Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MPK

MANAGEMEN PEMASARAN KESEHATAN

Anggota Kelompok 1

Nur Fadhilah 18010001


Anna Maghfiroh 18010002
Firna Novita Sari 18010003
Lutfiani Rosiana 18010004
Fitri Maulidiah 18010005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS) 2021
2. Analisis Klinik Kesehatan

1. Pengertian Klinik Kesehatan

 Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


028/Menkes/Per/I/2011, pengertian klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar dan spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu
jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis. Menurut
peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014,
Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter
umum. Berdasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha
ataupun perorangan.
 Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 09 Tahun
2014, Klinik utama merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
 Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 09 Tahun
2014, kegiatan pelayanan Klinik antara lain memberikan informasi yang benar
tentang pelayanan yang diberikan,memberikan pelayanan yang efektif, aman,
bermutu, dan non-diskriminasi dengan mengutamakan kepentingan terbaik
pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur
operasional, memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai
dengan kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu
atau mendahulukan kepentingan finansial, memperoleh persetujuan atas
tindakan yang akan dilakukan (informed consent), menyelenggarakan rekam
medis, melaksanakan sistem rujukan dengan tepat, menolak keinginan pasien
yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang-undangan, menghormati dan melindungi hak-hak pasien,
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien, melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan, memiliki standar prosedur
operasional, melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, melaksanakan fungsi social,
melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan, menyusun dan
melaksanakan peraturan internal klinik, dan memberlakukan seluruh
lingkungan klinik sebagai kawasan tanpa rokok.
 Menurut peraturan Undang-undang Tenaga Kesahatan Undang-Undang RI
Nomor 36 Tahun 2014, Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelanggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat. Dalam Undang-Undang RI
Nomor 36 Tahun 2014 tentang kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau

2. Kebijakan Tentang Klinik Kesehatan


 Penyelenggaraan klinik di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan (PMK) No. 28 tahun 2011 tentang Klinik. Definisi Klinik adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik,
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh
seorang tenaga medis.dengan demikian sebuah klinik harus menentukan
pelayanan yang akan disediakan, karena bisa terbatas pada pelayanan medis
dasar, atau pelayanan spesialistik, atau keduanya. Keputusan ini akan
mempengaruhi strata sebuah klinik yang diselenggarakan.Terdapat dua strata
penyelenggaraan klinik yaitu:
 1) Klinik Pratama adalah strata klinik yang terbatas menyelenggarakan
pelayanan medis dasar.
 2) Klinik Utama adalah strata klinik yang dapat menyelenggarakan pelayanan
medis spesialistik saja, atau juga sekaligus menyelenggarakan pelayanan
medis dasar.
 Penyelenggaraan klinik harus memperhatikan beberapa persyaratan meliputi:
1) Syarat Lokasi
 2) Syarat Bangunan dan Ruangan
 3) Sarana dan Prasarana
 4) Peralatan
 5) Ketenagaan

