Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN

MULTIPLE TRAUMATIC
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Di susun oleh :

Khofi Indaka AK 118088


Lia Yuliana AK 118092
Marcella AK 118098
M. Jaenudin Ca AK 118096
Tri Arieyanto H AK 118193
Via Yulianengsih AK 118197
Yayah Badriah AK 118204
Yuliana Nurannisa AK 118208

Kelompok 2
Kelas SGD N

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa serta dengan segala puja dan puji
syukur kami limpahkan kepada Allah SWT. Atas rahmat, taufik hidayah, serta inayah-
Nya kami dapatmenyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan judul “Makalah Asuhan
Keperawatan Multiple Traumatic” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun sebagai syarat melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat tahun ajaran 2021/2022. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun telah
banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Pihak-pihak yang
secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu dalam penyusunan tugas
makalah ini.
Kami sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan dalam pembuatan makalah
ini. Maka dari itu, saran dan kritik kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandung, Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.....................................................................................................................3
Rumusan Masalah................................................................................................................3
Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Multiple Trauma............................................................................................5
2.2 Etiologi..........................................................................................................................8

2.3 Manistasi klinis..............................................................................................................10


2.4 Komplikasi.....................................................................................................................12

2.5 Patofisiologi...................................................................................................................16

2.6 Pemeriksaan penunjang.................................................................................................19

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian.......................................................................................................................20
B. Diagnosa keperawatan....................................................................................................27
C. Intervensi.........................................................................................................................28
D. Implementasi...................................................................................................................38
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan....................................................................................................................44
5.2 Saran..............................................................................................................................44
Daftar Pustaka......................................................................................................................45

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma merupakan penyebab utama terjadinya kematian pada orang
yang berusia 1-44 tahun. Cedera akibat trauma dapat terjadi hanya pada satu
sistem organ, misalnya sistem muskuloskeletal, atau melibatkan beberapa
sistem organ (Barkin et al.,1998). Multiple trauma didefinisikan sebagai cedera
pada minimal dua sistem organ dengan derajat keparahan yang cukup tinggi
yang disertai dengan reaksi sistemik yang kemudian akan menimbulkan
terjadinya disfungsi atau kegagalan dari organ yang letaknya jauh dan sistem
organ yang vital yang tidak mengalami cedera akibat trauma secara langsung.
Reaksi sistemik atau disebut dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrome) sering terjadi pasca trauma dan menyebabkan terjadinya MODS
(Multiple Organ Dysfunction Syndrome) yang kemudian meyebabkan
terjadinya MOF (Multiple Organ Failure) dan berakhir dengan terjadinya
kematian. Mortalitas pada pasien multiple trauma adalah 10-30%. Untuk
mengurangi angka mortalitas tersebut maka diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat (Trentz O L, 2000).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Definisi Multiple Trauma?

2. Bagaimana Etiologi Multiple Trauma ?

3. Bagaimana Patofisiologi Multiple Trauma?

4. Bagaimana manifestasi klinis Multiple Trauma?

5. Bagaimana komplikasi Multiple Trauma?

6. Bagaimana pemeriksaan Multiple Trauma?

7. Asuhan keperawatan Multiple Trauma

4
1.3 Tujuan

Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada Multiple Trauma.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Multiple Trauma


Multiple Trauma dapat didefinisikan sebagai cedera pada minimal dua sistem
organ yang menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Secara khusus,
Multiple Trauma adalah suatu sindrom dari cedera multiple dengan derajat
keparahan yang cukup tinggi dengan Injury Severity Score (ISS) > 16 yang
disertai dengan reaksi sistemik akibat trauma yang kemudian menimbulkan
terjadinya disfungsi atau kegagalan dari organ yang letaknya jauh dan sistem
organ yang vital yang tidak mengalami cedera akibat trauma secara langsung.
(Trentz, 2000).

2.2 Etiologi
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru. Luka
tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam kategori
luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa yang cedera
,dan bagaimana derajat kerusakannya, perlu diketahui biomekanik terutama
cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan,
perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam , benda tumpul,
peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia . Akibat cedera ini dapat menyebabkan
cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.
Cedera traumatis dapat disebabkan oleh banyak hal. Beberapa penyebab yang paling
umum adalah:
1. Terjatuh
2. Kecelakaan
3. Trauma akibat benda tumpul pada kepala atau bagian tubuh lainnya
4. Luka bakar
5. Luka tusuk
Apabila mengalami cedera yang parah, organ tubuh biasanya akan berhenti bekerja. Hal ini
merupakan mekanisme alami tubuh untuk melindungi organ tersebut. Tubuh berusaha untuk
menyimpan sebanyak mungkin energi untuk proses penyembuhan. Namun, adanya faktor

