Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)


DI RUANG LILY RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA SIDOARJO

Nama :
Himawan Lekso Pramono

NIM:
202003032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHAT PPNI KAB.
MOJOKERTO
TA. 2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

1. Definisi
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic
fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &
Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri
otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DHF
merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak
negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk
wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang
berusia dibawah 15 tahun (Harmawan, 2018).

2. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-
3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma 2015) :
A. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di
konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
B. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas
suntikan
d. Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a. Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin
b. Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
C. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
a) Penurunan kesadaran, gelisah
b) Nadi cepat, lemah
c) Hipotensi
d) Tekanan darah turun < 20 mmHg
e) Perfusi perifer menurun
f) Kulit dingin lembab

4. Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :
A. DD (Demam Dangue) : Demam disertai 2 atau lebih tanda : mialgia, sakit kepala, nyeri
retroorbital, artralgia
B. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
C. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan di tempat lain.
D. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
E. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

5. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Nurarif & Kusuma (2015) bahwa virus dengue masuk ke dalam
tubuh manuusia akan menyebabkan klien mengalami viremia. Beberpa tanda dan gejala yang
muncul seeperti demam, sakit kepla, mual nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulny ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada sistem vskuler. Pada penderita DBD, terdapat kerusakan
yng umum pada sistem vaskuler yang mengakibatkan terjadinya penngkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah. Plsma dapat menembus dinding vaskuler selama pross perjalanan
penyakit, dari mulai demam hingga klieen mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat
meniurun hingga 30%. Hal ini lah yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami kegagalan
sirkulasi. Adanya kebcoran plasma ini jika tidak segera di tangani dapat menyebabkn
hipokisia jaringan, asidosis metabolik yang pada akhirny dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Virmia jga menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan
trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15 darah. Pubahan fungsioner
pembuluh darah akibat kebocoran plasma yng berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan
kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkn tanda seperti munculnya prpura, ptekie,
hematemesis, ataupun melena (Nurarif & Kusuma, 2015).
Patofisiologi menurut Kardiyudiana (2019) bahwa nyamuk Aedes yang terinfeksi atau
membawa virus dengue menggigit manusia. Kemudian virus dengue masuk kedalam tubuh
dan berdar dalam pembuluh darah bersama darah. Virus kemudian bereaksi dengan antibody
yang mengakibatkan tubuh mengaktivasi dan melepaskan C3 dan C5. Akibat dari pelepasan
zat-zat tersebut tubuh mengalami demam, pegal dan sakit kepala, mual, ruam pada kulit.
Pathofisiologi primer pada penyakit DHF adalah meningkatnya permeabilitas membran
vaskuler yang mengakibatkan kebocoran plasma sehingga cairan yang ada diintraseluler
merembes menuju ekstraseluler. Tanda dari kebocoran plasma yakni penurunan jumlah
trombosit, tekanan darah mengalami penurunan, hematokrit meningkat. Pada pasien DHF
terjadi penurunan tekanan darah dikarenakan tubuh kekurangan hemoglobin, hilangnya
plasma darah selama terjadinya kebocoran.
6. WOC (WEB OF CAUTION)

Arbovirus (melalui Beredar dalam Infeksi virus dengue


nyamuk aedes aegepti) aliran darah (viremia)

PGE2 Membentuk & Mengaktifkan sistem


Hipotalamus melepaskan zat C3, C5 komlemen

Peningkatan reabsorbsi Permeabilitas membran


Hipertermi
Na+ dan H2O meningkat

Agresi Trombosit Kerusakan endotel Resiko Syok


pembuluh darah
Trombositopenia Renjatan hipovolemik
Merangsang & mengaktivasi
dari hipotensi
faktor pembekuan

DIC Kebocoran plasma

Risiko Perdarahan
Perdarahan

Risiko Perfusi jaringan tidak


efektif

Asidosis metabolik Hipoksia Jaringan

Risiko syok Kekurangan


Ke-ekstravaskuler
Ke-ekstravaskuler
hipovolemik volume cairan

Abdomen
Paru-Paru Hepar
Kematian
Asites
Efusi Pleura Hepatomegali
Mual muntah
Ketidakefektifan Penekanan intra abdomen
Pola Nafas
Defisit Nutrisi
Nyeri Akut
Sumber : Nurarif dan Kusuma (2015 )
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017) :
A. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum
dan Ph darah mungkin meningkat.
B. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar
antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga
kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal
yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat
dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label
antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder
merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro
seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
C. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada
kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa
oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
D. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah daerah
tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang
tidak terkena infeksi.
E. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI). Dan
bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya
antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
F. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura

8. Penatalaksanaan
Menurut Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
A. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada anak sedikt demi sedikit yaitu
1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan
kompres hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan dosis :
anak yang berumur <1 tahun 50mg IM, anak yang berumur >1 tahun 75mg. atau
antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien
teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya
dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infuse sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya diberikan
Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur.
Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam.
Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang CVP (central
venous pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena
jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
B. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan
gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala
perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht,
Hb dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24
jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya disamping kompres hangat jika
pasien demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam
keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa
saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien
segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada
dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta
trombosit.
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif.
Masalah utama adalah kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai
puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena
menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan gangguan
saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan
didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan
pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan tanda vital dilakukan
setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan
trombosit tetap dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan
dicatat dalam catatan khusus.
9. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue
yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan
nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg
atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi
penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan
kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
A. Gagal ginjal.
B. Efusi pleura.
C. Hepatomegali.
D. Gagal jantung
10. Konsep Asuhan keperawatan
10.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pengkajian merupakan tahap yang penting
sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan
data-data tentang pasien sebelum menentukan rencana asuhan keperawatan yang akan
diberikan. Pengkajian dilakukan dengan beberapa teknik yakni: Wawancara: pengkajian
yang dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan pada pasien atau keluarga
pasien. Pengukuran: meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan yang dilakukan dari kepala sampai kaki dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi untuk melihat adanya kelainan atau tidak.
1) Kaji riwayat keperawatan
A. Identitas
Semua orang dapat terserang DHF baik dewasa maupun anak-anak. Umunya
anak-anak dapat terserang DHF karena kemampuan tubuh untuk melawan virus
masih belum kuat.
B. Keluhan Utama
Pada saat pengkajian pertama pada klien dengan DHF sering kali keluhan
utama yang didapatkan adalah panas atau demam.
C. Riwayat penyakit sekarang
Data yang didapat dari klien atau keluarga klien tentang perjalanan
penyakit dari keluhan saat sakit hingga dilakukan asuhan keperawatan. Biasanya
klien mengeluh demam yang disertai menggil, mual, muntah, pusing, lemas,
pegal-pegal pada saat dibawa ke rumah sakit. Selain itu terdapat tanda-tanda
perdarahan seperti ptekie, gusi berdarah, diare yang bercampur darah, epitaksis.
D. Riwayat penyakit dahulu
Pada klien DHF tidak ditemukan hubungan dengan riwayat penyakit
dahulu. Hal ini dikarenakan DHF disebabkan oleh virus dengue dengan masa
inkubasi kurang lebih 15 hari. Serangan ke dua bisa terjadi pada pasien yang
pernah mengalami DHF sebelumnya. Namun hal tersebut jarang terjadi karena
pada pasien yang pernah mengalami serangan sudah mempunyai sistem imun
pada virus tersebut.
E. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit DHF merupakan penyakit yang diakibatkan nyamuk terinfeksi
virus dengue. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang terserang penyakit
DHF kemungkinan keluarga lainnya dapat tetular karena gigitan nyamuk.
F. Riwayat Imunisasi
BCG ( usia 0-3 bulan) diberikan sebanyak 1x, DPT ( depteri, pertusis,
tetanus) diberikan 3x, polio diberikan 4x secara oral, campak diberikan 1x usia 9
bulan, hepatitis diberikan 3x.
G. Kondisi/ Faktor Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar).
H. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan Fisik : Berat badan, tinggi badan, waktu tumbuh gigi, jumlah
gigi, pengukuran lingkar lengan atas, pengukuran lingkar kepala.
2. Perkembangan Tiap Tahap : Usia anak saat berguling, duduk, merangkak,
berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain pertama kali, bicara pertama kali,
kalimat pertama yang disebutkan dan umur mulai berpakaian tanpa bantuan.
2) Pengkajian pola dan fungsi kesehatan
a. Nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan klien mengalami
mual, muntah setelah makan.
b. Aktifitas: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas dikarenakan klien
mengalami kelemahan, nyeri tulang dan sendi, pegal-pegal dan pusing.
c. Istirahat tidur: demam, pusing, nyeri, dan pegal-pegal berakibat terganggunya
istirahat dan tidur.
d. Eliminasi: pada klien DHF didapatkan klien memngalami diare, hluaran urin
menurun, BAB keras.
e. Personal hygine: klien biasanya merasakan pegal dan perasan seperti tersayat
pada kulit karena demam sehingga pasien memerlukan bantuan orang lain dalam
memenuhi perawatan diri.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah, Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil,
dan tidak teratu, Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun., Grade IV : Kesadaran
koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak
teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri, muka
tampak kemerahan karena demam.
4) Mata Konjungtiva anemis
5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada gradeII,III, IV.
6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan
nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
9) Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.
10) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
A : Adanya penurunan bising usus
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
11) Anus dan genetalia
Pada pemeriksaan anus dan genetalia terkadang dapat ditemukannya
gangguan karena diare atau konstipasi, misalnya kemerahan, lesi pada kulit
sekiatar anus.
12) Ekstermitas atas dan bawah
Pada umumnya pada pemeriksaan fisik penderita DHF ditemukan
ekstermitas dingin, lembab, terkadang disertai sianosis yang menunjukkan
terjadinya renjatan.
4) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b. Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c. Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d. Ig. D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
f. Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h. SGOT / SGPT mungkin meningkat.

