Oleh :
Pembimbing :
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia- Nya, laporan kasus yang berjudul “Eritema Nodosum Leprosum” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr.dr.IGN Darmaputra, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku Ketua
SMF/Bagian Dermatologi dan Venereologi FK Universitas Udayana,
RSUP Sanglah, Denpasar.
2. dr. Ni Made Dwi Puspawati, Sp.KK(K), FINSDV selaku Koordinator
Pendidikan Dokter SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar.
3. Dr. dr. Luh Mas Rusyati, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV selaku
pembimbing kami yang senantiasa membimbing dan memberikan
masukan dalam penyususan laporan kasus ini.
4. Dr. Putu Dyah Sawitri selalu residen pendamping kami yang
memberikan arahan dalam penulisan laporan kasus ini
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan
dan bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan
memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, 6 Juni 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................2
2.1 Definisi.................................................................................................................2
2.2 Etiologi ................................................................................................................2
2.3 Epidemiologi........................................................................................................2
2.4 Patogenesis...........................................................................................................3
2.5 Gejala Klinis ........................................................................................................3
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding ......................................................................4
2.7 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................5
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................................6
BAB III LAPORAN KASUS.....................................................................................8
3.1 Identitas Pasien.....................................................................................................8
3.2 Anamnesis............................................................................................................8
3.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................................9
3.4 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................11
3.5 Diagnosis Banding...............................................................................................11
3.6 Diagnosis Kerja....................................................................................................12
3.7 Penatalaksanaan...................................................................................................12
3.8 KIE.......................................................................................................................12
3.9 Prognosis..............................................................................................................13
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................14
BAB V SIMPULAN..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Reaksi kusta pada penderita kusta merupakan fenomena imunologi yang dapat
terjadi sebelum, saat, dan setelah pengobatan lengkap Multi Drug Treatment(MDT).
Terdapat 2 jenis reaksi kusta, yaitu reaksi tipe 1 atau reaksi reversal dan tipe 2 atau
Eritema Nodosum Leprosum (ENL)6. Eritema Nodosum Leprosum (ENL) merupakan
respon humoral terhadap infeksi Mycobacterium Leprae7. ENL merupakan suatu
komplikasi imunologi yang serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan
organ lain8.
2.2 Etiologi
ENL adalah reaksi kusta yang disebabkan saat sejumlah besar bakteri
Mycobacterium leprae mati dan didegradasi bertahap oleh tubuh sebab protein dari
M.leprae yang mati dapat memicu reaksi alergi. Reaksi humoral berupa reaksi
antigen (M.leprae) dan antibodi yang akan mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terbentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut akan menimbulkan respon
inflamasi dan akan terdegradasi dalam beberapa hari. Karena beredar dalam sirkulasi
darah, kompleks imun tersebut dapat mengendap ke berbagai organ terutama pada
lokasi dimana M.leprae berada dalam konsentrasi tinggi seperti pada kulit disebut
Eritema Nodosum Leprosum (ENL), saraf (neuritis), limfonodus (limfadenitis),
tulang (artritis), ginjal (nefritis), dan testis (orkotis)9.
2.3 Epidemiologi
Prevalensi kusta masih sangat tinggi di beberapa negara, terutama negara
berkembang yang sangat erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan dan kepadatan
penduduk. Indonesia merupakan negara tropis dan termasuk salah satu daerah
endemik kusta. Data Profil Kesehatan Republik Indonesia mencatat angka penemuan
kasus baru kusta pada tahun 2013 sebanyak 16.856 kasus 9. Indonesia merupakan
2
negara dengan insiden terbanyak ketiga di dunia penderita kusta setelah India dan
Brazil. Pada tahun
3
3
2012 jumlah kasus baru tercatat 18.994 orang dan jumlah kasus terdaftar 22.390
orang dengan angka prevalensi 0,86 per 10.000 penduduk dan 80,96% diantaranya
merupakan kusta tipe multibasiler (MB)10.
Reaksi ENL ditemukan terjadi antara 19-26% dari kasus tipe multibasiler di
Nepal, India dan Thailand8. Menurut penelitian retrospektif Febrina, dkk (2018)
mengatakan dari seluruh pasien kusta di unit rawat jalan dan instalasi rawat inap
Kesehatan Kulit dan Kelamin tahun 2011-2013 berjumlah 434 orang. Tipe kusta yang
paling sering mengalami reaksi tipe 2 (ENL) adalah tipe Lepramatous Leprosy (LL)
yaitu sebanyak 62,3%11 .Pada penelitian yang dilakukan Putu Ayu, dkk (2019) di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah menunjukkan bahwa jumlah pasien yang
terdiagnosis multibasiler lebih cenderung mengalami reaksi kusta berat atau reaksi
ENL (>50%)12.