6
lain seperti Pendarahan dapat mempersulit proses pemulihan, sehingga harus segera
diberikan pertolongan medis.
Trauma adalah penyebab kematian utama pada usia di bawah 44 tahun di Amerika
Serikat (AS). Di Indonesia, trauma menjadi penyebab kematian utama pada
kelompok umur 15 – 24 tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 – 34 tahun.
Penyebab umumnya ialah kecelakaan lalulintas, diikuti jatuh dari ketinggian, luka
bakar dan karena kesengajaan (usaha pembunuhan atau kekerasan lain dan bunuh
diri). Salah satu perintis pelayanan kedaruratan medik termasuk kasus trauma adalah
Dr. Adams R. Cowley, dari beliau muncul konsep “The golden hour”. Pelatihan
Advanced Trauma Life Support (ATLS) dimulai pada tahun 1980 di Alabama, AS,
dan atas prakarsa Dr. Aryono D. Pusponegoro, Ketua Komisi Trauma IKABI pusat,
mulai 1995 kursus ATLS terselenggara di Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara
retrospektif dalam kurun waktu Januari sampai Juli 2014 dengan jumlah pasien
meninggal di instalasi gawat darurat bedah Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
sebanyak 58 pasien. Melalui penelitian ini akan ditelusuri penyebab kematian dilihat
dari segi pertolongan pertama ketika pasien datang ke instalasi gawat darurat, dengan
mengacu kepada prosedur Advanced Trauma Life Support (ATLS) yang biasa
diterapkan. Hasilnya, pasien meninggal di instalasi gawat darurat bedah Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung dari Januari sampai Juli 2014 sebanyak 58 pasien, sebanyak
6 pasien (10,34%) meninggal pada satu jam pertama, 12 pasien (20,68%) meninggal
pada satu sampai enam jam pertama.
Dinilai dari segi prosedur Advanced Trauma Life Support (ATLS), mayoritas
mengalami kegagalan pada tahap disability (D), yaitu sebanyak 41 pasien meninggal
(70,06%), pada tahap circulation (C) sebanyak 10 pasien (17,24%), pada tahap
breathing (B) sebanyak 6 pasien (10,34%) dan tahap airway (A) sebanyak 1 pasien
(1,72%).

2.3 Manifestasi klinis Multiple Trauma


Manifestasi berupa disfungsi beberapa organ tubuh yaitu
a. Disfungsi paru-paru : hipoksia

7
b. Disfungsi jantung dan pembuluh darah : syok dan edema
c. Disfungsi ginjal : oliguria Disfungsi saluran pencernaan : ileus
d. Disfungsi liver : hiperbilirubinemia
e. Disfungsi hematologi : koagulopati dan anemia (Gerard M. D 2006)
g. Disfungsi otak:delirium

Selain disfungsi beberapa organ tubuh juga terjadi gangguan terhadap system
imunitas tubuh pasien berupa sapresi imun. Syndrome tersebut dikenal dengan
multiple organ dyafunction syndrome (MODS). MODS kemudian akan menyebabkan
terjadinya multiple organ failure (MOF) yang kemudian berakhir dengan kematian
(Gerard M D, 2006).

2.4 Komplikasi Multiple Trauma

Menurut Wahid (2013) komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi


awal dan lama yaitu:
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas
yang disebabkan oleh emergency splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartemen syndrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh odema atau peredaran arah yang menekan otot, tulang, saraaf
danpembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat.
3) Fat embolism syndrom
Kompilasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES

8
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipneu dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat .
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman Ischemia.
6) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebakan menurunnya oksigenasi.

b. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya fraktur
paada pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut kutipan dari
Smeltzer dan Bare (2013), komplikasi ini dapat berupa:
1) Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan penyakit
degeneratif sendi pasca trauma.
2) Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak normal (delayed
union, mal union, non union).
3) Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
4) Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf

2.5 Patofisiologi

Secara klinis trauma thoraks dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

mekanisme dari trauma, luas, lokasi, trauma lain yang menyertai dan penyakit

9
komorbid yang dimiliki. Akan terjadi gangguan fungsi respirasi dan secara sekunder

berhubungan dengan disfungsi jantung, sehingga tatalaksana pada trauma thoraks

akan mengembalikan fungsi kardiorespirasi menjadi normal, menghentikan

pendarahan dan mencegah sepsis (Saaiq et al, 2010; Eckstein and Handerson, 2014;

Lugo et al, 2015).

Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma thoraks mulai dari ringan

hingga berat tergantung pada besar kecilnya gaya dari trauma. Kerusakan yang

ringan pada dinding thoraks berupa fraktur kosta simpel, sedangkan lebih berat

berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi pneumothoraks, hematothoraks

atau kontusio pulmonum. Lebih dalam lagi dapat menyebabkan robekan pada

pembuluh darah besar atau trauma langsung pada jantung. Selain kerusakan

anatomi didapatkan juga gangguan pada fungsi fisiologi dari sistem repirasi

dan kardiovaskular. Gangguan sistem respirasi berupa gangguan fungsi ventilasi,

difusi gas, perfusi atau gangguan mekanik alat pernafasan, sedangkan gangguan

sistem kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak kematian pada trauma

thoraks (Saaiq et al, 2010; Mattox et al, 2013; Lugo et al, 2015).

Kontusio atau hematoma pada dinding thoraks paling sering terjadi sebagai

akibat dari trauma tumpul dinding thoraks. Robekan pada pembuluh darah kulit,

subkutan dan otot menyebabkan hematoma ekstrapleura tapi tidak membutuhkan

tindakan pembedahan karena jumlah darah yang cenderung sedikit (Milisavljevic et

al, 2012; Lugo et al, 2015).