10.2 Diagnosa Keperawatan


A. Kekurangan volume cairan (Hipovolemia)
Definisi : Penurunan volume cairan intraseluer, interstisial dan interselular
Penyebab: kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan, evaporasi
GEJALA DATA MAYOR
Subjektif Obyektif
(Tidak tersedia) 1. Frekuensi nadi meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membrane mukosa kering
7. Volume urine menurun
8. Hematokrit meningkat
GEJALA DATA MINOR
1. Merasa lemah 1. Pengisian vena menurun
2. Mengeluh haus 2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urine meningkat
5. Berat badan turun tiba-tiba

B. Defisit Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism
Penyebab : ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi makanan, peningkatan kebutuhan metabolism, factor
ekonomi, factor psikologis

GEJALA DATA MAYOR


Subjektif Obyektif
(Tidak tersedia) 1. Berat badan menurun minimal 10%
di bawah rentang ideal
GEJALA DATA MINOR
1. Cepat kenyang setelah makan 1. Bising usus hiperaktif
2. Kram/nyeri abdomen 2. Otot pengunyah lemah
3. Nafsu makan menurun 3. Membran mukosa pucat
4. Sariawan
5. Serum albumin turun
6. Rambut rontok berlebihan
7. Diare

C. Resiko Perdarahan
Definisi : berisiko mengalami kehilangan darah baik internal maupun eksternal
Faktor risiko: anuerisma, gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, komplikasi
kehamilan, komplikasi pasca partum, gangguan koagulasi, efek agen farmakologis,
tindakan pembedahan, trauma, kurang terpapar informasi ytnteng pencegahan
perdarahan, proses keganasan.
D. Hipertermi
Definisi: Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
Penyebab: Dehidrasi, terpapas lingkungan panas, proses penyakitm ketidaksesuaian
pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolism, respon trauma, aktivitas
berlebihan, penggunaan incubator.
GEJALA DATA MAYOR
Subjektif Obyektif
(Tidak tersedia) 1. Suhu tubuh diatas nilai normal
GEJALA DATA MINOR
(Tidak tersedia) 1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardia
4. Takipneu
5. Kulit terasa hangat
10.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipovolemia
dengan kehilangan cairan aktif 1 x 24 jam diharapkan hipovolemia Observasi :
ditandai dengan mukosa bibir terpenuhi. - Periksa tanda dan gejala hipovolemik ( tekanan darah
kering Kriteria Hasil : menurun, membrane mukosa kering, hematocrit meningkat )
- Status Cairan - Monitor intake dan output cairan
- Turgor kulit
- Perasaan lemah Terapeutik :
- Keluhan haus - Hitung kebutuhan cairan
- Tekanan darah - Berikan posisi modified trendelenburg
- Intake cairan membaik - Berikan asupan cairan oral
- Suhu tubuh
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis ( misalnya : NaCl,
RL )
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( missal : glukosa
2,5%, NaCl 0,4% )
- Kolaborasi pemberian cairan koloid ( miosal : albumin,
plasmanate )
- Kolaborasi pemberian produk darah

Pemantauan cairan
Observasi :
- Monitor status hidrasi ( mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit,
tekanan darah )
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium ( mis. MAP, CVP,
PAP, PCWP jika tersedia )
Terapeutik :
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
2. Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakuan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi
dengan psikologis (keengganan 1 x 24 jam diharapkan
untuk makan) makanan ditandai ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Observasi :
dengan berat badan menurun kebutuhan tubuh terpenuhi. - Identifikasi status nutrisi
Kriteria Hasil : - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Status Nutrisi - Identifikasi makanan yang disukai
- Porsi makanan yang dihabiskan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
sedang - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
- Frekuensi makan - Monitor asupan makanan
- Nafsu makan cukup membaik - Monitor berat badan
- Mermban mukosa sedang - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik :
- Lakukan oral hygiene, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman dier ( mis. Piramida
makanan )

- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai


- Berikan makanan tinggi serat untuk menjegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Anjurkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis.
Pereda nyeri, antiemetic ), jika perlu
- kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan

Pemantauan nutrisi
Observasi :
- Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan gizi ( mis.
Pengetahuan, ketersediaan makanan, agama/kepercayaan,
budaya, mengunyah tidak adekuat, gangguan menelan,
penggunaan obat-obatan atau pascaoperasi )
- Identikasi perubahan berat badan
- Identifikasi kelainan pada kulit
- Identintifikasi kelainan eliminas ( mis. Kering, tipis, kasar,
dan mudah patah )
- Identifikasi pola makan ( mis. Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi makanan cepat saji, makan terburu-buru )
- Identifikasi kelainan pada kuku ( mis. Diare, darah, lender,
dan eliminasi yang tidak teratur )
- Identifikasi kemampuan menelan ( mis. Fungsi motoric
wajah, reflex menelan, dan reflex gag )

Identifikasi kelainan rongga mulut ( mis. Peradangan, gusi


berdarah, bibir kering dan retak, luka )
- Identifikasi kelainan eliminasi ( mis. Diare, darah, lender.
Dan eliminasi yang tidak teratur )
- Monitor mual dan muntah
- Monitor asupan oral
- Monitor warna konjungtiva
- Monitor hasil laboratorium ( mis. Kadar kolestrol, albumin
serum, transferrin, kreatinin, hemoglobin, hematocrit, dan
elektrolit darah )

Terapeutik :
- Timbang berat badan
- Ukur antropometrik komposisi tubuh ( mis. Indeks massa
tubuh, pengukuran pinggang, dan ukuran lipatan kulit )
- Hitung perubahan berat badan
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi :
- Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Resiko Perdarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Perdarahan
dengan gangguaan koagulasi 1 x 24 jam diharapkan tingkat
(penurunan trombosit) ditandai perdarahan menurun . Observasi :
dengan trombositopenia Kriteria Hasil : - Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Tingkat Perdarahan - Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum dan sesudah
- Kelembapan membran mukosa kehilangan darah
- Suhu tubuh meningkat - Monitor tanda dan gejala ortostatik
- Hematokrit membaik - Monitor koagulasi ( mis. Prothrombin time (PT), Partial
thromboplastin time (PTT), fibrinogen, deradasi fibrin
dan/atau platelet )

Terapeutik :
- Pertahankan bedrest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasive, jika perlu
- Gunakan kasur pencegah decubitus
- Hindari pengukuran suhu rektal

Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan untuk menghindari
konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja

4. Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia


proses infeksi virus dengue keperawatan 1 x 24 jam diharapkan
hipertermi membaik. Observasi :
Kriteria Hasil : - Identifikasi penyebab hipertemia ( mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator )
- Termoregulasi - Monitor suhu tubuh
- Menggigil - Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluan urine
- Kulit merah - Monitor komplikasi akibat hipertermia
- Kejang
Terapeutik :
- Pucat - Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Suhu tubuh - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Tekanan darah - Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis ( keringat berlebihan )
- Lakukan pendinginan eksternal ( mis. Seliput hipotermia
atau kompres dingin di dahi, leher, dada, abdomen, aksila )
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan tiring baring

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika perlu
10.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan
respons pasien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2010).

10.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan tenaga medis yang lain agar mencapai
tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan (Ida, 2016).
a. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
- Status Cairan membaik
- Turgor kulit membaik
- Perasaan lemah menurun
- Keluhan haus menurun
- Tekanan darah normal
- Intake cairan membaik
- Suhu tubuh normal
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan
ditandai dengan berat badan menurun
- Porsi makanan yang dihabiskan sedang
- Frekuensi makan
- Nafsu makan cukup membaik
- Mermban mukosa sedang
c. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit)
ditandai dengan trombositopenia
- Tingkat Perdarahan menurun
- Kelembapan membran mukosa membaik
- Suhu tubuh normal
- Hematokrit membaik
d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal
- Termoregulasi
- Tidak Menggigil
- Kulit merah
- Tidak Kejang
- Tidak Pucat
- Suhu tubuh normal
- Tekanan darah normal
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction.

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Ida, M. (2016) Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan. Jakarta:
Pustaka Baru Press

Kardiyudiana, Ni Ketut dan Brigitta Ayu dwi Susanti. 2019. Keperawatan Medikal Bedah 1.
Yogyakarta: PT. Pustaka Baru

Kozier (2010) Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta: Mediaction Jogja.

Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.” 15(5).

PPNI (2016) Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI).

PPNI (2018a) Standart Luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. 1st edn. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI (2018b) Strandart Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta: DPP PPNI.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.


LAPORAN PENDAHULUAN
IMUNISASI

1. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
menderita penyakit tersebut karena sistem tubuh mempunyai sistem memori (daya ingat)
ketika vaksin masuk kedalam tubuh maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman(Mulyani and
Rinawati, 2016)
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan (Marimbi, 2017).
2. Tujuan Imunisasi
Pelaksanaan imunisasi bertujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
sekaligus menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat bahkan
menghilangkan suatu penyakit (Fidya and Maya, 2012). Pemberian imunisasi merupakan
salah satu tindakan penting yang wajib diberikan kepada neonatus (bayi yang baru
lahir).Hal ini bertujuan mendrongkrak atau meningkatkan daya imun (kekebalan) tubuh
bayi (Satiatava, 2012).
Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. Menghilangkan penyakit tertentu
pada populasi. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit
dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit
(Marimbi, 2017)

3. Manfaat Imuniasai
A. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu
B. Untuk menghilangkan penyakit tertentu didunia
C. Untuk melindungi dan mencegah penyakit menular yang berbahaya
D. Untuk menurunka morbiditas, mortalitas serta cacat bawaan (Maryunani, 2010)
Adapun manfaat imunisasi bagi anak itu sendiri, keluarga dan Negara (Satiatava,
2012) adalah sebagai berikut :
A. Manfaat untuk anak adalah untuk mencegah penderiaan yang disebabkan oleh
penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
B. Manfaat untuk keluarga adalah untuk menghilangkan kecemasan dan biaya
pengobatan apabila anak sakit. Mendorong keluarga kecil apabila si orang tua yakin
bahwa anak-anak akan menjalani masa kanak-kanak dengan aman.
C. Manfaat untuk negara adalah untuk memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan
bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara dan
memperbaiki citra bangsa indonesia diantara segenap bangsa didunia.

4. Jenis Imunisasi
Imunisasi terbagi atas imunisasi aktif dan imunisasi pasif, yaitu:
A. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar sistem
kekebalan atau imun tubuh dapat merespon secara spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen. Sehingga bila penyakit maka tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh dari imunisasi aktif adalah imunisasi aktif adalah imunisasi polio
dan campak.
B. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
immunoglobulin yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta)
atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti
Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan (Mulyani and Rinawati,
2016).
5. Jumlah Pemberian Imunisasi Dasar
Jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah adalah imunisasi tujuh penyakit yaitu
TBC, difteri, tetanus, pertusis, poliomyelitas, campak dan hepatitis B.Jenis imunisasi yang
diwajibkan oleh pemerintah sebelum usia setahun tersebut adalah :
A. Imunisasi BCG, yang dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan
B. Imunisasi DPT, yang diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval
minimal 4 minggu
C. Imunisasi polio, yang diberikan 4 kali pada bayi usia 0-11 bulan dengan interval
minimal 4 minggu
D. Imunisasi campak, diberikan sekali pada bayi usia 9-11 bulan
E. Imunisasi Hepatitis B, yang diberikan 1 kali pada usia kurang dari 7 hari setelah
dilahirkan dan 3 kali pada bayi usia 1-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu
(Maryunani, 2010).

