Anda di halaman 1dari 21

CLONING AND CHARACTERIZATION OF LIPASE

GENE FROM A LOCAL ISOLATE OF


Pseudoxanthomonas sp.
Yogi Yopa Kristia, Syifa F, Syihab, Akhmaloka

Aih Diniresna
Ni Putu Rahma Agustina

26 April 2019

Program Studi Magister Pengajaran Kimia

Institut Teknologi Bandung


Skema Presentasi 2

Chapter-1: Abstrak

Chapter-2: Latar Belakang

Chapter-3: Metodologi Penelitian

Chapter-4: Chapter-5:
Hasil dan Pembahasan PCR

Institut Teknologi Bandung


Chapter 1: Abstrak 3

Telah dilakukan kloning dengan cara amplifikasi in vitro pada DNA kromosom gen
lipase dari Pseudoxanthomonas sp. Urutan gen telah ditentukan dan
dikarakterisasikan dan mengkode sebanyak 312 residu asam amino. Analisis
homolog menunjukkan bahwa gen yang telah dikloning memiliki kemiripan hingga
98% dengan gen lipolitik dari Pseudomonas sp. yang tidak di kultur. Analisis lebih
lanjut terhadap urutan gen yang dikloning menunjukkan bahwa terdapat kemiripan
motif yang unik dari sub family lipase I.1 seperti pada motif pentapeptida
(GHSHG), motif tetrapeptida (GMLG) dan triad katalitik. Selain itu, analisis
struktur 3D berdasarkan struktur kristal yang dimiliki oleh Pseudomonas
aeruginose (PDB ID lex9) menunjukkan bahwa kedua struktur lipase memiliki
kemiripan kecuali pada konformasi residu katalitik dari His277 yang menunjukkan
pergeseran yang terjadi lebih jauh dibandingkan dengan kontrol.

Institut Teknologi Bandung


Chapter 2: Latar Belakang 4
Enzim lipase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis triasil
gliserol menjadi asam lemak dan gliserol (Lotti et al., 2007). Lipase juga
menunjukkan beragam aktivitas katalitik selain reaksi hidrolisis seperti
esterifikasi, trans-esterifikasi, inter-esterifikasi, acidolisis, aminolisis, alkoholisis
dan resolusi rasemat (Houde et al., 2004; Salihu and Alam, 2014; Sharma et al.,
2001; and Briliantoro et al., 2015).
Dalam kehidupan sehari-hari, enzim lipase telah banyak digunakan dalam
berbagai bidang industri seperti industri makanan, detergen, kosmetik, farmasi,
biopolimer, biosurfaktan dan biodiesel (Jaeger and Eggert, 2002; Gupta et al.,
2004; houde et al., 2004; Salihu and Alam , 2014).
Agar enzim lipase dapat digunakan secara komersial, maka enzim lipase yang
dibutuhkan dalam industri adalah enzim lipase yang bersifat termostabil. Hal ini
dikarenakan, suatu reaksi enzimatik yang berlangsung pada suhu tinggi akan
meningkatkan proses konversi dan kelarutan substrat, mengurangi kontaminasi
dan menurunkan viskositas medium (Leow et al., 2004).
Setelah beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim lipase yang
dihasilkan dari bakteri memiliki aktivitas pada rentang temperatur dan suhu yang
besar, hal ini membuat enzim lipase yang digunakan dalam industri kebanyakan
diisolasi dari mikroorganisme (Akhmaloka et al., 2006).

Institut Teknologi Bandung


5
Chapter 3: Metodologi Penelitian

Bahan Kimia
Bahan kimia umum dengan tingkat analisis pro dibeli dari Merck (Jerman) dan Sigma-
Aldrich (AS). Nutrisi pertumbuhan bakteri, seperti ekstrak ragi, triptofan diperoleh dari Bio
Basic (Kanada). Pereaksi biokimia seperti dNTPs, buffer PCR, DNA taq polimerase dibeli
dari Fermentas (AS) dan Kapa Biosystems (AS). Oligonukleotida (primer) diperoleh dari
Macrogen (Korea Selatan) dan Teknologi DNA Terpadu (Singapura). Pemurnian produk
PCR menggunakan Kit Ekstraksi GeneJET (Thermo Scientific). Kloning dilakukan dengan
menggunakan vektor pJET1.2 / blunt dan ligase DNA T4 yang dibeli dari Promega (AS).
Enzim restriksi dibeli dari Thermo Scientific (USA).

Media dan Isolat


Bakteri termostabil diperoleh dari koleksi kultur di Laboratorium Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Kultur
Pseudoxanthomonas taiwanensis (AL17) diinkubasi dalam inkubator shaker pada suhu
55oC dengan laju aerasi 150 rpm. Escherichia coli TOP 10 digunakan sebagai inang untuk
kloning gen. Isolat dibudidayakan dengan menggunakan media modifikasi Luria Berthani
yang terdiri dari 0,1% CaCl2.H2O, ekstrak ragi 0,5%, ekstrak lab lem/daging 0,5% dan
NaCl 0,1%.

Institut Teknologi Bandung


6
Chapter 3: Metodologi Penelitian

Isolasi DNA Kromosom


DNA kromosom diisolasi dengan menggunakan metode modifikasi Zhou et al.
(1996). Pelet DNA yang dikumpulkan dipisahkan dari supernatan dan
dikeringkan, kemudian diikuti oleh resuspensi dengan 50μL ddH2O dan disimpan
pada suhu 4oC. DNA yang didapat selanjutnya digunakan untuk PCR.

PCR dan Sub Kloning Gen Lipase


Kloning gen lipase pada setiap isolat bakteri dimulai dengan amplifikasi gen
secara in vitro dengan teknik PCR menggunakan sepasang primer spesifik yaitu
xFLipS2 (5'-ATGAACAAGAACAAAAACCTTGCTCGCC3’) dan xRLipS2 (5'
TCAGAGCCCCGCGTTCTTCAA-3) (Asy’ari et al., 2014). Campuran PCR yang
khas (volume 50 L) dibuat dengan mencampurkan 5 L buffer PCR 10´, 2,5 mM
MgCl2, 250 ìM dari deoxynucleosid-e triphosphate (dNTP), 0,25 ìM dari masing-
masing primer, dan 1,25 U dari Taq DNA polimerase.

Institut Teknologi Bandung


7
Chapter 3: Metodologi Penelitian
Tahapan proses PCR dan elektroforesis pada penelitian yang
dilakukan adalah:
1. Denaturasi awal dilakukan pada suhu 98oC selama 4 menit dan
siklus denaturasi dilakukan sebanyak 35 kali siklus.
2. Annealing dilakukan pada suhu 55oC selama 30 detik
3. Proses perpanjangan dan extension dilakukan pada suhu yang
sama yaitu 72oC dan masing-masing selama 1 menit dan 5
menit.
4. Produk PCR dianalisis dengan teknik elektroforesis
menggunakan gel elektroforesis horisontal terendam selama 45
menit pada 70 volt. Pemurnian produk PCR dilakukan
menggunakan GeneJET Gel Extraction Kit.
5. Hasil DNA yang dimurnikan disuspensikan kembali dengan 50
ìL buffer (10 mM Tris-HCl, pH 8,5). Lalu DNA yang
dimurnikan disimpan pada -20oC.
Institut Teknologi Bandung
8
Chapter 3: Metodologi Penelitian

Penentuan urutan gen lipase


Gen lipase diurutkan berdasarkan metode terminator pewarna Dideoxy-Sanger
di Firstbase, Malaysia. Urutan divalidasi dengan menganalisis data
electrophoregram menggunakan Sequence scanner 2 (Applied Biosystems).
Untuk menggabungkan sekuens gen parsial menjadi gen penuh, digunakan
program DNA Baser Sequence Assembler v3 (Heracle BioSoft).

Analisis Urutan
Urutan lipase asam amino khusus dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak Bioedit dan server online alat ExPASy-Translate. Analisis homologik
dilakukan dengan menggunakan program analisis NCBI-Blastp. Ratusan urutan
homolog tinggi digunakan untuk menghasilkan profil filogenetik menggunakan
perangkat lunak MEGA 6 berdasarkan metode pengelompokan Neighbor-
Joining. Komposisi asam amino dan analisis penyelarasan dilakukan
menggunakan "Komposisi Asam Amino" dan Program “ClustalW Multiple
Alignment” yang terintegrasi dalam perangkat lunak Bioedit.

Institut Teknologi Bandung


9
Chapter 4: Hasil dan Pembahasan

Gen lipase telah berhasil


diamplifikasi dari isolat lokal
Pseudoxanthomonas sp. dengan
menggunakan metode amplifikasi
in vitro. Gen yang berhasil
dikloning yaitu memiliki kode
LipAL17 untuk 312 asam amino
dengan panjang 936 bp. Gen
lipase dikloning ke dalam E. coli
Top 10 dan disimpan ke dalam
basis data GenBank dengan nomor
tambahan ID 1918703.

Institut Teknologi Bandung


10
Chapter 4: Hasil dan Pembahasan

Analisis homolog dari


sekuens asam amino
menunjukkan bahwa gen
tersebut tampak sangat mirip
dengan beberapa lipase
(Tabel 1), seperti lipase dari
Pseudomonas sp. AKA
588891.1 dan AKA 58893.1
dan Pseudomonas stutzeri
AID 66451.1 dan WPO
45159003.1 dengan identitas
kemiripan 98%.

Institut Teknologi Bandung


11
Chapter 4: Hasil dan Pembahasan

Dari 100 sekuens homolog


terbaik, gen tersebut menunjukkan
sekuens yang mirip dengan lipase
lain yang mengandung daerah
konservasi yang sama, seperti
GGGX, GXSXG (pentapeptide),
oxyanion dan triad katalitik (Ser,
Asp, dan His) (Gambar 2). Lipase
dari sub-keluarga I.1 memiliki
massa molekul dalam kisaran 30-
32 kDa dan menampilkan
kesamaan urutan yang lebih tinggi
dengan Pseudomonas aeruginosa
(Jaeger dan Eggert, 2002).

