Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan yang signifikan dalam lingkungan bisnis, seperti
globalisasi, deregulasi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
serta fragmentasi pasar telah menciptakan persaingan yang sangat ketat.
Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan
strategi agar dapat bertahan. Respon perusahaan-perusahaan terhadap
meningkatnya persaingan ini sangat beragam. Ada yang memilih untuk
memfokuskan pada resources untuk segmen tertentu yang lebih kecil, ada
yang tetap bertahan dengan apa yang telah dilakukannya selama ini dan
ada pula yang menggabungkan diri menjadi perusahaan yang besar dalam
dunia perindustrian.
Dalam APB (Accounting Principle Boards) Opinion No. 16
disebutkan bahwa, penggabungan usaha terjadi jika satu badan usaha
dengan satu atau lebih badan usaha yang lain melakukan usaha secara
bersama-sama dalam satu kesatuan akuntansi. Sedangkan pengertian
penggabungan usaha menurut PSAK No. 22 (IAI, 2009) adalah penyatuan
dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi
karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain
atau memperoleh kendali (control) atas aset dan operasi perusahaan lain.
Strategi merger merupakan salah satu alternatif untuk perluasan
usaha tersebut. Dalam akuntansi dikenal tiga macam bentuk
penggabungan usaha, yaitu : konsolidasi, merger dan akuisisi. Dengan
bergabung, dua perusahaan atau lebih menjadi lebih mungkin untuk saling
menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang akan diperoleh juga
lebih besar dibandingkan jika perusahaan tersebut melakukan usaha
sendirisendiri

1
Merger merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain
yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
menggabungkan diri beralih demi hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan. Selanjunya, status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri akan berakhir demi hukum. Dalam hubungannya
dengan penanaman modal, Pemerintah melalui Peraturan Kepala BKPM
No.12 tahun 2009 (“Perka BKPM 12/2009”) mewajibkan perusahaan
penanaman modal yang akan tetap meneruskan kegiatan usaha setelah
terjadinya merger untuk memiliki Izin Usaha Penggabungan Perusahaan
Penanaman Modal sebelum dapat kembali melaksanakan kegiatan
produksi/operasi komersial perusahaan merger.
Tindakan penggabungan, peleburan dan/atau pengambilalihan,
disadari atau tidak, akan mempengaruhi persaingan antar para pelaku
usaha di dalam pasar bersangkutan dan membawa dampak kepada
konsumen dan masyarakat. Penggabungan, peleburan atau
pengambilalihan dapat mengakibatkan meningkatnya atau berkurangnya
persaingan yang berpotensi merugikan konsumen dan masyarakat.
Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan yang berakibat nilai aset
dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan
kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan. Ketentuan
tentang nilai aset dan/atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan
dimaksud telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan
Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP
NSo.57/2010) sebagai pelaksanaan amanat Pasal 28 dan 29 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999).

2
B. Rumusan masalah

1. Apakah pengertian marger?


2. Apa motif melakukan marger?
3. Apakah tipe-tipe marger?
4. Apa faktor-faktor keberhasilan merger?
5. Bagaimana pengaruh merger terhadap kinerja perusahaan?
6. Perusahaan apa saja yang menggunakan merger?
7. Bagaimana tahapan proses merger?
8. Apa keunggulan dan kelemahan merger?
9. Apa faktor-faktor kegagalan merger?
10. Apa alasan dan tujuan penggabungan merger?
11. Apa dampak negatif penggabungan merger terhadap karyawan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian marger.
2. Mengetahui motif melakukan merger.
3. Mengetahui tipe-tipe merger.
4. Mengetahui faktor-faktor keberhasilan merger.
5. Mengetahui pengaruh merger terhadap kinerja perusahaan.
6. Mengetahui perusahaan apa saja yang menggunakan merger.
7. Mengetahui bagaimana tahapan proses merger.
8. Mengetahui keunggulan dan kelemahan merger.
9. Mengetahui faktor-faktor kegagalan merger.
10. Mengetahui alasan dan tujuan penggabungan merger.
11. Mengetahui dampak negatif penggabungan merger terhadap karyawan.

3
BAB 2

LANDASAN TEORI

A. MERGER
1. Pengertian Merger
Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang merger, diantaranya
Brian Coyle (2000) merger dapat diartikan secara luas maupun secara
sempit. Dalam pengertian luas, merger menunjuk pada setiap bentuk
pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya, pada saat
kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Pandangan
sempit mengenai merger merujuk pada dua perusahaan dengan ekuitas
hampir sama, menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada
kedua perusahaan menjadi satu bentuk usaha.
Merger menurut Morris (2000) adalah “the absorption of one
corporation into another corporation,….. Usually but not always, the
selling corporation’s shareholders receive stock in the buying
corporation” . Bagi Morris merger dapat dengan mudah dimengerti
sebagai suatu bentuk yang secara struktural serupa dengan
pengambilalihan saham. Sedangkan menurut Christopher bahwa
merger adalah penggabungan bersama dua atau lebih perusahaan
menjadi satu bisnis menurut basis yang disetujui semua pihak oleh
manajemen perusahaan dan pemegang saham (Christopher, 2006)
PSAK No. 22, menyatakan bahwa penggabungan usaha dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu akuisisi dan penyatuan kepemilikan.
Akuisisi (acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah
satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas
aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree) dengan
memberikan aktiva tertentu, mengakuisisi suatu kewajiban, atau
mengeluarkan saham.
2. Motif Melakukan Merger