6. Jenis-Jenis Imunisasi Dasar


A. Hepatitis B
1. Pengertian
Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat
merusak hati (Maryunani, 2010)
2. Kemasan
Vaksin Hepatitis B berbentuk cairan.Satu box vaksin Hepatitis B- PID. Prefill
injection device (PID) merupakan jenis alat suntik yang hanya sekali pakai dan
telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabrik. Terdapat vaksin B-PID yang diberikan
sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari (Proverawati and Andhini,
2010)
3. Jumlah pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua,
kemudian 5 bulan antara suntikan detiga dan kedua (Satiatava, 2012)
4. Usia pemberian
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam
keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung (Maryunani, 2010).
5. Cara pemberian/lokasi penyuntikan
Penyuntikan vaksin Hepatitis B dilakukan di lengan dengan cara
intramuskular (IM) pada anak. Sedangkan pada bayi dipaha lewat anterolateral
(antero=otot-otot bagian depan,sedangkan lateral=otot bagian luar). Akan tetapi
penyuntikan dipantat idak dianjurkan karena bisa mnegurangi efektifitas vaksin
(Fidya and Maya, 2012).
6. Efek samping
Sebagaimana vaksin BCG, penyuntikan hepatitis B juga tidak menimbulkan
efek samping. Andaipun ada (jarang), efek samping ini hanya berupa keluhan nyeri
pada bekas suntikan, yang disusul dengan deman ringan dan pembengkakan.
Namun, reaksi ini bisa menghilang dalam waktu dua hari (Fidya and Maya, 2012).
7. Kontra indikasi
Penyuntikan vaksin hepatitis B tidak dapat diberikan kepada anak yang sakit
berat.(Fida dan Maya, 2012).Vaksin ini tidak diberikan kepada penderita infeksi
berat yang disertai kejang (Proverawati and Andhini, 2010)
8. Tanda keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan sebgai patokan suksesnya
penyuntikan hepatitis B. Namun, dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui
pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B stelah anak berusia 1 tahun.
Jika kadarnya diatas 1.000, berarti daya tahanya sekitar 8 tahu; diatas 500; dan
diatas 200, tahan 3 athun. Akan tetapi, bila angkanya Cuma 100; maka dalam
setahun sudah menghilang.Sementara itu, jika angkanya 0 berarti anak harus
disuntik ulang sebanyak 3 kali lagi (Fidya and Maya, 2012)
9. Tingkat kekebalan
Tingkat kekebalan vaksin hepatitis B cukup tinggi, yakni 94- 96%. Pada
umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% anak mengalami respon imun
yang cukup (Fidya and Maya, 2012).
B. BCG
1. Pengertian
Imunisasi Basillus Calmette Guerin (BCG) merupakan upaya pencegahan untuk
jenis infeksi tuberkulosis (TBC) pada anak. TBC adalah salah satu penyakit yang
paling sering menyerang anak-anak dibawah usia 12 tahun. Menurut data WHO,
kasu penyakit TBC-baik pada anak-anak maupun orang dewasa telah mencapai
jumlah yang sangat besar.Ketahanan terhadap penyakit TB berkaitan dengan
keberadaan virus tubercle bacili yang hidup didalam darah.Itulah sebabnya agar
memiliki kekebalan aktif, dimasukkan jenisbacil tak berbahaya ini kedalam tubuh,
alias vaksinasi BCG (Satiatava, 2012) .
2. Kemasan
Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin. Setiap 1 ampul
vaksin dengan 4 ml pelarut (Proverawati and Andhini, 2010).
3. Jumlah pemberian/Dosis pemberian
Vaksin BCG cukup diberikan 1 kali, tidak perlu diulang (Booster). Sebab, vaksin
ini berisi kuman hidup, sehingga antibodi yang dihasilkannya sangat
tinggi.Tentunya, itu berbeda dengan vaksin yang berisi kuman mati, sehingga
memerlukan pengulangan (Fidya and Maya, 2012). Sebelum disuntikkan vaksin
BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk bayi dan 0,1 cc utnuk
anak dan orang dewasa (Proverawati and Andhini, 2010).
4. Usia pemberian Imunisasi
BCG bisa dilakukan ketika anak masih di bawah usia 2 bulan. Jika baru diberikan
setelah usia 2 bulan, disarankan tes mantoux (Tuberkulin) dahulu untuk mengetahui
apakah anak sudah kemasukan kuman mycrobacterium tuberculosis atau belum.
Vaksinasi dilakukan jika hasil tesnya negatif. Apabila ada penderita TB yang
tinggal serumah atau sering kali bertandangkerumah., segera setelah lahiranak
harus diberi imunisasi BCG (Fidya and Maya, 2012).
5. Cara pemberian/Lokasi penyuntikan
Menurut anjuran yang telah disampaikan oleh bidan kesehatan dunia (WHO),
bagian tubuh yang disuntik dengan vaksin BCG ialah lengan kana atas (Insersio M.
Deltuideus).Meskipun demikian, ada juga petugas medis yang melakukan
penyuntikan dipaha. Adapun dosis yang diberikan untuk anak < 1 tahun adalah 0,05
ml (Fidya and Maya, 2012).
6. Efek samping
Biasanya, imunisasi BCG tidak menimbulkan efek samping. Akan tetapi, pada
beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening diketiak atau leher
bagian bawah (atau selangkangan bila penyuntikan dilakukan dipaha). Namun, efek
samping tersebut biasanya sembuh dengan sendirinya (Fidya and Maya, 2012) .
7. Kontra indikasi
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan kepada anak berpenyakit TB atau
menunjukkan mantoux positif (Fidya and Maya, 2012).
8. Tanda keberhasilan
Ada beberapa tanda bahwa imunisasi BCG berjalan sukses, seperti timbul bisul
kecil dan nanah didaerah bekas suntik setelah 4-6 minggu, tidak menimbulkan
nyeri dan tidak diiringi panas, serta bisul dapatsembuh dengan sendiri dan
menimbulkan luka parut.. Apabila bisul tidak muncul , maka orang tua tidak perlu
cemas, bisa saja hal itu dikarenakan cara penyuntikan yang slah, meningat cara
penyuntikan BCG memerlukan keahlian khusus. Sebab, vaksin harus masuk
kedalam kulit. Apalagi, bila penyuntikan dilakukan dipaha, maka proses
menyuntikannya lebih sulit, karena lapisan lemak dibawah kulit paha umumnya
tidak tebal.Dengan demikian, meskipun bisul tidak muncul, antibodi tetap
terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Sehingga, imunisasi BCG pun tidak
perlu diulang, karena didaerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada.
Dengan ungkapan lai, anak bisa mendapatkan vaksinansi alamiah (Fidya and Maya,
2012).
C. DPT
1. Pengertian
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberika untuk menimbulkan
kekebalah aktif terhadap beberapa penyakit seperti Penyakit difteri, yaitu radang
tenggorokan yang sangat berbahaya karena menimbulkan terggorokan tersumbat
dan kerusakan jantung yang menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.
Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan) yang disebut juga batuk rejan
atau batuk 100 hari karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bula lebih. Gejala
penyakit ini sangat khas, yaitu batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai
bunyi “(whoop)”/ berbunyi dan diakhiri dengan muntah, mata dapat bengkak atau
penderita bisa meninggal karena kesulitan bernapas. Penyakit pertusis, yaitu
penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkunci/terkancing sehingga
mulut tidak bisa membuka/dibuka.
2. Kemasan
Dipasaran terdapat 3 kemasan sekaligus, dalam bentuk kemasan tunggal bagi
tetanus, bentuk kombinasi DT (difteri dan tetanus) dan kombinasi ketiganya atau
dikenal dengan vaksin tripel (Proverawati and Andhini, 2010).
3. Jumlah pemberian/Dosis pemberian
Imunisasi diberikan sebanyak 5 kali dan dilakukan sejak anak berusia 2 bulan,
dengan interval 4-6 minggu. DPT 1 diberikan saat usia 2-4 bulan, DPT 2 diberikan
ketika usia 3-5 bulan, dan DPT 3 diverikan saat usianya memasuki 4-6 bulan (Fida,
dkk. 2012). Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibodi dalam
tubuh masih snagat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian
ketiga cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-
90%, daya proteksi vaksin tetanus sebesar 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin
pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih
berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus (100) atau pertusis, tetapi lebih
ringan (Proverawati and Andhini, 2010).
4. Usia pemberian
Imunisasi DPT diberikan pada usia 2 bulan, dengan interval 4-6 minggu. DPT 1
diberikan saat usia 2-4 bulan, DPT 2 diberikan ketika usia 3-5 bulan, dan DPT 3
diverikan saat usianya memasuki 4-6 bulan (Fidya and Maya, 2012).
5. Cara pemberian/Lokasi penyuntikan
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan
diberikan pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc
(Proverawati and Andhini, 2010).
6. Efek samping
Biasanya, pemberian imunisasi DPT menimbulkan demam. Efek samping ini
dapat diatasi dengan obat penurun panas. Apabila demamnya tinggi dan tidak
kunjung reda setelah 2 hari, hendaknya anak segera dibawa kedokter.Akan tetapi,
jika demam tidak muncul, bukan berarti imunisasi gagal, namun bisa saja karena
kualitas vaksinya tidakbaik. Sementara itu bagi anak yang memiliki riwayat kejang
demam, imunisasi DPT tetap aman. Kejang demam tidak membahayakan, karena ia
mengalamikejang hanya ketika dia demam dan takkan mengalami kejang lagi
setelah demamnya menghilang. Seandainya orang tua tetap khawatir, ia bisa
diberikan imunisasi DPT assesular yang tidak menimbulkan demam atau kadang
muncul demam tetapi sangat ringan.
Pada anak yang mempunyai riwayat alergi, terutama alergi kulit, efeks samping
yang kadang muncul ialah mengalami pembengkakan dibagian imunisasi beberapa
lama kemudian.Pembengkakan lokasi imunisasi setempat ini biasanya menghilang
sekitar 1-2 bulan (Fidya and Maya, 2012).
7. Kontra indikasi
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami kejang yang
disebabkan oleh suatu penyakit, seperti epilepsis, menderita kelainan sarafyang
betul-betul berat, atau seusai dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi karena
DPT. Anak seperti itu hanya boleh menerima imunisasi DT tanpa P, karena, antigen
P inilah yang menyebabkan panas (Fidya and Maya, 2012).
8. Tanda keberhasilan
Biasanya tanda keberhasilan imunisasi DPT menimbulkan demam setelah
diimunisasi namum demam tersebut dapat sembuh dengan obat penurun panas dan
sembuh dalam jangka waktu 2-3 hari (Fidya and Maya, 2012).
9. Tingkat kekebalan
Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90%, daya proteksi
vaksin tetanus sebesar 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih
rendah yaitu 50-60% (Proverawati and Andhini, 2010).
D. Polio
1. Pengertian
Imunisasi polio adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit
poliomyelitis yang bisa menyebakan kelumpuhan pada anak.Kandungan vaksin ini
ialah virus yang dilemahkan (Fidya and Maya, 2012).
2. Kemasan
a. 1 box vaksin yang terdiri dari 10 vial
b. 2 vial berisi 10 dosis
c. Vaksin polio adalah vaksin yang berbentuk cairan
d. Setiap vaksin pilio disertai 1 buah penetes (dropper) terbuat dari bahan plastik
(Proverawati and Andhini, 2010).
3. Jumlah pemberian
Pemberian imunisasi polio bisa jadi lebih dari jadwal yang telah ditentukan,
mengingat adanya imunisasi polio massal.Namun, jumlah yang berlebihan ini tidak
berdamapk buruk.Sebab, tidak ada istilah overdosis dalam pemberian imunisasi
(Fidya and Maya, 2012).
4. Usia pemberian
Pemberian imunisasi polio dapat langsung diberikan saat anak lahir 9 bulan),
kemudian pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Saat lahir pemberian imunisasi polio selalu
diberngi dengan imunisasi DPT (Fidya and Maya, 2012).
5. Cara pemberian/lokasi penyuntikan
Pemberian imunisasi polio bisa melalui suntikan (inactivated poliomyelitis
vaccine atau IPV) maupun mulut (oral poliomyelitis vaccine atau
OPV).Diindonesia, pemberian vaksin pilio yang digunakan adalah OPV (oral
poliomyelitis vaccine (Fidya and Maya, 2012).
6. Efek samping
Hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil yang mengalami pusing, diare ringan,
dan sakit otot.Kasusnya pun sangat jarang (Satiatava, 2012).
7. Kontra indikasi
Vaksin polio tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit akut
atau demam tinggi, muntah atau diare, penyakit kangker HIV/AIDS sedang
menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan
mekanisme kekebalan yang terganggu (Fidya and Maya, 2012).
8. Tingkat kekebalan
Efektivitas vaksin polio terbilang cukup tinggi, yaitu mampu mencekal
terjangkitnya hingga 90% (Fidya and Maya, 2012).
E. Campak
1. Pengertian
Imunisasi campak adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular.Sebenarnya, bayi
sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun, seiring bertambahnya usia,
antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat
pemberian vaksin campak. Apalahgi penyakit campak mudah menular dan anak
yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang
disebabkan oleh virus morbili ini.Namun, untungnya penyakit campak hanya
diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tidak
akan terkena lagi (Maryunani, 2010).
2. Kemasan
a. 1 box vaksin terdiri dari 10 vial
b. 1 vial berisi 10 dosis
c. 1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml
d. Vaksin ini berbentuk beku kering (Proverawati and Andhini, 2010).
3. Jumlah pemberian/dosis pemberian
Pemberian vaksin campak diberikan sebanyak satu kali, dapat dilakukan pada
umur 9-11 bulan dengan dosis 0,5 cc (Proverawati and Andhini, 2010).
4. Usia pemberian
Vaksin campak diberikan sebanyak 2 kali, yaitu ketika anak berusia 9 bulan,
kemudian saat ia memasuki usia 6 tahun. Pemebrian imunisasi pertama sangat
dianjurkan sesuai jadwal. Sebab, antibodi dari ibu sudah menurun ketika anak
memasuki usia 9 bulan, dan penyakit campak umunya menyerang anak dan balita.
Jika smapai 12 bulan belum mendapatkan imnisasi campak, maka pada usia 12
bulan, anak harussegera diimunisasikan MMR (meales, mump, dan rubella) (Fidya
and Maya, 2012).
5. Cara pemberian/Lokasi penyuntikan
Imunisasi campak diberikan dengan cara penyuntikan pada otot paha atau lengan
bagian atas (Fidya and Maya, 2012)
6. Efek samping
Pada umumya, imunisasi campak tidak memiliki efek samping dan relatif aman
diberikan.meskipun demikian, pada beberapa anak vaksin campak bisa
menyebabkan demam dan diare.Namun, kasusnya sangat kecil.Biasanya, demam
berlangsung sekitar 1 minggu.Terkadang ada pula efek kemerahan mirip campak
selama 3 hari. Dalam beberapa kasus, efek samping campak diantaranya adalah
demam tinggi yang terjadi setelah 8-10 hari setelah vaksinasi dan berlangsung
selama 24-48 jam (insedens sekitar 2 %) dan ruam atau bercak-bercak merah
sekitar 1- 2 hari (insedens sekitar 2 %). Efek samping lainnya yang lebih berat ialah
ensefalitis (Radang otak). Tetapi, kasus ini sangat jarang terjadi; kurang dari 1 dari
setiap 1-3 juta dosis yang diberikan (Fidya and Maya, 2012)
7. Kontra indikasi
Kontra indikai pemberian imunisasi campak adalah anak :
a. Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam
b. Dengan penyakit gangguan kekebalan
c. Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan
d. Dengan kekurangan gizi berat
e. Dengan penyakit keganasan
f. Dengan kerntangan tinggi terhadap protein telur, kemanisan, dan eritromisin
(antibiotik) (Maryunani, 2010)
8. Tingkat kekebalan
Cukup tinggi antara 94-96 %.Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95 %
bayi mengalami respon imun yang cukup (Satiatava, 2012)
7. Pemberian Imunisasi
Tabel Jadwal pemberian Imunisasi
(Satiatava, 2012)
Vaksin Pemberian Selang Waktu Umur
Imunisasi
BCG 1 kali 0-11 bulan
DPT 3 kali (1,2,3) 4 minggu 2-11 bulan
Polio 4 kali (1,2,3,4) 4minggu 0-11 bulan
Campak 1 kali 9 bulan
Hepatitis B 1 kali 4 minggu 0-7 hari
DAFTAR PUSTAKA

