Nama :
Himawan Lekso Pramono
NIM:
202003032
1. Definisi
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic
fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &
Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri
otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DHF
merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak
negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk
wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang
berusia dibawah 15 tahun (Harmawan, 2018).
2. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-
3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
3. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma 2015) :
A. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di
konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
B. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas
suntikan
d. Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a. Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin
b. Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
C. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
a) Penurunan kesadaran, gelisah
b) Nadi cepat, lemah
c) Hipotensi
d) Tekanan darah turun < 20 mmHg
e) Perfusi perifer menurun
f) Kulit dingin lembab
4. Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :
A. DD (Demam Dangue) : Demam disertai 2 atau lebih tanda : mialgia, sakit kepala, nyeri
retroorbital, artralgia
B. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
C. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan di tempat lain.
D. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
E. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.
5. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Nurarif & Kusuma (2015) bahwa virus dengue masuk ke dalam
tubuh manuusia akan menyebabkan klien mengalami viremia. Beberpa tanda dan gejala yang
muncul seeperti demam, sakit kepla, mual nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulny ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada sistem vskuler. Pada penderita DBD, terdapat kerusakan
yng umum pada sistem vaskuler yang mengakibatkan terjadinya penngkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah. Plsma dapat menembus dinding vaskuler selama pross perjalanan
penyakit, dari mulai demam hingga klieen mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat
meniurun hingga 30%. Hal ini lah yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami kegagalan
sirkulasi. Adanya kebcoran plasma ini jika tidak segera di tangani dapat menyebabkn
hipokisia jaringan, asidosis metabolik yang pada akhirny dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Virmia jga menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan
trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15 darah. Pubahan fungsioner
pembuluh darah akibat kebocoran plasma yng berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan
kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkn tanda seperti munculnya prpura, ptekie,
hematemesis, ataupun melena (Nurarif & Kusuma, 2015).
Patofisiologi menurut Kardiyudiana (2019) bahwa nyamuk Aedes yang terinfeksi atau
membawa virus dengue menggigit manusia. Kemudian virus dengue masuk kedalam tubuh
dan berdar dalam pembuluh darah bersama darah. Virus kemudian bereaksi dengan antibody
yang mengakibatkan tubuh mengaktivasi dan melepaskan C3 dan C5. Akibat dari pelepasan
zat-zat tersebut tubuh mengalami demam, pegal dan sakit kepala, mual, ruam pada kulit.
Pathofisiologi primer pada penyakit DHF adalah meningkatnya permeabilitas membran
vaskuler yang mengakibatkan kebocoran plasma sehingga cairan yang ada diintraseluler
merembes menuju ekstraseluler. Tanda dari kebocoran plasma yakni penurunan jumlah
trombosit, tekanan darah mengalami penurunan, hematokrit meningkat. Pada pasien DHF
terjadi penurunan tekanan darah dikarenakan tubuh kekurangan hemoglobin, hilangnya
plasma darah selama terjadinya kebocoran.
6. WOC (WEB OF CAUTION)
Risiko Perdarahan
Perdarahan
Abdomen
Paru-Paru Hepar
Kematian
Asites
Efusi Pleura Hepatomegali
Mual muntah
Ketidakefektifan Penekanan intra abdomen
Pola Nafas
Defisit Nutrisi
Nyeri Akut
Sumber : Nurarif dan Kusuma (2015 )
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017) :
A. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum
dan Ph darah mungkin meningkat.
B. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar
antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga
kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal
yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat
dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label
antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder
merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro
seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
C. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada
kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa
oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
D. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah daerah
tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang
tidak terkena infeksi.
E. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI). Dan
bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya
antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
F. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura
8. Penatalaksanaan
Menurut Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
A. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada anak sedikt demi sedikit yaitu
1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan
kompres hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan dosis :
anak yang berumur <1 tahun 50mg IM, anak yang berumur >1 tahun 75mg. atau
antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien
teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya
dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infuse sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya diberikan
Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur.
Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam.
Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang CVP (central
venous pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena
jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
B. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan
gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala
perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht,
Hb dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24
jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya disamping kompres hangat jika
pasien demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam
keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa
saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien
segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada
dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta
trombosit.
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif.
Masalah utama adalah kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai
puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena
menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan gangguan
saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan
didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan
pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan tanda vital dilakukan
setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan
trombosit tetap dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan
dicatat dalam catatan khusus.
9. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue
yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue
(SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan
nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg
atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi
penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan
kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:
A. Gagal ginjal.
B. Efusi pleura.
C. Hepatomegali.
D. Gagal jantung
10. Konsep Asuhan keperawatan
10.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pengkajian merupakan tahap yang penting
sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan
data-data tentang pasien sebelum menentukan rencana asuhan keperawatan yang akan
diberikan. Pengkajian dilakukan dengan beberapa teknik yakni: Wawancara: pengkajian
yang dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan pada pasien atau keluarga
pasien. Pengukuran: meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan yang dilakukan dari kepala sampai kaki dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi untuk melihat adanya kelainan atau tidak.
1) Kaji riwayat keperawatan
A. Identitas
Semua orang dapat terserang DHF baik dewasa maupun anak-anak. Umunya
anak-anak dapat terserang DHF karena kemampuan tubuh untuk melawan virus
masih belum kuat.
B. Keluhan Utama
Pada saat pengkajian pertama pada klien dengan DHF sering kali keluhan
utama yang didapatkan adalah panas atau demam.
C. Riwayat penyakit sekarang
Data yang didapat dari klien atau keluarga klien tentang perjalanan
penyakit dari keluhan saat sakit hingga dilakukan asuhan keperawatan. Biasanya
klien mengeluh demam yang disertai menggil, mual, muntah, pusing, lemas,
pegal-pegal pada saat dibawa ke rumah sakit. Selain itu terdapat tanda-tanda
perdarahan seperti ptekie, gusi berdarah, diare yang bercampur darah, epitaksis.
D. Riwayat penyakit dahulu
Pada klien DHF tidak ditemukan hubungan dengan riwayat penyakit
dahulu. Hal ini dikarenakan DHF disebabkan oleh virus dengue dengan masa
inkubasi kurang lebih 15 hari. Serangan ke dua bisa terjadi pada pasien yang
pernah mengalami DHF sebelumnya. Namun hal tersebut jarang terjadi karena
pada pasien yang pernah mengalami serangan sudah mempunyai sistem imun
pada virus tersebut.
E. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit DHF merupakan penyakit yang diakibatkan nyamuk terinfeksi
virus dengue. Jika salah satu dari anggota keluarga ada yang terserang penyakit
DHF kemungkinan keluarga lainnya dapat tetular karena gigitan nyamuk.
F. Riwayat Imunisasi
BCG ( usia 0-3 bulan) diberikan sebanyak 1x, DPT ( depteri, pertusis,
tetanus) diberikan 3x, polio diberikan 4x secara oral, campak diberikan 1x usia 9
bulan, hepatitis diberikan 3x.
G. Kondisi/ Faktor Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar).
H. Riwayat Tumbuh Kembang
1. Pertumbuhan Fisik : Berat badan, tinggi badan, waktu tumbuh gigi, jumlah
gigi, pengukuran lingkar lengan atas, pengukuran lingkar kepala.
2. Perkembangan Tiap Tahap : Usia anak saat berguling, duduk, merangkak,
berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain pertama kali, bicara pertama kali,
kalimat pertama yang disebutkan dan umur mulai berpakaian tanpa bantuan.
2) Pengkajian pola dan fungsi kesehatan
a. Nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan klien mengalami
mual, muntah setelah makan.
b. Aktifitas: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas dikarenakan klien
mengalami kelemahan, nyeri tulang dan sendi, pegal-pegal dan pusing.
c. Istirahat tidur: demam, pusing, nyeri, dan pegal-pegal berakibat terganggunya
istirahat dan tidur.
d. Eliminasi: pada klien DHF didapatkan klien memngalami diare, hluaran urin
menurun, BAB keras.
e. Personal hygine: klien biasanya merasakan pegal dan perasan seperti tersayat
pada kulit karena demam sehingga pasien memerlukan bantuan orang lain dalam
memenuhi perawatan diri.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah, Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil,
dan tidak teratu, Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun., Grade IV : Kesadaran
koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak
teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri, muka
tampak kemerahan karena demam.
4) Mata Konjungtiva anemis
5) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada gradeII,III, IV.
6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan
nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
9) Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.
10) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
A : Adanya penurunan bising usus
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
11) Anus dan genetalia
Pada pemeriksaan anus dan genetalia terkadang dapat ditemukannya
gangguan karena diare atau konstipasi, misalnya kemerahan, lesi pada kulit
sekiatar anus.