3. Analisa Jumlah Klinik Kesehatan Yang Ada Di Jember


Analisis jumlah klinik kesehatan yang ada di Jember
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau sering disebut sebagai
gatekeeper adalah sistem pelayanan kesehatan yang berperan sebagai pemberi
pelayanan kesehatan dasar berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya
dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standart pelayanan medik.
Dalam menjalin kemitraan dengan BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan milik
pemerintah yang memenuhi persyaratan diwajibkan untuk bekerjasama
dengan BPJS kesehatan, sedangkan fasilitas kesehatan milik swasta yang
memenuhi persyaratan dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Data yang
diperoleh dari BPJS kesehatan Jember bulan Februari 2015, Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
Jember berjumlah 113 yang terdiri dari 49 puskesmas, 27 dokter praktek
perorangan, 15 dokter gigi, dan 16 klinik pratama, 5 klinik TNI dan 1 klinik
POLRI, dengan jumlah peserta di Kabupaten Jember yang telah terdaftar di
BPJS kesehatan Jember sejumlah 1.180.421 peserta. Data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember berdasarkan laporan tahunan per Juli 2015,
menyebutkan jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang terdaftar di
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember terdapat 328 dokter praktek perorangan
dan 52 klinik pratama. Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan
BPJS kesehatan Jember tersebut dapat diperoleh hanya 8% jumlah dokter
praktik perorangan yang bekerjasama dengan BPJS dari total jumlah dokter
praktik perorangan di Kabupaten Jember dan 32% klinik pratama yang
bekerjasama dengan BPJS dari total klinik pratama di Kabupaten Jember. Jika
dilihat dari jumlah penduduk seluruh penduduk Kabupaten Jember sejumlah
2.332.726 jiwa, fasilitas kesehatan tingkat pertama yang seharusnya bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan adalah 233 FKTP, hal ini terdapat selisih yang
cukup signifikan dengan jumlah FKTP yang sudah bekerja sama dengan BPJS
kesehatan Jember, sehingga perlu dilakukan analisis stakeholder. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, sasaran penelitian ini
adalah perwakilan kepala klinik dan DPP di Kabupaten Jember, IDI dan
Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Kesehatan Primer Indonesia (PKFI) selaku
organisasi profesi, Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan BPJS Kesehatan
Jember selaku penentu kebijakan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa
Stakeholder dalam keikutsertan klinik swasta dan DPP sebagi FKTP program
JKN digolongkan dalam 3 golongan yaitu BPJS Kesehatan cabang Jember
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember sebagai stakeholder kunci, klinik
swasta dan DPP sebagai stakeholder utama dan IDI dan PKFI sebagai
stakeholder pendukung (sekunder). BPJS Kesehatan cabang Jember memiliki
kepentingan terkuat berdasarkan kepentingan, posisi dan kewenangannya
dalam keikutsertaan klinik swasta dan DPP sebagai FKTP program JKN,
Dinas Kesehatan cabang Jember, IDI dan PKFI memiliki kepetingan yang
lemah karena peran dan kepentingan mereka yang belum sesuai dengan
kewenangannya sedangkan klinik swasta dan DPP memiliki kepentingan yang
kuat kaitannya dalam partisipasinya sebagai FKTP program JKN. BPJS
Kesehatan cabang Jember selaku stakeholder kunci memiliki pengaruh
terbesar dalam keikutsertaan klinik swasta dan DPP sebagai FKTP program
JKN namun tidak dengan Dinas Kesehatan kabupaten Jember, IDI dan PKFI
sebagai organisasi profesi memiliki pengaruh lemah, sedangkan berbagai
kebutuhan dari klinik swasta dan DPP ini dapat menjadi alasan untuk
berpartisipasi sebagai FKTP program JKN dengan beberapa pertimbangan
tertentu. Dampak negatif yang bisa muncul dari keikutsertaan klinik swasta
dan DPP sebagai FKTP program JKN ini adalah mengenai distribusi fasilitas
klinik swasta dan DPP dan konflik kepentingan antar sesama FKTP untuk
meminimalisir dampak yang mungkin terjadi tersebut BPJS Kesehatan cabang
Jember melakukan antisipasi manajemen resiko dengan melakukan Mapping
berdasarkan jumlah rasio faskes dan jumlah peserta di kabupaten Jember

4. Kaji Masing-Masing Klinik tentang penggunaan media promosi


(digital atau konvensional)
Larissa Aesthetic Center Jember tidak ingin kalah dengan klinik kecantikan
lainnya dalam strategi pemasarannya. Strategi pemasaran yang dilakukan
Larissa yaitu dengan melakukan kegiatan promosi secara terus-menerus
kepada masyarakatmelalui beberapa media, seperti : brosur, banner, dan
media sosial. Untuk brosur pihak Larissa menyebar ketika akan atau sedang
ada promosi perawatan. Penyebaran rutin dilakukan di klinik pada saat
kunjungan pasien, hal ini membuat penyebaran informasi hanya sampai pada
konsumen, tidak sampai pada masyarakat umum. Kemudian untuk banner,
Larissa Aesthetic Center ini hanya ada pada bagian depan klinik. Sementara
itu, untuk media sosial yang digunakan sebagai alat promosi, yaitu: website,
facebook, twitter, instagram, dan line. Larissa ini selalu aktif dalam hal
promosi khusunya lewat media sosial, karna pada era zaman sekarang
masyarakat lebih suka mencari informasi selain dari penyampaian orang lain
yaitu lewat media sosial, oleh karena itu pihak Larissa melakukan promosi
terus menerus. Larissa juga mempunyai akun pada instagram khusus untuk
semua produk Larissa kecuali cream racikan dokter. Produk yang dijual online
tidak bisa dibeli dengan sembarangan tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu,
jadi konsumen sebelum membeli produk diupayakan untuk konsul pribadi,
konsul yang disediakan Larissa Jember ini sangat memudahkan konsumen
agar tidak jauh-jauh datang ke klinik, konsul yang dilakukan bisa lewat
whatsapp langsung dengan dokternya, jadi konsumen bisa bertanya lebih
detail untuk pemakaian produk selanjutnya.