Fidya, & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jogjakarta: D-Medika.
Marimbi. (2017). Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Maryunani. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM.
Mulyani, & Rinawati. (2016). Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Proverawati, A., & Andhini, C. S. D. (2010). Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Satiatava, R. . (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Jogjakarta: D-Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

1. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan


Menurut Soetjiningsih, Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan
keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Wulandari, 2014).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan/maturitas. Perkembangan menyangkut proses diferensiasi sel tubuh, jaringan
tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing
dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi,
dan perkembangan perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan
merupakan perubahan yang bersifat progresif, terarah, dan terpadu/koheren. Progresif
mengandung arti bahwa perubhan yang terjadi mempunyai arah tertentu dan cenderung maju
kedepan, tidak mundur ke belakang. Terarah dan terpadu menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang pasti antara perubahan yang terjadi pada saaat ini, sebelumnya, dan
berikutnya (Soetjaningsih, 2016).
2. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Tumbuh kembang anak dipengrauhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah
faktor genetik dan dan faktor ingkungan bio-fisiko-sosial, yang dapat menghambat atau
mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Dalam mencapai tumbuh kembang yang optimal
tergantung pada potensi biologiknya, dan tingkat tercapainya potensi biologik seseorang hasil
interaksi dari berbagai faktor yang saling berkaitan.
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
anak menurut Soetjiningsih (2016), yaitu :
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan faktor utama dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung didalam sel telur yang
telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Pertumbuhan
ditandai oleh intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya perumbuhan tulang. Yang termasuk faktor
genetik adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, serta
suku bangsa.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai tidaknya potensi
genetik. lingkungan yang baik akan memungkinkan tercapainya potensi genetik,
sedangkan yang tidak baik akan menghambatnya. Faktor lingkungan terbagi menjadi dua
yaitu :
1) Faktor Pre Natal (anak dalam kandungan)
a) Gizi ibu saat hamil
b) Mekanis yang disebabkan trauma atau cairan ketuban yang bisa menyebabkan
kelainan bawaan pada bayi baru lahir
c) Toksin/zat kimia yang disebabkan obat-obatan atau pada ibu dengan kebiasaan
merokok atau minum-minuman beralkohol yang menyebabkan kelahiran dengan
bayi berat badab lahir rendah, lahir mati, cacat, dan retardasi mental.
d) Endokrin, perkembangan hormon-hormon kehamilan sangat mempengaruhi
pertumbuhan janin.
e) Radiasi, sebelum kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan kematian janin
f) Infeksi, torch menyebabkan cacat bawaan
g) Stress pada ibu dapat mempengaruhi perkembangan janin
h) Imunitas
i) Anoksia embrio yaitu menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada
plasenta menyebabkan berat badan lahir rendah.
2) Faktor Post Natal (setelah anak lahir)
a) Faktor lingkungan biologis yang meliputi ras, jenis kelamin, umur, gizi, kepekaan
terhadap penyakit, perawatan kesehatan, penyakit kronis dan hormon.
b) Faktor lingkungan fisik yang meliputi cuaca, musim, sanitasi, dan keadaan rumah.
c) Faktor lingkungan sosial yaitu stimulasi, motivasi belajar, stress, kelompok sebaya,
ganjaran atau hukuman yang wajar, serta cinta dan kasih sayang.
d) Lingkungan keluarga dan adat istiadat yang lain meliputi pekerjaan, pendidikan
ayah dan ibu, jumlah saudara, stabilitas rumah tangga, kepribadan ayah/ibu, agama,
adat istiadat serta norma-normal.

3) Kebutuhan dasar tumbuh kembang


Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum digolongkan menjadi
tiga kebutuhan dasar menurut Titi (1993) dalam Soetjiningsih (2016), yaitu :
1. Kebutuhan fisik-biomedis (asuh)
Kebutuhan fisik-biomedis meliputi pangan/gizi (kebutuhan terpenting), perawatan
kesehatan dasar (antara lain imunisasi, pemberian ASI, penimbangan bayi/anak yang
teratur, pengobatan jika sakit), papan/pemukiman yang layak, kebersihan perorangan,
sanitasi lingkungan, sandang, kebugaran jasmani, rekreasi, dal lain-lain.
2. Kebutuhan kasih sayang/emosi (asih)
Pada tahun pertama kehidupan, hubungan yang penuh kasih sayang, erat, mesra,
dan selaras antara ibu/pengasuh dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin
tumbuh kembang yang optimal, baik fisik, mental, maupun psikosisial. Peran dan
kehadiran ibu/pengasuh sedini dan selanggeng mungkin akan menjalin rasa aman bagi
bayi. Hubungan ini diwujudkan dengan kontak fisik (kulit/tatap mata) dan psikis sedini
mungkin, misalnya dengan menyusui bayi secepat mungkin segera setelah lahir (inisiasi
dini). Peran ayah dalam memberikan kasih sayang dan menjaga keharmonisan keluarga
juga merupakan media yang bagus untuktumbuh kembang anak. kekurangan kasih
sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai negatif pada tumbuh
kembang anak secara fisik, mental, sosial, emosi, yang disebut sindrom deprivasi
internal. Kasih sayang dari orang tuanya (ayah-ibu) akan menciptakan ikatan yang erat
dan kepercayaan dasar (basic trust).
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah)
Asah yang dimaksud stimulasi disini adalah perangsangan yang datang dari
lingkungan luar anak antara lain latihan atau bermain, kontak mata, komunikasi verbal.
Stimulsdi mental merupakan cikal bakal untuk proses belajar (pendidikan dan pelatihan)
pada anak. stimulasi mental (asah) ini merangsang perkembangan mental psikososial,
kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika,
produktivitas, dan sebagainya.
4. Tahap Tumbuh Kembang Anak
Perkembangan anak secara umum terdiri atas tahapan prenatal, neonatus, priode bayi,
prasekolah, pra remaja dan remaja.
1. Masa pranatal
Masa pranatal mulai dari saat konsepsi sampai lahir. Pada masa ini, terjadi tumbuh
kembang yang sangat pesat. Sel telur yang telah dibuahi mengalami diferensiasi yang
berlangsung cepat hingga terbentuk organ-organ tubuh yang berfungsi sesuai dengan
tugasnya, hanya perlu waktu 9 bulan didalam kandungan. Masa embrio berlangsung sejak
konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu (ada yang mengatakan sampai 12 minggu).
Pada masa ini mulai terbentuk organ-organ tubuh dan sangat peka terhadap lingkungan.
Pada masa fetus dini, terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia yang
sempurna, dan organ-organ tubuh yang telah terbentuk mulai berfungsi. Sedangkan pada
masa fetus lanjut, pertumbuhan berlangsung pesat dan berkembang fungsi organ-organ
tubuh. Pada masa initerjadi transfer imunoglobulin dari darah ibu melalui plasenta dan
terjadi akumulasi asam lemak esensial omega 3 (docosa hexanoic acid/DHA) dan omega 6
(arachidonic acid/AA) pada otak dan retina.
2. Masa neonatus (0-28 hari)
Pada masa neonatus, terjadi adaptasi lingkungan dari kehidupan intrauteri ke kehidupan
ekstrauteri dan terjadi perubahan siklus darah. Organ-organ tubuh berfungsi sesuai
tugasnya didalam kehidupan ekstrauteri. Proses adaptasi dari organ tersebut dimulai dari
aktivitas pernapasan yang disertai pertukaran gas dengan frekuensi pernapasan antara 35-
50x/menit, penyesuaian denyut jantung antara 120-160x/menit dengan ukuran jantung
lebih besar apabila dibandingkan dengan rongga dada, terjadi aktivitas bayi yang mulai
meningkat. Selanjutnya diikuti perkembangan fungsi-fungsi organ lainnya.
3. Masa Bayi dan masa anak dini (28 bulan-3 tahun)
Pada masa bayi dan masa anak dini pertumbuhan masih pesat walaupun kecepatan
pertumbuhan telah mengalami deselerasi dan proses maturasi terus berlangsung, terutaa
sistem saraf.
4. Masa Prasekolah (3-6 tahun)
Pada masa prassekolah kecepatan pertumbuhan lambat dan berlangsung stabil (plateau).
Pada masa inni terdapat kemajuan perkembangan motorik dan fungsi ekskresi. Aktivitas
fisik bertambah serta keterampilan dan proses berfikir meningkat.
5. Masa praremaja (6-12 tahun)
Pada masa praremaja, pertumbuhan lebih cepat daripada masa prasekolah, keterampilan
dan intelektual makin mberkembang, anak senang bermain berkelompok dengan teman
berjenis kelamin sama.
6. Masa Remaja (12 sampai sekitar 20 tahun)
Anak perempuan 2 tahun lebih cepat memasuki usia remaja dibanding dengan anak laki-
laki. Masa ini merupakan transisi dari masa anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi pacu
tumbuh berat badan dan tinggi badan yang disebut sebagai adolescent growth spurt (pacu
tumbuh adolesen). Pada masa ini juga terjadi pertumbuhan yang pesat padaalat-alat
kelamin dan timbul tanda-tanda seks sekunder.

