MULTIPLE TRAUMATIC
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Di susun oleh :
Kelompok 2
Kelas SGD N
Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa serta dengan segala puja dan puji
syukur kami limpahkan kepada Allah SWT. Atas rahmat, taufik hidayah, serta inayah-
Nya kami dapatmenyelesaikan tugas pembuatan makalah dengan judul “Makalah Asuhan
Keperawatan Multiple Traumatic” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun sebagai syarat melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat tahun ajaran 2021/2022. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun telah
banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Pihak-pihak yang
secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu dalam penyusunan tugas
makalah ini.
Kami sebagai penyusun menyadari adanya kekurangan dalam pembuatan makalah
ini. Maka dari itu, saran dan kritik kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.....................................................................................................................3
Rumusan Masalah................................................................................................................3
Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Multiple Trauma............................................................................................5
2.2 Etiologi..........................................................................................................................8
2.5 Patofisiologi...................................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru. Luka
tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam kategori
luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa yang cedera
,dan bagaimana derajat kerusakannya, perlu diketahui biomekanik terutama
cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan,
perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam , benda tumpul,
peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia . Akibat cedera ini dapat menyebabkan
cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.
Cedera traumatis dapat disebabkan oleh banyak hal. Beberapa penyebab yang paling
umum adalah:
1. Terjatuh
2. Kecelakaan
3. Trauma akibat benda tumpul pada kepala atau bagian tubuh lainnya
4. Luka bakar
5. Luka tusuk
Apabila mengalami cedera yang parah, organ tubuh biasanya akan berhenti bekerja. Hal ini
merupakan mekanisme alami tubuh untuk melindungi organ tersebut. Tubuh berusaha untuk
menyimpan sebanyak mungkin energi untuk proses penyembuhan. Namun, adanya faktor
6
lain seperti Pendarahan dapat mempersulit proses pemulihan, sehingga harus segera
diberikan pertolongan medis.
Trauma adalah penyebab kematian utama pada usia di bawah 44 tahun di Amerika
Serikat (AS). Di Indonesia, trauma menjadi penyebab kematian utama pada
kelompok umur 15 – 24 tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 – 34 tahun.
Penyebab umumnya ialah kecelakaan lalulintas, diikuti jatuh dari ketinggian, luka
bakar dan karena kesengajaan (usaha pembunuhan atau kekerasan lain dan bunuh
diri). Salah satu perintis pelayanan kedaruratan medik termasuk kasus trauma adalah
Dr. Adams R. Cowley, dari beliau muncul konsep “The golden hour”. Pelatihan
Advanced Trauma Life Support (ATLS) dimulai pada tahun 1980 di Alabama, AS,
dan atas prakarsa Dr. Aryono D. Pusponegoro, Ketua Komisi Trauma IKABI pusat,
mulai 1995 kursus ATLS terselenggara di Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara
retrospektif dalam kurun waktu Januari sampai Juli 2014 dengan jumlah pasien
meninggal di instalasi gawat darurat bedah Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
sebanyak 58 pasien. Melalui penelitian ini akan ditelusuri penyebab kematian dilihat
dari segi pertolongan pertama ketika pasien datang ke instalasi gawat darurat, dengan
mengacu kepada prosedur Advanced Trauma Life Support (ATLS) yang biasa
diterapkan. Hasilnya, pasien meninggal di instalasi gawat darurat bedah Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung dari Januari sampai Juli 2014 sebanyak 58 pasien, sebanyak
6 pasien (10,34%) meninggal pada satu jam pertama, 12 pasien (20,68%) meninggal
pada satu sampai enam jam pertama.
Dinilai dari segi prosedur Advanced Trauma Life Support (ATLS), mayoritas
mengalami kegagalan pada tahap disability (D), yaitu sebanyak 41 pasien meninggal
(70,06%), pada tahap circulation (C) sebanyak 10 pasien (17,24%), pada tahap
breathing (B) sebanyak 6 pasien (10,34%) dan tahap airway (A) sebanyak 1 pasien
(1,72%).