4
Menurut Sartono (1998) ada beberapa alasan yang mendorong
perusahaan untuk melakukan merger maupun akuisisi, diantaranya:
a. Skala yang ekonomis, yang dimaksud dengan skala yang
ekonomis adalah skala operasi dengan biaya rata-rata
terendah. Tidak jarang dengan melakukan merger maka
usaha pemasaran dapat lebih efisien dan sistem akuntansi
akan lebih baik. Skala ekonomis bukan hanya dalam artian
proses produksi saja melainkan dalam bidang pemasaran,
personalia, keuangan, tetapi juga bidang administrasi.
b. Memperbaiki manajemen, kurangnya motivasi untuk
mencapai profit yang tinggi, kurangnya keberanian untuk
mengambil resiko sering mengakibatkan perusahaan kalah
dalam persaingan yang semakin sengit. Dengan merger atau
akuisisi maka perusahaan dapat mempertahankan
karyawannya hanya pada tingkat yang memang diperlukan
sehingga kemakmuran pemegang saham dapat ditingkatkan.
c. Penghematan pajak, sering perusahaan mempunyai potensi
memperoleh penghematan pajak, tetapi karena perusahaan
tidak pernah dapat memperoleh laba maka penghematan itu
kecil. Dari sisi perusahaan yang sedang berkembang, hal ini
mempunyai manfaat ganda, disamping adanya penghematan
pajak juga untuk memanfaatkan dana yang menganggur
karena perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan
pada umumnya memiliki surplus kas sehingga beban
pajaknya dapat menjadi besar.
d. Diversifikasi, alasan ini adalah pendorong bagi perusahaan
yang ingin memiliki jenis usaha yang lebih besar tanpa harus
melakukan dari awal. Dengan diversifikasi maka resiko yang
harus dihadapi atas suatu saham dapat dikompensasi oleh
saham yang lain dengan demikian resiko secara keseluruhan
menjadi lebih kecil.

5
Menurut Moin bahwa pada prinsipnya terdapat dua motif yang
mendorong sebuah perusahaan melakukan merger yaitu motif
ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan
esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Disisi lain, motif
non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan
perusahaan, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi
pribadi pemilik atau manajemen perusahaan (Moin, 2003)

a. Motif ekonomi, Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi


yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai
peningkatan nilai tersebut. Oleh sebab itu seluruh aktivitas
dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai
tujuan tersebut.
b. Motif sinergi, salah satu motivasi atau alasan utama
perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah
menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan
perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar
daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan
sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui
kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih
elemen-elemen perusahaan yang bergabung.
c. Motif diversifikasi, diversifikasi adalah strategi
perkembangan bisnis yang dapat dilakukan melalui merger
dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung
aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan
posisi bersaing. Akan tetapi jika melakukan diversifikasi
yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak
lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti
(core competence).
d. Motif non-ekonomi. Aktivitas merger dan akuisisi terkadang
dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga
untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti

6
prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi dapat berasal dari
manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
3. Tipe-tipe Merger
Merger berdasarkan aktivitas ekonomik dapat diklasifikasikan
dalam lima tipe yaitu: (Moin, 2003)
a. Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih
perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama.
b. Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-
tahapan proses produksi atau operasi.
c. Merger konglomerat. adalah merger dua atau lebih
perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri
yang tidak terkait.
d. Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh
dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-bersama
memperluas area pasar.
e. Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh
dua atau perusahaan untuk memperluas lini produk masing-
masing perusahaan.

Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dapat dilihat pada saat


proses perencanaan. Pada saat proses ini biasanya terjadi sudut pandang
yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam menanggapi
pengambilan keputusan merger dan akuisisi seiring dengan meningkatnya
momentum, selanjutnya terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi
perbedaan-perbedaan harapan di pihak manajemen. Dari proses tersebut
dapat memunculkan faktor-faktor yang yang memicu kegagalan merger
yaitu:

a. Perusahaan target memiliki kesesuaian strategi yang


rendah dengan perusahaan pengambilalih.
b. Hanya mengandalkan analisis strategik yang baik
tidaklah cukup untuk mencapai keberhasilan merger.

7
c. Tidak adanya kejelasan mengenai nilai yang tercipta dari
setiap program merger.
d. Pendekatan-pendekatan integrasi yang tidak disesuaikan
dengan perusahaan target yaitu absorbsi, preservasi atau
simbiosis.
e. Rencana integrasi yang tidak disesuaikan dengan kondisi
lapangan.
f. Tim negosiasi yang berbeda dengan tim implementasi
yang akan menyulitkan proses integrasi.
g. Ketidakpastian, ketakutan dan kegelisahan diantara staf
perusahaan yang tidak ditangani. Untuk itu tim
implementasi dari perusahaan pengambilalih harus
menangani masalah tersebut dengan kewibawaan,
simpati dan pengetahuan untuk menumbuhkan
kepercayaan dan komitmen mereka pada proses
integrasi.
h. Pihak pengambilalih tidak mengkomunikasikan
perencanaan dan pengharapan mereka terhadap karyawan
perusahaan target sehingga terjadi kegelisahan diantara
karyawan.
4. Faktor-Faktor Keberhasilan Merger
Hunt dkk. (1987) mengakhiri penelitian mereka dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi kepada
kesuksesan dan kegagalan akuisisi (Sudarsanam, 1999). Faktor-faktor
yang dianggap memberi kontribusi terhadap keberhasilan merger
yaitu:
a. Melakukan audit sebelum merger.
b. Perusahaan target dalam keadaan baik.
c. Memiliki pengalaman merger sebelumnya.
d. Perusahaan target relatif kecil.
e. Melakukan merger yang bersahabat.
5. Pengaruh Merger terhadap Kinerja Perusahaan