5. Prinsip-prinsip perkembangan pada anak


Perkembangan individu berlangsung sepanjang hayat, dimulai sejak masa pertemuan sel
ayah dengan ibu (periode prenatal) dan berakhir pada saat kematiannya.Perkembangan
individu bersifat dinamis, perubahannya kadang kadang lambat, tetapi bisa juga cepat,
berkenan dengan salah satu aspek atau beberapa aspek perkembangan. Perkembangan tiap
individu juga tidak selalu seragam, satu sama lain berbeda dalam tempo maupun kualitasnya.
Perkembangan anak melalui urutan perkembangan yang sama menurut jadwal waktu mereka
sendiri. Jadwal waktu tersebut merupakan hasil pendewasaan dan faktor lingkungan dan
mengarah kepada variasi intra dan interpersonal dalam perkembangan anak (Kostelnik, Et.al.
2017). Dalam perkembangan individu dikenal prinsip-prinsip perkembangan sebai berikut:
1. Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek. Perkembangan
bukan hanya berkenan dengan aspek-aspek tertentu teatapi menyangkut semua aspek.
Perkembangan bukan hanya aspek tertentu mungkin terlihat dengan jelas, sedangkan
aspek yang lainnya lebih tersembunyi.
2. Setiap anak memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas perkembangan yang berbeda.
Seorang anak mungkin mempunyai kemampuan berfikir dan membina hubungan sosial
yang sangat tinggi dan tempo perkembangannya dalam segi itu sangat cepat, sedang
dalam aspek lainnya seperti keterampilan atau estetika kemampuannya kurang dan
perkembangannya lambat.Sebaliknya, ada anak yang keterampilan dan estetikanya
berkembang pesat sedangkan kemampuan berfikir dan hubungan sosialnya agak lambat.
3. Perkembangan secara relative beraturan, mengikuti pola-pola tertentu. Perkembangan
sesuai segi didahului atau mendahului segi lainnya.Anak bisa merangkak sebelum anak
bisa berjalan, anak bisa meraban sebelum anak bisa berbicara dan sebagainya.
4. Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit. Secara normal
perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi dalam situasi-situasi tertentu
dapat juga terjadi loncat-loncatan. Sebaliknya, dapat juga terjadi kemacetan
perkembangan aspek tertantu.
5. Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju yang lebih
khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan dimulai dengan
dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum, seperti kemampuan
memegang dengan memegang benda besar dengan kedua tangannya, baru kemudian
memegang dengan satu tangan tetapi dengan kelima jarinya.Perkembangan berikutnya
ditunjukan dengan anak dapat memegang dengan beberapa jari dan akhirnya
menggunakan ujung-ujung jarinya.
6. Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase, tetapi karena faktor-faktor
khusus, fase tersebut dilewati secara cepat, sehingga menampak keluar seperti tidak
melewati fase tersebut sedangkan fase lainnya diikuti dengan sangat lambat, sehingga
Nampak seperti tidak berkembang.
7. Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau
diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan juga faktor
lingkungan.Kondisi yang wajar dari pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju
perkembangan yang wajar pula.Kekurangwajaran yang baik berlebih atau berkurangan
dari factor pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang
lebih cepat atau lebih lambat.
8. Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek
lainnya. Perkembangan kemampuan sosial berkembang sejajar dengan kemampuan
berbahasa, kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan pengamatan dan lain
sebaginya.
9. Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda
dengan wanita. Pada usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat secarasosial dibandingkan
dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita.Laki laki lebih kuat dalam kemampuan inteleknya sedangkan wanita lebih kuat
dalam kemampuan berbahasa dan estetikanya.
6. Aspek-aspek perkembangan pada anak
Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak dapat berbeda-beda, namun demikian ada
patokan umur tentang kemampuan apa saja yang perlu dicapai seorang anak pada umur
tertentu. Adanya patokan ini dimaksudkan agar anak yang belum dilatih berbagai kemampuan
untuk dapat mencapai perkembangan yang optimal (Santoso& Ranti, 2013) Ada empat aspek
yang perlu dibina dalam mengahadapi masa depan anak, antara lain:
A. Perkembangan Kemampuan Gerakan Kasar
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap
tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.Tujuan
melatih gerakan kasar adalah agar kemudian hari anak terampil dan tangkas melakukan
berbagai gerakan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
B. Perkembangan Kemampuan Gerakan Halus
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
begian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat sperti mengamati sesuatu, menjepit, menulis, dan
sebagainya.Tujuan melatih gerakan halus adalah agar kelak anak terampil dan cermat
menggunakan jari-jemari dalam kehidupan sehari-hari khususnya untuk mengerjakan
tugas-tugas sekolah.
C. Perkembangan Kemampuan Memahami Apa yang Dikatakan Orang Lain (Komunikasi
Pasif)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kemampuan untuk
memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah, dan
sebagainya. Komunikasi pasif adalah kesanggupan untuk mengerti isyarat dan
pembicaraan orang lain. Tujuan melaitih komunikasi pasif adalah agar anak lebih mudah
menangkap, serta memahami maksud dan penjelasan orang lain tanpa salah pengertian.
D. Perkembangan Kemampuan Berbicara (Komunikasi Aktif)
Komunikasi aktif yaitu kemampuan menyatakan perasaan, keinginan dan pikiran, baik
melalui tangisan, gerakan tubuh isyarat maupun katakata. Tujuan melatih komunikasi aktif
adalah agar anak seusianya dapat mengungkapkan diri dengan baik.
E. Perkembangan Kemampuan Kecerdasan
Cerdas artinya cepat tanggap, cepat paham, mampu dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu, menyelesaikan masalah sesuaidengan usia dan diharapkan mempunyai
banyak gagasan. Agar potensi kecerdasan anak dapat berkembang dengan optimal maka
sejak anak dalam kandungan perlu dirangsang pertumbuhan dan perkembangannya.
F. Perkembangan Kemampuan Menolong Diri Sendiri
Menolong diri sendiri adalah kemampuan dan keterampilan seorang anak untuk
melakukan sendiri kegiatan sehari-hari untuk dirinya sendiri, agar secara bertahap tidak
tergantung sama orang lain. Tujuannya yaitu agar anak mampu melakukan sendiri kegiatan
sehari-hari sehingga mempunyai rasa percaya diri, maka keberanian, dan tidak terlalu
merepotkan orang lain.
G. Perkembangan Kemampuan Bergaul (Tingkah Laku Sosial)
Tingkah laku sosial yaitu kemampuan untuk menjalin hubungan dengan anggota keluarga
maupun dengan orang lain. Tujuannya yaitu agar anak dapat mudah bergaul, tidak
canggung dalam memasuki lingkungan baru, mengerti disiplin, sopan santun, dan aturan
aturan baik didalam maupun diluar rumah
7. DDST (Denver Development Screening Test)
1) Definisi DDST
DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah asatu tes untuk mengetahui
keterlambatan pekembanagn anak (Soedjiningsih, 2012). DDST adalah suatu metode
skrining terhadap kelainan perkembangan. Tes ini bukan tes diagnostik ataupun tes IQ
sehingga tidak dapat meramalkan kemampuan intelektual dan adaptif / perkembanagn anak
dimasa yang akan datang. Tes ini tidak untuk mendiagnosis anak yang mengalami
kesulitan belajar,gangguan bahasa, gangguan emosional, substitusi evaluasi diagnostik atau
pemerikasaan fisik anak. Tes ini lebih mengarah pada perbandingan kemampuan atau
perkembanagn anak dengan kemampuan anak lain yang seumurnya (Dony, 2014).
DDST terdiri atas 125 item tugas perkembangan yang sesuai dengan usia anak, mulai dari
usia 0-6 tahun. Item-item tersebut tersusun dalam formulir khusus dan terbagi menjadi 4
sektor, yaitu :
1. Sektor personal – sosial yaitu penyesuaian diri di mayarakat dan kebutuhan pribadi.
2. Sektor motorik halus – adaptive yaitu koordinasi mata tangan, kemampuan memainkan
dan menggunakan benda-benda kecil, serta pemecahan masalah.
3. Sektor bahasa yaitu mendengar, mengerti dan menggunakan bahasa.
4. Sektor motorik kasar yaitu duduk, berjalan, dan melakukan gerakan umum otot besar
lainnya.