7
b. Disfungsi jantung dan pembuluh darah : syok dan edema
c. Disfungsi ginjal : oliguria Disfungsi saluran pencernaan : ileus
d. Disfungsi liver : hiperbilirubinemia
e. Disfungsi hematologi : koagulopati dan anemia (Gerard M. D 2006)
g. Disfungsi otak:delirium
Selain disfungsi beberapa organ tubuh juga terjadi gangguan terhadap system
imunitas tubuh pasien berupa sapresi imun. Syndrome tersebut dikenal dengan
multiple organ dyafunction syndrome (MODS). MODS kemudian akan menyebabkan
terjadinya multiple organ failure (MOF) yang kemudian berakhir dengan kematian
(Gerard M D, 2006).
8
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipneu dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat .
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman Ischemia.
6) ShockShock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebakan menurunnya oksigenasi.
b. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya fraktur
paada pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut kutipan dari
Smeltzer dan Bare (2013), komplikasi ini dapat berupa:
1) Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan penyakit
degeneratif sendi pasca trauma.
2) Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak normal (delayed
union, mal union, non union).
3) Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
4) Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf
2.5 Patofisiologi
Secara klinis trauma thoraks dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
mekanisme dari trauma, luas, lokasi, trauma lain yang menyertai dan penyakit
9
komorbid yang dimiliki. Akan terjadi gangguan fungsi respirasi dan secara sekunder
pendarahan dan mencegah sepsis (Saaiq et al, 2010; Eckstein and Handerson, 2014;
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma thoraks mulai dari ringan
hingga berat tergantung pada besar kecilnya gaya dari trauma. Kerusakan yang
ringan pada dinding thoraks berupa fraktur kosta simpel, sedangkan lebih berat
atau kontusio pulmonum. Lebih dalam lagi dapat menyebabkan robekan pada
pembuluh darah besar atau trauma langsung pada jantung. Selain kerusakan
anatomi didapatkan juga gangguan pada fungsi fisiologi dari sistem repirasi
difusi gas, perfusi atau gangguan mekanik alat pernafasan, sedangkan gangguan
thoraks (Saaiq et al, 2010; Mattox et al, 2013; Lugo et al, 2015).
Kontusio atau hematoma pada dinding thoraks paling sering terjadi sebagai
akibat dari trauma tumpul dinding thoraks. Robekan pada pembuluh darah kulit,
Fraktur pada kosta disebabkan oleh trauma tumpul langsung pada dinding
10
thoraks dengan angka kejadian 35 hingga 40 persen dari seluruh trauma thoraks.
Karakteristik fraktur tergantung dari lokasi dan besarnya gaya dari trauma (Saaiq et
al, 2010; Milisavljevic et al, 2012). Gejala yang spesifik adalah rasa nyeri yang
meningkat terutama saat bernafas dalam, bergerak atau batuk. Hal ini yang dapat
berusaha mengurangi pergerakan atau hanya bernafas dangkal (Novakov et al, 2014;
Lin et al, 2015; Lugo et al, 2015). Sedangkan pada kasus flail chest dimana kosta –
kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada area
angka kejadian sekitar 5 persen dari seluruh trauma thoraks. Menegakkan diagnosa
fraktur kosta dan flail chest dengan pemeriksaan fisik dan dapat dikonfirmasi
melalui rontgen thoraks (Wanek and Mayberry, 2004; Milisavljevic et al, 2012;
11
Fraktur sternum disebabkan oleh trauma tumpul pada thoraks dengan gaya
yang sangat besar dan disertai dengan fraktur kosta multipel. Gangguan organ
et al, 2012).
disebabkan oleh trauma maupun non-trauma. Pada kasus trauma dapat disebabkan
oleh fraktur kosta atau peningkatan tekanan intra-alveolar akibat kompresi thoraks
laserasi dari pleura parietalis maupun viseralis. Sedangkan trauma tumpul yang
alveolar sehingga terjadi ruptur alveolus. Selain itu dapat juga terjadi ketika adanya
tree tempat dimana bronkus lobaris bercabang sehingga ruptur dari trakea atau
12
a b
Gambar 2.3 Pneumothoraks (a); tension pneumothoraks (b) (ATLS,
2012)
oleh trauma pada dinding thoraks, diafragma, paru – paru atau mediastinum.