5. Tantangan Kedepan Tentang Klinik Kesehatan


Masalah kemiskinan yang berdampak pada penambahan bantuan
perlindungan finansial, disparitas status kesehatan antar kabupaten-kota, akses
dan mutu pelayanan, upaya preventif promotif yang belum optimal,
peningkatan insiden penyakit menular, peningkatan jumlah penderita penyakit
tidak menular, pengendalikan penyakit neglected diseases seperti kusta, dan
permasalahan kesehatan lingkungan seperti banjir.
Dari perpektif sistem, tantangan pembangunan kesehatan di kabupaten jember
mencakup:
1. Manajemen dan Peran Aktor Dalam Sistem Kesehatan
2. Pendanaan dan Alokasi Sumber Daya
3. Meningkatnya Medical Tourism
4. Kemajuan Teknologi
5. Kapasitas Provider Kesehatan

3. Analisis Pemasaran Praktik Mandiri Keperawatan

1) Pengertian Peraktek Mandiri Perawat


a. Praktik Keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional Ners
melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif baik dengan klien maupun
tenagakesehatan yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan yang
holistic sesuaidengan wewenang dan tanggung jawab
b. Menurut American Nursing Association (ANA) perlakuan terhadap
kompensasi pelayanan profesinal yang memerlukan pengetahuan khusus
tentang ilmu biologi, fisika ilmu alam, perilaku, psikologi, sosiologi dan teori
keperawatansebagai dasar untuk mengkaji, menegakkan diagnose, melakukan
intervensi, dan evaluasi upaya peningkatan dan pemertahanan kesehatan
penemuan dan pengelolaan masalah kesehatan, cidera, atau kecacatan,
pemertahanan fungsioptimal.
c. NCBSN (National Council of State Boards of Nursing) Praktik keperawatan
berarti membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan atau
meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan dengan
mengkaji status kesehatann & menentukan diagnose, merencanakan dan
mengimplementasikan strategi perawatan untuk mencapai tujuan serta
mengevaluasi respons terhadap perawatan dan pengobatan

2) Kebijakan Tentang Peraktek Mandiri Perawat

Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan seharusnya dapat


memberikan kejelasan dan mengontrol praktik mandiri perawat di masyarakat.
Undang-Undang ini menjadi tantangan bagi perawat untuk membuktikan bahwa
perawat adalah profesi tenaga kesehatan yang mampu menyelenggarakan pelayanan
keperawatan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau
oleh perawat yang memiliki etik dan moral tinggi, sertifikat, registrasi dan lisensi.
Dengan tuntutan semacam itu maka profesi perawat harus dapat menjawabnya
dengan memberikan pelayanan secara profesional. Sehingga perawat yang melakukan
praktik mandiri hendaknya memahami hak dan batasan wewenangnya, serta akan
lebik baik jika memiliki sertifikat keilmuan tertentu, seperti perawatan luka,
perawatan stoma, dll.

Syarat dan ketentuan dalam membuka praktik mandiri perawat yang tertuang dalam
Undang-Undang Keperawatan tersebut yaitu:
(1) perawat yang menjalankan praktik keperawatan wajib memiliki izin

(2) izin diberikan dalam bentuk SIPP

(3) untuk mendapatkan SIPP, perawat harus melampirkan rekomendasi dari


organisasi profesi perawat dalam hal ini adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI)

(4) SIPP masih berlaku apabila STR masih berlaku dan perawat berpraktik di tempat
sebagaimana tercantum dalam SIPP

(5) SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktik dan diberikan kepada Perawat
paling banyak untuk dua tempat

(6) Perawat yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama Praktik
Keperawatan. Sedangkan ketentuan SIPP tidak berlaku apabila dicabut berdasarkan
ketentuan Perundang-undangan, habis masa berlakunya dan atau atas permintaan
perawat; atau perawat meninggal dunia.