2) Alat Yang Digunakan Saat DDST


Menurut Dian (2011) alat yang digunakan dalam pengukuran pemeriksaan DDST
adalah:
1. Alat peraga : benang wol merah, manik-manik, kubus warna merah, kuning ,hijau, biru,
permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil.
2. Lembar formulir DDST
3. Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara
penilaian.

3) Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan DDST


Waktu pelaksanaan pemeriksaan DDST (Denver Developmental Screening Test)
terdiri dari dua tahap yaitu :
1. Tahap pertama, secara periodik yaitu dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6
bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun. Dan 5 tahun.
2. Tahap kedua dialakukan pada anak yang dicurigai adanya hambatan perkembangan
pada tahap pertama kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.

4) Teknik Pelaksaan Pemeriksaan DDST


Pelaksanaan tes perlu adanya kerjasama yang aktif dari anak dan orang tua atau
pengasuh, ruang yang cukup luas, dan ada langkah-langkah yang harus dilalui yaitu :
1. Menentukan Umur Anak
Pada pelaksanaan DDST umur anak perlu ditetapkan terlebih dahulu dengan
menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan dalam satu tahun.
Perhitungan umur kurang dari 15 hari di bulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih
dari 15 hari dibulatkan keatas. Misalnya anak A lahir pada tanggal 23 mei 1992 dan tes
dilakukan pada tanggal 5 Oktober 1994, maka cara menghitung umur anak adalah
sebagai berikut :
Tanggal tes dikurangi tanggal lahir anak.
1994 – 10 – 05 (saat tes)
1992 – 05 – 23 (tanggal lahir)

2 thn 4bln 12 hari


Jadi umur anak A adalah :
Setelah ditentukan umur anak selanjutnya ditarik garis berdasarkan umur
kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir DDST II/
DENVER II, kemudian baru dilanjutkan dengan pengetesan sesuai aspek perkembangan
(Soedjiningsih, 2012).
2. Pelaksanaan
Tarik garis lurus dengan menggunakan pensil dan penggaris yang ada pada
lembar DDST sesuai umur anak. Tarik garis umur dari atas ke bawah dan cantumkan
tanggal pemeriksaan pada ujung atas garis umur. Formulir denver dapat digunakan
untuk beberapa kali, gunakan garis umur dengan warna yang berbeda.
Periksa satu per satu tiap item sesuai dengan item pengujian yang tepat berada
pada garis dan di sebelah kiri garis jika sebelumnya anak belum pernah di uji, maka beri
kode (L) jika anak menolak melaksanakan permintaan atau perintah yang diberikan
penguji, dan penguji boleh bertanya pada orang tua tidak harus di periksa. P : passed /
lulus, Bila anak bisa melaksanakan tugas/ tes yang diberikan dengan baik, F : Fail/
gagal, Bila anak menolak melakukannya dengan baik, R : Refusal / menolak, Bila anak
menolak melakukan tugas tes
3. Interprestasi Penilaian
1) Lebih (advanced)
Bilamana seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di kanan garis
umur, dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut.

2) Normal
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan tugas perkembangan
disebelah kanan garis umur dikategorikan sebagai normal.

Demikian juga bila anak lulus (P), gagal (F) atau menolak (R) pada tugas
perkembangan dimana garis umur terletak antara persentil 25 dan 75, maka
dikategorokan sebagai normal.

3) Caution / peringatan

Bila seorang anak gagal (F) atau menolak (R) tugas perkembangan, dimana
garis umur terletak pada atau anatara persentil 75 dan 90.

4) Delay / keterlambatan

Bila seorang anak gagal (F) atau menolak (R) melakukan uji coba yang
terletak lengkap disebelah kiri garis umur.

5) No opportunity / tidak ada kesempatan


Pada tugas perkembangan yang berdasarkan laporan, orang tua melaporkan
bahwa anaknya tidak ada kesempatan untuk melakukan tugas perkembangan
tersebut. Hasil ini tidak dimasukkan dalam mengambil kesimpulan.

4. Penilaian
Penilaiannya meliputi : apakah P: Passed/lulus, F: Fail/gagal. Kemudian di tarik
garis berdasarkan umur,kronologis yang memotong garis horizontal tugas
perkembangan pada formulisr DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing
sektor,berapa yang (P) dan berapa yang (F), selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil
tes di klasifikasikan ke dalam : normal, abnormal, meragukan dan tidak dapat di uji.
1. Normal
a. Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution.
b. Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya.\
2. Abnormal
a. Bila di dapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
b. Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan PLUS 1
sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3. Meragukan
a. Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
b. Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tidak ada yang lulus pada kotak yang perpotongan dengan garis vertikal
usia.
4. Untestable / tidak dapat diuji
Bila ada skor menolak pada ≥ 1 uji coba tertelak disebelah kiri garis umur atau
menolak pada > 1 uji coba yang ditembus garis umur pada daerah 75–90%
(Soedjiningsih, 2012)
5) Penilainan perkembanagan motorik pada anak usia 3-5 tahun dengan
DDST
1. Anak usia 3 Tahun :
a. Menggoyangkan Ibu Jari
b. Menara dari 8 kubus
c. Menirukan garis vertikal
2. Anak usia 4 Tahun
a. Memilih garis yang lebih panjang
b. Mencontoh garis vertikal
c. Menggambar orang 3 bagian
d. Mencontoh lingkaran
3. Anak usia 5 tahun :
a. Mencontoh persegi
b. Menggambar orang 8 bagian
c. Mencontoh persegi ditunjukkan

6) Dampak Gangguan Perkembangan


Menurut Atien (2016) berikut beberapa dampak dari gangguan perkembangan:
a. Keterlambatan kemampuan dalam komunikasi
b. Keterlambatan dalam proses belajar
c. Autisme
d. Kesulitan dalam kontrol emosi
e. Retardasi mental
DAFTAR PUSTAKA

Wulandari, Heny.2014. Kesehatan & Gizi Untuk Anak Usia Dini (Lampung: Fakta Press)

Soetjiningsih, 2016. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Kostelnik, Et.al. 2017. Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Perkembangan Anak.
(Depok: PT Fajar Interpratama Mandiri)

Soegeng Santoso, Anne Lies Ranti. 2013. Kesehatan dan Gizi, (Jakarta: Rineka Cipta)

Atien. (2016). Gangguan Perkembangan Anak. Retrieved from Staff.uny.ac.idl%0A

Dian, A. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Dony, S. (2014). Keperawatan Anak dan Tumbuh Kembang (pengkajian dan Pengukuran.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Soedjiningsih. (2012). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.


LAPORAN PENDAHULUAN
TERAPI BERMAIN

1. Pengertian
Bermain aktifitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya stimulasi pertumbuhan dan
perkembangannya dan bermain pada anak di rumah sakit menjadi media bagi anak untuk
mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi perasaan yang tidak nyaman (Supartini,
2012). Bermain merupakan aktivitas yang dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan anak baik secara fisik maupun secara psikologis (Diani, 2013).
2. Tujuan Bermain
Supartini (2012) mengemukakan beberapa tujuan dari terapi bermain antara lain :
1) Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian selama
anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih
harus tetap di lanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
2) Mengespresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya pada saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengespresikannya secara verbal,
permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengeskpresikannya.
3) Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah, permainan akan
menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti
yang ada dalam pikirannya.
4) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap sters karena sakit dan dirawat di rumah sakit
3. Tujuan Bermain di Rumah Sakit
Tujuan bermain dirumah sakit pada prinsipnya adalah agar anak dapat beradaptasi
secara lebih efektif terhadap stress . Tujuan bermain dirumah sakit (1) Memfasilitasi anak
untuk untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing (2) Memberikan kesempatan untuk
keputusan dan kontrol (3) membantu mengurangi stress terhadap perpisahan memberi
kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh merupakan satu set permainan
dokter-dokteran berisi replika alat kedokteran seperti stetoskop, jarum, perban dan lain-lain
(4) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan tujuan peralatan medis
serta prosedur medis (5) memberi distraksi dan relaksasi dan membantu mengungkapkan
perasaan anak (6) Media untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap positif
terhadap orang lain, mengekspresikan ide-ide kreatif dan minat serta mencapai tujuan
terapeutik (Diani, 2013).