2.4 Patogenesis
Reaksi kusta tipe 2 atau ENL berhubungan dengan bakteri yang hancur,
antigen serta intensitas produksi antibodi. Konsentrasi antigen bakteri yang tinggi
dalam jaringan akan meningkatkan kadar antibodi IgM dan IgG penderita tipe
multibasiler. Mekanisme imunopatologi penting pada reaksi tipe 2 berupa formasi
dan berkurangnya kompleks imun serta aktivasi sistem komplemen dengan
meningkatnya mediator inflamasi. Pada kusta tipe multibasiler aktivasi limfosit Th2
mempengaruhi produksi interleukin (IL)-4 dan IL-10, yang akan menstimulasi
produksi antibodi limfosit B. Sebanyak 15% - 50% kusta tipe multibasiler
berkembang menjadi reaksi kusta tipe 2.
Beratnya reaksi kusta tipe 2 disebabkan oleh meningkatnya produksi sitokin
oleh limfosit Th2 sebagai respon imun tubuh untuk mengatasi peradangan. Tumor
necrosis factor alpha (TNF-a) dan Interferon gamma (IFN-g) merupakan komponen
sitokin spesifik pada ENL. Sirkulasi TNF yang tinggi terjadi pada reaksi kusta tipe 2,
diduga akibat sel mononuklear pada darah tepi yang dapat meningkatkan jumlah
TNF6.
2.5 Gejala Klinis
ENL sering muncul dengan gejala lesi menjadi lebih eritema, mengkilap,
sebagian kecil berupa nodul, dengan berukuruan bermacam-macam, namun pada
umumnya kecil. Lesi terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai
4
4
bawah, wajah, lengan, dan paha. Dapat muncul di hampir seluruh bagian tubuh.
Selain itu, didapatkan nyeri, pustulasi, dan ulserasi, disertai gejala sistematik seperti
demam dan malaise. Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf,
mata, ginjal, sendi, testis dan kelenjar limfe 1. Perbedaan reaksi kusta tipe 2 ringan dan
berat dapat dilihat pada tabel 2.1.9
Tabel 2.1. Perbedaan reaksi berat dan ringan pada reaksi kusta tipe 2
Lesi kulit Nodul merah, panas dan nyeri, Nodul merah, panas, tebal dan
dapat menjadi ulkus, jumlah nyeri, sering menjadi ulkus,
sedikit jumlah banyak
Saraf tepi Membesar, tidak nyeri, fungsi Membesar, nyeri, fungsi saraf
saraf tidak terganggu terganggu
Gejala konstitusi Tidak demam atau demam Demam ringan hingga berat
ringan
3.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Pasien mengeluh benjolan merah di kulit.
8
9
Riwayat Pengobatan:
Pasien mengambil obat paket kusta dari Puskesmas yang direncanakan untuk 12
bulan, namun pasien hanya mengkonsumsi obat tersebut selama 3 bulan. Untuk
lesi kulitnya saat ini, pasien tidak mengambil obat-obatan.
Status Generalis
Kepala : Normocephali (+)
Mata : Konjungtiva anemsis -/-, sklera
ikterik -/-, refleks pupil +/+
THT : Sekret -/-
Leher : Simertris (+), pembesaran KGB (-)
10
Status Dermatologi
Lokasi : Hampir seluruh tubuh
Effloresensi :Tampak nodul, berdasar
eritema,multipel, berbentuk
bulat,berbatas tegas, berukuran 0.5cm
hingga 0.7cm, penyebaran generalisata.
Tampak plak dan berdasar
eritema,multipel, ,berbatas tegas,
ukuran bervariasi 1 cm hingga 3 cm,
penyebaran generalisata.