Fraktur pada kosta disebabkan oleh trauma tumpul langsung pada dinding

10
thoraks dengan angka kejadian 35 hingga 40 persen dari seluruh trauma thoraks.

Karakteristik fraktur tergantung dari lokasi dan besarnya gaya dari trauma (Saaiq et

al, 2010; Milisavljevic et al, 2012). Gejala yang spesifik adalah rasa nyeri yang

meningkat terutama saat bernafas dalam, bergerak atau batuk. Hal ini yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya atelektasis atau pneumonia karena pasien akan

berusaha mengurangi pergerakan atau hanya bernafas dangkal (Novakov et al, 2014;

Lin et al, 2015; Lugo et al, 2015). Sedangkan pada kasus flail chest dimana kosta –

kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada area

kostokondral. Keadaan klinis akan tampak pernafasan yang paradoksal pada

dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi. Dengan

angka kejadian sekitar 5 persen dari seluruh trauma thoraks. Menegakkan diagnosa

fraktur kosta dan flail chest dengan pemeriksaan fisik dan dapat dikonfirmasi

melalui rontgen thoraks (Wanek and Mayberry, 2004; Milisavljevic et al, 2012;

Lugo et al, 2015).

Gambar 2.2 Flail chest (ATLS, 2012)

11
Fraktur sternum disebabkan oleh trauma tumpul pada thoraks dengan gaya

yang sangat besar dan disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ

mediastinum harus dicurigai, umumnya adalah kontusio miokardium (Milisavljevic

et al, 2012).

Pneumothoraks adalah adanya udara pada rongga pleura yang dapat

disebabkan oleh trauma maupun non-trauma. Pada kasus trauma dapat disebabkan

oleh fraktur kosta atau peningkatan tekanan intra-alveolar akibat kompresi thoraks

secara mendadak. Fraktur kosta menjadi penyebab terbanyak dimana menyebabkan

laserasi dari pleura parietalis maupun viseralis. Sedangkan trauma tumpul yang

menyebabkan kompresi mendadak pada thoraks meningkatkan tekanan intra-

alveolar sehingga terjadi ruptur alveolus. Selain itu dapat juga terjadi ketika adanya

peningkatan tekanan tracheobronchial tree, dimana pada saat glotis tertutup

menyebabkan peningkatan tekanan terutama pada bivurcatio trachea atau bronchial

tree tempat dimana bronkus lobaris bercabang sehingga ruptur dari trakea atau

bronkus dapat terjadi. Pneumothoraks yang

tidak mendapatkan penanganan cepat dapat berkembang menjadi tension

pneumothoraks yang mengakibatkan peningkatan risiko mortalitas. Terjadi

pendesakan mediastinum kearah kontralateral, menurunnya venous return dan

menekan paru kontralateral (Milisavljevic et al, 2012; Lugo et al, 2015).

12

a b
Gambar 2.3 Pneumothoraks (a); tension pneumothoraks (b) (ATLS,
2012)

Hematothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura yang disebabkan

oleh trauma pada dinding thoraks, diafragma, paru – paru atau mediastinum.

Terbanyak karena trauma tumpul dan 37 hingga 58 persen bersamaan dengan

pneumothoraks atau hemopneumothoraks (Milisavljevic et al, 2012; Lugo et al,

2015). Hematothoraks dikatakan masif bila drainage darah mencapai 1000 mililiter

atau 100 mililiter per-jam dan lebih dari 4 jam pada kasus akut. Segera dilakukan

thoracotomy emergensi karena sangat berisiko mengancam nyawa bahkan kematian

(Cobanoglu et al, 2012).

13
Gambar 2.4 Hematothoraks masif (ATLS, 2012)

Kontusio pulmonum adalah kerusakan parenkim paru, edema interstitial atau hematoma

yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian paru yang disebabkan oleh trauma thoraks,

terutama oleh trauma tumpul thoraks. Kontusio lebih dari 30 persen pada parenkim paru

membutuhkan ventilasi mekanik (Milisavljevic et al, 2012; Lugo et al, 2015).

Angka mortalitas pada pasien trauma tumpul thoraks tergantung terutama pada tingkat

keparahan trauma dan adanya keterkaitan dengan sistem organ lainnya (Huber et al, 2014; El-

Menyar et al, 2016).

14
15
16
2.6 Pemeriksaan penunjang

1. Radiologi
a. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul.
b. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan
pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma.
Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral
decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma
ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada
keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan
psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak
memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau
dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal,
rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo
atau pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas
intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip
pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan
jalannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen
tidur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT
d. Koagulasi : PT,PTT
4. MRI
5. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatic
6. CT Scan
7. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax
atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
8. Scan limfa
9. Ultrasonogram
10. Peningkatan serum atau amylase urine
11. Peningkatan glucose serum
12. Peningkatan lipase serum
13. DPL (+) untuk amylase
14. Peningkatan WBC
15. Peningkatan amylase serum
16. Elektrolit serum
17.AGD(ENA,2000:49-55
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD Sebuah rumah Sakit oleh tim
ambulance PSC 119 karena mobil yang kendarainya menabrak mobil lain dan terguling,
pasien saat ditemukan berada di posisi pengemudi, pasien mengalami benturan di
kepala dan dada. Pada pemeriksaan breathing didapatkan data saat di auskultasi suara
nafas redup atau tidak terdengar pada sisi yang sakit, saat diperkusi terdapat hipersonor,
terdapat peningkatan JVP, terdapat hematom pada daerah kepala, Tensi : 90/60 mmHg,
Nadi; 90x/menit, RR; 26x/menit.