2015). Hematothoraks dikatakan masif bila drainage darah mencapai 1000 mililiter
atau 100 mililiter per-jam dan lebih dari 4 jam pada kasus akut. Segera dilakukan
13
Gambar 2.4 Hematothoraks masif (ATLS, 2012)
Kontusio pulmonum adalah kerusakan parenkim paru, edema interstitial atau hematoma
yang mengarah ke hipoventilasi pada sebagian paru yang disebabkan oleh trauma thoraks,
terutama oleh trauma tumpul thoraks. Kontusio lebih dari 30 persen pada parenkim paru
Angka mortalitas pada pasien trauma tumpul thoraks tergantung terutama pada tingkat
keparahan trauma dan adanya keterkaitan dengan sistem organ lainnya (Huber et al, 2014; El-
14
15
16
2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
a. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul.
b. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan
pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma.
Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral
decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma
ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada
keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan
psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak
memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau
dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal,
rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo
atau pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas
intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip
pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan
jalannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen
tidur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT
d. Koagulasi : PT,PTT
4. MRI
5. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatic
6. CT Scan
7. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax
atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
8. Scan limfa
9. Ultrasonogram
10. Peningkatan serum atau amylase urine
11. Peningkatan glucose serum
12. Peningkatan lipase serum
13. DPL (+) untuk amylase
14. Peningkatan WBC
15. Peningkatan amylase serum
16. Elektrolit serum
17.AGD(ENA,2000:49-55
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD Sebuah rumah Sakit oleh tim
ambulance PSC 119 karena mobil yang kendarainya menabrak mobil lain dan terguling,
pasien saat ditemukan berada di posisi pengemudi, pasien mengalami benturan di
kepala dan dada. Pada pemeriksaan breathing didapatkan data saat di auskultasi suara
nafas redup atau tidak terdengar pada sisi yang sakit, saat diperkusi terdapat hipersonor,
terdapat peningkatan JVP, terdapat hematom pada daerah kepala, Tensi : 90/60 mmHg,
Nadi; 90x/menit, RR; 26x/menit.
3.1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A. Circulation : Ada nadi, nadi 90x/menit, TD : 90/60 mmHg, akral teraba
dingin.
d) Riwayat kesehatan
Perkusi : Snoring
h). Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
h).Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j). Ekstremitas
- Atas :Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada
jejas ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri,
fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Bawah : Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k). Data tambahan pasien
1. Data psikologi
Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses
keperawatan
2. Data social
Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang
selalu menunggu klien.
3. Data spiritual
Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk
kesembuhan klien.
3.3. Analisa data
Gangguan
ventilasi
3 Ds : - Penolong mengatakan dada Trauma thorak Gangguan
korban membentur stir mobil pertukaran
sebelum mengalami penurunan Tekanan pada gas
thorax meningkat
kesadaran
- Penolong mengatakan pasien
terbentur pada kepala dan dada Tension
Do : - JVP Meningkat
Gangguan vetilasi
Reabsorsi darah
Hematoma
Gangguan
ventilasi
- CRT > 3 detik
- Pemeriksaan ttv :
TD :120/80 mmHg
N : 110x/m
P : 35x/m
S : 38,7oc
5 Ds : - Penolong mengatakan ada Trauma thorak Nyeri dada
bengkak dan jejas di bagian
dada pasien Perdarahan
- Penolong mengatakan dada jaringan
pasien membentur stir intersitium
Do : - Tampak ada bengkak dan jejas
di dada pasien Reabsorsi darah
- Pengkajian PQRST
Region : Tampak ada bengkak Hemathorak
dan jejas didada pasien sebelah
kiri. Merangsang
reseptor nyeri
dada pleura
viseralis dan
Perientalis
Diskontinuitas
jaringan
3.4. Diagnosa keperawatan
1. Kenapa pasien pada saat di aulkustasi terdapat suara redup dan JPV
meningkat ?