8
Menurut helfert (1996: 670) kinerja perusahaan adalah hasil dari
banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh
pihak manajemen dalam mencapai tujuan. Dua kriteria yang digunakan
untuk menilai kinerja manajemen yaitu efektivitas dan efisiensi.
Adapun pengertian efektifitas diartikan sebagai kemampuan suatu unit
mencapai suatu tujuan yang diinginkan, sedangkan efisiensi
meggambarkan beberapa yang diperlukan untuk menghasilkan suatu
unit keluaran. Jadi pada dasarnya kinerja perusahaan merupakan suatu
ukuran beberapa efisien dan efektif seorang manajer atau perusahaan
dalam mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Payamta (2001) keputusan merger dan akuisisi
mempunyai pengaruh besar dalam memperbaiki kondisi perusahaan,
meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dalam penampilan
financial perusahaan. Perubahan-perubahan ini akan tampak pada
laporan keuangan baik berupa laba bersih, laba persaham, atau
likuditas sahamnya.

9
BAB 3

PEMBAHASAN

A. Daftar Perusahaan Merger


1. Perusahaan yang melakukan merger
Bank Mandiri Tbk, PT merupakan perusahaan hasil merjer dari
beberapa perusahaan seperti;
 Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), PT
 Bank Bumi Daya (BBD), PT
 Bank Ekspor Impor Indonesia (Exim) PT
 Bank Dagang Negara (BDN), PT
Bank Permata Tbk juga merupakan bank hasil merjer dari berbagai bank
seperti;
 Bank Patriot, PT
 Bank Prima Expres, PT
 Bank Bali Tbk, PT
 Bank Artha Media, PT

10
 Bank Universal Tbk, PT

Selain itu, Lippo Karawaci Tbk (LPKR) juga merupakan hasil merjer dari;

 Ananggadipa Berkat Mulia, PT


 Aryaduta Hotel Tbk (HPSB), PT
 Kartika Abadi Sejahtera, PT
 Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT
 Lippo Land Development Tbk (LPLD), PT
 Metropolitan Tatanugraha, PT
 Siloam Health Care Tbk (BGMT), PT
 Sumber Waluyo, PT

Ada juga Bank CIMB Niaga Tbk, PT yang merupakan hasil merjer dari;

 Bank Lippo Tbk, PT


 Bank CIMB Niaga Tbk, PT

2. Contoh Perusahaan Dalan Negeri yang Menggunakan Merger


a. Bank CIMB Niaga
Terbentuknya salah satu perusahaan merger di bidang
lembanga keuangan atau bank CIMB Niaga adalah hasil dari
merger bank Niaga dan bank Lippo pada tahun 2008. Ini
merupakan penyatuan dimana adanya sebuah bank yang relatif
lebih kecil deibandingkan dengan bank lainnya. Kedua bank
tersebut, bank Niaga dan bank Lippo melakukan merger dengan
tujuan utama agar bisa memperkuat keberadaan mereka di dalam
persaingan global.
Karena bank Lippo lah yang relatif lebih kecil
dibandingkan dengan bank Niaga, jadi bank Lippo merelakan
sahamnya dan menanam di bank Niaga, dengan adanya perjanjian

11
bagi hasil dengan kesepakan tertentu yang telah sebelumnya di
setujui oleh kedua belah pihak bank tersebut. Dan pada akhirnya
memutuskan untuk mengubah namanya menjadi bank CIMB
Niaga.
b. Bank Mandiri
Sebelum akhirnya menjadi salah satu bank terbesar di
Indonesia, bank Mandiri merupakan sebuah perusahaan merger
yang terbentuk dari bank Exim, bank BBD atau bank Bumi Daya,
bank Bapindo dan bank Dagang Negara. Keempat bank tersebut
mengalami kesulitan dan krisi hingga melakukan keputusan untuk
melakukan proses merger dan membentuk suatu konsolidasi.
Penggabungan keempat bank tersebut menjadi sebuah bank yang
saat ini menjadi salah satu bank yang terbesar dan terpercaya yaitu
bank Mandiri.
c. LPKR atau Lippo Karawaci Tbk
LPKR sebenarnya adalah salah satu perusahaan merger
yang terbentuk oleh banyak perusahaan-perusahaan lainnya yaitu :
Aryaduta hotel, Siloam health care, kartika abadi sejahtera, LPLD
atau Lippo land development, metropolitan tatanugraha, sumber
waluyo dan Anangadipta berkat mulia yang bergabung dengan
LPKR atau Lippo Karawaci Tbk, yang sekarang telah berkembang
di ruang lingkup real estat, perkantoran, pengusahaan gedung dan
penggalian tanah.
d. PT Indofood Sukses Makmur Tbk
Adanya penggabungan PT. Ciputra Property dan PT
Ciputra Surya Tbk atau merger perusahaan dengan Perusahaan
besar yaitu PT Indofood Sukses Makmur Tbk. PT. Indofood
melakukan pengabungan dan merger
dengan berbagai cabang yang akan memperluas dan
memperbesar bursa jaringan perluasan kawasan mereka.