3.1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A. Circulation : Ada nadi, nadi 90x/menit, TD : 90/60 mmHg, akral teraba
dingin.

B. Airway : Pernapasan ada , nafas cepat dan dangkal dengan RR 26


x/menit.

C. Breathing : Pernapasan suara nafas saat diaulkustasi redup atau tidak


terdengar pada sisi yang sakit,RR 26 x/menit saat diperkusi
terdapat hipersonor.

D. gangguan pola napas.

E. Disability : Penurunan kesadaran.

F. Exposure : pasien mengalami benturan di kepala hematom dan dada.


2. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesis
a) Identitas klien
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 30 tahun
Alamat : Panyileukan
Agama : Islam
Bahasa : Sunda

Status perkawinan : Menikah


Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sopir Bus
Golongan darah : B
No. register :
Tanggal MRS : 5 Juni 2021

Diagnosa medis: Multiple Trauma


b) Identitas penanggung jawab :
Nama : Ny.
D
Jenis kelamin : Prempuan
Alamat : Panyileukan
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Istri
c) Keluhan utama
Pasien datang IGD diantar oleh ambulance PSC dengan
kecelakaan bermobil, pasien mengalami penurunan kesadaran dan
ada benturan pada kepala dan dada.

d) Riwayat kesehatan

1. Riwayat penyakit sekarang

Tn. B (30 tahun) dibawa penolong PSC dan keluarganya ke


rumah sakit karena mengalami kecelakaan bermobil. Pasien
mengalami penurunan kesadaran. Penolong mengatakan dada
korban membentur stir mobil. Keaadaan pasien saat di IGD klien
mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal,
auskultasi suara napas redup, dan hipersonor. Terdapat
Hematoma pada kepala. Hasil pemeriksaan TTV, nadi 90x/menit,
TD : 90/60 mmHg, RR 26 x/menit.

2. Riwayat penyakit dahulu


Keluarga mengatakan pasien sudah berberapa kali
mengalami kecelakaan tetapi belum perna separah ini sampai
mengalami penurunan kesadaran serta pasien tidak memiliki
riwayat penyakit apapun

3.2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Penurunan kesadaran dan sesak


Kesadaran : Sopor
TTV :
Tekanan Darah :90/60mmHg
Frekuensi Nadi : 90x/menit
Pernapasan : 26x/menit
Suhu : 38,7oC
a). Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris ,(
hematoma)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b). Mata
Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c). Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-
otot pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d). Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan
e). Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan
lendir
e). Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,
tidak dicurigai fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g). Toraks

Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan


dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan.

Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan

Auskultasi : Bunyi napas ronchi, suara ngorok, frekuensi napas 30x/menit

Perkusi : Snoring

h). Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
h).Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j). Ekstremitas
- Atas :Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada
jejas ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri,
fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Bawah : Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k). Data tambahan pasien
1. Data psikologi
Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses
keperawatan
2. Data social
Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang
selalu menunggu klien.
3. Data spiritual
Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk
kesembuhan klien.
3.3. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds :- Penolong mengatakan pasien Hematoraks Ketidakefek
terbentur pada kepala dan tifan
dada Ekspensi paru bersihan
Do : - suara napas saat auskultasi redup jalan napas
- Suara napas tidak terdengar Gangguan
pada sisi yang sakit ventilasi
- Frekuensi napas 26x/menit
2 Ds : - Penolong mengatakan dada Trauma thorak Gangguan
korban membentur stir mobil pertukaran
gas
sebelum mengalami penurunan
Kolaps
kesadaran
- Penolong mengatakan pasien
Pneumothorax
terbentur pada kepala dan dada
Do :
- -Saat diperkusi Hipersonor Ekspensi paru
- Frekuensi napas 26 x/menit

Gangguan
ventilasi
3 Ds : - Penolong mengatakan dada Trauma thorak Gangguan
korban membentur stir mobil pertukaran
sebelum mengalami penurunan Tekanan pada gas
thorax meningkat
kesadaran
- Penolong mengatakan pasien
terbentur pada kepala dan dada Tension
Do : - JVP Meningkat

- Napas cepat dan dangkal Pneumothorax


dengan frekuensi nadi
26x/menit
-
Ekspensi paru

Gangguan vetilasi

4 Ds : - penolong mengatakan bahwa Trauma tajam dan Gangguan


pasien mengalami trauma tumpul perfusi
kecelakaan bermobil jaringan
dengan benturan dikepala Trauma kepala
Do :- Akral teraba dingin
- Hematoma pada kepala Perdarahan
jaringan ekster
kranial