12) Ekstermitas atas dan bawah
Pada umumnya pada pemeriksaan fisik penderita DHF ditemukan
ekstermitas dingin, lembab, terkadang disertai sianosis yang menunjukkan
terjadinya renjatan.
4) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b. Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c. Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d. Ig. D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
f. Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h. SGOT / SGPT mungkin meningkat.
B. Defisit Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism
Penyebab : ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi makanan, peningkatan kebutuhan metabolism, factor
ekonomi, factor psikologis
C. Resiko Perdarahan
Definisi : berisiko mengalami kehilangan darah baik internal maupun eksternal
Faktor risiko: anuerisma, gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, komplikasi
kehamilan, komplikasi pasca partum, gangguan koagulasi, efek agen farmakologis,
tindakan pembedahan, trauma, kurang terpapar informasi ytnteng pencegahan
perdarahan, proses keganasan.
D. Hipertermi
Definisi: Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
Penyebab: Dehidrasi, terpapas lingkungan panas, proses penyakitm ketidaksesuaian
pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolism, respon trauma, aktivitas
berlebihan, penggunaan incubator.
GEJALA DATA MAYOR
Subjektif Obyektif
(Tidak tersedia) 1. Suhu tubuh diatas nilai normal
GEJALA DATA MINOR
(Tidak tersedia) 1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardia
4. Takipneu
5. Kulit terasa hangat
10.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipovolemia
dengan kehilangan cairan aktif 1 x 24 jam diharapkan hipovolemia Observasi :
ditandai dengan mukosa bibir terpenuhi. - Periksa tanda dan gejala hipovolemik ( tekanan darah
kering Kriteria Hasil : menurun, membrane mukosa kering, hematocrit meningkat )
- Status Cairan - Monitor intake dan output cairan
- Turgor kulit
- Perasaan lemah Terapeutik :
- Keluhan haus - Hitung kebutuhan cairan
- Tekanan darah - Berikan posisi modified trendelenburg
- Intake cairan membaik - Berikan asupan cairan oral
- Suhu tubuh
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis ( misalnya : NaCl,
RL )
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( missal : glukosa
2,5%, NaCl 0,4% )
- Kolaborasi pemberian cairan koloid ( miosal : albumin,
plasmanate )
- Kolaborasi pemberian produk darah
Pemantauan cairan
Observasi :
- Monitor status hidrasi ( mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit,
tekanan darah )
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium ( mis. MAP, CVP,
PAP, PCWP jika tersedia )
Terapeutik :
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
2. Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakuan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi
dengan psikologis (keengganan 1 x 24 jam diharapkan
untuk makan) makanan ditandai ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Observasi :
dengan berat badan menurun kebutuhan tubuh terpenuhi. - Identifikasi status nutrisi
Kriteria Hasil : - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Status Nutrisi - Identifikasi makanan yang disukai
- Porsi makanan yang dihabiskan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
sedang - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
- Frekuensi makan - Monitor asupan makanan
- Nafsu makan cukup membaik - Monitor berat badan
- Mermban mukosa sedang - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
- Lakukan oral hygiene, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman dier ( mis. Piramida
makanan )
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis.
Pereda nyeri, antiemetic ), jika perlu
- kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Pemantauan nutrisi
Observasi :
- Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan gizi ( mis.
Pengetahuan, ketersediaan makanan, agama/kepercayaan,
budaya, mengunyah tidak adekuat, gangguan menelan,
penggunaan obat-obatan atau pascaoperasi )
- Identikasi perubahan berat badan
- Identifikasi kelainan pada kulit
- Identintifikasi kelainan eliminas ( mis. Kering, tipis, kasar,
dan mudah patah )
- Identifikasi pola makan ( mis. Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi makanan cepat saji, makan terburu-buru )
- Identifikasi kelainan pada kuku ( mis. Diare, darah, lender,
dan eliminasi yang tidak teratur )
- Identifikasi kemampuan menelan ( mis. Fungsi motoric
wajah, reflex menelan, dan reflex gag )
Terapeutik :
- Timbang berat badan
- Ukur antropometrik komposisi tubuh ( mis. Indeks massa
tubuh, pengukuran pinggang, dan ukuran lipatan kulit )
- Hitung perubahan berat badan
- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Resiko Perdarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Perdarahan
dengan gangguaan koagulasi 1 x 24 jam diharapkan tingkat
(penurunan trombosit) ditandai perdarahan menurun . Observasi :
dengan trombositopenia Kriteria Hasil : - Monitor tanda dan gejala perdarahan
- Tingkat Perdarahan - Monitor nilai hematocrit / hemoglobin sebelum dan sesudah
- Kelembapan membran mukosa kehilangan darah
- Suhu tubuh meningkat - Monitor tanda dan gejala ortostatik
- Hematokrit membaik - Monitor koagulasi ( mis. Prothrombin time (PT), Partial
thromboplastin time (PTT), fibrinogen, deradasi fibrin
dan/atau platelet )
Terapeutik :
- Pertahankan bedrest selama perdarahan
- Batasi tindakan invasive, jika perlu
- Gunakan kasur pencegah decubitus
- Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan untuk menghindari
konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena, jika perlu
10.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan
respons pasien terhadap tindakan tersebut (Kozier, 2010).
Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction.
Ida, M. (2016) Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan. Jakarta:
Pustaka Baru Press
Kardiyudiana, Ni Ketut dan Brigitta Ayu dwi Susanti. 2019. Keperawatan Medikal Bedah 1.
Yogyakarta: PT. Pustaka Baru
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.” 15(5).
PPNI (2016) Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI).
PPNI (2018a) Standart Luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. 1st edn. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
PPNI (2018b) Strandart Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st edn. Jakarta: DPP PPNI.
1. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan
menderita penyakit tersebut karena sistem tubuh mempunyai sistem memori (daya ingat)
ketika vaksin masuk kedalam tubuh maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman(Mulyani and
Rinawati, 2016)
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan (Marimbi, 2017).
2. Tujuan Imunisasi
Pelaksanaan imunisasi bertujuan mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
sekaligus menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat bahkan
menghilangkan suatu penyakit (Fidya and Maya, 2012). Pemberian imunisasi merupakan
salah satu tindakan penting yang wajib diberikan kepada neonatus (bayi yang baru
lahir).Hal ini bertujuan mendrongkrak atau meningkatkan daya imun (kekebalan) tubuh
bayi (Satiatava, 2012).
Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. Menghilangkan penyakit tertentu
pada populasi. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit
dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit
(Marimbi, 2017)
3. Manfaat Imuniasai
A. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu
B. Untuk menghilangkan penyakit tertentu didunia
C. Untuk melindungi dan mencegah penyakit menular yang berbahaya
D. Untuk menurunka morbiditas, mortalitas serta cacat bawaan (Maryunani, 2010)
Adapun manfaat imunisasi bagi anak itu sendiri, keluarga dan Negara (Satiatava,
2012) adalah sebagai berikut :
A. Manfaat untuk anak adalah untuk mencegah penderiaan yang disebabkan oleh
penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
B. Manfaat untuk keluarga adalah untuk menghilangkan kecemasan dan biaya
pengobatan apabila anak sakit. Mendorong keluarga kecil apabila si orang tua yakin
bahwa anak-anak akan menjalani masa kanak-kanak dengan aman.
C. Manfaat untuk negara adalah untuk memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan
bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara dan
memperbaiki citra bangsa indonesia diantara segenap bangsa didunia.
4. Jenis Imunisasi
Imunisasi terbagi atas imunisasi aktif dan imunisasi pasif, yaitu:
A. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar sistem
kekebalan atau imun tubuh dapat merespon secara spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen. Sehingga bila penyakit maka tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh dari imunisasi aktif adalah imunisasi aktif adalah imunisasi polio
dan campak.
B. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
immunoglobulin yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta)
atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti
Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan (Mulyani and Rinawati,
2016).
5. Jumlah Pemberian Imunisasi Dasar
Jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah adalah imunisasi tujuh penyakit yaitu
TBC, difteri, tetanus, pertusis, poliomyelitas, campak dan hepatitis B.Jenis imunisasi yang
diwajibkan oleh pemerintah sebelum usia setahun tersebut adalah :
A. Imunisasi BCG, yang dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan
B. Imunisasi DPT, yang diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval
minimal 4 minggu
C. Imunisasi polio, yang diberikan 4 kali pada bayi usia 0-11 bulan dengan interval
minimal 4 minggu
D. Imunisasi campak, diberikan sekali pada bayi usia 9-11 bulan
E. Imunisasi Hepatitis B, yang diberikan 1 kali pada usia kurang dari 7 hari setelah
dilahirkan dan 3 kali pada bayi usia 1-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu
(Maryunani, 2010).
