia akan
dilakukan dengan cara menjual saham kepada pemegang saham lainnya atau
pihak ketiga serta menarik kembali porsi saham 26,70% dari aset bersih sebelum
merger.

Berdasarkan konsep meger yang terlah di jelaskan pada pembahasan sebelumnya,


merger seharusnya memuat secara pasti tentang apa yang harus dimergerkan,
apakah sahamnya serta berapa besar saham yang akan disetorkan dan berapa
perubahan sahamnya itulah yang akan menjadi modal. Modal ini yang akan
digunakan sebagai pembelian saham. Dalam PT, komposisi pengurus dan
pemegang saham ketika terjadi merger semuanya akan dirubah.
Merger (Penggabungan) PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Fujisei
Co.Ltd harus memenuhi syarat-syarat penggabungan (merger). Syarat merger
(penggabungan) menurut penjelasan Pasal 126 ayat (1) yakni penggabungan tidak
dapat dilakukan jika merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.

Surat dari Hanyung Alcobis Co.Ltd terhadap PT. Fujisei Metal Indonesia
mengenai addendum di atas merugikan pihak PT. Fujisei Metal Indoesia. Maka
proses merger (penggabungan) yang nantinya dituangkan dalam akta merger
(penggabungan) tidak boleh bertentangan dengan teori dan peraturan yang berlaku
serta penyelesaian. Proses merger (penggabungan) antara PT. Fujise Metal
Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd pada proses addendum tidak sesuai
dengan teori-teori dan aturan pelaksanaan merger (penggabungan).

Penggabungan (merger) PT. Fujisei Metal Indonesia dan Hanyung Alcobis Co.Ltd
diawali perjanjian Prelemenary Joint Venture Contract dan Contract Agreement,
perjanjian tersebut diputuskan oleh Mahkamah Agung tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengakibatkan tidak sah dan tidak berharga. Ketentuan merger
sebagai mana diatur dalam pasal 126 ayat (1) UUPT dan Pasal 4 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1998 tentang Merger Perseroan Terbatas
bahwa penggabungan (merger) tidak dapat dilaksanakan apabila ada unsur
merugikan pihak-pihak tertentu seperti yang terjadi antara PT. Fujisei Metal
Indonesia dengn Hanyung Alcobis Co.Ltd. Pelaksanaan merger antara PT. Fujisei
Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd tersebut memiliki konsekuensi
hukum yang tidak sah dan menyebabkan merger antara PT. Fujisei Metal
Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd tidak berlaku bagi para pihak
pelaksana merger dan pihak ke tiga.

Setelah dilaksanakan RUPSLB yang kemudian dilanjutkan dengan proses merger


antara PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd. Adanya
merger tersebut pasti mengakibatkan terjadinya implikasi hukum atau akibat
hukum. Implikasi hukum perjanjian merger berdasarkan Pasal 1 angka 8 dan Pasal
123 ayat (3) UUPT jo Pasal 3 PP No.27 Tahun 1998 adalah sebagai berikut:
1. Akibat Hukum terhadap Aktiva dan Pasiva dari PT. Fujisei Metal Indonesia
karena hukum beralih sepenuhnya kepada Hanyung Alcobis Co.Ltd selaku
perseroan penerima merger
2. Akibat Hukum kepada Pemegang Saham PT. Fujisei Metal Indonesia karena
hukum atau demi hukum menjadi pemegang saham pada perseroan Hanyung
Alcobis Co.Ltd, dengan struktur saham 26,79% dipegang oleh Hanyung
Alcobis dan 73,21% dipegang oleh para pihak PT. Fujisei Metal Indonesia.
3. Akibat Hukum Perseroan yang melakukan Penggabungan Diri (Merger) dalam
hal ini menyangkut status PT. Fujisei Metal Indonesia selaku badan hukum
yang menggabungkan diri karena hukum atau demi hukum:
a. PT. Fujisei Metal Indonesia selaku perusahaan yang menggabungkan diri
lenyap dan berakhir statusnya sebagai badan hukum
b. Berakhirnya terhitung sejak tanggal merger mulai berlaku