Reabsorsi darah

Hematoma

Gangguan
ventilasi
- CRT > 3 detik
- Pemeriksaan ttv :
TD :120/80 mmHg
N : 110x/m
P : 35x/m
S : 38,7oc
5 Ds : - Penolong mengatakan ada Trauma thorak Nyeri dada
bengkak dan jejas di bagian
dada pasien Perdarahan
- Penolong mengatakan dada jaringan
pasien membentur stir intersitium
Do : - Tampak ada bengkak dan jejas
di dada pasien Reabsorsi darah
- Pengkajian PQRST
Region : Tampak ada bengkak Hemathorak
dan jejas didada pasien sebelah
kiri. Merangsang
reseptor nyeri
dada pleura
viseralis dan
Perientalis

Diskontinuitas
jaringan
3.4. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pendarahan


thorax yang menghalangi pernapasan
2. Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan penurunan
kemampuan paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadi sumbatan dan
suplai oksigen turun dalam jaringan
5. Nyeri dada berhubungan dengan bengkak, jejas dan infark paru-paru
3.5. Tindakan keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawata (Noc) (Nic)
n
1 Ketidakefektifan  Status - Pastikan kebutuhan
bersihan jalan pernapasan : oral/suction
napas berhubungan pertukaran gas - Auskultasi suara
dengan pendarahan  Airway status napas sebelum dan
thorax yang Kriteria hasil : sesudah suction
menghalangi  Suara napas - Berikan oksigen
pernapasan bersih, tidak ada menggunakan nasal
sianosis, mampu kanul
Definisi : bernapas dengan - Monitor status napas
Ketidakmampuan mudah dan oksigen
untuk membersihkan  Menunjukan - Buka jalan napas
sekresi atau jalan napas yang gunakan tekhnik
obstruksi dari pasten (irama chin lift
saluran pernapasan napas dalam - Posisikan pasien
untuk rentang normal, untuk
mempertahankan tidak ada suara memaksimalkan
kebersihan jalan napas abnormal) ventilasikeluarkan
napas  Mampu secret dengan cara
mengidentifikasi suction
dan mencegah - Monitor respirasi
faktor yang dan status oksigen
menghambat
jalan napas
2 Gangguan pola  Respiratory Airway Management
napas, dispneu Status : - Buka jalan nafas,
berhubungan dengan ventilation gunakan teknik chin
penurunan  Respiratory lift atau jaw thrust
kemampuan paru Status : airway bila perlu
patency - Posisikan pasien
Definisi : Inspirasi  Vital Sign untuk
dan / ekspirasi yang Status memaksimalkan
tidak memberi Kriteria Hasil : ventilasi
ventilasi  Mendemonstrasi - Lakukan fisioterapi
kan batuk dada jika perlu
efektif dan suara - Keluarkan secret
napas yang dengan batuk atau
bersih, tidak ada suction
sianosis dan - Auskultasi suara
dyspneu nafas, catat adanya
(mampu suara tambahan
mengeluarkan - Atur intake untuk
sputum, mampu cairan
bernafas dngan mengoptimalkan
mudah, tidak keseimbangan
ada pursed lips) - Monitor respirasi
 Menunjukkan dan status O2.
jalan nafas yang Respiratory Monitoring
paten (klien - Monitoring rata-
tidak merasa rata,kedalaman,
tercekik, irama irama dan usaha
napas, frekuansi respirasi
pernafasan - Catat gerakan dada,
dalam, rentang amati kesimetrisan,
normal, tidak penggunaan otot
ada suara nafas tambahan, retraksi
abnormal) otot supraclavicular
 Tanda tanda dan intercostals
vital dalam - Monitor suara nafas
rentang normal seperti dengkur
(tekanan darah, - Auskultasi suara
nadi, nafas, catat area
pernafasan) penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan

Auskultasi suara paru


setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.
3 Gangguan  Respiratory Airway Management
pertukaran gas Status : Gas - Buka jalan nafas,
berhubungan dengan exchange gunakan teknik chin
ketidakseimbangan  Respiratory lift atau jaw thrust
ventilasi dan perfusi Status : bila perlu
ventilation - Posisikan pasien
Definisi: kelebihan  Vital Sign untuk
atau defisit pada Status memaksimalkan
oksigenasi dan/atau Kriteria Hasil : ventilasi
eliminasi karbon  Mendemonstrasi - Lakukan fisioterapi
dioksida pada kan peningkatan dada jika perlu
membran alveolar- ventilasi dan - Keluarkan secret
kapiler. oksigenasi yang dengan batuk atau
adekuat suction
 Memelihara - Auskultasi suara
kebersihan paru nafas, catat adanya
paru dan bebas suara tambahan
dari tanda tanda - Atur intake untuk
distress cairan
pernafasan mengoptimalkan
 Mendemonstras keseimbangan
ikan batuk - Monitor respirasi
efektif dan dan status O2.
suara nafas Respiratory Monitoring
yang bersih, - Monitoring rata-
tidak ada rata,kedalaman,
sianosis dan irama dan usaha
dyspneu respirasi
(mampu - Catat gerakan dada,
mengeluarkan amati kesimetrisan,
sputum, mampu penggunaan otot
bernafas dengan tambahan, retraksi
mudah, tidak otot supraclavicular
ada pursed lips) dan intercostals
 Tanda tanda - Monitor suara nafas
vital dalam seperti dengkur
rentang normal. - Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
- Auskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya.
4 Gangguan perfusi  Energy activity therapy
jaringan conservation - Kolaborasikan
berhubungan dengan  Activity dengan tenaga medis
suplai oksigen dalam tolerance dalam merencanakan
jaringan.  Self care : program terapi yang
ADLs tepat
Definisi : Kriteria hasil : - Bantu klien untuk
Ketidakcukupan  Berpartisipasi mengidentifikasi
energi psikologis dalam aktivitas aktivitas yang
atau fisiologis untuk fisik tanpa mampu dilakukan
melanjutkan atau disertai - Bantu untuk memilih
menyelesaikan peningkatan aktivitas konsisten
aktifitas kehidupan tekanan darah, yang sesuai dengan
sehari-hari yang nadi dan RR kemampuan fisik,
harus atau yang  Mampu psikologi dan sosial
ingin dilakukan. melakukan - Bantu untuk
aktivitas sehari- mendapatkan alat
hari (ADLs) bantuan aktivitas
secara mandiri seperti kusi roda,
 Tanda-tanda krek
vital normal - Bantu untuk
 Energy membuat jadwal
psikomotor latihan diwaktu
 Level luang
kelemahan - Bantu
 Manpu pasien/keluarga
berpindah : untuk
denangan atau mengidentifikasi
tanpa bantuan kekurangan dalam
alat beraktivitas.
 Status
kardiopulmonari
adekuat
 Sirkulasi status
baik

5 Nyeri dada Pain level Pain management


berhubungan dengan Pain control - Lakukan pengkajian
infark paru-paru . Comfort level nyeri secara
Kriteria hasil : komprehensif
Definisi:  Mampu termasuk lokasi,
pengalaman sensori mengontrol karakteristik, durasi,
dan emosional yang nyeri (tahu frekuensi, kualitas
tidak menyenangkan penyebab nyeri, dan faktor presipitasi
yang muncul akibat mampu - Observasi reaksi
kerusakan jaringan mengguanakan nonverbal dari
yang aktual atau tehnik ketidaknyamanan
potensial atau nonfarmakologi - Gunakan tehnik
digambarkan dalam untuk komunikasi
hal kerusakan mengurangi teraupetik untuk
sedimikian rupa nyeri, mencari mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri
 Melaporkan pasien
bahwa nyeri - Kaji kultur yang
berkurang mempengaruhi
dengan respon nyeri
menggunakan - Evaluasi
manajemen pengalaman nyeri
nyeri masa lampau
 Mampu - Evaluasi bersama
mengenali nyeri pasien dan tim
(skala, kesehatan lain
intensitas, tentang
frekuensi dan ketidakefektifan
tanda nyeri) kontrol nyeri masa
 Menyatakan lampau
rasa nyaman Analgesic administration
setelah nyeri - Tentukan lokasi,
berkurang karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
- Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
- Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur.
3.6. Implementasi dan Evaluasi

Tanggal No Implemmentasi Evaluasi Paraf


Dx. - Mempastikan kebutuhan S : - Keluarga
1 oral/suction mengatakan suara
- Mengauskultasi suara napas pasien
napas sebelum dan sesak sudah
sesudah suction berkurang
- Memberikan oksigen O : - Bersihan jalan
menggunakan nasal napas pasien
kanul tampak bersih
- Memonitor status napas A : Masalah teratasi
dan oksigen sebagian
- Membuka jalan napas P : Lanjutkan intervensi
gunakan tekhnik chin lift
- Momposisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasikeluarkan secret
dengan cara suction
- Memonitor respirasi dan
status oksigen
Dx. - Membuka jalan nafas, S : - keluarga
2 gunakan teknik chin lift mengatakan
atau jaw thrust bila perlu pasien masih
- Memposisikan pasien sesak
untuk memaksimalkan - Keluarga pasien
ventilasi mengatakan
- Melakukan fisioterapi gerakan dinding
dada jika perlu dada masih tidak
- Mengauskultasi suara setabil
nafas, catat adanya suara O : - klien tampak sesak
Tambahan - RR : 24 x/m
- Mengatur intake untuk A : masalh belum teratasi
cairan mengoptimalkan P : lanjutkan intervensi
keseimbangan
- Memonitor respirasi dan
status O2.
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mencatat gerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
- Memonitor suara nafas
seperti dengkur
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya.

Dx. - Membuka jalan nafas, S :- Klien mengatakan


3 gunakan teknik chin lift sudah tidak sakit
atau jaw thrust bila perlu kepala lagi pada saat
- Memposisikan pasien bangun tidur dan
untuk memaksimalkan tidak kesulitan lagi
Ventilasi bernapas
- Melakukan fisioterapi O : Tampak klien tidur
dada jika perlu dengan nyenyak dan
- Mengeluarkan secret tidak mengalami
dengan batuk atau pusing dan kesulitan
suction bernapas
- Mengauskultasi suara A : Masalah teratasi
nafas, catat adanya suara sebagian
tambahan P : Lanjutkan intervensi
- Mengatur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan
- Memonitor respirasi dan
status O2.
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mencatat gerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
- Memonitor suara nafas
seperti dengkur
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya.