Fidya, & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jogjakarta: D-Medika.
Marimbi. (2017). Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Maryunani. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM.
Mulyani, & Rinawati. (2016). Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Proverawati, A., & Andhini, C. S. D. (2010). Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Satiatava, R. . (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Jogjakarta: D-Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
2) Normal
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan tugas perkembangan
disebelah kanan garis umur dikategorikan sebagai normal.
Demikian juga bila anak lulus (P), gagal (F) atau menolak (R) pada tugas
perkembangan dimana garis umur terletak antara persentil 25 dan 75, maka
dikategorokan sebagai normal.
3) Caution / peringatan
Bila seorang anak gagal (F) atau menolak (R) tugas perkembangan, dimana
garis umur terletak pada atau anatara persentil 75 dan 90.
4) Delay / keterlambatan
Bila seorang anak gagal (F) atau menolak (R) melakukan uji coba yang
terletak lengkap disebelah kiri garis umur.
4. Penilaian
Penilaiannya meliputi : apakah P: Passed/lulus, F: Fail/gagal. Kemudian di tarik
garis berdasarkan umur,kronologis yang memotong garis horizontal tugas
perkembangan pada formulisr DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing
sektor,berapa yang (P) dan berapa yang (F), selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil
tes di klasifikasikan ke dalam : normal, abnormal, meragukan dan tidak dapat di uji.
1. Normal
a. Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution.
b. Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya.\
2. Abnormal
a. Bila di dapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
b. Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan PLUS 1
sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
3. Meragukan
a. Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
b. Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tidak ada yang lulus pada kotak yang perpotongan dengan garis vertikal
usia.
4. Untestable / tidak dapat diuji
Bila ada skor menolak pada ≥ 1 uji coba tertelak disebelah kiri garis umur atau
menolak pada > 1 uji coba yang ditembus garis umur pada daerah 75–90%
(Soedjiningsih, 2012)
5) Penilainan perkembanagan motorik pada anak usia 3-5 tahun dengan
DDST
1. Anak usia 3 Tahun :
a. Menggoyangkan Ibu Jari
b. Menara dari 8 kubus
c. Menirukan garis vertikal
2. Anak usia 4 Tahun
a. Memilih garis yang lebih panjang
b. Mencontoh garis vertikal
c. Menggambar orang 3 bagian
d. Mencontoh lingkaran
3. Anak usia 5 tahun :
a. Mencontoh persegi
b. Menggambar orang 8 bagian
c. Mencontoh persegi ditunjukkan
Wulandari, Heny.2014. Kesehatan & Gizi Untuk Anak Usia Dini (Lampung: Fakta Press)
Kostelnik, Et.al. 2017. Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Perkembangan Anak.
(Depok: PT Fajar Interpratama Mandiri)
Soegeng Santoso, Anne Lies Ranti. 2013. Kesehatan dan Gizi, (Jakarta: Rineka Cipta)
Dian, A. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Dony, S. (2014). Keperawatan Anak dan Tumbuh Kembang (pengkajian dan Pengukuran.
Yogyakarta: Nuha Medika.
1. Pengertian
Bermain aktifitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya stimulasi pertumbuhan dan
perkembangannya dan bermain pada anak di rumah sakit menjadi media bagi anak untuk
mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi perasaan yang tidak nyaman (Supartini,
2012). Bermain merupakan aktivitas yang dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan anak baik secara fisik maupun secara psikologis (Diani, 2013).
2. Tujuan Bermain
Supartini (2012) mengemukakan beberapa tujuan dari terapi bermain antara lain :
1) Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian selama
anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih
harus tetap di lanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
2) Mengespresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya pada saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengespresikannya secara verbal,
permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengeskpresikannya.
3) Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah, permainan akan
menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti
yang ada dalam pikirannya.
4) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap sters karena sakit dan dirawat di rumah sakit
3. Tujuan Bermain di Rumah Sakit
Tujuan bermain dirumah sakit pada prinsipnya adalah agar anak dapat beradaptasi
secara lebih efektif terhadap stress . Tujuan bermain dirumah sakit (1) Memfasilitasi anak
untuk untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing (2) Memberikan kesempatan untuk
keputusan dan kontrol (3) membantu mengurangi stress terhadap perpisahan memberi
kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh merupakan satu set permainan
dokter-dokteran berisi replika alat kedokteran seperti stetoskop, jarum, perban dan lain-lain
(4) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan tujuan peralatan medis
serta prosedur medis (5) memberi distraksi dan relaksasi dan membantu mengungkapkan
perasaan anak (6) Media untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap positif
terhadap orang lain, mengekspresikan ide-ide kreatif dan minat serta mencapai tujuan
terapeutik (Diani, 2013).