Ketika sebuah Akta yang tidak memiliki kekuatan hukum karena perjanjian yang
mengawalinya yakni Preliminary Joint Venture Contract dan Agreement Contract
diputuskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan keputusan Nomor:
76/Pdt/G/2010/PN/BKS tidak mempunyai kekuatan hukum oleh karenanya tidak
sah dan tidak berharga.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan pemaparan yang telah disampaikan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Telah terjadi wanprestasi terhadap perjanjian penggabungan (merger) pada
proses merger PT. Fujisei Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd
dalam bentuk penyalahgunaan badan hukum perseroan dalam perjanjian
merger yakni dengan memutar balikkan addendum yang terletak pada
tahapan Contract Agreement yang merupakan tahapan perjanjian sesudah
Prelemenary Joint Venture Contract.
2. Implikasi hukum terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh Hanyung
Alcobis Co.Ltd setelah melakukan merger dengan PT. Fujisei Metal
Indonesia Berdasarkan Pasal 1 angka 8 dan Pasal 123 ayat (3) UUPT, jo
Pasal 3 PP No.27 Tahun 1998 adalah sebagai berikut:
a. Akibat Hukum terhadap Aktiva dan Pasiva dari PT. Fujisei Metal
Indonesia karena hukum beralih sepenuhnya kepada Hanyung Alcobis
Co.Ltd selaku perseroan penerima merger.
b. Akibat Hukum kepada Pemegang Saham PT. Fujisei Metal Indonesia
karena hukum atau demi hukum menjadi pemegang saham pada
perseroan Hanyung Alcobis Co.Ltd, dengan struktur saham 26,79%
dipegang oleh Hanyung Alcobis dan 73,21% dipegang oleh para pihak
PT. Fujisei Metal Indonesia.
c. Akibat Hukum Perseroan yang melakukan Penggabungan Diri (Merger)
berupa PT. Fujisei Metal Indonesia selaku perusahaan yang
menggabungkan diri lenyap dan berakhir statusnya sebagai badan
hukum terhitung sejak tanggal merger mulai berlaku.
d. Akibat Hukum terhadap Regulasi Pemutusan Hubungan Kerja karyawan
PT. Fujisei Metal Indonesia tidak dapat terelakkan dikarena merger
terhadap Hanyung Alcobis Co.Ltd merupakan perusahaan yang memiliki
lini usaha yang sama.
e. Perjanjian diatas yang diputuskan oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia dengan keputusan Nomor: 76/Pdt/G/2010/PN/BKS tidak
mempunyai kekuatan hukum oleh karenanya tidak sah dan tidak
berharga yang menyebabkan berakhirnya merger antara PT. Fujisei
Metal Indonesia dengan Hanyung Alcobis Co.Ltd.

DAFTAR PUSTAKA
Buku, Karya Tulis dan Jurnal
Esterlina, P. 2017. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah
Merger dan Akuisisi. Skripsi. Universitas Brawijaya.

Hartono, S. 2000. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Bandung: Binacipta.

Kuncoro, W. H. 2014. Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja


Keuangan Perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Santo, P. A. F. D. 2011. Merger, Akusisi dan Konsolidasi dalam Perspektif


Hukum Persaingan Usaha. Binus Business Review, 2(1), 423-433.

Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPEF-


Yogyakarta.

Simanjutak, C. 2014. Hukum Merger, Perseroan Terbatas, Teori dan Praktek.


Bandung: Citra Aditya Bakti.

Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. 

Wiguna, K. G. D. M., & Artha, I. G. Tanggung Jawab Induk Perusahaan Sebagai


Penanggung (Corporate Guatantee) Anak Perusahaan Dalam Perjanjian
Kredit Jika Terjadi Wanprestasi. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 1-
14.

Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 76/Pdt/G/2010/PN/BKS.

Anda mungkin juga menyukai