Dx. - Mengkolaborasikan S : - Klien tidak


4 dengan tenaga medis mengeluhkan pusing
dalam merencanakan dan sakit kepala
program terapi yang tepat - Klien mengatakan
- Membantu klien untuk sudah merasa tenang
mengidentifikasi aktivitas O : Tingkat kesadaran
yang mampu dilakukan pasien
- Membantu untuk komposmetis
memilih aktivitas (GCS 12)
konsisten yang sesuai A : Masalah teratasi
dengan kemampuan fisik, P : Intervensi selesai
psikologi dan sosial
- Membantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kusi roda, krek
- Membantu untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
- Membantu
pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas.
Dx. - Melakukan pengkajian S : - - keluarga
5 nyeri secara mengatakan pasien
komprehensif termasuk sudah bisa
lokasi, karakteristik, menenangkan nyeri
durasi, frekuensi, kualitas yang dialaminya
dan faktor presipitasi - Pasien
- Mengobservasi reaksi mengatakan nyeri
nonverbal dari berkurang setiap
ketidaknyamanan selesai diberikan
- Menggunakan tehnik obat
komunikasi teraupetik O : - Luka pasien tampak
untuk mengetahui bersih
pengalaman nyeri pasien - Bengkak pada
- Mengkaji kultur yang pasien sudah
mempengaruhi respon mengecil
nyeri A : Masalah teratasi
- Mengevaluasi sebagian
pengalaman nyeri masa P : lanjutkan intervensi
lampau
- Mengevaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan
lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
- Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
- Mengecek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Mengecek riwayat alergi
- Memilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
- Menentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
- Menentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

1. Kenapa pasien pada saat di aulkustasi terdapat suara redup dan JPV
meningkat ?
Jawab :
Karena terdapat kerusakan alveolus disertai adanya cairan akibat benturan, data ini
dapatdidukung dengan perkusi dada hipersonor (pekak yang bisa disebabkan
karenaemfisema). JVP meningkat terjadi karena adanya kegagalan jantung dalam
memompa darah ke dalam sirkulasi. Sehingga, pemantauan JVP sebagai prediktor
kondisi jantung pada pasien merupakan komponen penting dalam pengelolaan dan
perawatan pada pasien gagal jantung. JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih
tinggi daripada normal.
2. Kenapa saat diperkusi terdapat suara hipersonor?
Kenapa terjadi hipersonor, karena pada hipersonor itu terjadi akibat kelainan paru-
paru, dimana dikasus sudah dijelaskan bahwa adanya benturan di dada. Hubungannya
dengan dada karena di dalam dada terdapat organ jantung dan paru-paru, nah terjadi
hipersonor karena paru-parunya terkena.

3. Tindakan utama apa saja yang harus dilakukan pada kasus?


Mengecek sirkulasi pernafasannya, setelah itu melakukan resusitasi jantung 5
siklus dimana dilakukan 30 kali kompresi dan 2 kali ventilasi
4. Hubungan benturan pada kepala dan dada dengan penurunan tekanan
darah ?
Hipotensi, yang bisa muncul kapan saja akibat trauma, telah dijadikan
prediktor utama terhadap outcome pada pasien cedera kepala. Hipotensi
merupakan faktor yang sering ditemukan diantara kelima faktor terkuat yang
mempengaruhi outcome pasien cedera kepala. Riwayat penderita dengan kondisi
hipotensi berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas
pasien cedera kepala (Chessnut, 2000; Demetriades, 2004).
Terdapatnya cedera sistemik ganda terutama yang berhubungan dengan
hipoksia sistemik dan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg), memperburuk
prognosis penyembuhan (Bowers, 1980). Miller (1978) menemukan 13%
penderita dengan hipotensi dan 30% dengan hipoksia pada saat tiba di unit gawat
darurat. Diantara penderita cedera kepala, hipotensi biasanya disebabkan
kehilangan darah karena cedera sistemik; sebagian kecil mungkin karena cedera
langsung pada pusat refleks kardiovaskular di medula oblongata. Newfield
(1980) mendapatkan angka mortalitas 83% pada penderita-penderita dengan
hipotensi sistemik pada 24 jam setelah dirawat, dibandingkan dengan angka
mortalitas 45% dari penderita-penderita tanpa hipotensi sistemik (Moulton,
2005). Penambahan morbiditas dari hipotesi sistemik bisa sebagai akibat cedera
iskemik sekunder dari menurunnya perfusi serebral. Hipotensi yang ditemukan
mulai dari awal cedera sampai selama perawatan penderita merupakan faktor
utama yang menentukan outcome penderita cedera kepala, dan merupakan
satusatunya faktor penentu yang dapat dikoreksi dengan medikamentosa.
Adanya satu episode hipotensi dapat menggandakan angka mortalitas dan
meningkatkan morbiditas, oleh karenanya koreksi terhadap hipotensi terbukti
akan menurunkan morbiditas dan mortalitas (Rovlias, 2004; Sastrodiningrat,
2006). Pietropaoli dkk dalam penelitian retrospektifnya menemukan bahwa
hipotensi intra operatif juga memegang peranan penting, dengan peningkatan
kematian tiga kali lipat. Mekanisme yang pasti mengenai pengaruh hipotensi
dengan peningkatan derajat keparahan masih belom jelas, tetapi pada autopsi
90% pasien cedera kepala ditemukan bukti adanya kerusakan otak akibat iskemik
(Stieffel,2005).