Jawab :
Karena terdapat kerusakan alveolus disertai adanya cairan akibat benturan, data ini
dapatdidukung dengan perkusi dada hipersonor (pekak yang bisa disebabkan
karenaemfisema). JVP meningkat terjadi karena adanya kegagalan jantung dalam
memompa darah ke dalam sirkulasi. Sehingga, pemantauan JVP sebagai prediktor
kondisi jantung pada pasien merupakan komponen penting dalam pengelolaan dan
perawatan pada pasien gagal jantung. JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih
tinggi daripada normal.
2. Kenapa saat diperkusi terdapat suara hipersonor?
Kenapa terjadi hipersonor, karena pada hipersonor itu terjadi akibat kelainan paru-
paru, dimana dikasus sudah dijelaskan bahwa adanya benturan di dada. Hubungannya
dengan dada karena di dalam dada terdapat organ jantung dan paru-paru, nah terjadi
hipersonor karena paru-parunya terkena.
5. Apa saja akibat benturan pada bagian kepala dan bagian dada?
Ketika terjadi benturan Trauma pada thorax dan kepala yang terjadi pada
thorax akan mengalami kerusakan pada pleura akhirnya tension tekanan pleura
meningkat dan udara tertahan dilapisan pleura-> gg pertukaran . Jika terjadi
fraktur iga maka akan mengakibatkan kerusakan jaringan paru sehingga paru
kolaps dan terjadi gangguan ekspansi paru, hipoksia-> resiko syok . Apabila
terjadi trauma pada kepala kemungkinan cedera jaringan otak (Ekstra kranial pd
kasus) akhirnya pendarahan (hematoma) perubahan GCS peningkatan TIK dan
terjadi penurunan kesadaran.
6. Kenapa terdapat hematoma pada kepala klien?
Jawab: karena pada kasus si pasien mengalami benturan di kepala dan itu bisa
menyebabkan cedera atau bahkan bisa trauma kepala. Cedera kepala bisa
menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang ada di sekitar otak atau tulang
tengkorak bagian dalam. Akibatnya, darah mengumpul atau membeku di celah
antara otak dan tulang tengkorak, lalu membentuk hematoma (bekuan darah).
7. Apa hubungan benturan pada kepala pasien dan dada pasien dengan
penurunan atau kenaikan TTV pasien?
Hubungan nya yaitu ketika pasien mengalami benturan pada kepala dan dada ,akan
terjadinya hematom dan juga trauma saat benturan juga akibatnya mengalami kenaikan
JIV nya dan sedangkan Tekanan darahnya menurun akibat benturan di kepala nya
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.
Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di kelompokan dalam
kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian tubuh yang terkena,organ apa
yang cedera ,dan bagaimana derajat kerusakannya, perlu diketahui biomekanik
terutama cedera pada trauma dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa
benturan, perlambatan (deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam ,
benda tumpul, peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia. Pada kasus Seorang
laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD Sebuah rumah Sakit oleh tim
ambulance PSC 119 karena mobil yang kendarainya menabrak mobil lain dan
terguling, pasien saat ditemukan berada di posisi pengemudi, pasien
mengalami benturan di kepala dan dada.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan pendarahan thorax yang menghalangi
pernapasan, Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan
penurunan kemampuan paru. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi,Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan terjadi sumbatan dan suplai oksigen
turun dalam jaringan dan Nyeri dada berhubungan dengan bengkak, jejas dan
infark paru-paru. Dari semua diagnosa keperawatan yang muncul perlu adanya
tindakan keperawatan gawatdarurat yang harus dilakukan salah satunya
memberikan terapi oksigenasi yang adekuat.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk mahasiswa