e. CTRA atau PT Ciputra Development Tbk

12
CTRA melakukan penggabungan atau merger dengan anak
atau cabang dari CTRS atau PT Ciputra Surya Tbk dan CTRP atau
PT Ciputra Property Tbk dengan cara pertukaran saham yang
sebenarnya telah melalui perestujuan dari para pemengan saham
luar biasa di dalam rapat umum pada tanggal 27 Desember 2016
lalu
f. Bank Danamon
Bank danamon adalah bank yang awalnya bernama bank
kopra indonesia yang berdiri pada tahun 1956. Namun pada tahun
1976 bank ini kemudian berubah nama menjadi bank Danamon.
Bank ini sempat menjadi sebuah bank devisa negara, namun pada
akhirnya bank ini menjadi bank take over. Hingga pada akhirnya
bank danamon melakukan merger dengan beberapa bank take over
lainnya yaitu bank pos nusantara, bank risjad salim internasional,
bank tiara, bank jayabank international, bank nusa nasional dan
bank duta dan melebur dan membentuk kembali kejayaan bank
Danamon.
3. Tahapan Proses Merger
Dalam melaksanakan Merger, harus tunduk pada ketentuan hukum
dan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Undang-undang.
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Merger ini diatur pada
Pasal 122 sampai Pasal 133 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas.
Proses hukum (prosedur) yang harus dilalui oleh perseroan yang
hendak melakukan merger (penggabungan) adalah sebagai berikut:
A. Memenuhi Syarat-syarat Penggabungan
Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas jo. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas, bahwa perbuatan hukum

13
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan
wajib memperhatikan kepentingan:
 Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan
Perseroan;
 Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan;
dan
 Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha.

Dalam buku “Hukum Perseroan Terbatas”, M. Yahya


harahap, S.H, menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut
bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar,
mengakibatkan perbuatan hukum penggabungan tidak dapat
dilaksanakan.

Lebih lanjut, Yahya harahap menambahkan bahwa selain


syarat tersebut, Pasal 123 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menambah satu lagi
syarat bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan
penggabungan syaratnya, perlu mendapat “persetujuan” dari
“instansi terkait”. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud
Perseroan tertentu yang memerlukan persyaratan persetujuan
dari instansi terkait adalah Perseroan yang mempunyai “bidang
usaha khusus”. Antara lain lembaga keuangan bank dan yang
non-bank. Sedang yang dimaksud dengan instansi terkait,
antara lain Bank Indonesia (“BI”) untuk penggabungan
perseroan perbankan.

B. Menyusun Rancangan Penggabungan


Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan
harus menyusun rancangan penggabungan. Rancangan
penggabungan ini diatur dalam Pasal 123 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 7
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang

14
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas, yaitu :
 Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri
dan yang menerima penggabungan menyusun
rancangan penggabungan;
 Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-
kurangnya:
1. nama dan tempat kedudukan dari setiap
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
2. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan dan persyaratan
Penggabungan;
3. tata cara penilaian dan konversi saham
Perseroan yang menggabungkan diri terhadap
saham Perseroan yang menerima
Penggabungan;
4. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan
yang menerima Penggabungan apabila ada;
5. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga)
tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan;
6. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan
usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
7. neraca proforma Perseroan yang menerima
Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia;
8. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban
anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan diri;

15
9. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan
yang akan menggabungkan diri terhadap pihak
ketiga;
10. cara penyelesaian hak pemegang saham yang
tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
11. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris
serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi
anggota Direksi dan Dewan Komisaris
Perseroan yang menerima Penggabungan;
12. perkiraan jangka waktu pelaksanaan
Penggabungan;
13. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan
hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan;
14. kegiatan utama setiap Perseroan yang
melakukan Penggabungan dan perubahan yang
terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan;
dan
15. rincian masalah yang timbul selama tahun buku
yang sedang berjalan yang mempengaruhi
kegiatan Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan.
 Kemudian terhadap rancangan penggabungan
tersebut dimintakan persetujuan kepada Dewan
Komisaris dari setiap perseroan yang
menggabungkan diri.

Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan


Penggabungan perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu
dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.

16
 Penggabungan Perseroan wajib memperhatikan
kepentingan :
1. Perseroan, pemegang saham minoritas,
karyawan Perseroan;
2. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan;
dan
3. Masyarakat dan persaingan sehat dalam
melakukan usaha.

Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan


RUPS mengenai Penggabungan sebagaimana dimaksud diatas
hanya boleh melakukan haknya untuk meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
Keputusan RUPS mengenai Penggabungan Perseroan harus
memenuhi jumlah kuorum yang telah ditentukan.

Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan


wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam
1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada
karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapluh) hari sebelum
pemanggilan RUPS. Pengumuman tersebut juga memuat
pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh rancangan Penggabungan di kantor Perseroan
terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.

Rancangan Penggabungan yang telah di setujui RUPS


dituangkan ke dalam akta Penggabungan yang dibuat di
hadapan notaries dalam bahasa Indonesia. Salinan akta
Penggabungan Perseroan dilampirkan pada :

a. pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan


Menteri;

17
b. penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang
perubahan anggaran dasar.

