A. SEKURITISASI
Sekuritisasi aset merupakan cara inovatif bagi perusahaan yang
melakukan pembiayaan untuk mencari dana di pasar modal dengan menjual
pendapat kas (cash flows) dari aset yang dimilikinya. Secara spesifik sekuritisasi
aset merupakan sekumpulan aset keuangan yang berupa piutang yang dikemas
dalam bundel aset, kemudian dijual kepada pihak kedua untuk memenuhi
kebutuhan dana. Proses sekuritisasi yang dilaksanakan akan diserahkan kepada
satu entitas bisnis yang disebut Special Purpose Vehicle (SPV). SPV merupakan
entitas bisnis yang sengaja didirikan untuk melakukan proses sekuritisasi yaitu
mengonversi aset keuangan yang tidak likuid menjadi sekuritas atau surat
berharga yang mudah diperjualbelikan (tradable securities).
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005, sekuritisasi
aset adalah transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara
pembelian aset keuangan dari kreditur asal dan penerbit EBA, sedangkan menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/2005, sekuritisasi aset adalah penerbitan
surat berharga oleh penerbit EBA yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan
dari kreditur asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil
penjualan efek beragun aset kepada pemodal. Terdapat empat pihak yang terlibat
di dalam sekuritisasi aset, yaitu (1) peminjam (borrower), (2) pemberi
pinjaman/penjual aset (originator), (3) pembeli aset (SPV atau grantor trust), dan
(4) investor dari sekuritas yang dijamin oleh aset (securities backed by asset).
Kriteria dan Struktur Sekuritisasi Aset
Tidak semua aset dapat disekuritisasi. Ada beberapa karakteristik aset
yang dapat disekuritisasi, yaitu :
a) cash flow yang dapat diprediksi,
b) rata-rata jatuh tempo minimal satu tahun karena sekuritisasi aset merupakan
instrumen pendanaan jangka panjang,
kualitas
aset/piutang
yang
pada
gilirannya
dengan
Pihak
yang
mempunyai
hubungan
istimewa
lebih tinggi (karena nilai aset kecil) dan Debt to Equity Ratio yg lebih sehat
(karena nilai debet lebih kecil).
Contohnya:
a) Giro yang belum jatuh tempo kas bon
b) Hak untuk menerima kas atau asset keuangan lainnya misalnya plafond
kredit (pembiayaan) yang belum digunakan.
c) Hak menukarkan asset keuangan lainnya yang lebih menguntungkan dan
instrument modal lainnya.
Selama bertahun-tahun lamanya banyak sekali metode digunakan
untuk mendapatkan off-balance-sheet financing. Semua metode memiliki satu
kesamaan, yaitu: Membuat perusahaan dapat mengabaikan obligasi di luar
lembar neraca tanpa harus melanggar aturan GAAP yang berlaku saat ini.
Metode-metode off-balance sheet financing mencakup segala hal yang tidak
dikenai sanksi oleh GAAP sampai dengan kewajiban akuntansi yang tidak
jelas
batasannya.
Banyak
metode
off-balance-sheet
financing
yang