11
3.7 Penatalaksanaan
Terapi Eritema nodosum leprosum (episode pertama ENL berat)
1. Terapi MDT diteruskan
Rifampisin : 600mg/bulan (minum didepan petugas)
Dapson :100mg/bulan (minum didepan petugas)
100mg/hari (minum di rumah)
Klofazimin : 300mg/ bulan (minum didepan petugas)
50mg/hari (minum di rumah)
Lama pengobatan: 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan
2. Prednisone:
2 minggu pertama : 40mg/hari (1x8 tab)
2 minggu kedua : 30mg/hari (1x6tab)
2 minggu ketiga : 20mg/hari (1x4 tab)
2 minggu keempat : 15mg/ hari (1x3tab)
2 minggu kelima : 10mg/hari (1x2 tab)
2 minggu keenam : 5mg/ hari (1x1 tab)
3. Analgetik & Antipiretik
4. Isthirahat
3.8 KIE
1. Pasien harus minum obat sesuai dosis dan lama terapi yang sudah ditetapkan
2. Pasien harus meminum obat setelah makan
3. Pasien harus tetap menjaga kebersihan diri
3.9 Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
13
ENL atau reaksi kusta tipe 2 adalah reaksi kusta yang disebabkan saat
sejumlah besar bakteri M. leprae yang mati dan didegradasi bertahap oleh tubuh,
protein dari M.leprae yang mati dapat memicu reaksi alergi. Reaksi humoral berupa
reaksi antigen (M.leprae) dan antibodi yang akan mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terbentuk kompleks imun yang akan menimbulkan respon inflamasi dan
terdegradasi dalam beberapa hari. Sebanyak 15% - 50% kusta tipe multibasiler
berkembang menjadi ENL. ENL sering muncul dengan gejala lesi menjadi lebih
eritema, mengkilap, sebagian kecil berupa nodul, dengan berukuran bermacam-
macam, namun pada umumnya kecil. Lesi terdistribusi bilateral dan simetris,
terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, dan paha, namun juga dapat
muncul di seluruh tubuh. Gejala lain yang dapat menyertai yaitu nyeri, pustulasi, dan
ulserasi, disertai gejala sistemik seperti demam dan malaise. Selain itu, perlu juga
diperhatikan adanya keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis
dan kelenjar limfe.
Pada kasus ini, pasien adalah seorang perempuan dan berusia 45 tahun,
dengan keluhan utama benjolan merah di kulit yang dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Namun, sejak 3 hari terakhir lesi dirasa semakin membesar dan meluas ke area
tungkai atas dan bawah. Keluhan disertai rasa nyeri pada lesi dan juga nyeri pada
persendian siku dan pergelangan tangan, serta terdapat demam sejak 3 hari yang lalu.
Pasien memiliki riwayat kusta sejak 3 bulan yang lalu dan sudah mendapatkan obat
paket dari Puskesmas yang direncanakan untuk 12 bulan, namun hanya dikonsumsi
selama 3 bulan. Untuk lesi kulit saat ini pasien belum memberikan obat apapun.
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan memiliki tetangga dengan riwayat
penyakit kusta yang telah menyelesaikan pengobatan selama 12 paket pada bulan
Februari lalu. Hasil anamnesis ini sesuai dengan pustaka mengenai keluhan,
manifestasi klinis, dan faktor risiko pada kasus ENL.
14
15
Pada ENL, terdapat 2 reaksi yaitu reaksi ringan dan berat berdasarkan
gejalanya. Pada kasus ini setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan pasien
demam dengan suhu 39oC serta tanda-tanda vital lainnya dalam batas normal. Pada
hampir seluruh tubuh ditemukan nodul eritema multipel berbentuk bulat, batas tegas,
berukuran bervariasi antara 0,5 cm hingga 0,7 cm, dengan distribusi generalisata.
Selain itu ditemukan juga plak eritema multipel berbatas tegas, ukuran bervariasi 1
cm hingga 3 cm dengan distribusi generalisata. Pada pemeriksaan fungsi saraf
ditemukan nyeri dan pembesaran saraf pada nervus ulnaris dekstra et sinistra. Maka
sesuai dengan pustaka, diagnosis pasien mengarah pada ENL tipe reaksi berat.
ENL atau reaksi kusta tipe 2 adalah reaksi kusta yang disebabkan saat
sejumlah besar bakteri M. leprae yang mati dan didegradasi bertahap oleh tubuh dan
protein dari M.leprae yang mati dapat memicu reaksi alergi dalam tubuh. Reaksi
humoral berupa reaksi antigen (M.leprae) dan antibodi akan mengaktifkan sistem
komplemen sehingga terbentuk kompleks imun yang akan menimbulkan respon
inflamasi. Kusta tipe multibasiler (MB) yang dapat berkembang menjadi ENL. Gejala
yang sering muncul adalah lesi menjadi lebih eritema, mengkilap, berupa nodul,
dengan berukuran bermacam-macam, namun pada umumnya kecil, terdistribusi
bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan, dan paha,
namun juga dapat muncul di seluruh tubuh. Gejala juga dapat disertai nyeri, pustulasi,
dan ulserasi, disertai gejala sistemik seperti demam dan malaise, serta keterlibatan
organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis dan kelenjar limfe.
16
DAFTAR PUSTAKA