Jika Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan


anggaran dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. Direksi
Perseroan yang menerima Penggabungan wajib mengumumkan
hasil Penggabungan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung
sejak tanggal berlakunya Penggabungan.

C. Penggabungan Disetujui Oleh Rapat Umum Pemegang


Saham (“RUPS”) Setelah rancangan penggabungan disetujui
oleh Dewan Komisaris dari masing-masing perseroan yang
menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut harus
diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk
mendapat persetujuan.
Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa keputusan
RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Mengutip yang disampaikan Yahya Harahap (hal. 491),
penjelasan pasal ini mengatakan, yang dimaksud dengan
“musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yang
disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam
RUPS.
Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam
Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk
menyetujui Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam
rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam
RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit
3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau

18
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.
Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS
dalam rangka penggabungan perseroan yang harus diterapkan
dan ditegakkan (Hukum Perseroan Terbatas, M. Yahya
Harahap, S.H., hal. 491):
1. Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan
keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk
mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan
RUPS yang disetujui bersama oleh pemegang saham
yang hadir atau diwakili dalam RUPS;
2. Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan
cara musyawarah untuk mufakat yang digariskan Pasal
87 ayat [1] Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas dimaksud, baru diterapkan
dan ditegakkan ketentuan yang ditetapkan Pasal 89 ayat
[1] Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, yakni keputusan RUPS sah apabila
disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagi dari
jumlah suara yang dikeluarkan.

Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai


kuorum, dapat diadakan RUPS kedua dengan kuorum
kehadiran paling sedikit :

1. 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham


dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS;
2. Sedang keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾
(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan.

Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai


kuorum, dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan

19
perseroan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga (lihat Pasal 86
ayat [5] UUPT).

D. Pembuatan Akta Penggabungan


Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan
penggabungan yang diajukan, maka rancangan penggabungan
dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan (lihat Pasal 128
ayat [1] Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas yang dibuat :
1. di hadapan notaris; dan
2. dalam Bahasa Indonesia.

Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan


untuk menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada
Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”) (lihat Pasal 21 ayat [3]
UUPT) untuk dicatat dalam daftar perseroan.

Apabila terdapat perubahan terhadap Anggaran Dasar


(“AD”) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
maka perlu adanya persetujuan dari Menteri. Untuk itu perlu
mengajukan permohonan untuk mendapat persetujuan Menteri
atas penggabungan dengan perubahan AD.

E. Pengumuman Hasil Penggabungan


Pasal 133 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas mensyaratkan bagi Direksi
perseroan yang menerima penggabungan wajib mengumumkan
hasil penggabungan dengan cara:
1. diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih;

20
2. dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.

Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang


berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan
Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan. Dalam hal
ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal:
1. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar
dalam hal terjadi Penggabungan;
2. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal
terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang
tidak disertai perubahan anggaran dasar.

Dasar hukum :

a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang


Perseroan Terbatas,
b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998
Tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
3. Keunggulan dan Kelemahan Merger
Keunggulan dan manfaat merger antara lain adalah:
1. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena
produk dan pasar sudah jelas.
2. Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan
karena kredititor lebih percaya dengan
perusahaan yang telah berdiri dan mapan.
3. Memperoleh karyawan yang telah
berpengalaman.
4. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa
harus merintis dari awal.

21
5. Memperoleh sistem operasional dan
administratif yang mapan.
6. Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena
tidak harus mencari konsumen baru.
7. Menghemat waktu untuk memasuki untuk
memasuki bisnis baru.
8. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai
pertumbuhan yang lebih cepat.

Disamping memiliki keunggulan, merger dan akuisisi juga


memiliki kelemahan sebagai berikut:

1. Proses integrasi yang tidak mudah.


2. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara
akurat.
3. Biaya konsultan yang mahal.
4. Meningkatnya kompleksitas birokrasi.
5. Biaya koordinasi yang mahal.
6. Seringkali menurunkan moral organisasi.
7. Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan.
8. Tidak menjamin peningkatan kemakmuran
pemegang saham.

4. Faktor-faktor Kegagalan Merger


Merger dan akusisi biasa terjadi dalam dunia bisnis termasuk yang
terjadi pada Aqua-Danone. Namun banyak pula merger dan akuisisi
yang gagal. Umumnya, sebelum melakukan merger dan akuisisi,
kedua pihak hanya mendiskusikan masalah finansial dan strategi saja
sehingga melupakan satu komponen yang sangat penting SDM.
Menurut Clement dan Greenspan (Putri, 2007), partner merger
tidak terlalu memperhitungkan komponen SDM, padahal hal itu

22
merupakan variabel strategis dalam sebuah kesepakatan. Sebagian
besar merger dan akuisisi didorong oleh kemungkinan sinergi yang
tercipta dari efisiensi dan harga saham. Namun jika faktor pendorong
adalah visi strategis ke depannya, maka profesional HR perlu untuk
terlibat dari awal untuk mengukur implikasi pada SDM yang tidak
tercantum pada neraca atau laporan keuangan.
Berdasarkan studi Society for Human Resources Management
Foundation dan Towers Perrin pada tahun 2000 (Rei, 2004) ada 7
penghalang utama dalam mencapai hasil dari merger atau akuisisi
yang diharapkan, yaitu:
a. Ketidakmampuan mempertahankan kinerja keuangan
b. Menurunnya produktivitas
c. Perbedaan budaya antar-organisasi yang terlibat merger
d. Hilang/mundurnya para karyawan andalan
e. Persaingan atau pertentangan gaya/ego antar-anggota
manajemen
Ketidakmampuan melakukan manajemen perubahan
f. Lemahnya komunikasi dan ketidakjelasan tujuan merger
atau sinergi.
Dari daftar di atas, sebagian besar menyangkut sumber daya
manusia sehingga diketahui bahwa studi di atas memperlihatkan adanya
keterlibatan manajemen SDM) dalam merger dan akuisisi yang berhasil
dibanding yang tidak. Dalam merger dan akuisisi yang dianggap sukses,
SDM terlibat aktif sejak pre-deal dan due diligence karena dalam
proses awal inilah organisasi memiliki kesempatan untuk mempelajari
seluruh informasi yang berhubungan dengan human capital dari calon
pasangannya serta risiko finansial dan non finansial yang akan timbul
dari merger dan akuisisi yang akan dilakukan. Peran SDM dalam proses
integrasi dan implementasi lebih terlihat dibanding proses-proses
sebelumnya karena proses-proses ini lebih erat berkaitan dengan fungsi
SDM. Aktivitas SDM pada bagian ini umumnya berhubungan dengan

23
seleksi karyawan, program retensi, komunikasi, dan lain-lain (Rei,
2004).
Menurut Rei (2004) banyak studi yang memperlihatkan
pentingnya peran SDM dalam proses merger dan akuisisi, namun
penelitian justru memperlihatkan fungsi SDM dirasakan belum
memiliki kemampuan untuk memainkan peran strategis dalam suatu
proses merger dan akuisisi, terutama pada tahap pre-deal dan due
diligence. Hal ini terjadi karena pada umumnya fokus dunia bisnis lebih
condong pada kinerja finansial dibanding value added fungsi SDM
dalam suatu organisasi. Dengan pandangan seperti itu, tentu saja SDM
perlu meningkatkan kompetensinya dalam hal:
a. Meningkatkan kemampuan dalam menciptakan value yang
dihasilkan dalam organisasi-organisasi yang terlibat
merger dan akuisisi.
b. Meningkatkan kemampuan teknis dalam mengelola
berbagai program SDM. Kemampuan teknis ini diperlukan
ketika program-program SDM dari organisasi-organisasi
yang berbeda digabungkan.
c. Meningkatkan kemampuan dalam proses penilaian
(finansial) perusahaan yang akan terlibat merger atau
akuisisi, dan implikasi dari program-program SDM atas
penilaian tersebut.
5. lasan dan Tujuan Penggabungan (Merger)
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang
cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi
usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi.
Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru.
Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan
akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan
pesaing atau mengurangi persaingan.
b. Sinergi

24
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan
tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala
ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead
meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah
pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak
jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada
dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja
yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana
untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat
memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal.
Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan
perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga
menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan
penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan
meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang
dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada
manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang
tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak
dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya,
dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang
memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai
lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat
tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat
melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan
laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini
perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi

25
pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan
pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi.
Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan
dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi
kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan
perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika
perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas
dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid
dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.

g. Melindungi diri dari pengambilalihan


Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi
incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm
mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai
pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang
ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk
ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman,
2003, p.714-716)
6. Dampak Negatif Penggabungan (Merger) terhadap Karyawan
Hak Buruh dalam Penggabungan dan Pengambilalihan
(Peraturan Perundang-undangan dan Tinjauan Kritis)
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenegakerjaan mengatur mengenai dampak penggabungan dan
pengambilalihan terhadap buruh sebatas mengenai perjanjian kerja
bersama dan status hubungan kerja. Sedangkan Undang-undang
No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (”UUPT”) hanya
mengatur hak prosedural buruh, bersama dengan pihak

26
bekepentingan lainnya untuk memperoleh rancangan
Penggabungan dan Pengambilalihan.
Walaupun dinyatakan bahwa penggabungan dan
pengambilalihan perusahaan hanya dapat dilakukan dengan
memperhatikan kepentingan karyawan perusahaan yang
bersangkutan.
Dengan demikian, kebijakan di Indonesia sebenarnya tidak
menjadikan buruh sebagai partner pengusaha dalam menentukan
arah jalannya perusahaan. Sebab jika kita menelisik hak-hak dan
partisipasi buruh dalam proses penggabungan dan
pengambilalihan, maka terlihat jelas bahwa peran dan hak-hak
buruh sangat minim.
Mengenai perjanjian kerja, dampak pengambilalihan dan
penggabungan perusahaan terhadap serikat buruh adalah sebagai
berikut:
a. Dalam hal pengambilalihan perjanjian kerja bersama tetap
berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
bersama
b. Dalam hal penggabungan dan kedua perusahaan
mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja
bersama yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang
lebih menguntungkan pekerja
c. Dalam hal penggabungan dan hanya salah satu perusahaan
mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja
bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung
(penggabungan) sampai dengan berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja bersama.

Sedangkan mengenai status hubungan kerja, dampak


pengambilalihan dan penggabungan perusahaan adalah sebagai
berikut

27
a. Hubungan kerja terus berlanjut
b. Pengusaha dapat melakukan PHK, dalam hal pekerja tidak
bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja berhak
atas uang pesangon sebesar 1 (satu), uang perhargaan masa
kerja 1 (satu) kali dan uang penggantian hak. Jadi jika
pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, bukan
dianggap sebagai pengunduran diri sebagaimana dimaksud
dalam pasal 162 dan pasal 168 UUK
c. Pengusaha dapat melakukan PHK, dalam hal pengusaha
tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya, maka
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua)
kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan, dan uang penggantian. Jadi bukan dengan alasan
efisiensi atau merugi sebagaimana dimaksud dalam pasal
164 UUK

Hak buruh mengenai perjanjian kerja dan hubungan kerja ini


disebut dengan hak substantf. Sedangkan UUPT juga mengatur hak
prosedural buruh dalam proses penggabungan dan pengambilalihan yang
dalam pasal 127 ayat (3) dinyatakan bahwa buruh sebagai pihak yang
berkepentingan berhak untuk memperoleh rancangan Penggabungan dan
Pengambilalihan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman
sampai tanggal RUPS diselenggarakan. Bahkan dalam pasal 127 ayat (2)
UUPT dan penjelasannya, Ringkasan rancangan harus diumumkan agar
pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk buruh, berkesempatan
menyatakan keberatannya. Namun pada akhirnya, keputusan mengenai
penggabungan dan pengambilalihan ditentukan dalam rapat RUPS (Lihat
Pasal 89 UUPT). Khusus dalam hal yang akan melakukan penggabungan
dan pengambilalihan adalah Bank maka harus memperoleh persetujuan
Komisaris, sedangkan pekerja hanya berhak mendapatkan pengumuman
ringkasan rancangan pengambilalihan dan penggabungan dari Direksi.

28
Hal ini tidak konsisten dengan apa yang hubungan industrial
Pancasila yang pertama kali digagas oleh Letnan Jenderal Ali Moertopo
pada tahun 1974. Gagasan ini mengadaikan sebuah relasi antara pekerja
dan pengusaha dianggap sebagai partner dalam relasi yang harmonis,
kekeluargaan dan setara. Padahal kenyataannya terdapat perbedaan
kepentingan yang tajam antara pekerja dan pengusaha, serta relasi yang
tidak seimbang baik dalam secara sosial, ekonomi dan politik.

Gagasan ini sebenarnya untuk meredam aksi-aksi pekerja demi


kelangsungan hidup perusahaan. Bahkan pada masa Orde Baru Hubungan
Industrial Pancasilan diterapkan secara otoriter dengan melibatkan Kodim,
Koramil dan Kodam untuk mengentikan aksi-aksi buruh. Black
propaganda pun diluncurkan dengan menstigma aksi buruh dengan
gerakan komunis, ditunggangi pihak ketiga dan bertentangan dengan
ideologi negara dan pola pikir negara yang integralistik.

Dalam prakteknya, beberapa permasalah muncul dan menjadi


obyek sengketa dalam hal terjadi penggabungan dan pengambilalihan,
yaitu:

1. Dalam hal hubungan kerja berlanjut, siapakah pihak dalam


hubungan kerja?

Jika melihat dari Pasal 52 ayat (1) Pasal 54 ayat (1)


UUK, maka hubungan kerja adalah dengan perusahaan
yang dengannya pekerja melakukakan perjanjian kerja.
Namun dalam hal terjadi penggabungan, maka perusahaan
yang menggabungkan diri berakhir karena hukum (Pasal
122 ayat 1 UUPT).

Dalam hal ini hubungan pekerja beralih ke perusahaan


yang menggabungkan diri, dan masa kerja sebelum
penggabungan/pengambilalihan tetap dihitung. Hal ini
didasarkan pada penafsiran secara sistematis denan pasal

29
131 UUK yang menyatakan perjanjian kerja bersama yang
telah dibuat tetap berlaku dalam hal perusahaan
menggabungkan diri, sampai perjanjian kerja bersama
tersebut berakhir. (lihat pasal 131 UUK)

Status pekerja ini harus dinyatakan di dalam rancangan


penggabungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 123 ayat
(1), (2) huruf (h), ayat (4) dan Pasal 126 ayat (6) huruf i
UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
(”UUPT”).

Dalam hal terjadi pengambilalihan dan hubungan kerja


tetap berlanjut, maka status hubungan kerja buruh tetap
dengan perusahaan yang membuat perjanjian kerja. Hal ini
karena pengambilalihan tidak mengakibatkan status
perusahaan yang dipengambilalihan berakhir demi hukum,
namun dalam organisasi perusahaan akan ada perubahan
komposisi pemegang saham, suara dominan dalam RUPS
dan berpeluang adanya penggantian Direksi.

1. Siapakah yang memutuskan hubungan kerja berlanjut atau


tidak?
a. Pekerja dapat memutuskan hubungan kerja berlanjut atau
tidak, dalam hal ini berbeda dengan pengunduran diri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 dan Pasal 168 (Pasal;
163 ayat 1 UUK)
b. Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja berlanjut atau
tidak setelah melakukan RUPS, rapat dengan komisaris dan
membuat rancangan penggabungan atau pengambilalihan
(Pasal 163 ayat 2 UUK jo Pasal 123 dan Pasal 125 UUPT)

30
Praktek Penggabungan dan Pengambilalihan

1. Hero dan Tops (Pengambilalihan aset)

Pada tahun 2003, PT Hero Supermarket Tbk


mengumumkan pihaknya telah menandatangani perjanjian dengan
PT Ahold Indonesia untuk mengakusisi 22 toko swalayan Tops. Sat
itu pengambilalihan dilakukan secara bertahap yang menyisakah
satu swalayan Tops masih dalam tahap persiapan dan dua gudang
Tops.

Biaya pengambilalihan berasal dari cadangan fasilitas bank


jangka panjang yang belum dipakai. Saat itu, Hero menawarkan
kesempatan kerja kepada karyawan tetap supermarket dengan syarat
dan kondisi yang sebanding dengan syarat dan kondisi yang mereka
peroleh sebelumnya.

Secara teknis, Supermarket Tops itu di-rebranding dan


dioperasikan segera dioperasikan dengan nama Hero. Secara
keseluruhan total pekerja di karyawan di seluruh pertokoan di
bawah PT Hero Supermarket tbk sebanyak 9000 orang.

2. Penggabungan Group 4 Flack dengan Securicor International


Pada tahun 2004 Group 4 Flack penggabungan dengan
Securicor International di tingkat internasional. Setelah
penggabungan, pekerja PT. Securicor di Indonesia yang diwakili
oleh Serikat Pekerja Securicor Indonesia mengadakan pertemuan
dengan pihak manajemen guna untuk membicarakan status mereka.
Pertemuan tersebut tidak sampai kepada kesimpulan mengenai status
pekerja. Bahkan Presiden Direktur PT Securicore Indonesia, Bill
Thomas mengeluarkan pengumuman PHK terhadap beberapa

31
pekerja. Sebagai besar pekerja yang di-PHK adalah pengurus serikat
pekerja, termasuk ketua Serikat Pekerja Securicor cabang Surabaya.
Namun dalam surat PHK, alasan PHK adalah perampingan (down
sizing). Rapat tersebut dipimpin oleh Branch manager Surabaya.
PHK sepihak pertama kali dilakukan pada maret 2005.
Fakta PHK sepihak diingkari oleh perusahaan, dalam beberapa
pertemuan dengan pekerja dan pihak pemerintah. Meresponi hal
tersebut pekerja PT. Securicor memberikan surat 0118/SP
Sec/IV/2005, hal pemberitahuan mogok kerja kepada perusahaan
dan instansi yang terkait pada tanggal 25 April 2005 sebagai akibat
dari gagalnya perundingan (deadlock). Saat perundingan 284
pekerja di-PHK sepihak
Tantangan dan Peluang Perlindungan Hak Pekerja
1. Kepemilikan saham oleh serikat pekerja secara kolektif,
sehingga pekerja memiliki posisi tawar dalam menentukan arah
kebijakan perusahaan (pasal 43 ayat 3 UU PT)
2. Turut serta dalam penyusunan perjanjian pengambilalihan
dalam rangka penyusunan akta, demi memastikan status dan
perlindungan hak pekerja.
3. Bekerjasama dengan kreditor perusahaan, jika tindakan
pengambilalihan atau penggabungan diduga kuat akan
merugikan buruh. Dengan demikian, kreditor dapat melakukan
action pauliana untuk membatalkan oengalihan aset atau
menggunakan negative covenant.
4. Dalam melakukan advokasi untuk perlindungan hak pekerja,
beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
proses penggabungan dan pengambilalihan adalah sebagai
berikut:
a. Prinsip-prinsip umum mengenai kebijaksanaan
kesejahteraan sosial yang akan diterapkan setelah
penggabungan;

32
b. Waktu yang pantas untuk berkonsultasi dengan
organisasi pekerja;
c. Cara dan saat untuk menginformasikan penggabungan
kepada pekerja;
d. cara-cara untuk mencegah atau setidak-tidaknya
mengeliminir kerugian materil pekerja
e. Aktifitas khusus dari organisasi pekerja dalam
perusahaan. Misalnya agenda rapat serikat pekerja,
rencana pertemuan bipartit,

DAFTAR PUSTAKA

HITT. Michael A, Merger dan Akuisisi, Jakarta: PT Raja Grafindo. 2002

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Banjarmasin, 2004,

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Banjarmasin, 2004,

Michael A. Hitt, Merger dan Akuisisi, Jakarta, 2002, Ibid

Michael A. Hitt, Merger dan Akuisisi, Jakarta, 2002,

33
Michael A. Hitt, Merger dan Akuisisi, Jakarta, 2002, hal. 206.

Sumber: http://id.shvoong.com/tags/merger-adalah

Fox, Isaac, and Alfred Marcus. "The Causes and Consequences of Leveraged
Management Buyouts." Academy of Management Review . January 1992.

Franecki, David. "Here's the Deal: Leveraged Buyout


Revival." Barron's. February 12, 2001.

Kaplan, Stephen. "The Effect of Management Buyouts on Operating Performance


and Value." Journal of Financial Economics . October 1989.

Latif, Yahya. "What Ails the Leveraged Buyouts of the 1980s." Secured Lender .
November/December 1990.

Lindsey, Jennifer. The Entrepreneur's Guide to Capital: The Techniques for


Capitalizing and Refinancing New and Growing Businesses. Chicago: Probus,
1986.

Return of the LBO." Business Week. October 16, 2000.

Read more: http://www.referenceforbusiness.com/small/Inc-Mail/Leveraged-


Buyouts.html#ixzz2l9Hrehvc

34

Anda mungkin juga menyukai