4. Syarat Bermain
Ada beberapa hal yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan kegiatan bermain yang
baik untuk anak (Adriana, 2013) yaitu:
1. Perhatikan faktor usia anak
Sesuaikan mainan aktivitas dengan kematangan motorik anak, yaitu sejauh mana
gerakan-gerakan otot tubuh siap melakukan gerakan-gerakan tertentu. Juga sesuaikan
dengan kognisinya, yaitu sejauh mana anak mampu memahami permainan itu. Jika
terlalu sulit, anak jadi malas bermain dan jika terlalu gampang ia cepat bosan. Untuk itu
pilihlah mainan yang dapat merangsang kreativitas anak.
2. Tidak harus sehat
Tentu akan lebih baik jika anak dalam kondisi sehat, namun anak yang sakitpun
diperbolehkan untuk bermain, malah bisa mempercepat proses kesembuhannya tentunya
jenis permainannya disesuaikan kondisi fisik. Misalnya pilih permainan yang bisa
dilakukan ditempat tidur seperti melipat, mewarnai, menggambar atau mendengarkan
dongeng, memainkan jari-jemari sambil bercerita, main tebak-tebakan, dll.
3. Lama bermain
Tergantung karakteristik anak, ada yang aktif dan pasif. Namun sebaiknya
bermain tak terlalu lama agar anak tak mengabaikan tugas-tugas lainnya seperti makan,
mandi dan tidur. Untuk bayi, cukup 10-30 menit karena rentang perhatiannya pun masih
terbatas. Untuk anak yang lebih besar, buatlah komitmen lebih dulu. Misal, boleh main
selama 1 jam, setelah itu makan atau mandi. Namun kita harus konsisten dengan aturan
itu agar anak tidak bingung. Bagi anak yang sakit, jika ia butuh banyak istirahat, jangan
dipaksa.
4. Pastikan mainannya aman
Terlebih untuk bayi, keamanan mainan harus diperhatikan betul. Pilih yang tidak
mudah rusak pecah ataupun terurai seperti manik-manik karena di khawatirkan akan
masuk mulut atau lubang telinga hidung. Jangan pula memberikan mainan yang bertali
panjang, berukuran kecil dan menggunakan listrik. Selain itu secara umum mainan anak
haruslah tidak boleh ada bagian yang mudah tertelan, tidak tajam atau berujung runcing,
catnya tidak beracun (nontoxic), tidak mudah mengelupas, menjepit, dan tidak
menimbulkan api.
5. Dampingi anak
Perlu diingat, mainan bukan pengganti orang tua, melainkan sarana untuk
mendekatkan hubungan orang tua dengan anak jadi, selalu dampingi anak kala bermain.
Tanpa arahan kita, anak akan bermain sendiri tanpa mengenal tujuan dari permainan
tersebut. Oleh karena itu kita perlu selalu mendampingi mereka dalam bermain. Hal ini
juga untuk mengatasi segala persoalan yang dihadapi tiap anak, seperti sulitnya
berkonsentrasi terhadap suatu kegiatan. Situasi ini juga dapat memacu pertumbuhan
harga diri anak dengan memberikan penghargaan pada setiap hasil kegiatan atau
penemuan-penemuan anak dalam proses bermain.
4. 7-9 bulan 1. berikan mainan warna 1. panggil nama anak 1. meraba bahan berbagai
terang yang lebih besar, 2. ajarkan kata-kata tekstur
dapat bergerak dan simpel : “mama…”, 2. bermain air mengalir
berbunyi khas “papa….”, “dada….”. 3. berdiri untuk belajar
2. tempatkan cermin agar 3. bicara anak dengan menahan berat badan
anak bisa melihat kata-kata yang jelas 4. meletakkan mainan
dirinya 4. ajarkan nama-nama agak jauh dan
3. bermain ciluuk…ba…. bagian-bagian tubuh perintahkan anak
Dan muka lucu 5. beritahukan apa yang mengambilnya.
dilakukan ibunya
6. beri perintah yang
sederhana