Institut Teknologi Bandung


12
Chapter 4: Hasil dan Pembahasan

Untuk karakterisasi penentuan


struktur 3D lipase dibuat dalam
silico berdasarkan struktur 3D P.
aeruginosa (POB ID I EX 9).
Hasil analisis menunjukkan bahwa
struktur 3D LipAL17 dan I EX 9
memiliki kemiripan kecuali pada
konformasi His277 di pusat aktif
enzim yang diyakini memiliki
dampak pada aktivitas enzim
(Nurhasanah et al., 2015;
Nurhasanah et al., 2017).

Institut Teknologi Bandung


13
Chapter 5: Polymerase Chain Reaction (PCR)

Merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens


nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh
Kary B. Mulis pada tahun 1985. Pada awal perkembanganya, metode ini hanya
digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan
lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan
kuantitas molekul mRNA. Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan
jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107
kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali
jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target.
Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang
sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5µg,
oligonukleotida yang digunakan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa dilakukan
dalam volume 50-100 µl. DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu
dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk
melipatgandakan suatu sekuens DNA dalam genom bakteri (Triwibowo, 2010).

Institut Teknologi Bandung


14
Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)

Komponen utama yang ada pada Teknik PCR adalah:


1. DNA template
Fragmen DNA yang akan dilipatgandakan yang berfungsi sebagai cetakan
untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama
2. Primer oligonukleotida
Suatu sekuen oligonukleotida pendek (15–25 basa nukleotida) yang digunakan
untuk mengawali sintesis rantai DNA (xFLipS2 dan xRLipS2)
3. DNA polymerase
DNA polymerase yang digunakan pada Teknik PCR saat ini adalah DNA taq
polymerase yang mampu bertahan pada suhu tinggi. DNA taq polymerase
berfungsi pada proses pemanjangan primer dan penggabungan nukleotida
(Triwibowo, 2010.

Institut Teknologi Bandung


15
Tahapan Proses Polymerase Chain Reaction (PCR)

Berdasarkan gambar disamping,


tahapan proses pada PCR terdiri
atas 3 tahap yaitu:
1. Denaturasi
2. Annealing
3. Extension

Sumber: Triwibowo (2010)


Institut Teknologi Bandung
16
Tahapan Proses PCR: Denaturasi

Denaturasi merupakan proses pembukaan untai DNA yang double


stranded menjadi single stranded. Tahap denaturasi DNA biasanya
dilakukan pada kisaran suhu 92oC–95oC. Denaturasi awal dilakukan
selama 1–3 menit untuk memastikan bahwa DNA telah terdenaturasi
menjadi untai tunggal. Denaturasi yang tidak berlangsung secara
sempurna dapat menyebabkan untai DNA terputus. Tahap denaturasi
yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim
polymerase (Erma, 2007).

Institut Teknologi Bandung


17
Tahapan Proses PCR: Annealing

Annealing merupakan proses penempelan primer. Faktor yang


mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing dan primer. Suhu
annealing yang terlalu rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita
elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan suhu yang tinggi dapat
meningkatkan kespesifikan amplifikasi. Kenaikan suhu setelah tahap
annealing berkisar 70oC–74oC yang bertujuan untuk mengaktifkan
enzim DNA taq polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap
extension) biasanya dilakukan pada suhu 72oC, yaitu suhu optimal
untuk DNA taq polimerase. Selain itu, pada masa peralihan suhu,
dari suhu annealing ke suhu extension sampai 70oC juga
menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA
template dengan primer karena ikatan yang terjadi merupakan ikatan
yang lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka
jumlah DNA yang tidak spesifik semakin banyak (Erma, 2007).

Institut Teknologi Bandung


18
Tahapan Proses PCR: Extension

Extension merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension, enzim


polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan primer lengkap
untuk sintesis sebuah DNA double stranded. Reaksi ini akan berubah dari satu siklus
ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA. Hasil sintesis DNA
dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template) pada siklus berikutnya
sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir siklus. Dengan
kata lain DNA target meningkat secara eksponensial, sehingga setelah 30 siklus
akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target (Erma, 2007).

Institut Teknologi Bandung


Polymerase Chain Reaction (PCR)

Kelemahan
Kelebihan 1. Sangat mudah terkontaminasi
2. Biaya peralatan dan reagen
1. Memiliki spesifisitas tinggi mahal
2. Sangat cepat, dapat 3. Interpretasi hasil PCR yang
memberikan hasil yang sama positif belum tervalidasi
pada hari yang sama untuk semua penyakit infeksi
3. Dapat membedakan varian (misalnya infeksi pasif atau
mikroorganisme laten)
4. Mikroorganisme yang 4. Teknik prosedur yang
dideteksi tidak harus hidup kompleks dan bertahap
5. Mudah di set up membutuhkan keahlian
khusus untuk melakukannya.

Institut Teknologi Bandung


19
Institut Teknologi Bandung
20
Terima Kasih

Institut Teknologi Bandung


21

Anda mungkin juga menyukai