5. Apa saja akibat benturan pada bagian kepala dan bagian dada?
Ketika terjadi benturan Trauma pada thorax dan kepala yang terjadi pada
thorax akan mengalami kerusakan pada pleura akhirnya tension tekanan pleura
meningkat dan udara tertahan dilapisan pleura-> gg pertukaran . Jika terjadi
fraktur iga maka akan mengakibatkan kerusakan jaringan paru sehingga paru
kolaps dan terjadi gangguan ekspansi paru, hipoksia-> resiko syok . Apabila
terjadi trauma pada kepala kemungkinan cedera jaringan otak (Ekstra kranial pd
kasus) akhirnya pendarahan (hematoma) perubahan GCS peningkatan TIK dan
terjadi penurunan kesadaran.
6. Kenapa terdapat hematoma pada kepala klien?
Jawab: karena pada kasus si pasien mengalami benturan di kepala dan itu bisa
menyebabkan cedera atau bahkan bisa trauma kepala. Cedera kepala bisa
menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang ada di sekitar otak atau tulang
tengkorak bagian dalam. Akibatnya, darah mengumpul atau membeku di celah
antara otak dan tulang tengkorak, lalu membentuk hematoma (bekuan darah).
7. Apa hubungan benturan pada kepala pasien dan dada pasien dengan
penurunan atau kenaikan TTV pasien?
Hubungan nya yaitu ketika pasien mengalami benturan pada kepala dan dada ,akan
terjadinya hematom dan juga trauma saat benturan juga akibatnya mengalami kenaikan
JIV nya dan sedangkan Tekanan darahnya menurun akibat benturan di kepala nya
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.
Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam
kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa
yang cedera ,dan bagaimana derajat kerusakannya, perlu diketahui biomekanik
terutama cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa
benturan, perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam ,
benda tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia. Pada kasus Seorang
laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD Sebuah rumah Sakit oleh tim
ambulance PSC 119 karena mobil yang kendarainya menabrak mobil lain dan
terguling, pasien saat ditemukan berada di posisi pengemudi, pasien
mengalami benturan di kepala dan dada.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan pendarahan thorax yang menghalangi
pernapasan, Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan
penurunan kemampuan paru. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi,Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan terjadi sumbatan dan suplai oksigen
turun dalam jaringan dan Nyeri dada berhubungan dengan bengkak, jejas dan
infark paru-paru. Dari semua diagnosa keperawatan yang muncul perlu adanya
tindakan keperawatan gawatdarurat yang harus dilakukan salah satunya
memberikan terapi oksigenasi yang adekuat.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk mahasiswa

Semoga laporan akhir ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan

meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan Multipel

trauma di ruang IGD pada pasen dengan Multiple Trauma

5.2.2 Untuk kampus

Semoga denga laporan akhir dapat menambah sumber referensi untuk

membantu dalam proses pembelajaran dan meningkatkan

pengetahuan peserta didik dikampus


DAFTAR PUSTAKA

S,Harsismanto.2018.ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN TRAUMA


THORAKS: ResearchGate
https://www.researchgate.net/publication/330357547_ASKEP_TRAUMA_THORAKS_HEMATHOR
AKS diakses pada 6 Juni 2021
Sinta.2018. Pat Trauma Thorax.
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/d8dcd708b8dfd3eec5e35be6125d0cc4.pdf
diakses pada 6 Juni 2021
Yuli,Mafni. Pathway Multipel Trauma: Scribd
https://www.scribd.com/document/321003293/7-Pathway-Multiple-Trauma diakses
pada 6 Juni 2021
Yoga,Manitus. Trauma Kepala. Scribd
https://www.scribd.com/document/77758467/Patofisiologi-Cedera-Kepala diakses pada
6 Juni 2021
NANDA. (2014). Nursing Diagnosis: definitions and Classification 2015-2017. Tenth
Edition. NANDA International
Carpenito, Lynda J., Moyet. (2013). BukuSaku Diagnosis Keperawatan. Ed. 13. Jakarta: EGC
https://docplayer.info/44186580-Bab-ii-kajian-pustaka-multiple-trauma-adalah-suatu-
sindrom-dari-cedera-multipel-dengan-derajat-keparahan.html
https://id.scribd.com/doc/307080061/MAKALAH-TRAUMA-MULTIPLE-doc diakses
06 juni 2021
jurnal.um-palembang.ac.id/syifamedika/article/download/1339/pdf diakses 06 juni 2021

Anda mungkin juga menyukai