3) Analisis Kasus-Kasus Pelanggaran Peraktek Mandiri Perawat

KASUS BINTAN UTARA


Wati (30) warga Tanjunguban, Kecamatan Bintan Utara, mengeluhkan buruknya
pelayanan RSUD Provinsi Kepri Tanjunguban. Pasien mengalami infeksi
pascaoperasi caesar. Perutnya berlubang dan mengeluarkan bau busuk. Toni, suami
Wati mengatakan, tanggal 30 Januari lalu, istrinya melahirkan secara caesar. Lalu,
dirawat inap selama tiga hari. Anehnya, selama tiga hari, pihak rumah sakit sama
sekali tidak memeriksa luka bekas operasi apalagi mengganti perbannya. "Tidak
diganti perban atau apapun, lalu tanggal 1 Februari kami dibolehkan pulang ke rumah
dan diminta kembali ke rumah sakit untuk kontrol pascaoperasi pada tanggal 8
Februari," kata Toni, di Tanjunguban, Bintan Utara, Senin (12/1/2018). Namun,
sebelum tanggal 8 Februari, istrinya mengeluh sakit di bagian perut. Saat dilihat,
ternyata di dinding perut istrinya sudah basah dan menimbulkan bau bahkan
berlubang. Saat itu, ia kemudian membawa istrinya ke Puskesmas Mentigi
Tanjunguban. "Karena operasinya di rumah sakit, jadi kami oleh pihak Puskesmas
dianjurkan ke rumah sakit," katanya. Saat itu, ia kembali membawa istrinya ke RSUD
Kepri Tanjunguban. Setiba di rumah sakit, pihak rumah sakit memberikan obat
antibiotik. Malah, pihak rumah sakit menawarkan kembali agar istrinya dirawat inap
sehingga hari berikutnya bisa ditangani.
"Saya sudah kecewa sekali dengan pelayanan rumah sakit. Jadi saya tak mau istri
saya dirawat di rumah sakit itu (RSUD Provinsi Kepri Tanjunguban) lagi. Saya
memilih lukanya dibersihkan saja di Puskesmas, malah saya disuruh membawanya ke
rumah sakit di Tanjungpinang," kesalnya. Selain hal itu, ia mengeluhkan, banyaknya
nyamuk di rumah sakit pelat merah tersebut. Setelah sang buah hatinya lahir, ia
mengeluhkan ke perawat banyak nyamuk di ruangan bayi. Tapi, perawat yang berjaga
saat itu justru memberikan obat pengusir nyamuk. "Saya mau dikasih baygon untuk
mengusir nyamuk. Coba bayangkan, di situ ada bayi malah mau disemprotkan
baygon," katanya kesal. Terkait keluhan pasien bernama Wati atas buruknya
pelayanan RSUD Provinsi Kepri Tanjunguban ini, Humas rumah sakit tersebut
bernama Ranti dikonfirmasi belum memberikan jawaban. Begitu juga Direkturnya
bernama dr Kurniakin, juga belum memberikan jawaban.
(Sumber) https://daerah.sindonews.com/read/1281774/194/pasien-rsud-provinsi-
kepri-alami-infeksi-pascaoperasi-caesar-1518509401

ANALISA KASUS
Kasus diatas dapat dikategorikan sebagai kasus malpraktik keperawatan dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1.Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional yang bertentangan
dengan standard operating procedure (SOP), kode etik, dan undang-undang yang
berlaku, baik disengaja maupun akibat kelalaian yang mengakibatkan kerugian atau
kematian pada orang lain (Sabungan Sibarani). Berkenaan dengan poin ini adalah
kondisi dimana pasien tidak mengalami pembersihan dan pergantian pembalut luka
standar pasca operasi.
2. Kelalaian atau ketidak hati-hatian dalam berbuat atau bertindak, yang diakomodir pada Pasal 1366
dan Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata. Dalam kasus ini adalah keadaan lalai mengganti pembalut
luka pasien yang seharusnya teridentifikasi saat melakukan kontrol ke ruangan pasca operasi yang
ditempati pasien .
3.Pasal 1239 KUH Perdata mengenai wanprestasi (cidera janji) , dimana terungkap melalui kondisi
memburuknya pasien karna luka pasca operasinya tidak mengering serta menimbulkan rasa sakit
4.Bentuk perlindungan hukum terhadap korban malpraktik diatur dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu berupa pengaturan
pertanggungjawaban untuk memberikan ganti rugi kepada korban malpraktik selaku
konsumen, sebagai akibat adanya kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatannya atau malpraktik yang dilakukan oleh pelaku usaha serta pengaturan
pemberlakuan ketentuan hukum pidana yang disertai dengan pidana tambahan.

a.Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang selengkapnya dinyatakan


bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan.”
b.Ganti kerugian yang dapat dimintakan oleh korban malpraktik menurut Pasal 19
ayat (2) UU Perlindungan Konsumen dapat berupa pengembalian uang penggantian
barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c.Karena korban harus menjalani perawatan lanjutan akibat rasa nyeri dan luka basah
yang diterimanya, sehingga berdasarkan pasal-pasal diatas maka pihak rumah sakit
perlu melakukan penanggungan biaya atas perawatan lanjutan yang harus dijalani
korban akibat kelalaian yang terjadi.
5.Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia No.4 Tahun 2018
dapat menjadi salah satu rujukan tentang kondisi Malpraktik yang disebutkan diatas,
karna didalam Permenkes ini terdapat pemaparan tentang Kewajiban Rumah Sakit
dan Kewajiban Pasien
KESIMPULAN
1.Untuk dapat menilai dan membuktikan suatu perbuatan (tindakan medis) termasuk
kategori malpraktik atau tidak, Menurut Hubert W. Smith sebuah tindakan malpraktik
meliputi 4D, yaitu:
a.Adanya kewajiban ( duty ), dalam unsur ini tidak ada kelalaian jika tidak terdapat
kewajiban, oleh karena itu unsur yang pertama ini menyatakan harus ada hubungan
hukum antara pasien dengan dokter/rumah sakit.
b.Adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas (dereliction), yaitu dokter dalam
melakukan kewajiban terhadap pasien melakukan tindakan penyimpangan dari
standar profesi tersebut. 
c.Penyimpangan akan mengakibatkan kerusakan (direct caution ), dalam unsur ini
terdapat hubungan kausal yang jelas antara tindakan medik yang dilakukan dokter
dengan kerugian yang dialami pasien.
d.Sang dokter akan menyebabkan kerusakan (damage), yaitu bahwa tindakan medik
yang dilakukan dokter merupakan penyebab langsung timbulnya kerugian terhadap
pasien.
2.Hendaknya Masyarakat mempelajari dan memahami Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Republik Indonesia No.4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit
dan Kewajiban Pasien. Dimana didalamnya terdapat aturan-aturan preventif yang
dapat menjaga kemungkinan terjadinya malpraktik.
3.Berkenaan dengan profesi akupunkturis, pemerintah telah mengeluaranpanduan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.34 Tahun 2018. Peraturan ini memandu
Akupuknturis untuk melakukan praktek pengobatan yang sesuai dengan standar
sehingga memberikan hasil yang positif .

4) Tantangan Ke Depan Peraktek Mandiri Perawat


1. Tantangan pelayanan / praktik; mutu asuhan rendah, kondisi kerja buruk,
ketidaksetaraan dan keadilan gender, waktu kerja panjang dan beban kerja berat vs
gaji rendah, migrasi dan angka retensi perawat rendah.
2. Tantangan SDM Perawat; motivasi rendah, kepuasan kerja rendah, ketidaksesuaian
utilisasi jenis dan jenjang, kekurangan perawat dalam jumlah dan kualifikasi di
tempat kerja, tidak tertatanya sistem jenjang karir professional & penghargaan, citra
keperawatan rendah.
3. Tantangan Pendidikan; tidak berdasarkan kompetensi, kurang koordinasi antara
pendidikan & pelayanan, kurang skill mix, kapasitas dan metode pengajaran yang
tidak memadai, kurang fasilitas sumber pembelajaran, sistem pengendalian kualitas
pendidikan kurang tertata, kurang kaderisasi mahasiswa sebagai perawat pemimpin
sedini mungkin.
4. Tantangan Kebijakan & Regulasi; pemberdayaan perawat, mutu asuhan dan pelayanan
publik yang aman, sistem registrasi, lisensi, sertifikasi perawat dan akreditasi institusi
pendidikan, pengakuan perawat Indonesia oleh negara lain, filterasi perawat asing
bekerja di Indonesia, otonomi profesi (self governance).
5. Tantangan Globalisasi; kekurangan perawat dan migrasi, kompetensi standar global
dan budaya, keragaman & SDM, manajemen keragaman, kesetaraan/keadilan social.
Beberapa tantangan tersebut diatas merupakan penyebab yang dapat menimbulkan
tidak sesuainya sebaran kebutuhan perawat di pasar global / Internasional, sehingga
dimungkinkan akan munculnya konsekuensi yang harus diterima oleh pengguna jasa
perawat, menurut (ICN, 2007); Distribusi perawat di manca negara tidak seimbang,
Rekrutmen tidak etis dan menindas (abuse) perawat, Kehilangan sumber daya di
negara asal, Kehilangan pengakuan dan martabat perawat karena masalah regulatori -
legislatif dan akulturasi.

Anda mungkin juga menyukai