4. Syarat Bermain
Ada beberapa hal yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan kegiatan bermain yang
baik untuk anak (Adriana, 2013) yaitu:
1. Perhatikan faktor usia anak
Sesuaikan mainan aktivitas dengan kematangan motorik anak, yaitu sejauh mana
gerakan-gerakan otot tubuh siap melakukan gerakan-gerakan tertentu. Juga sesuaikan
dengan kognisinya, yaitu sejauh mana anak mampu memahami permainan itu. Jika
terlalu sulit, anak jadi malas bermain dan jika terlalu gampang ia cepat bosan. Untuk itu
pilihlah mainan yang dapat merangsang kreativitas anak.
2. Tidak harus sehat
Tentu akan lebih baik jika anak dalam kondisi sehat, namun anak yang sakitpun
diperbolehkan untuk bermain, malah bisa mempercepat proses kesembuhannya tentunya
jenis permainannya disesuaikan kondisi fisik. Misalnya pilih permainan yang bisa
dilakukan ditempat tidur seperti melipat, mewarnai, menggambar atau mendengarkan
dongeng, memainkan jari-jemari sambil bercerita, main tebak-tebakan, dll.
3. Lama bermain
Tergantung karakteristik anak, ada yang aktif dan pasif. Namun sebaiknya
bermain tak terlalu lama agar anak tak mengabaikan tugas-tugas lainnya seperti makan,
mandi dan tidur. Untuk bayi, cukup 10-30 menit karena rentang perhatiannya pun masih
terbatas. Untuk anak yang lebih besar, buatlah komitmen lebih dulu. Misal, boleh main
selama 1 jam, setelah itu makan atau mandi. Namun kita harus konsisten dengan aturan
itu agar anak tidak bingung. Bagi anak yang sakit, jika ia butuh banyak istirahat, jangan
dipaksa.
4. Pastikan mainannya aman
Terlebih untuk bayi, keamanan mainan harus diperhatikan betul. Pilih yang tidak
mudah rusak pecah ataupun terurai seperti manik-manik karena di khawatirkan akan
masuk mulut atau lubang telinga hidung. Jangan pula memberikan mainan yang bertali
panjang, berukuran kecil dan menggunakan listrik. Selain itu secara umum mainan anak
haruslah tidak boleh ada bagian yang mudah tertelan, tidak tajam atau berujung runcing,
catnya tidak beracun (nontoxic), tidak mudah mengelupas, menjepit, dan tidak
menimbulkan api.
5. Dampingi anak
Perlu diingat, mainan bukan pengganti orang tua, melainkan sarana untuk
mendekatkan hubungan orang tua dengan anak jadi, selalu dampingi anak kala bermain.
Tanpa arahan kita, anak akan bermain sendiri tanpa mengenal tujuan dari permainan
tersebut. Oleh karena itu kita perlu selalu mendampingi mereka dalam bermain. Hal ini
juga untuk mengatasi segala persoalan yang dihadapi tiap anak, seperti sulitnya
berkonsentrasi terhadap suatu kegiatan. Situasi ini juga dapat memacu pertumbuhan
harga diri anak dengan memberikan penghargaan pada setiap hasil kegiatan atau
penemuan-penemuan anak dalam proses bermain.

5. Keuntungan Aktivitas Bermain di Rumah Sakit


Menurut Supartini (2004) dalam Rohmah (2012) Keuntungan aktivitas bermain yang
dilakukan pada anak yang dirawat di rumah sakit antara lain:
1. meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dengan perawat, karena
dengan melaksanakan kegiatan bermain perawat mempunyai kesempatan untuk
membina hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan keluarganya.
Bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien.
2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak.
3. Permainan anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak,
tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut,
sedih, tegang, dan nyeri.
4. Permainan yang terapiutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif.
5. Permainan yang memberi kesempatan pada beberapa anak untuk berkompetisi secara
sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan keluarganya
6. Klasifikasi Bermain Sesuai dengan Kelompok Usia
Klasifikasi bermain sesuai kelompok usia (Rohmah, 2012) :
No Usia Visual Audiotory Kinestetik Taktil
1. 0-1 Bulan 1. Tatap bayi dalam jarak 1. Berbicara dengan bayi 1. Dipeluk atau
dekat 2. Menyanyi dengan digendong
2. Gantung benda-benda suara lembut 2. Diayun
yang berwarna 3. Boks music 3. Diletakkan di kereta
menyolok 20-25 cm 4. Mendengar tape atau dorong
diatas muka bayi radio
3. Letakkan bayi pada 5. Mendengarkan suara
posisi yang dan melihat dari TV
memungkinkan bayi
memandang bebas ke
sekelilingnya
2 2-3 Bulan 1. Beri obyek warna yang 1. Berbicara dengan bayi 1. Membelai waktu
terang 2. Memberi mainan mandi
2. Tempatkan pada yang berbunyi seperti 2. Mengganti pakaian
ruangan yang terang lonceng atau dan menyisir rambut
dengan gambar-gambar kerincingan dengan lembut
dan kaca di dinding 3. Melibatkan keluarga 3. Ajak bayi jalan-jalan
3. Letakkan bayi agar lain untuk dengan kereta dorong
dapat memandang berkomunikasi 4. Latihangerakan
sekitar dengan bayi seperti berenang
3. 4-6 bulan 1. Letakkan bayi di depan 1. Ajak anak berbicara 1. beri anak mainan
cermin dan ulangi suara- suara dalam berbagai tekstur
2. Beri bayi mainan yang yang dibuatnya (lembut/kasar)
berwarna terang dan 2. Senyum saat bayi 2. ajak anak bermain di
dapat dipegang tersenyum dan panggil dalam bak mandi
namanya 3. sokong ketika anak
3. Berikan main- an yg duduk
menimbulkan bunyi/ 4. tempatkan anak
bel pada tangganya dilantai untuk
merangkak

4. 7-9 bulan 1. berikan mainan warna 1. panggil nama anak 1. meraba bahan berbagai
terang yang lebih besar, 2. ajarkan kata-kata tekstur
dapat bergerak dan simpel : “mama…”, 2. bermain air mengalir
berbunyi khas “papa….”, “dada….”. 3. berdiri untuk belajar
2. tempatkan cermin agar 3. bicara anak dengan menahan berat badan
anak bisa melihat kata-kata yang jelas 4. meletakkan mainan
dirinya 4. ajarkan nama-nama agak jauh dan
3. bermain ciluuk…ba…. bagian-bagian tubuh perintahkan anak
Dan muka lucu 5. beritahukan apa yang mengambilnya.
dilakukan ibunya
6. beri perintah yang
sederhana

5. 10-12 bulan 1. perlihatkan gambar- 1. kenalkan suara-suara 1. kenalkan benda dingin


gambar dalam buku, binatang dan hangat
bawa anak ke tempat 2. tunjukkan bagian- 2. berikan mainan yang
lain seperti kebun bagian tubuh dapat ditarik dan
binatang, shooping didorong
center
2. ajarkan anak membuat
menara 2 balok
6. 2-3 Tahun 1. Pararel play
2. Memanjat, berlari dan memainkan sesuatu di tangannya
3. Berikan mainan imitasi sesuai dengan perbedaan seks, boneka, alat memasak,
furnitur mini
4. Ajarkan untuk berbicara saat bermain, main telpon-telponan, boneka yang bisa
berbicara
5. Boneka tangan
6. Cerita bergambar
7. Water toys, busa sabun, boks pasir
7. 4-5 Tahun 1. Assosiative play, dramatic play, dan skill play
2. Melompat, berbicara dan mengingat, bermain sepeda dan bermain dalam kelompok

8. 6-12 Tahun 1. Cooperative play


2. Belajar untuk independent, kooperatif, bersaing dan menerima orang lain
3. Anak laki-laki: mekanikal ; anak perempuan: mothers role
9. 13-18 1. bermain dalam kelompok
Tahun 2. sepak bola, badminton, drama dan buku-buku

7. Prinsip bermain pada anak di rumah sakit


A. Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang dijalankan
B. Tidak membutuhkan basnyak energi
C. Harus mempertimbangkan keamanan anak
D. Dilakukan pada kelompok umur yang sama
E. Melibatkan orang tua
F. Bila keadaan anak masih lemah, maka gunakan bentuk permainan pasif
G. Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. (Rohmah, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, D. (2013). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Diani. (2013). Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak. Jakarta: Salemba Humanika.
Rohmah, N. (2012). Terapi Bermain. (Vol. 66). Jember: LPPM Universitas Muhammadiyah
Jember.
Supartini. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai